Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: Dilema Beton dalam Era Circular Economy
Beton adalah tulang punggung industri konstruksi modern, namun juga menjadi kontributor besar dalam jejak karbon global. Di Swedia, 14,2 juta ton limbah konstruksi dihasilkan pada tahun 2020, dengan beton menjadi bagian dominannya. Tesis ini membedah hambatan utama yang menghalangi implementasi reuse (penggunaan kembali) elemen beton struktural di Swedia, sebagai bagian dari transisi menuju ekonomi sirkular.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif—literatur, wawancara pakar, serta studi kasus proyek Återhus—untuk memahami kompleksitas tantangan reuse dan menyusun rekomendasi nyata.
Apa Itu Reuse Beton dan Mengapa Penting?
Berbeda dengan daur ulang (recycle), reuse beton mempertahankan bentuk dan fungsi elemen struktural seperti balok, kolom, atau pelat lantai. Hal ini:
Namun reuse bukan tanpa tantangan. Dibutuhkan dokumentasi, uji kekuatan, serta perubahan pendekatan desain sejak awal.
Hambatan Reuse Beton: Hasil Temuan Kunci
1. Hambatan Standardisasi
2. Hambatan Ekonomi
3. Hambatan Penanganan Material & Dokumentasi
4. Hambatan Pengetahuan
5. Hambatan Teknis
Studi Kasus: Återhus, “Membangun Rumah dari Rumah”
Återhus adalah proyek kolaboratif di Swedia yang bertujuan membangun rumah dari elemen struktural bekas. Didukung oleh RI.SE dan Vinnova, proyek ini:
Contoh konkretnya adalah reuse pelat hollow-core yang diuji melalui metode non-destruktif, seperti rebound hammer test dan pengukuran ketebalan cover beton.
Analisis SWOT Reuse Beton di Swedia
Strengths:
Weaknesses:
Opportunities:
Threats:
Tambahan Nilai & Opini Kritis
Tesis ini kuat dalam menyatukan pendekatan teori dan praktik. Namun kelemahannya adalah kurangnya eksplorasi solusi berbasis digital seperti Building Material Passport atau integrasi reuse ke dalam design for disassembly (DfD) secara menyeluruh.
Dibandingkan dengan studi sebelumnya seperti Bertin et al. (2019) yang fokus pada potensi teknis reuse, tesis ini unggul karena menyelami aspek kelembagaan, pasar, dan psikologi pengguna. Kelebihan utamanya adalah pendekatan wawancara dengan aktor industri, yang memberikan insight nyata.
Rekomendasi Strategis
1. Regulasi & Standar
Kembangkan standar reuse nasional, mulai dari pelat beton ringan.
Tetapkan panduan teknis pengujian ulang elemen reuse.
2. Insentif Ekonomi
Berikan potongan pajak untuk proyek yang menggunakan >30% elemen reuse.
Dana hibah untuk pengembangan pusat distribusi reuse.
3. Inovasi Teknologi
Kembangkan katalog digital reuse berbasis BIM.
Gunakan teknologi AI untuk memetakan elemen yang layak reuse sebelum pembongkaran.
4. Pendidikan & Sosialisasi
Tambahkan kurikulum reuse di fakultas teknik sipil.
Edukasi stakeholder lewat kampanye publik & studi kasus.
Kesimpulan: Reuse Beton Bukan Impian, Tapi Tantangan Nyata yang Layak Dihadapi
Swedia memiliki semua prasyarat: sumber daya, teknologi, dan komitmen kebijakan. Namun reuse elemen beton masih terhambat oleh keraguan pasar, kurangnya dokumentasi, serta biaya awal yang belum kompetitif.
Solusinya bukan sekadar teknis, tapi sistemik: standar, insentif, edukasi, dan keberanian inovasi. Dengan proyek seperti Återhus sebagai katalis, reuse beton dapat menjadi pilar utama ekonomi sirkular di sektor konstruksi Swedia.
Sumber:
Bineeta John & Parvathy Krishnakumar (2024). Study on Barriers to Reuse of Concrete in the Swedish Construction Industry, Master’s Thesis, Halmstad University.
Diakses melalui RISE & Vinnova
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Mengapa Kita Butuh Material Konstruksi Baru?
Di tengah urgensi perubahan iklim dan tekanan terhadap sumber daya alam, sektor konstruksi global berada di persimpangan jalan. Material tradisional seperti beton dan baja memang tangguh, namun proses produksinya sangat intensif energi dan menyumbang besar terhadap emisi karbon dunia. Artikel karya Ankit Dubey (2023) menawarkan gambaran komprehensif tentang inovasi terkini dalam material konstruksi yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga siap mendukung visi kota pintar (smart cities).
Material Daur Ulang dan Terbarukan: Menjawab Tantangan Lingkungan
1. Beton Daur Ulang dan Limbah Bangunan
Penggunaan beton hancur dari pembongkaran sebagai agregat baru adalah pendekatan yang semakin umum. Ini mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam seperti batu kerikil dan pasir serta menurunkan limbah konstruksi. Di Eropa, metode ini sudah digunakan dalam 50% proyek bangunan baru di wilayah urban padat.
2. Kayu Reklamasi
Kayu dari bangunan tua yang dibongkar digunakan kembali sebagai elemen struktural maupun dekoratif. Tak hanya menghemat pohon, tetapi juga menambah karakter unik pada bangunan.
3. Plastik Daur Ulang
Plastik bekas, yang sering kali menjadi masalah lingkungan besar, kini diolah menjadi komponen bangunan seperti balok pengisi, panel dinding, bahkan ubin atap. Ini menjawab dua isu sekaligus: polusi plastik dan kebutuhan material bangunan ringan.
Teknologi Beton Hijau: Revolusi dalam Material Konstruksi
1. Beton Geopolimer
Menggantikan semen Portland dengan produk sampingan industri seperti fly ash atau slag, beton ini dapat mengurangi emisi CO₂ hingga 80%.
2. Beton Penyembuh Diri (Self-Healing Concrete)
Menggunakan kapsul bakteri atau zat kimia yang aktif saat retakan muncul, beton ini memperbaiki dirinya sendiri, memperpanjang masa pakai bangunan dan menghemat biaya pemeliharaan.
3. Beton dengan Kinerja Tinggi
Beton aditif dengan serat nano dan bahan tambahan khusus untuk meningkatkan durabilitas dan performa di lingkungan ekstrem seperti wilayah pesisir atau daerah gempa.
Baja dan Logam Berkelanjutan: Kekuatan Masa Depan
Produksi baja adalah salah satu proses paling boros energi di industri konstruksi. Namun, inovasi seperti:
telah berhasil memangkas jejak karbon industri ini. Baja daur ulang kini banyak digunakan dalam rangka bangunan tinggi, jembatan, hingga struktur modular.
Material Pintar: Integrasi Teknologi dan Infrastruktur
1. Sensor dan Beton Pintar
Sensor tertanam dalam beton memungkinkan pemantauan real-time terhadap retakan, getaran, atau kelembapan. Cocok untuk jembatan, terowongan, dan gedung tinggi.
2. Bahan Berbasis Graphene
Material super ringan dan kuat ini digunakan untuk melapisi kabel, membran bangunan, bahkan sebagai komponen penyimpan energi dalam smart grid.
3. Material Piezoelektrik
Dapat mengubah tekanan mekanik menjadi energi listrik. Misalnya, trotoar yang mengalirkan listrik dari pijakan kaki manusia—sudah diuji coba di Jepang dan Eropa.
4. Coating Pintar
Lapisan dengan sifat self-cleaning atau anti-korosi, seperti titanium dioxide (TiO₂), melindungi permukaan bangunan dari jamur, polusi, dan cuaca ekstrem.
Bangunan Hemat Energi dan Zero Energy Building (ZEB)
Elemen Utama:
Menurut data Uni Eropa, ZEB mampu mengurangi biaya energi hingga 70% dan menurunkan emisi karbon hingga mendekati nol selama masa pakai bangunan.
Infrastruktur Resilien: Bertahan di Tengah Krisis
Di era bencana iklim dan urbanisasi cepat, infrastruktur perlu tahan terhadap gangguan. Dubey menyebut sejumlah material dan sistem:
Terobosan Baru dalam Material Konstruksi Berkelanjutan
1. 3D Printed Concrete
Mencetak rumah atau struktur kecil hanya dalam waktu 24 jam, dengan limbah material minimum.
2. Material Berbasis Alga dan Jamur
Alga digunakan untuk insulasi, jamur (mycelium) untuk pembuatan panel biodegradable.
3. Beton Penangkap Karbon
Menyerap CO₂ selama proses pengerasan—memberi nilai tambah lingkungan di luar fungsi strukturalnya.
4. Kayu Transparan
Alternatif kaca yang kuat, ringan, dan memiliki isolasi termal lebih baik.
Penutup: Masa Depan Konstruksi Ada pada Integrasi
Artikel ini menunjukkan bahwa masa depan konstruksi bukan hanya soal memilih material hijau, tetapi menciptakan sistem bangunan yang:
Pendekatan ini mencerminkan transformasi dari bangunan statis ke struktur cerdas yang bisa “berkomunikasi”, menyesuaikan diri, dan memberi kontribusi aktif pada keberlanjutan kota.
Sumber:
Dubey, A. (2023). Innovations in Sustainable Construction Materials for Civil Engineering. International Journal of Research Publication and Reviews, 4(12), 2322–2331. Tersedia di www.ijrpr.com
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan
Dalam dunia konstruksi yang terus berkembang, integrasi Teknologi Informasi (TI) telah menjadi kunci untuk mendorong efisiensi, produktivitas, dan daya saing. Penelitian oleh Farag H. Gaith, Khalim A. R., dan Amiruddin Ismailmembahas secara mendalam tentang bagaimana TI diadopsi di industri konstruksi, khususnya di Malaysia, serta tantangan yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah (UKM) di sektor ini.
Artikel ini tidak hanya merangkum temuan penting dari penelitian tersebut, tetapi juga mengaitkannya dengan tren industri global, studi kasus aktual, dan peluang strategis yang dapat dimanfaatkan perusahaan konstruksi di era digital.
Peran Vital Teknologi Informasi dalam Industri Konstruksi
Fragmentasi Industri dan Tantangan Kolaborasi
Industri konstruksi terkenal dengan tingkat fragmentasi yang tinggi dibandingkan sektor manufaktur lain. Setiap proyek biasanya bersifat unik, melibatkan banyak aktor seperti kontraktor utama, subkontraktor, pemasok material, hingga konsultan teknik. Fragmentasi ini sering menjadi penghambat produktivitas dan kolaborasi yang efektif.
Penerapan TI, seperti sistem kolaborasi berbasis cloud dan teknologi Building Information Modeling (BIM), menjadi solusi strategis untuk memperkecil kesenjangan ini.
Data pendukung: Menurut McKinsey (2017), adopsi BIM dapat meningkatkan efisiensi proyek konstruksi hingga 20–30%.
Definisi TI dalam Konteks Konstruksi
TI mencakup berbagai teknologi yang memungkinkan pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, dan penyebaran informasi dalam berbagai bentuk. Di sektor konstruksi, TI tidak hanya berfungsi untuk administratif, tetapi juga mendukung manajemen proyek, perencanaan, pengendalian biaya, serta pemantauan progres lapangan.
Beberapa aplikasi utama:
3D/4D CAD systems untuk perencanaan visualisasi proyek.
Sistem manajemen proyek virtual (VPM) untuk koordinasi tim jarak jauh.
Sistem akuntansi dan pengendalian biaya berbasis software.
Studi Kasus Implementasi TI di Industri Konstruksi
Studi Kasus 1: Industri Konstruksi di Jordan
Penelitian oleh El-Mashaleh (2007)mengungkap bahwa 82% perusahaan konstruksi di Jordan meningkatkan investasi TI dalam dua tahun terakhir. Pemanfaatan TI terutama pada aplikasi seperti AutoCAD, email, dan pengolahan data.
Manfaat yang dirasakan:
Peningkatan kualitas hasil kerja.
Akselerasi penyelesaian proyek.
Kemudahan komunikasi internal dan eksternal.
Hambatan:
Biaya investasi dan perawatan TI.
Keterbatasan pelatihan karyawan.
Studi Kasus 2: Industri Konstruksi di Nigeria
Penelitian Oladapo (2007)menemukan bahwa meskipun adopsi TI cukup tinggi di Nigeria, faktor eksternal seperti infrastruktur listrik yang tidak stabil menjadi hambatan utama. Penggunaan TI difokuskan pada pengolahan kata, komunikasi internet, serta pengendalian biaya dan jadwal.
Insight: Tantangan infrastruktur serupa juga dihadapi oleh banyak negara berkembang, menunjukkan pentingnya strategi adaptif terhadap konteks lokal.
Tren Global dan Perbandingan: Peluang dan Tantangan
Tren Adopsi TI di Industri Global
Kanada: 76% perusahaan konstruksi sudah menggunakan Internet untuk berbagai fungsi, termasuk tender online.
Swedia dan Finlandia: Adopsi IT di sektor konstruksi terus meningkat, fokus pada integrasi sistem berbasis BIM dan Internet of Things (IoT).
Hambatan yang Konsisten Ditemui Global
Resistensi budaya internal terhadap perubahan digital.
Biaya investasi awal yang tinggi.
Kurangnya pelatihan dan literasi TI pada level operasional.
Strategi Sukses
Berdasarkan literatur dan studi kasus, faktor-faktor berikut menjadi kunci keberhasilan integrasi TI:
Komitmen manajemen puncak terhadap inovasi digital.
Pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan literasi TI karyawan.
Penyesuaian sistem TI dengan kebutuhan spesifik industri konstruksi.
Kritik terhadap Studi: Ruang untuk Pendalaman Lebih Lanjut
Meski paper Gaith et al. memberikan kerangka kuat tentang adopsi TI di sektor konstruksi, ada beberapa aspek yang perlu eksplorasi lebih mendalam:
Kurangnya analisis ROI (Return on Investment) spesifik terhadap proyek berbasis TI.
Minimnya pembahasan tentang adopsi TI berbasis AI dan IoT yang kini mulai mengubah lanskap industri secara global.
Perluasan sample ke perusahaan skala besar untuk membandingkan efektivitas TI di berbagai skala proyek.
Dampak Praktis dan Relevansi bagi Masa Depan
Untuk Usaha Kecil dan Menengah (SME)
Implementasi TI memungkinkan UKM:
Mengakses proyek lebih besar dengan kolaborasi virtual.
Mengoptimalkan efisiensi biaya melalui otomatisasi.
Meningkatkan transparansi proyek, membangun kepercayaan dengan klien.
Untuk Tren Industri Global
Digital Twin dan BIM Level 3 menjadi masa depan pengelolaan proyek.
Automasi proyek menggunakan drone dan AI akan semakin umum.
Konstruksi berbasis data real-time menjadi kebutuhan standar.
Perusahaan yang berani berinvestasi dalam TI bukan hanya akan bertahan, tetapi juga berpeluang besar menjadi pemimpin pasar di masa depan.
Kesimpulan
Teknologi Informasi telah membuka jalan baru bagi industri konstruksi untuk meningkatkan produktivitas, kolaborasi, dan daya saing. Meski tantangan seperti biaya awal dan resistensi budaya masih menghambat adopsi secara luas, tren global menunjukkan bahwa transformasi digital dalam konstruksi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Dengan strategi yang tepat, perusahaan konstruksi – khususnya di Malaysia dan negara berkembang lainnya – dapat meraih manfaat jangka panjang dari investasi TI, mempercepat pertumbuhan, dan berkontribusi dalam membangun infrastruktur masa depan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Sumber:
Farag H. Gaith, Khalim A. R., dan Amiruddin Ismail. Application and efficacy of information technology in construction industry. Scientific Research and Essays, Vol. 7(38), pp. 3223-3242, 27 September 2012. DOI: 10.5897/SRE11.955
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: Pentingnya Pengendalian Waktu dan Biaya dalam Proyek Konstruksi
Dalam dunia konstruksi modern, mengendalikan biaya dan waktu merupakan faktor krusial untuk keberhasilan sebuah proyek. Seperti diungkapkan dalam penelitian ini, proyek besar seperti pembangunan Markas Komando Polres Jakarta Barat memerlukan koordinasi efektif antara kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek. Tanpa manajemen yang ketat, risiko keterlambatan dan pembengkakan biaya sangat tinggi.
Dalam konteks ini, metode Earned Value Management (EVM) menjadi pendekatan strategis untuk memonitor kinerja proyek secara simultan dalam aspek waktu dan biaya.
Memahami Konsep Earned Value dalam Manajemen Proyek
Metode Earned Value berfokus pada tiga indikator utama:
Dengan membandingkan ketiga indikator ini, manajer proyek dapat mengevaluasi apakah proyek berjalan sesuai rencana atau perlu intervensi.
Studi Kasus: Proyek Markas Komando Polres Jakarta Barat
Penelitian dilakukan selama 28 minggu dengan mengumpulkan data lapangan seperti kurva S, laporan progres bulanan, dan wawancara dengan manajer proyek. Total anggaran proyek mencapai Rp 97 miliar.
Hasil dan Analisis
1. Analisis Budget Cost of Work Schedule (BCWS)
BCWS menggambarkan biaya yang seharusnya dikeluarkan sesuai rencana. Pada minggu pertama, BCWS tercatat Rp 496 juta, meningkat secara bertahap hingga mencapai Rp 97 miliar pada minggu ke-30.
2. Analisis Budget Cost of Work Performed (BCWP)
BCWP menunjukkan biaya riil berdasarkan pekerjaan yang selesai. Menariknya, pada awal proyek (minggu pertama), BCWP jauh lebih rendah dari BCWS. Namun, mulai minggu ke-2 hingga ke-28, BCWP terus melampaui BCWS.
Analisis Tambahan: Tren ini menunjukkan adaptasi cepat oleh tim proyek untuk mempercepat progres, mengompensasi keterlambatan awal.
3. Variansi Jadwal (SV)
4. Schedule Performance Index (SPI)
Interpretasi: Nilai SPI di atas 1 setelah minggu ke-2 mengindikasikan bahwa pelaksanaan proyek berjalan lebih cepat dari jadwal yang direncanakan.
5. Perkiraan Waktu Penyelesaian
Berdasarkan analisis Time Estimate (TE), proyek diproyeksikan selesai tepat waktu dalam 28 minggu, sesuai rencana awal.
Diskusi dan Nilai Tambah
A. Kelebihan Implementasi Earned Value
Penerapan metode Earned Value memungkinkan:
Studi ini juga memperlihatkan betapa pentingnya kurva S sebagai alat prediksi performa proyek.
B. Studi Banding: Perbandingan dengan Proyek Lain
Dalam penelitian Hafizh (2018), proyek konstruksi yang menggunakan metode serupa di Sumatera Utara mampu meningkatkan efisiensi biaya hingga 12%. Artinya, penggunaan EVM bukan hanya meningkatkan kendali waktu, tetapi juga menekan pemborosan dana.
C. Kritik dan Area untuk Perbaikan
Saran: Penelitian mendatang perlu memasukkan dimensi pengendalian mutu dan analisis risiko sebagai pelengkap EVM.
D. Relevansi dengan Tren Industri
Di era digitalisasi, metode Earned Value bisa diintegrasikan dengan aplikasi BIM 5D untuk pemantauan proyek secara real-time. Beberapa perusahaan besar di Australia dan Singapura bahkan sudah menggabungkan EVM dengan IoT untuk otomatisasi pelaporan.
Bagi sektor konstruksi di Indonesia, adopsi model ini akan menjadi keunggulan kompetitif dalam persaingan regional.
Kesimpulan
Studi ini memperlihatkan bahwa penerapan metode Earned Value pada Proyek Markas Komando Polres Jakarta Barat efektif dalam menjaga kinerja biaya dan waktu. Dengan monitoring ketat terhadap BCWS, BCWP, SV, dan SPI, proyek mampu diselesaikan tepat waktu sesuai target anggaran.
Bagi praktisi konstruksi, riset ini menjadi bukti nyata bahwa pendekatan berbasis data seperti Earned Value adalah kunci sukses proyek di tengah dinamika industri yang semakin kompleks.
Referensi
Andri Arthono, Diana Rahayu, Rady Purbakawaca. (2024). Analisis Biaya dan Waktu dengan Menggunakan Metode Nilai Hasil (Earned Value) pada Proyek Pembangunan Markas Komando Polres Jakarta Barat. Jurnal Komposit: Jurnal Ilmu-ilmu Teknik Sipil, 8(2), 309-315. DOI: https://doi.org/10.32832/komposit.v8i2.15427.
Hafizh, A. (2018). Analisis Biaya dan Waktu Proyek dalam Proses Kinerja Dengan Menggunakan Metode Earned Value, Universitas Sumatera Utara.
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: AI dan Revolusi Digital di Konstruksi
Industri konstruksi Australia, meskipun berkontribusi sekitar 9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan proyeksi kenaikan hingga 11,5% dalam lima tahun, masih tertinggal dalam penerapan teknologi canggih dibanding sektor lain. Artificial Intelligence (AI) digadang-gadang sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya, serta meningkatkan keselamatan di proyek konstruksi.
Namun, seiring potensinya, adopsi AI di industri ini menghadapi tantangan besar: keterbatasan penelitian, resistensi budaya, kekhawatiran keamanan data, hingga ketakutan terhadap hilangnya pekerjaan. Artikel yang dibahas ini menyelidiki persepsi masyarakat Australia terhadap penggunaan AI di sektor konstruksi dengan menggunakan analisis data media sosial, khususnya Twitter.
Metodologi: Analisis Sentimen Media Sosial
Penelitian ini menggunakan analisis data Twitter selama dua tahun (Juli 2019–Juli 2021), menghasilkan 7.906 tweet setelah proses penyaringan dari 11.365 tweet. Data diklasifikasikan berdasarkan:
Metode ini memberikan gambaran real-time tentang bagaimana publik memandang penggunaan AI di lapangan, berbeda dari survei tradisional yang sering bias.
Hasil Utama: Bagaimana Masyarakat Memandang AI di Konstruksi?
A. Persepsi Masyarakat
Catatan Menarik:
B. Teknologi AI Paling Populer
Berdasarkan analisis frekuensi kata, teknologi AI yang paling banyak dibahas meliputi:
Contoh Nyata: Queensland mencatatkan popularitas tertinggi dalam diskusi tentang robotika, tiga kali lebih tinggi dibandingkan Victoria.
C. Peluang Implementasi AI
Peluang yang paling sering dikaitkan dengan AI meliputi:
Misalnya, teknologi IoT sering dipuji karena meningkatkan produktivitas proyek konstruksi dengan konektivitas real-time antar alat berat.
D. Hambatan Implementasi AI
Kendala utama yang diidentifikasi:
Studi Kasus: Banyak tweet mengkhawatirkan bahwa integrasi AI akan meningkatkan ketergantungan pada sistem otomatis tanpa kesiapan sistem keamanan siber yang memadai.
Diskusi dan Analisis Tambahan
A. Dampak Nyata di Lapangan
Sudah ada proyek di Australia yang menggunakan AI, misalnya
Meskipun demikian, adopsi AI tetap terbatas pada perusahaan besar, sedangkan perusahaan kecil-menengah (SME) masih gagap menghadapi perubahan ini.
B. Perbandingan dengan Negara Lain
Jika dibandingkan, negara seperti Singapura dan Amerika Serikat jauh lebih progresif dalam mengadopsi AI di sektor konstruksi. Di Singapura, proyek Smart Construction Sites berbasis AI sudah diterapkan untuk manajemen keselamatan otomatis.
Australia masih berada di tahap awal transformasi digital, dengan adopsi sporadis dan belum menyeluruh.
C. Kritik terhadap Penelitian
Meskipun inovatif, penggunaan Twitter sebagai sumber data memiliki keterbatasan:
Diperlukan penelitian lanjutan yang lebih komprehensif menggunakan data dari berbagai platform seperti LinkedIn atau survei lapangan.
D. Implikasi Praktis
Agar AI dapat diadopsi lebih luas, disarankan:
E. Masa Depan AI di Konstruksi
Dalam 5–10 tahun mendatang, penerapan AI diprediksi akan:
Kesimpulan
AI memiliki potensi revolusioner dalam sektor konstruksi Australia, dengan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, kesuksesan adopsinya bergantung pada kemampuan industri untuk mengatasi hambatan teknis, sosial, dan regulasi.
Penelitian berbasis media sosial seperti ini memberi pandangan awal yang berharga tentang persepsi publik, tetapi perlu diimbangi dengan pendekatan lebih luas untuk memahami dinamika transformasi digital sektor ini.
Referensi
Massimo Regona, Tan Yigitcanlar, Bo Xia, Rita Yi Man Li. (2022). Artificial Intelligent Technologies for the Construction Industry: How Are They Perceived and Utilized in Australia?. Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity, 8(1), 16. DOI:10.3390/joitmc8010016
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: Menjawab Tantangan Lingkungan Lewat Inovasi Material
Dengan menyumbang sekitar 8–10% dari emisi karbon global, industri semen menjadi salah satu penyumbang terbesar gas rumah kaca. Dalam konteks ini, disertasi karya Muhamad Azim Fitri bin Abdul Muis (2016) dari Universiti Teknologi PETRONAS menawarkan solusi inovatif: memanfaatkan rumput laut sebagai bahan pengganti semen dalam campuran mortar. Penelitian ini tidak hanya mengedepankan prinsip keberlanjutan, tetapi juga menunjukkan potensi teknis rumput laut untuk meningkatkan kekuatan beton.
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengevaluasi sejauh mana rumput laut, khususnya jenis Gracilaria changii, dapat menggantikan sebagian semen dalam campuran beton. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengidentifikasi kandungan senyawa rumput laut yang bersifat semenit (cementitious), menguji kekuatan tekan mortar, dan mengkaji mikrostruktur hasil campuran tersebut.
Metodologi: Dari Pemrosesan Rumput Laut hingga Uji Laboratorium
a. Proses Awal:
Sampel rumput laut dikumpulkan dari Pulau Sayak, Kedah.
Dicuci hingga pH netral, lalu dikeringkan dalam oven (100°C, 24 jam).
b. Perlakuan dan Karakterisasi:
Sebagian sampel diuji langsung, sisanya direndam HCl 0,1 M dan dibakar pada suhu 600°C, 700°C, dan 800°C untuk menghasilkan abu silika.
Karakterisasi dilakukan melalui XRD, FESEM, BET, dan EDX.
c. Desain Campuran:
Mortar dibuat dengan variasi penggantian semen: 0,1%, 0,5%, 1,0%, dan 2,5%.
Uji kekuatan tekan dilakukan pada hari ke-3, ke-7, ke-14, dan ke-28.
Hasil Kunci: Kekuatan Tekan dan Kemiripan dengan Semen
1. Karakteristik Kimia dan Fisik
Hasil XRD menunjukkan bahwa sampel terbakar pada 600°C memiliki kemiripan paling besar dengan semen Portland, terutama kandungan CaO, SiO2, dan Al2O3.
Uji BET menunjukkan bahwa abu rumput laut memiliki luas permukaan spesifik jauh lebih besar (138,25 m2/g) dibanding semen (1,49 m2/g), artinya berpotensi tinggi mengisi pori dan meningkatkan ikatan antar partikel.
2. Kekuatan Tekan Mortar
Campuran dengan 0,5% abu rumput laut terbakar menunjukkan hasil terbaik: 40,97 MPa pada hari ke-28.
Sebagai pembanding, campuran kontrol hanya mencapai 28,07 MPa.
Bahkan 0,1% rumput laut kering (tanpa pembakaran) mencapai 34,10 MPa.
Artinya, rumput laut—dengan perlakuan tertentu—dapat meningkatkan kekuatan mortar hingga hampir 46%.
Studi Kasus dan Tren Industri: Potensi Luas Biokomposit
Biokomposit dari rumput laut juga telah diuji dalam berbagai aplikasi seperti:
Interior otomotif (seaweed/PP composite).
Dinding dan pelapis bangunan dengan sifat tahan panas dan api.
Aplikasi akustik dan insulasi termal, berkat sifat fibrilnya.
Di tengah krisis iklim dan keterbatasan bahan baku konvensional, industri kini mulai menoleh ke sumber daya terbarukan seperti rumput laut, yang mudah tumbuh tanpa lahan subur, cepat terurai, dan menyerap karbon.
Analisis Mikrostruktur: Mengapa Abu 600°C Lebih Baik?
Hasil uji FESEM menunjukkan bahwa abu hasil pembakaran 600°C mampu mengisi celah antara pasir dan semen dengan optimal, memperkuat interlocking dan mengurangi porositas. Sebaliknya, sampel oven dried masih terbungkus selulosa yang membuatnya rapuh dan kurang efektif dalam memperkuat struktur mortar.
Kritik dan Opini Kritis
Penelitian ini menyajikan landasan kuat bagi pengembangan beton ramah lingkungan. Namun, terdapat beberapa catatan:
Rekomendasi Praktis dan Aplikasi
Gunakan abu rumput laut 600°C pada kadar 0,5% untuk hasil optimal dalam kekuatan tekan.
Cocok diterapkan pada proyek bangunan hijau, hunian ringan, panel pracetak, dan paving blok.
Kombinasi dengan bahan tambahan lain seperti fly ash atau silika fume dapat dikaji untuk meningkatkan performa lebih lanjut.
Kesimpulan: Menuju Beton Berbasis Alam
Disertasi ini membuktikan bahwa rumput laut bukan sekadar sumber pangan atau energi terbarukan, tetapi juga material konstruksi masa depan. Dengan pendekatan ilmiah yang komprehensif dan hasil empiris yang kuat, penggunaan rumput laut sebagai bahan pengganti semen layak diperhitungkan sebagai bagian dari strategi global pengurangan emisi karbon dan pembangunan berkelanjutan.
Sumber:
Azim Fitri, M. (2016). Potential Application of Biocomposite from Seaweed as a Green Construction Material. Universiti Teknologi PETRONAS.