Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 08 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Artificial Intelligence (AI) kini menempati posisi strategis dalam ekonomi global. Tidak hanya menjadi alat efisiensi produksi, tetapi juga pendorong transformasi sosial dan industri. Artikel AI in the Workforce: Preparing for Tomorrow’s Jobs menunjukkan bahwa adopsi AI di Filipina bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan.
Pemerintah harus menyadari bahwa isu ini melampaui ranah teknologi; ia menyentuh dimensi sosial (perlindungan pekerja), ekonomi (daya saing industri), pendidikan (kurikulum baru), dan etika (perlindungan privasi serta keadilan algoritmik). Tanpa regulasi, AI berpotensi memperdalam ketimpangan sosial: segelintir orang dengan akses teknologi mendapat manfaat besar, sementara mayoritas berisiko kehilangan pekerjaan.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Dampak Positif
Efisiensi dan Produktivitas: Proses manufaktur dan layanan publik dapat berjalan lebih cepat dengan biaya rendah.
Lapangan Kerja Baru: Profesi baru di bidang analisis data, keamanan siber, dan manajemen sistem AI mulai bermunculan.
Peningkatan Kualitas Layanan: Layanan kesehatan berbasis AI mampu mempercepat diagnosis, sementara sektor finansial bisa memprediksi risiko kredit lebih akurat.
Dampak Negatif
Penggantian Pekerjaan Rutin: Profesi administratif, customer service, hingga operator manual sangat rentan otomatisasi.
Ketimpangan Digital: Masyarakat yang tidak memiliki literasi digital akan semakin tertinggal.
Risiko Sosial-Etika: AI tanpa regulasi bisa melanggengkan bias gender, etnis, atau status sosial.
Hambatan Nyata di Filipina
Akses Pendidikan Terbatas: Kurangnya kurikulum berbasis AI di sekolah dan perguruan tinggi.
Infrastruktur Digital: Jaringan internet di daerah pedesaan belum merata, menghambat pemanfaatan AI.
Regulasi Minim: Belum ada standar etis dan hukum yang kuat mengenai penggunaan data dan algoritma.
Peluang Strategis
Membangun Knowledge Economy: Filipina bisa menggeser ekonominya dari berbasis tenaga kerja murah menuju ekonomi digital bernilai tinggi.
Kolaborasi Publik-Swasta: Universitas, pemerintah, dan sektor swasta dapat bersinergi dalam membangun center of excellence di bidang AI.
Pelatihan Massal: Program upskilling dan reskilling bisa menjadikan pekerja lebih adaptif.
5 Rekomendasi Kebijakan Publik Praktis
Desain Kurikulum Pendidikan Nasional yang Visioner
Pemerintah harus menanamkan literasi digital, coding, dan pemahaman etika teknologi sejak sekolah dasar. Di level perguruan tinggi, perlu ada program khusus AI dan data science. Hal ini relevan dengan Dasar-Dasar Artificial Intelligence sebagai fondasi pengetahuan.
Program Nasional Upskilling dan Reskilling Tenaga Kerja
Gelombang otomatisasi akan berdampak langsung pada pekerja menengah dan bawah. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran khusus untuk pelatihan ulang berskala besar, misalnya dalam bentuk voucher training. Skema ini bisa diperkaya melalui pelatihan daring, seperti kursus AI di Diklatkerja.
Kerangka Regulasi Etika dan Keamanan Data AI
Perlu regulasi yang mencegah diskriminasi algoritmik, melindungi privasi pekerja, dan mengatur akuntabilitas sistem otomatis. Badan pengawas independen untuk teknologi AI bisa dibentuk agar regulasi bersifat adaptif.
Mendorong Industri AI Lokal dan Inovasi Startup
Filipina harus mengembangkan ekosistem startup AI lokal dengan memberikan insentif fiskal, grant research, serta tech hub. Langkah ini bukan hanya memperkuat industri, tapi juga menciptakan lapangan kerja baru. Penelitian bisa diarahkan ke bidang strategis seperti big data analytics, healthcare AI, atau computer vision, relevan dengan Computer Vision in Big Data Applications.
Kolaborasi Regional dan Internasional
Filipina perlu menjalin kerja sama dengan ASEAN maupun mitra global dalam bidang regulasi, penelitian, dan inovasi. Hal ini akan mempercepat transfer pengetahuan sekaligus menyiapkan pekerja lokal untuk pasar tenaga kerja global.
Kritik: Risiko Jika Tanpa Kebijakan Serius
Jika pemerintah hanya mengandalkan mekanisme pasar, adopsi AI bisa memperparah dual economy: pekerja terampil makin kaya, sementara pekerja tidak terampil kehilangan pekerjaan. Tanpa regulasi etis, AI dapat memperburuk ketidakadilan sosial. Negara lain yang lebih cepat mengadopsi AI juga bisa menarik investasi yang seharusnya masuk ke Filipina.
Penutup: Relevansi Strategis untuk Filipina
Artikel ini menegaskan bahwa AI adalah fondasi ekonomi masa depan. Dengan strategi kebijakan publik yang tepat, Filipina bisa memanfaatkan AI untuk mendorong produktivitas, menciptakan lapangan kerja baru, serta memperkuat daya saing global.
Namun keberhasilan ini hanya mungkin jika ada komitmen politik, koordinasi lintas sektor, dan investasi serius pada manusia, bukan sekadar teknologi.
Sumber
Institute of Integrated Electrical Engineers of the Philippines, The Electrical Engineer, April/August 2024 Issue.
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 28 Mei 2025
Pendahuluan
Industri jasa konstruksi merupakan sektor yang sangat mengandalkan sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana utama kegiatan proyek. Dalam konteks ini, loyalitas dan retensi karyawan menjadi aspek strategis yang krusial untuk menjaga kesinambungan operasional dan efisiensi perusahaan. Fenomena turnover intention atau keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan telah menjadi perhatian serius, terutama dalam industri konstruksi yang bersifat padat karya dan penuh tekanan. Paper berjudul "The Effect of Job Satisfaction and Job Environment on Turnover Intention Employees in Engineering and Services Construction Services" karya Christina Catur Widayati, Purnamawati Helen Widjaja, dan Lia D. menjadi salah satu rujukan penting dalam memahami keterkaitan antara kepuasan kerja, lingkungan kerja, dan niat untuk keluar dari perusahaan.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu perusahaan jasa konstruksi di Jakarta dengan jumlah responden sebanyak 66 orang. Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan pendekatan Partial Least Square (PLS). Penulis juga melakukan pre-survei terhadap 24 karyawan yang menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab turnover intention adalah kepuasan kerja (45,8%) dan lingkungan kerja (37,5%).
Hasil dan Temuan Kunci
Data Turnover
Selama periode April 2016 hingga April 2017, tingkat turnover di perusahaan mencapai 6,06%, dengan lonjakan signifikan pada November 2016 (11,86%). Angka-angka ini mengindikasikan masalah sistemik yang membutuhkan intervensi manajerial segera.
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention (nilai T-statistik: 1,966). Artinya, semakin tinggi kepuasan kerja, semakin rendah niat karyawan untuk keluar dari perusahaan. Faktor-faktor yang dinilai meliputi:
Pekerjaan itu sendiri
Gaji
Hubungan dengan rekan kerja
Kesempatan promosi
Supervisi
Analisis tambahan menunjukkan bahwa gaji dan kesempatan promosi menjadi indikator yang paling sering menimbulkan ketidakpuasan, terutama ketika dibandingkan dengan benefit yang ditawarkan perusahaan sejenis.
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Turnover Intention
Hasil pengujian juga menunjukkan pengaruh negatif signifikan dari lingkungan kerja terhadap turnover intention (T-statistik: 7,080). Faktor lingkungan yang dinilai meliputi:
Sirkulasi udara dan suhu ruangan
Tata letak ruang kerja
Keamanan tempat kerja
Tingkat kebisingan
Pencahayaan
Hubungan antarpegawai
Lingkungan kerja yang tidak kondusif berkontribusi besar terhadap stres kerja dan keinginan karyawan untuk mencari tempat kerja lain yang lebih nyaman dan aman.
Studi Kasus dan Perbandingan
Dalam konteks global, data dari Society for Human Resource Management (SHRM) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat turnover tahunan di industri konstruksi global berkisar antara 20-25%. Meski angka 6,06% pada studi ini relatif lebih rendah, tren fluktuatif dan ketimpangan data dari bulan ke bulan menunjukkan adanya ketidakstabilan organisasi.
Penelitian oleh Khikmawati (2015) di perusahaan ritel menunjukkan temuan serupa, di mana lingkungan kerja dan kepuasan berpengaruh signifikan terhadap turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa fenomena ini bersifat lintas industri, namun memiliki sensitivitas lebih tinggi dalam sektor konstruksi yang menuntut kerja fisik dan koordinasi tim tinggi.
Nilai Tambah dan Implikasi Praktis
1. Integrasi Sistem Reward
Perusahaan perlu mengembangkan sistem kompensasi yang kompetitif serta transparan dalam peluang promosi. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah merit-based reward system yang mempertimbangkan output kerja dan kontribusi nyata terhadap proyek.
2. Evaluasi Ergonomi dan Kebisingan
Tingkat kebisingan di area kerja yang tinggi terbukti menjadi penyebab stres kerja. Solusi yang dapat diterapkan adalah audit lingkungan kerja secara berkala dan pengadaan ruang kerja tenang untuk aktivitas administrasi dan pengambilan keputusan.
3. Program Keterlibatan Karyawan
Karyawan yang merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan operasional cenderung memiliki loyalitas lebih tinggi. Penguatan komunikasi dua arah dan forum diskusi internal dapat menjadi solusi konkret.
Kritik dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini memiliki kekuatan pada penggunaan metode PLS yang komprehensif serta penyajian data yang rapi. Namun, keterbatasan utama terletak pada ukuran sampel yang hanya mencakup 66 karyawan dan konteks yang hanya terbatas di satu perusahaan.
Untuk penelitian mendatang, disarankan:
Menambah variabel seperti stres kerja, budaya organisasi, dan beban kerja.
Melibatkan lebih dari satu perusahaan atau menggunakan desain komparatif antar sektor.
Menggunakan metode kualitatif untuk menggali motivasi personal secara lebih dalam.
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan lingkungan kerja memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap turnover intention. Artinya, peningkatan kedua aspek tersebut dapat menurunkan keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan. Temuan ini menjadi masukan berharga bagi manajemen perusahaan jasa konstruksi yang ingin meningkatkan retensi karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan stabil.
Sumber
Widayati, C. C., Widjaja, P. H., & Lia, D. (2019). The Effect of Job Satisfaction and Job Environment on Turnover Intention Employees in Engineering and Services Construction Services. Dinasti International Journal of Education Management and Social Science, 1(1), 28–42. DOI: 10.31933/DIJEMSS
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 26 Mei 2025
Pendahuluan
Industri konstruksi merupakan tulang punggung pembangunan fisik dan ekonomi di banyak negara, termasuk Swedia. Namun, masalah klasik seperti keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, dan kualitas hasil yang tidak konsisten sering kali berakar pada satu isu utama: rendahnya produktivitas tenaga kerja. Penelitian oleh Pia Malin Bartoschek dan Filip Kamenov Kirchev (2021) menyajikan analisis komprehensif tentang bagaimana produktivitas tenaga kerja berkontribusi terhadap keberhasilan proyek konstruksi, khususnya dari sudut pandang manajer proyek di industri konstruksi Swedia.
Resensi ini bertujuan membedah temuan utama studi tersebut, menyajikan data dan wawasan praktis, serta memperkaya pembahasan dengan opini kritis dan perbandingan dengan praktik global.
Latar Belakang Penelitian
Swedia dan Tantangan Produktivitas di Sektor Konstruksi
Swedia mengalami peningkatan 35,4% lapangan kerja di industri konstruksi antara 2010 hingga 2020. Nilai industri ini pada 2019 mencapai 53,3 miliar euro. Namun, menurut Jonsson (2005), produktivitas tenaga kerja tetap rendah akibat perencanaan buruk, minimnya kepemimpinan, dan tingginya biaya konstruksi.
Definisi dan Pentingnya Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja diukur dari output per jam kerja. Ini mencerminkan efisiensi tenaga kerja dalam menghasilkan hasil proyek. Florez dan Cortissoz (2016) menyebutkan bahwa biaya tenaga kerja menyumbang 30–50% dari total biaya proyek, menjadikannya faktor utama dalam optimasi biaya.
Tujuan Penelitian dan Pertanyaan Kunci
Penelitian ini bertujuan menjawab: "Bagaimana kesuksesan proyek dapat dicapai melalui optimalisasi produktivitas tenaga kerja?" Fokusnya adalah pada persepsi manajer proyek mengenai faktor-faktor penentu produktivitas dan bagaimana mereka mengelola faktor tersebut sepanjang siklus proyek.
Metodologi
Pendekatan Kualitatif Deduktif
Penelitian ini menggunakan pendekatan wawancara mendalam dengan manajer proyek dari tiga perusahaan besar di Swedia: JM AB, Svevia, dan Atrium Ljungberg. Lima wawancara dilakukan, dianalisis dengan content analysis.
Framework Teoretis
Kerangka utama yang digunakan adalah 10-Factor Model dari Pinto dan Slevin (1988), yang mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan proyek: komunikasi, dukungan manajemen puncak, perencanaan proyek, konsultasi klien, rekrutmen personel, tugas teknis, penerimaan klien, pemantauan, serta troubleshooting.
Temuan Lapangan
Faktor Pendorong Produktivitas Tenaga Kerja
Dari wawancara, faktor-faktor yang konsisten muncul sebagai pendorong utama produktivitas adalah:
Perencanaan awal yang matang
Dukungan manajemen puncak
Gaya kepemimpinan yang suportif
Komunikasi lintas fungsi yang efektif
Pelatihan dan pengalaman tim
Teknologi digital seperti BIM (Building Information Modeling)
Studi Kasus: Atrium Ljungberg
Sebagai perusahaan properti, Atrium bertindak sebagai kontraktor utama dan mengelola proyek secara menyeluruh. Mereka menekankan pentingnya desain awal, risk assessment berkala, serta komunikasi terpusat melalui BIM. Manajer proyek menyatakan bahwa investasi di awal siklus proyek, meskipun mahal, menghindari masalah besar di fase eksekusi.
Studi Kasus: JM AB dan Svevia
JM AB fokus pada pembangunan perumahan, sementara Svevia pada infrastruktur. Kedua perusahaan menyoroti pentingnya keterlibatan tim sejak awal, pelatihan berkala, serta gaya kepemimpinan kolaboratif. Salah satu manajer menyatakan bahwa proyek sukses bergantung pada "perencanaan mikro dan kemampuan merespons risiko secara dinamis".
Analisis Faktor Produktivitas
Faktor Organisasi
Top management support menentukan akses ke sumber daya dan validasi keputusan teknis. Struktur organisasi yang terlalu hierarkis cenderung menghambat respons cepat di lapangan.
Faktor Personal dan Kepemimpinan
Manajer proyek yang kompeten menunjukkan kombinasi kemampuan teknis, komunikasi, dan kepemimpinan partisipatif. Kelemahan pada salah satu aspek ini berdampak langsung pada moral dan output tim.
Faktor Eksternal
Cuaca ekstrem, perubahan regulasi, dan tekanan pasar merupakan faktor luar yang berpengaruh besar. Namun, banyak manajer proyek di Swedia telah mengembangkan sistem mitigasi risiko berbasis teknologi.
Perbandingan Global
Studi Nigeria, Turki, dan Indonesia
Di Nigeria (Paul & Adavi, 2013), komunikasi dua arah dianggap sebagai kunci meningkatkan produktivitas.
Di Turki (Kazaz et al., 2008), motivasi kerja adalah determinan utama.
Di Indonesia (Jarkas, 2010), buildability design berkontribusi besar terhadap efisiensi konstruksi.
Penelitian Bartoschek dan Kirchev mengonfirmasi bahwa faktor-faktor ini juga berlaku di Swedia, menunjukkan sifat universal dari produktivitas tenaga kerja konstruksi.
Kritik dan Opini
Kekuatan Penelitian:
Studi lapangan mendalam melalui wawancara langsung.
Penggunaan teori klasik (Pinto & Slevin, Belassi & Tukel) sebagai dasar analisis.
Kelemahan:
Jumlah responden terbatas (hanya lima orang).
Tidak mencakup aspek kuantitatif untuk mengukur dampak faktor secara statistik.
Fokus pada perusahaan besar, kurang mewakili UKM konstruksi.
Saran Tambahan:
Penelitian lanjutan sebaiknya:
Menggunakan mixed method (wawancara dan survei kuantitatif).
Menyoroti perbedaan produktivitas antara proyek publik dan swasta.
Menganalisis peran teknologi AI dan otomasi di masa depan.
Rekomendasi Praktis untuk Industri
Digitalisasi Proses Proyek: Gunakan BIM, dashboard KPI real-time, dan sistem ERP untuk efisiensi informasi.
Pelatihan Berkelanjutan: Fokus pada soft skill (komunikasi, manajemen konflik) dan hard skill teknis.
Pemetaan Risiko Awal: Lakukan assessment menyeluruh pada tahap perencanaan.
Desentralisasi Keputusan: Beri keleluasaan manajer proyek untuk mengambil keputusan strategis.
Kultur Organisasi Kolaboratif: Dorong komunikasi terbuka antar-departemen dan pengakuan atas kontribusi individu.
Kesimpulan
Produktivitas tenaga kerja konstruksi adalah kombinasi antara manusia, proses, dan sistem. Studi ini memperlihatkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat—terutama oleh manajer proyek yang kompeten dan sistem pendukung yang efektif—produktivitas dapat dioptimalkan, dan kesuksesan proyek dapat tercapai. Meski berfokus pada Swedia, temuan ini relevan secara global, termasuk di Indonesia, mengingat kemiripan tantangan di sektor konstruksi.
Sumber Referensi
Bartoschek, P. M., & Kirchev, F. K. (2021). Labor Productivity Influence in the Construction Industry. Jönköping University. https://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid=diva2%3A1550289
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 22 Mei 2025
Pendahuluan: Tantangan Produktivitas di Proyek Konstruksi
Industri konstruksi Indonesia, meski berkontribusi besar terhadap PDB nasional, terus dibayangi isu klasik: rendahnya produktivitas tenaga kerja. Dalam proyek pembangunan dan renovasi Gedung Rumah Sakit Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, peneliti Muhammad Rendy dan Andi Febra Ashari mencoba menyibak persoalan ini dengan pendekatan yang sistematis. Mereka menilai kinerja pekerja pada pekerjaan plafon dan instalasi listrik, dua elemen vital yang memengaruhi kecepatan dan kualitas proyek secara keseluruhan.
Dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kuantitatif dan tools statistik SPSS versi 25, studi ini tidak hanya mengukur Labour Utilization Rate (LUR) dan produktivitas berdasarkan SNI, tapi juga mengevaluasi variabel-variabel yang memengaruhinya secara signifikan. Hasilnya? Temuan yang patut jadi acuan dalam pengelolaan proyek konstruksi, khususnya di masa pascapandemi.
Metodologi: Menggali Data dari Lapangan
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui:
Observasi langsung pekerja lapangan
Penyebaran kuesioner kepada 16 responden
Analisis statistik dengan SPSS v25
Subjek yang diamati mencakup berbagai peran, dari mandor hingga tukang dan pekerja harian. Fokus utama adalah aktivitas pekerjaan plafon dan instalasi listrik di proyek RS Unhas yang sempat tertunda akibat pandemi COVID-19.
Hasil Utama: Seberapa Produktif Tenaga Kerja di Proyek Ini?
1. Labour Utilization Rate (LUR)
LUR merupakan rasio waktu kerja efektif terhadap total waktu yang tersedia. Angka LUR digunakan sebagai indikator efisiensi tenaga kerja dalam memanfaatkan waktunya.
Rata-rata LUR yang dicapai adalah sebesar 92,98%. Artinya, hampir seluruh waktu kerja digunakan secara produktif. Bahkan, beberapa pekerja seperti Latif dan Komaruddin mencapai efisiensi lebih dari 95%.
Catatan: Menurut Oglesby (1989), LUR > 50% sudah termasuk kategori memuaskan. Maka capaian ini bisa dikatakan sangat tinggi.
2. Produktivitas Berdasarkan SNI
Menggunakan rumus produktivitas = volume pekerjaan ÷ waktu efektif (SNI 3436:2002), diperoleh:
Hari ke-1: 0,641 m²/menit
Hari ke-2: 0,6365 m²/menit
Hari ke-3: 0,6405 m²/menit
Rata-rata produktivitas: 0,6393 m²/menit
Sebagai perbandingan, standar efisiensi nasional dalam pekerjaan plafon berada di kisaran 0,5–0,7 m²/menit. Maka, hasil ini tergolong tinggi.
Studi Kasus: Pekerjaan Plafon di RS Unhas
Proyek yang dianalisis merupakan pekerjaan renovasi gedung Rumah Sakit Unhas. Pandemi COVID-19 sempat menghentikan proyek, menciptakan tantangan baru terkait produktivitas dan jadwal pengerjaan.
Jumlah pekerja: 16 orang + 1 mandor
Volume pekerjaan: 247,7475 m²
Total OH (orang-hari): 1,605 per hari
Dengan kondisi tersebut, tingkat efisiensi yang tinggi menunjukkan manajemen tenaga kerja yang cukup berhasil mengendalikan produktivitas bahkan dalam kondisi yang menantang.
Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini selaras dengan studi oleh Aprillian (2010) dan Febriyanto (2013) yang menunjukkan bahwa pengalaman kerja memiliki korelasi kuat dengan produktivitas tenaga kerja konstruksi. Namun, uniknya, penelitian ini juga mengonfirmasi bahwa tingkat pendidikan formal tidak selalu menjadi penentu utama dalam konteks lapangan.
Implikasi Praktis bagi Industri Konstruksi
Rekrutmen berbasis pengalaman: Pemilihan tenaga kerja sebaiknya mempertimbangkan jam terbang daripada sekadar latar belakang akademis.
Pelatihan berkelanjutan: Untuk pekerja muda, penting dilakukan on-the-job training untuk mempercepat kurva belajar.
Monitoring produktivitas harian: Metode LUR terbukti efisien sebagai alat pemantau lapangan.
Penggunaan SPSS dalam proyek: Pengolahan data statistik sebaiknya menjadi standar manajemen proyek profesional.
Kesimpulan: Pengalaman adalah Kunci
Penelitian ini memperkuat fakta bahwa pengalaman kerja merupakan faktor dominan dalam produktivitas tenaga kerja konstruksi. Meskipun beberapa variabel seperti upah, pendidikan, dan hubungan kerja tak menunjukkan signifikansi, efisiensi tetap dapat tercapai melalui pengelolaan waktu dan pemanfaatan SDM yang tepat.
Dengan LUR rata-rata 92,98% dan produktivitas 0,6393 m²/menit, proyek RS Unhas menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya manusia yang baik, bahkan di tengah krisis pandemi, mampu menghasilkan produktivitas optimal.
Rekomendasi Tambahan
Industri konstruksi di Indonesia perlu menjadikan LUR sebagai standar audit produktivitas di proyek.
Kebijakan insentif berbasis produktivitas harian akan mendorong perilaku kerja yang lebih efisien.
Investasi pada manajemen proyek berbasis data (seperti SPSS) akan mempercepat identifikasi faktor penghambat produktivitas.
Sumber:
Rendy, M., & Ashari, A. F. Y. (2022). Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Pada Pekerjaan Plafond dan Instalasi Listrik (Studi Kasus Proyek Gedung Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar). Journal of Applied Civil and Environmental Engineering, Vol. 2, No. 2. Link Jurnal Resmi (eISSN: 2775-0213)
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 21 Mei 2025
Pendahuluan: Infrastruktur Hebat Butuh Tenaga Kerja Efisien
Pembangunan infrastruktur menjadi tulang punggung transformasi ekonomi Indonesia. Jalan tol sebagai penghubung logistik antarwilayah tak hanya menciptakan konektivitas, tetapi juga menarik investasi. Namun, satu tantangan utama yang sering terlupakan adalah bagaimana produktifitas tenaga kerja di lapangan bisa menjadi pembeda antara proyek yang berhasil dan yang mangkrak.
Penelitian ini meneliti proyek besar: Pembangunan Jalan Tol Binjai–Langsa Seksi Binjai–Pangkalan Brandan, bagian dari jaringan Tol Trans-Sumatera, yang dinilai krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi regional.
Tujuan dan Pentingnya Studi Ini
Penelitian ini bertujuan untuk:
Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap produktivitas pekerja.
Menggunakan pendekatan statistik modern untuk memastikan temuan dapat diuji dan direplikasi.
Dengan pendekatan Productivity Rating, regresi linear berganda, serta pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan SPSS v26, studi ini berusaha menyaring variabel yang paling dominan dari total 32 variabel teknis, manajerial, dan personal pekerja.
Metodologi: Gabungan Survei Lapangan & Analisis Statistik
Lokasi dan Responden
Lokasi: Jalan Tol Binjai–Langsa Seksi Binjai–Pangkalan Brandan
Responden: 25 personel proyek (site engineer, quantity surveyor, drafter, QHSSE, logistik, dan lainnya)
Durasi pengamatan: 3 hari kerja (sampel produktivitas diukur dari 420 menit per hari)
Tools & Teknik:
Productivity Rating: Mengukur efektivitas aktivitas kerja (Effective, Contributory, Ineffective)
SPSS v26: Untuk regresi linear, uji t, uji F (ANOVA), dan koefisien determinasi
Validitas dan Reliabilitas: Memastikan instrumen kuesioner tepat dan akurat
Temuan Utama: Rata-Rata Produktivitas Cukup Memuaskan
Labor Utilization Rate (LUR)
Hasil pengukuran LUR menunjukkan:
Rata-rata LUR: 76,70%
Nilai tertinggi: 83,93% (oleh pekerja bernama Kiki pada hari ke-2)
Angka ini jauh melampaui standar ideal LUR yang hanya 40%–60% (Oglesby, 1989), menunjukkan kinerja pekerja berada di level cukup memuaskan.
Insight Tambahan: Angka ini mengindikasikan koordinasi manajemen proyek yang cukup baik. Namun, angka ini tetap butuh konfirmasi melalui faktor-faktor penyerta yang memengaruhinya.
Identifikasi Faktor: Apa Saja yang Mempengaruhi Produktivitas?
Total Faktor Diuji: 32 Variabel
Terdiri dari 3 kategori:
Setelah tiga tahap uji validitas, hanya 21 faktor yang valid. Dari sana, melalui regresi linear, ditemukan 12 variabel signifikan yang mempengaruhi produktivitas secara statistik.
Catatan Kritis:
Tingkat upah berpengaruh positif dan signifikan, mendukung teori bahwa kompensasi layak meningkatkan semangat kerja.
Insentif justru berdampak negatif, hal yang bertentangan dengan banyak studi sebelumnya (Halida, 2016; Mayasari, 2016). Ini bisa jadi disebabkan insentif yang tidak jelas skemanya atau malah menjadi beban target kerja tambahan.
Cuaca tidak menentu berdampak positif, kemungkinan karena pekerja menjadi lebih disiplin dalam mengatur waktu kerja, atau proyek memiliki sistem mitigasi cuaca yang baik.
Analisis Tambahan: Fenomena cuaca sebagai faktor positif perlu studi lanjutan, mengingat sebagian besar studi sebelumnya menyatakan hujan dan iklim ekstrem justru memperlambat pekerjaan (Ofusaputra, 2018).
Faktor Lain yang Teruji Signifikan:
Pengalaman kerja (+)
Usia pekerja (-)
Pembagian pekerjaan tidak seimbang (-)
Kualitas pengawasan (+)
Kurangnya briefing (-)
Masalah pembebasan lahan (+)
Penafsiran:
Pengalaman selalu menjadi aset: makin lama bekerja, makin cepat menyelesaikan tugas.
Usia terlalu tua bisa mengurangi stamina, fleksibilitas, dan kecepatan kerja.
Briefing yang minim berujung pada miskomunikasi dan potensi kesalahan.
Pembebasan lahan sebagai variabel positif mungkin merefleksikan kelancaran logistik begitu masalah diselesaikan.
Koefisien Determinasi: Model Sangat Kuat
R² = 0,989
Artinya: 98,9% variasi produktivitas tenaga kerja dapat dijelaskan oleh 21 variabel tersebut.
Ini adalah angka yang sangat tinggi untuk riset sosial, menandakan bahwa faktor-faktor yang dikaji memiliki keterkaitan sangat kuat dengan output produktivitas.
Uji F (ANOVA): Model Statistik Valid
Fhitung = 12,296 > Ftabel = 5,790
Kesimpulan: Model regresi berpengaruh secara simultan terhadap produktivitas.
Kritik dan Opini: Apa yang Perlu Diperbaiki?
Kejanggalan Temuan Insentif
Studi ini menemukan bahwa insentif berdampak negatif terhadap produktivitas. Ini bisa disebabkan:
Skema insentif tidak transparan
Insentif bersifat target-based tanpa memperhitungkan kapasitas
Pengaruh psikologis: insentif dinilai beban, bukan motivasi
Rekomendasi: Perlu evaluasi sistem reward yang lebih adil, berbasis progres bukan hasil akhir semata.
Belum Menyentuh Digitalisasi
Studi belum memasukkan faktor penggunaan teknologi digital seperti aplikasi pelaporan harian, sistem manajemen proyek, atau software monitoring kerja. Ini bisa menjadi peluang penelitian lanjutan.
Rekomendasi Praktis dari Penelitian Ini
Kaji ulang sistem insentif proyek agar benar-benar meningkatkan produktivitas, bukan sebaliknya.
Optimalkan ruang kerja fisik untuk menghindari keterbatasan mobilitas pekerja.
Rekrut pekerja dengan pengalaman lebih tinggi dan berikan pelatihan berkala.
Perbaiki sistem briefing harian, bahkan menggunakan tools digital agar informasi tersampaikan utuh.
Perhatikan jarak tempat tinggal pekerja, idealnya berikan fasilitas mess.
Penutup: Jalan Tol Hebat Butuh Tenaga Kerja Hebat
Penelitian ini menjadi pengingat bahwa pembangunan infrastruktur besar tidak bisa dilepaskan dari hal kecil bernama "tenaga kerja". Bahkan, upah, cuaca, hingga briefing bisa menjadi pembeda antara proyek yang selesai tepat waktu dan yang terlambat.
Dengan pendekatan statistik yang cermat dan lokasi proyek nyata, studi ini layak dijadikan rujukan dalam penyusunan kebijakan SDM konstruksi, baik oleh kontraktor swasta maupun pemerintah.
Sumber
Penelitian ini dapat diakses melalui:
Yolanda Ayu Damayanti & Mizanuddin Sitompul (2021).
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Ruas Binjai–Langsa Seksi Binjai–Pangkalan Brandan
Jurnal Rekayasa Konstruksi Mekanika Sipil (JRKMS), Vol. 4 No. 2
Universitas Katolik Santo Thomas
Tautan: http://ejournal.ust.ac.id/index.php/JRKMS
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 21 Mei 2025
Pendahuluan: Di Balik Efisiensi Proyek Konstruksi
Dalam dunia konstruksi modern, produktivitas tenaga kerja bukan hanya indikator efisiensi, melainkan juga penentu kelangsungan proyek dalam hal biaya, mutu, dan waktu. Ketika semua perhatian tertuju pada material atau teknologi, tenaga kerja acap kali menjadi elemen yang dilupakan—padahal kontribusinya bisa sangat menentukan.
Studi ini, dengan objek proyek Tunjungan Plaza 6 Surabaya, menggunakan metode work sampling untuk menyelidiki produktivitas tenaga kerja khusus pada pekerjaan pembesian (rebar work). Data dikumpulkan selama 6 minggu dan menghasilkan dua temuan utama: nilai produktivitas aktual sebesar 40,35 kg/orang-jam dan Labor Utilization Rate (LUR) sebesar 77,61%.
Temuan ini ternyata sangat berbeda dari standar produktivitas menurut SNI 2008, yang hanya mencatat 28,57 kg/orang-jam. Kenapa bisa berbeda? Mari kita bahas lebih lanjut.
Metode Work Sampling: Efisien, Akurat, dan Humanis
Apa Itu Work Sampling?
Work sampling adalah metode kuantitatif untuk mengamati aktivitas pekerja secara acak (random), lalu mengkategorikannya menjadi:
Produktif (Effective Work): Aktivitas langsung menghasilkan output proyek.
Kontributif (Essential Contributory): Aktivitas pendukung namun wajib dilakukan.
Tidak Produktif (Unproductive): Aktivitas seperti merokok, mengobrol, atau menunggu.
Kenapa Metode Ini Unggul?
Berbeda dengan time study yang lebih invasif dan memakan waktu, work sampling memungkinkan observasi banyak pekerja dalam waktu singkat dengan akurasi statistik tinggi. Minimal 384 observasi dibutuhkan untuk hasil yang valid; studi ini mengumpulkan tepat sejumlah itu, dilakukan di dua titik pekerjaan: tower Office dan Podium.
Temuan Utama: Produktivitas yang Tak Terduga
1. Produktivitas Pekerjaan Pembesian
Berdasarkan observasi di lapangan, rata-rata produktivitas pekerjaan pembesian tercatat sebesar 40,35 kg/orang-jam, dengan kisaran antara 35,06 hingga 47,34 kg/orang-jam. Angka ini menunjukkan performa yang cukup konsisten, dengan puncaknya terjadi pada 7 November 2016 (41,75 kg/orang-jam) dan titik terendah pada 25 Oktober 2016 (39,41 kg/orang-jam).
Bandingkan dengan SNI 2008 yang hanya mencatat 28,57 kg/orang-jam, jelas terlihat bahwa kondisi riil proyek bisa jauh lebih efisien tergantung metode kerja dan manajemen yang diterapkan.
Insight Tambahan: Peningkatan produktivitas sebesar hampir 41% ini menunjukkan bahwa standar SNI mungkin perlu diperbarui atau dibuat lebih kontekstual.
2. Labor Utilization Rate (LUR)
Nilai LUR sebesar 77,61% menunjukkan bahwa mayoritas waktu kerja digunakan secara efektif. Rinciannya:
Effective Work: 72,9%
Essential Contributory: 18,83%
Unproductive: 8,26%
Artinya, kurang dari 10% waktu pekerja terbuang sia-sia, yang merupakan angka sangat ideal untuk proyek konstruksi berskala besar.
Studi Kasus: Tunjungan Plaza 6 Surabaya
Tunjungan Plaza adalah salah satu proyek mixed-use ikonik di Surabaya. Penelitian dilakukan di tower Office dan Podium karena bagian Condotel sudah selesai.
Praktik Lapangan yang Membuat Perbedaan:
Komposisi tenaga kerja yang disesuaikan dengan kemampuan tiap pekerja
Penggunaan alat kerja yang lebih modern
Supervisi dan pengawasan rutin oleh mandor dan kontraktor
Inilah yang membuat produktivitas aktual bisa melampaui ekspektasi berdasarkan standar nasional.
Analisis Kritis: Mengapa Standar SNI Tidak Selalu Relevan?
Studi ini menantang validitas Handbook SNI Analisis Biaya Konstruksi (2008) yang masih digunakan sebagai acuan nasional. Banyak proyek menggunakan data SNI sebagai patokan penyusunan jadwal dan biaya, padahal kondisi lapangan sering kali berbeda:
SNI belum tentu memperhitungkan pengaruh teknologi baru
Komposisi tenaga kerja lebih fleksibel di lapangan
Budaya kerja dan motivasi pekerja juga berperan besar
Implikasi Praktis: Apa yang Bisa Dipetik Industri Konstruksi?
Bagi Kontraktor dan Manajer Proyek:
Gunakan metode work sampling untuk pemantauan produktivitas berkala.
Jangan hanya mengandalkan acuan SNI; buatlah basis data produktivitas internal.
Bagi Pemerintah & Regulator:
Evaluasi ulang standar produktivitas kerja nasional.
Dorong kolaborasi antara kampus, kontraktor, dan asosiasi konstruksi untuk penyusunan indeks baru.
Bagi Akademisi:
Lakukan penelitian lanjutan untuk pekerjaan lain seperti pengecoran, finishing, dan arsitektural.
Terapkan metode statistik lanjutan seperti regresi atau simulasi Monte Carlo untuk proyeksi produktivitas.
Penutup: Mengukur yang Tak Terlihat
Produktivitas seringkali dianggap angka belaka. Namun lewat pendekatan kuantitatif yang manusiawi seperti work sampling, kita bisa melihat kinerja sesungguhnya dari tenaga kerja konstruksi. Studi ini bukan hanya memberikan data, tapi juga menunjukkan bagaimana manajemen proyek yang adaptif bisa melampaui standar dan menciptakan efisiensi nyata.
Produktivitas bukan sekadar target, tapi cermin dari manajemen dan budaya kerja.
Sumber
Penelitian ini dapat diakses di Journal Universitas Kristen Petra.
Judul: Analisis Produktivitas Tenaga Kerja dengan Metode Work Sampling: Studi Kasus Proyek Tunjungan Plaza 6
Penulis: Derian Asher Prasetyo, Anthony, Herry Pintardi Chandra, dan Soehendro Ratnawidjaja.
Link: https://petra.ac.id (gunakan DOI atau link langsung bila tersedia)