Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 28 Mei 2025
Pendahuluan
Industri jasa konstruksi merupakan sektor yang sangat mengandalkan sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana utama kegiatan proyek. Dalam konteks ini, loyalitas dan retensi karyawan menjadi aspek strategis yang krusial untuk menjaga kesinambungan operasional dan efisiensi perusahaan. Fenomena turnover intention atau keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan telah menjadi perhatian serius, terutama dalam industri konstruksi yang bersifat padat karya dan penuh tekanan. Paper berjudul "The Effect of Job Satisfaction and Job Environment on Turnover Intention Employees in Engineering and Services Construction Services" karya Christina Catur Widayati, Purnamawati Helen Widjaja, dan Lia D. menjadi salah satu rujukan penting dalam memahami keterkaitan antara kepuasan kerja, lingkungan kerja, dan niat untuk keluar dari perusahaan.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu perusahaan jasa konstruksi di Jakarta dengan jumlah responden sebanyak 66 orang. Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan pendekatan Partial Least Square (PLS). Penulis juga melakukan pre-survei terhadap 24 karyawan yang menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab turnover intention adalah kepuasan kerja (45,8%) dan lingkungan kerja (37,5%).
Hasil dan Temuan Kunci
Data Turnover
Selama periode April 2016 hingga April 2017, tingkat turnover di perusahaan mencapai 6,06%, dengan lonjakan signifikan pada November 2016 (11,86%). Angka-angka ini mengindikasikan masalah sistemik yang membutuhkan intervensi manajerial segera.
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention (nilai T-statistik: 1,966). Artinya, semakin tinggi kepuasan kerja, semakin rendah niat karyawan untuk keluar dari perusahaan. Faktor-faktor yang dinilai meliputi:
Pekerjaan itu sendiri
Gaji
Hubungan dengan rekan kerja
Kesempatan promosi
Supervisi
Analisis tambahan menunjukkan bahwa gaji dan kesempatan promosi menjadi indikator yang paling sering menimbulkan ketidakpuasan, terutama ketika dibandingkan dengan benefit yang ditawarkan perusahaan sejenis.
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Turnover Intention
Hasil pengujian juga menunjukkan pengaruh negatif signifikan dari lingkungan kerja terhadap turnover intention (T-statistik: 7,080). Faktor lingkungan yang dinilai meliputi:
Sirkulasi udara dan suhu ruangan
Tata letak ruang kerja
Keamanan tempat kerja
Tingkat kebisingan
Pencahayaan
Hubungan antarpegawai
Lingkungan kerja yang tidak kondusif berkontribusi besar terhadap stres kerja dan keinginan karyawan untuk mencari tempat kerja lain yang lebih nyaman dan aman.
Studi Kasus dan Perbandingan
Dalam konteks global, data dari Society for Human Resource Management (SHRM) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat turnover tahunan di industri konstruksi global berkisar antara 20-25%. Meski angka 6,06% pada studi ini relatif lebih rendah, tren fluktuatif dan ketimpangan data dari bulan ke bulan menunjukkan adanya ketidakstabilan organisasi.
Penelitian oleh Khikmawati (2015) di perusahaan ritel menunjukkan temuan serupa, di mana lingkungan kerja dan kepuasan berpengaruh signifikan terhadap turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa fenomena ini bersifat lintas industri, namun memiliki sensitivitas lebih tinggi dalam sektor konstruksi yang menuntut kerja fisik dan koordinasi tim tinggi.
Nilai Tambah dan Implikasi Praktis
1. Integrasi Sistem Reward
Perusahaan perlu mengembangkan sistem kompensasi yang kompetitif serta transparan dalam peluang promosi. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah merit-based reward system yang mempertimbangkan output kerja dan kontribusi nyata terhadap proyek.
2. Evaluasi Ergonomi dan Kebisingan
Tingkat kebisingan di area kerja yang tinggi terbukti menjadi penyebab stres kerja. Solusi yang dapat diterapkan adalah audit lingkungan kerja secara berkala dan pengadaan ruang kerja tenang untuk aktivitas administrasi dan pengambilan keputusan.
3. Program Keterlibatan Karyawan
Karyawan yang merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan operasional cenderung memiliki loyalitas lebih tinggi. Penguatan komunikasi dua arah dan forum diskusi internal dapat menjadi solusi konkret.
Kritik dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini memiliki kekuatan pada penggunaan metode PLS yang komprehensif serta penyajian data yang rapi. Namun, keterbatasan utama terletak pada ukuran sampel yang hanya mencakup 66 karyawan dan konteks yang hanya terbatas di satu perusahaan.
Untuk penelitian mendatang, disarankan:
Menambah variabel seperti stres kerja, budaya organisasi, dan beban kerja.
Melibatkan lebih dari satu perusahaan atau menggunakan desain komparatif antar sektor.
Menggunakan metode kualitatif untuk menggali motivasi personal secara lebih dalam.
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan lingkungan kerja memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap turnover intention. Artinya, peningkatan kedua aspek tersebut dapat menurunkan keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan. Temuan ini menjadi masukan berharga bagi manajemen perusahaan jasa konstruksi yang ingin meningkatkan retensi karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan stabil.
Sumber
Widayati, C. C., Widjaja, P. H., & Lia, D. (2019). The Effect of Job Satisfaction and Job Environment on Turnover Intention Employees in Engineering and Services Construction Services. Dinasti International Journal of Education Management and Social Science, 1(1), 28–42. DOI: 10.31933/DIJEMSS
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 27 Mei 2025
Pendahuluan: Urgensi Sertifikasi di Tengah Tantangan Kompetensi SDM Konstruksi
Industri konstruksi merupakan salah satu sektor strategis dalam pembangunan nasional, namun masih menghadapi tantangan serius dalam hal mutu sumber daya manusia. Salah satu solusi yang telah ditempuh adalah mekanisme sertifikasi tenaga kerja, yang diatur melalui berbagai regulasi seperti PP No. 4 Tahun 2010 dan Peraturan LPJK No. 09 Tahun 2012. Irika Widiasanti, dalam makalahnya pada Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013, membahas secara kritis efektivitas mekanisme sertifikasi melalui Unit Sertifikasi Tenaga Kerja (USTK).
Studi ini penting karena menelaah transisi dari sistem sertifikasi yang sebelumnya dikelola secara asosiatif ke arah sistem yang lebih sentralistik dan terstruktur di bawah kendali LPJK.
Latar Belakang: Permasalahan Sertifikasi yang Berulang
Sebelum reformasi, proses sertifikasi seringkali:
Tidak seragam antar asosiasi profesi
Rentan praktik manipulatif seperti "jual beli" sertifikat (SKA)
Tidak menjamin kompetensi riil tenaga ahli
Mahal dan tidak efisien secara waktu
Data menunjukkan hanya 2,03% dari 6,34 juta tenaga kerja konstruksi yang tersertifikasi (BPS, 2011). Di sisi lain, banyak asosiasi profesi belum siap menyelenggarakan sertifikasi secara valid dan objektif.
Metodologi: Evaluasi Regulatif terhadap USTK
Widiasanti menggunakan pendekatan deskriptif-analitis dengan:
Evaluasi terhadap regulasi dan struktur USTK
Identifikasi pasal-pasal kunci dalam Peraturan LPJK No. 09/2012
Komparasi antara praktik lama dan sistem baru
Tujuannya adalah mengetahui sejauh mana struktur dan fungsi USTK mampu menjawab masalah ketidakteraturan dan lemahnya validitas sertifikasi sebelumnya.
Struktur Sistem USTK: Hirarki, Fungsi, dan Tugas
Regulasi menetapkan tiga tingkatan USTK:
USTK Nasional (sertifikasi ahli utama, tenaga asing)
USTK Provinsi (sertifikasi ahli madya dan muda)
USTK Masyarakat (maksimal satu klasifikasi layanan)
Fungsi Kunci USTK:
Uji kompetensi mengacu SKKNI dan standar internasional
Penilaian klasifikasi dan kualifikasi melalui sistem CPD (Continuing Professional Development)
Penerbitan berita acara hasil sertifikasi
Komponen Penting dalam USTK:
Unsur Pengarah: menetapkan visi, program, dan mengangkat asesor
Unsur Pelaksana: penanggung jawab bidang teknis (sipil, arsitektur, MEP, dll)
Asesor Kompetensi (AKTK): melaksanakan uji dan verifikasi kompetensi
Setiap bidang (sipil, elektrikal, arsitektur, dll.) minimal memiliki 3 asesor yang telah teregistrasi secara nasional.
Analisis Hasil: Kekuatan dan Kelemahan Sistem Baru
Aspek Positif:
Penghapusan sertifikasi ganda dan standar ganda
Kendali mutu lebih kuat di tangan negara (LPJK)
Prinsip akuntabilitas dan transparansi dijamin dalam pasal asas USTK
Survailen tahunan menjamin pembaruan dan evaluasi kinerja tenaga ahli
Tantangan yang Belum Terpecahkan:
Biaya sertifikasi tetap mahal
Masih belum ada jaminan peningkatan penghasilan pasca-sertifikasi
Belum tersedia sistem penegakan hukum yang efektif untuk pelanggaran etik
Widiasanti juga mengkritik kurangnya kesiapan beberapa asosiasi profesi, lemahnya sosialisasi SKKNI, dan tidak semua bidang keahlian memiliki standar pengujian yang memadai.
Studi Kasus: Jual Beli Sertifikat dan Ketimpangan Kualitas
Penelitian menyebutkan praktik "jual beli SKA" di masa lalu sangat merugikan integritas sistem. Misalnya, dengan hanya membayar sejumlah uang dan menyerahkan portofolio tanpa validasi, seorang tenaga ahli bisa memperoleh sertifikat. Hal ini menyebabkan lulusan tanpa kompetensi teknis yang memadai tetap dapat bekerja di proyek besar—menimbulkan risiko mutu dan keselamatan.
Dengan USTK, sertifikasi mengharuskan uji kompetensi dan validasi dokumen oleh asesor yang teregistrasi. Ini menjadi pembeda krusial.
Perbandingan dengan Negara Lain
Dalam sistem internasional seperti di Kanada atau Jerman, sertifikasi dilakukan oleh organisasi profesi, sementara lisensi kerja dikeluarkan negara. Di Indonesia, sertifikat langsung berfungsi sebagai lisensi kerja, sehingga tanggung jawab dan risiko berada pada proses sertifikasi. Inilah mengapa restrukturisasi penting.
Rekomendasi: Menuju Sistem Sertifikasi Berbasis Kompetensi Nyata
Berdasarkan analisis Widiasanti dan tinjauan kritis terhadap praktik di lapangan, berikut rekomendasi:
Standarisasi Prosedur Sertifikasi Nasional: seluruh USTK dan asosiasi wajib menggunakan format dan rubrik uji kompetensi yang sama.
Subsidi Sertifikasi untuk Tenaga Ahli Muda: agar akses lebih merata.
Integrasi Sertifikasi dengan Sistem Renumerasi Proyek: agar sertifikasi berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan.
Evaluasi Tahunan dan Penegakan Hukum: untuk mencegah praktik manipulatif dan mempertahankan standar etika profesi.
Kesimpulan: Langkah Maju dengan PR Serius
Peraturan LPJK No. 09/2012 tentang pembentukan USTK adalah langkah maju menuju sistem sertifikasi tenaga kerja konstruksi yang transparan dan berbasis kompetensi. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan besar, mulai dari biaya, rendahnya motivasi, hingga lemahnya sosialisasi.
Dengan penguatan USTK, pengawasan aktif, dan integrasi dengan skema insentif industri, sistem ini berpotensi meningkatkan kualitas tenaga ahli konstruksi secara nasional dan memperkuat daya saing sektor konstruksi Indonesia.
Sumber:
Widiasanti, I. (2013). Kajian Efektivitas Mekanisme Sertifikasi Tenaga Ahli Melalui Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Seminar Nasional III Teknik Sipil 2013, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tersedia di: https://lpjk.net/lembaga-13-unit-sertifikasi-tenaga-kerja.htm
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 27 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Produktivitas Tenaga Kerja Menjadi Sorotan Penting
Di tengah tekanan efisiensi dan target waktu dalam industri konstruksi, produktivitas tenaga kerja menjadi faktor krusial dalam penentuan keberhasilan proyek. Apalagi pada pekerjaan mekanikal dan elektrikal (M&E), yang meskipun volumenya relatif kecil dibandingkan pekerjaan struktur, namun memiliki peran vital sebagai syarat fungsional sebuah bangunan.
Artikel ini mencoba membedah secara ilmiah dan praktis bagaimana efektivitas tenaga kerja dapat diukur melalui metode Labour Utilization Rate (LUR) dalam proyek revitalisasi Kantor Cabang BNI Kelapa Gading. Dengan studi kasus yang spesifik, artikel ini berhasil menyuguhkan temuan empiris yang dapat dijadikan acuan oleh praktisi dan akademisi konstruksi.
Metodologi: Mengukur Efisiensi Tenaga Kerja Menggunakan LUR
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan data sekunder dari laporan harian kontraktor. Dua hal utama yang dihitung:
Labour Utilization Rate (LUR): Mengukur tingkat efektivitas pekerja dalam waktu kerja.
Produktivitas Tenaga Kerja: Menghitung rasio output (progres bobot pekerjaan) terhadap input (jumlah jam kerja dan tenaga kerja).
Rumus LUR:
LUR=(wbe+14wbkwbt)×100%LUR = \left( \frac{wbe + \frac{1}{4}wbk}{wbt} \right) \times 100\%
wbe: waktu bekerja efektif
wbk: waktu kontribusi (tidak langsung produktif tapi tetap menunjang)
wbt: total jam kerja (termasuk waktu tidak efektif)
Kategori Skor LUR:
85% = Sangat Tinggi
68–84% = Tinggi
51–67% = Sedang
34–50% = Rendah
<33% = Sangat Rendah
Metode ini cukup praktis diterapkan karena hanya membutuhkan data waktu dan progres harian—sesuatu yang pasti tersedia di proyek konstruksi aktif.
Hasil Utama: Data Produktivitas Real di Proyek BNI Rata-rata LUR: 78,6%
Pada pekerjaan plumbing, tenaga kerja seperti Ade, Herman, dan Rahmat memiliki LUR berkisar 75%–81%, dengan rerata 78,6%. Ini masuk dalam kategori “tinggi” berdasarkan klasifikasi LUR. Artinya, meski tidak sempurna, efisiensi kerja mereka tetap terjaga secara konsisten.
Output Produktivitas Pekerja Plumbing:
Setelah dihitung berdasarkan data jam kerja (8 jam/hari = 480 menit), didapat produktivitas individual:
Output = 0,000035% per menit × total menit kerja
Misal, dengan 7 jam reguler + 4 jam lembur = 660 menit
→ Output = 0,024%
Artinya, kontribusi per pekerja per hari dalam pekerjaan plumbing berada di kisaran 0,09–0,13% progres per minggu.
Studi Kasus Spesifik: Deviasi dan Dampaknya
Dari Tabel 5, terlihat bahwa pekerjaan plumbing mengalami deviasi negatif yang semakin meningkat tiap minggu:
Minggu ke-27: deviasi mencapai -0,251%
Proyeksi penyelesaian molor ke minggu ke-28 dari rencana awal minggu ke-27
Meskipun terlihat kecil, pada skala proyek yang memiliki banyak pekerjaan paralel, keterlambatan ini bisa menimbulkan efek domino. Hal ini relevan dengan hasil penelitian Oglesby (1989) yang menyatakan bahwa deviasi kecil dalam produktivitas dapat menyebabkan penundaan jadwal yang signifikan jika tidak segera dikoreksi.
Analisis Tambahan: Tantangan Produktivitas pada Pekerjaan M&E
Pekerjaan mekanikal dan elektrikal memiliki karakteristik yang berbeda dengan pekerjaan struktur:
Pekerjaan lebih presisi dan teknikal, membutuhkan skill khusus.
Ketergantungan tinggi pada urutan pekerjaan (misalnya instalasi kabel tidak bisa dilakukan jika dinding belum diplester).
Lingkungan kerja yang sempit dan penuh gangguan seperti AC duct atau pipa plumbing membuat mobilitas pekerja terbatas.
Hal ini menyebabkan produktivitas di pekerjaan M&E umumnya lebih rendah secara angka, tetapi lebih padat secara kompetensi.
Kritik dan Komparasi Penelitian
Kelebihan:
Penelitian ini sederhana, praktis, dan berbasis data nyata.
Menggunakan LUR, yang masih jarang digunakan secara sistematis dalam proyek di Indonesia.
Fokus pada pekerjaan M&E yang selama ini kurang diperhatikan.
Keterbatasan:
Tidak membandingkan produktivitas antar jenis pekerjaan (misal plumbing vs elektrikal).
Tidak menganalisis faktor-faktor eksternal seperti motivasi pekerja, cuaca, atau pengaruh supervisi, padahal ini bisa berdampak besar.
Metodologi tidak mempertimbangkan learning curve, padahal produktivitas biasanya meningkat seiring waktu.
Sebagai pembanding, penelitian oleh Maharani (2019) yang menggunakan metode observasi langsung juga menunjukkan bahwa faktor motivasi memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas pada pekerjaan struktur bangunan.
Implikasi Praktis: Rekomendasi untuk Proyek Serupa
Untuk Manajer Proyek
Terapkan monitoring produktivitas mingguan berbasis LUR.
Identifikasi deviasi sedini mungkin untuk mencegah keterlambatan kumulatif.
Untuk Perencana Proyek
Libatkan data LUR sebagai parameter dalam estimasi durasi proyek.
Desain sistem kerja yang meminimalisir waktu tidak efektif (idle time).
Untuk Akademisi
Lanjutkan riset dengan pendekatan multivariat untuk mengeksplorasi pengaruh motivasi, iklim kerja, hingga sistem insentif terhadap LUR.
Penutup: Produktivitas sebagai Cermin Kinerja Lapangan
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengukuran produktivitas pekerja bukan hanya soal output, tapi juga soal bagaimana waktu digunakan. Dengan rerata LUR 78%, proyek BNI Kelapa Gading termasuk efisien. Namun tetap saja, deviasi kecil dalam pekerjaan plumbing menunjukkan bahwa manajemen waktu dan efisiensi mikro harus diperhatikan agar proyek tetap berjalan sesuai rencana.
Penggunaan metode LUR ini sangat layak untuk direplikasi di proyek lain karena mudah diterapkan, tidak memerlukan alat khusus, dan berbasis data harian yang sudah tersedia. Dengan demikian, produktivitas bukan lagi sekadar angka, tapi alat kontrol manajemen yang konkret dan aplikatif.
Sumber
Wibowo, Y. G., Purnomo, A., & Lenggogeni. (2021). Analisa Produktivitas Tenaga Kerja pada Pekerjaan Mekanikal dan Elektrikal (Studi Kasus: Revitalisasi Gedung Kantor Cabang BNI Kelapa Gading, Jakarta). Menara: Jurnal Teknik Sipil, 16(2), 62–66.
[Tautan ke jurnal atau DOI jika tersedia secara daring]
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 27 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Keterampilan Tenaga Kerja Adalah Kunci Kinerja Proyek
Dalam industri konstruksi yang padat karya, keberhasilan proyek sangat ditentukan oleh kualitas tenaga kerja yang terlibat. Artikel ilmiah "Impact of Skilled and Unskilled Labor on Project Performance Using Structural Equation Modeling Approach" oleh Shahid Hussain et al. (2020), memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman hubungan antara keterampilan tenaga kerja dan kinerja proyek, khususnya di negara berkembang seperti Pakistan.
Dengan menggunakan pendekatan Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM), studi ini menyelidiki dampak tenaga kerja terampil dan tidak terampil terhadap keberhasilan proyek konstruksi publik. Artikel ini bukan sekadar menyajikan data kuantitatif, tetapi juga membangun model konseptual yang dapat menjadi rujukan praktis bagi pengambil kebijakan dan pelaku industri.
Metodologi: Model Konseptual dan Pendekatan Kuantitatif
Penelitian ini mengadopsi pendekatan deduktif dengan rancangan survei kuantitatif. Kuesioner dibagikan kepada 750 profesional di industri konstruksi publik Pakistan, dan 400 responden terlibat aktif dalam pengisian. Responden berasal dari instansi besar seperti Public Works Development (PWD), Defense Housing Authority (DHA), dan National Logistic Cell (NLC).
Data dianalisis menggunakan SmartPLS v3.2.8 untuk membangun model hubungan antara dua variabel independen (tenaga kerja terampil dan tidak terampil) terhadap satu variabel dependen (kinerja proyek). Validitas model diperiksa melalui uji Cronbach’s Alpha, Composite Reliability (CR), Average Variance Extracted (AVE), serta analisis validitas diskriminan melalui HTMT dan cross-loading.
Hasil Temuan: Kekuatan dan Kelemahan Dua Kategori Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Tidak Terampil: Ancaman terhadap Keberhasilan Proyek
Hasil analisis menunjukkan bahwa tenaga kerja tidak terampil memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja proyek (path coefficient β = -0.561; p = 0.000). Faktor-faktor seperti kurangnya pelatihan, pengetahuan, keterampilan kerja, serta pengalaman diidentifikasi sebagai penyebab utama penurunan produktivitas dan kualitas.
Temuan ini mendukung literatur sebelumnya seperti Hossein et al. (2018) dan Karimi et al. (2016) yang menyatakan bahwa kekurangan tenaga kerja berpengalaman berdampak langsung pada peningkatan biaya, keterlambatan, serta insiden keselamatan kerja. Bahkan, studi Glazner et al. (2005) menunjukkan bahwa 54,5% insiden di proyek konstruksi berasal dari kurangnya pemahaman prosedur keselamatan oleh tenaga kerja yang tidak berpengalaman.
Tenaga Kerja Terampil: Penggerak Utama Keberhasilan Proyek
Sebaliknya, tenaga kerja terampil terbukti memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja proyek (path coefficient β = 0.574; p = 0.000). Kriteria seperti pelatihan khusus, pengalaman luas, kualifikasi teknis, dan pengetahuan praktis berkontribusi dalam pencapaian tujuan proyek.
Penelitian ini sejalan dengan temuan Jarkas (2017) dan Abdul-Rahman et al. (2006) yang menegaskan pentingnya keterampilan tenaga kerja dalam menjamin ketepatan waktu, efisiensi biaya, dan mutu pekerjaan. Keterampilan teknis juga berkaitan dengan pengurangan pengerjaan ulang (rework) dan peningkatan keselamatan kerja, sebagaimana disorot oleh Choudhry & Fang (2008).
Nilai Tambah: Implikasi Praktis dan Kebijakan
Manfaat Bagi Praktisi Proyek
Model konseptual yang dikembangkan dalam studi ini menjadi alat penting bagi manajer proyek untuk merancang strategi perekrutan dan pelatihan tenaga kerja. Kebijakan pengadaan tenaga kerja seharusnya tidak semata-mata mempertimbangkan biaya upah, melainkan juga potensi dampaknya terhadap mutu dan ketepatan waktu penyelesaian proyek.
Rekomendasi untuk Pemerintah dan Lembaga Pendidikan
Pemerintah dan lembaga pendidikan vokasi perlu memperluas akses terhadap pelatihan teknis, sertifikasi profesi, dan pelatihan keselamatan. Studi ini menggarisbawahi perlunya intervensi sistemik untuk menciptakan angkatan kerja yang kompeten, guna mendukung keberhasilan proyek konstruksi nasional.
Studi Kasus: Tren Global dan Pembelajaran Lokal
Tren kekurangan tenaga kerja terampil bukan hanya terjadi di Pakistan. Studi Paul (2016) di Hong Kong juga menunjukkan fenomena serupa. Di Amerika Utara, Karimi et al. (2017) membuktikan bahwa ketersediaan tenaga kerja terampil secara signifikan meningkatkan produktivitas dan ketepatan jadwal proyek.
Indonesia pun menghadapi tantangan serupa, terutama dalam proyek infrastruktur berskala besar. Inisiatif seperti program sertifikasi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) menjadi langkah positif dalam meningkatkan kualitas SDM konstruksi.
Kritik dan Keterbatasan: Membaca Di Antara Angka
Meski memiliki kontribusi kuat, studi ini terbatas pada konteks proyek konstruksi publik di Pakistan. Penggunaan metode snowball sampling dapat menimbulkan bias representasi. Studi lanjutan disarankan untuk mencakup proyek sektor swasta dan membandingkan lintas negara guna generalisasi lebih luas.
Selain itu, model PLS-SEM hanya menjelaskan 36% varians kinerja proyek, yang berarti terdapat faktor lain seperti perencanaan, manajemen risiko, dan teknologi yang juga mempengaruhi keberhasilan proyek.
Kesimpulan: Keterampilan sebagai Investasi, Bukan Biaya
Penelitian oleh Hussain et al. (2020) memberikan bukti empiris bahwa keterampilan tenaga kerja merupakan faktor krusial dalam menentukan kinerja proyek konstruksi. Penggunaan tenaga kerja terampil bukan sekadar keputusan teknis, melainkan strategi manajerial yang berdampak pada keseluruhan performa proyek.
Investasi dalam pelatihan, sertifikasi, dan pengembangan tenaga kerja harus dipandang sebagai kebutuhan mendesak, bukan beban anggaran. Dengan pendekatan berbasis data dan model konseptual yang valid, studi ini memberikan peta jalan bagi masa depan industri konstruksi yang lebih produktif, aman, dan berkelanjutan.
Sumber Artikel:
Hussain, S., Xuetong, W., & Hussain, T. (2020). Impact of Skilled and Unskilled Labor on Project Performance Using Structural Equation Modeling Approach. SAGE Open. https://doi.org/10.1177/2158244020914590
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 26 Mei 2025
Pendahuluan
Industri konstruksi merupakan tulang punggung pembangunan fisik dan ekonomi di banyak negara, termasuk Swedia. Namun, masalah klasik seperti keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, dan kualitas hasil yang tidak konsisten sering kali berakar pada satu isu utama: rendahnya produktivitas tenaga kerja. Penelitian oleh Pia Malin Bartoschek dan Filip Kamenov Kirchev (2021) menyajikan analisis komprehensif tentang bagaimana produktivitas tenaga kerja berkontribusi terhadap keberhasilan proyek konstruksi, khususnya dari sudut pandang manajer proyek di industri konstruksi Swedia.
Resensi ini bertujuan membedah temuan utama studi tersebut, menyajikan data dan wawasan praktis, serta memperkaya pembahasan dengan opini kritis dan perbandingan dengan praktik global.
Latar Belakang Penelitian
Swedia dan Tantangan Produktivitas di Sektor Konstruksi
Swedia mengalami peningkatan 35,4% lapangan kerja di industri konstruksi antara 2010 hingga 2020. Nilai industri ini pada 2019 mencapai 53,3 miliar euro. Namun, menurut Jonsson (2005), produktivitas tenaga kerja tetap rendah akibat perencanaan buruk, minimnya kepemimpinan, dan tingginya biaya konstruksi.
Definisi dan Pentingnya Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja diukur dari output per jam kerja. Ini mencerminkan efisiensi tenaga kerja dalam menghasilkan hasil proyek. Florez dan Cortissoz (2016) menyebutkan bahwa biaya tenaga kerja menyumbang 30–50% dari total biaya proyek, menjadikannya faktor utama dalam optimasi biaya.
Tujuan Penelitian dan Pertanyaan Kunci
Penelitian ini bertujuan menjawab: "Bagaimana kesuksesan proyek dapat dicapai melalui optimalisasi produktivitas tenaga kerja?" Fokusnya adalah pada persepsi manajer proyek mengenai faktor-faktor penentu produktivitas dan bagaimana mereka mengelola faktor tersebut sepanjang siklus proyek.
Metodologi
Pendekatan Kualitatif Deduktif
Penelitian ini menggunakan pendekatan wawancara mendalam dengan manajer proyek dari tiga perusahaan besar di Swedia: JM AB, Svevia, dan Atrium Ljungberg. Lima wawancara dilakukan, dianalisis dengan content analysis.
Framework Teoretis
Kerangka utama yang digunakan adalah 10-Factor Model dari Pinto dan Slevin (1988), yang mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan proyek: komunikasi, dukungan manajemen puncak, perencanaan proyek, konsultasi klien, rekrutmen personel, tugas teknis, penerimaan klien, pemantauan, serta troubleshooting.
Temuan Lapangan
Faktor Pendorong Produktivitas Tenaga Kerja
Dari wawancara, faktor-faktor yang konsisten muncul sebagai pendorong utama produktivitas adalah:
Perencanaan awal yang matang
Dukungan manajemen puncak
Gaya kepemimpinan yang suportif
Komunikasi lintas fungsi yang efektif
Pelatihan dan pengalaman tim
Teknologi digital seperti BIM (Building Information Modeling)
Studi Kasus: Atrium Ljungberg
Sebagai perusahaan properti, Atrium bertindak sebagai kontraktor utama dan mengelola proyek secara menyeluruh. Mereka menekankan pentingnya desain awal, risk assessment berkala, serta komunikasi terpusat melalui BIM. Manajer proyek menyatakan bahwa investasi di awal siklus proyek, meskipun mahal, menghindari masalah besar di fase eksekusi.
Studi Kasus: JM AB dan Svevia
JM AB fokus pada pembangunan perumahan, sementara Svevia pada infrastruktur. Kedua perusahaan menyoroti pentingnya keterlibatan tim sejak awal, pelatihan berkala, serta gaya kepemimpinan kolaboratif. Salah satu manajer menyatakan bahwa proyek sukses bergantung pada "perencanaan mikro dan kemampuan merespons risiko secara dinamis".
Analisis Faktor Produktivitas
Faktor Organisasi
Top management support menentukan akses ke sumber daya dan validasi keputusan teknis. Struktur organisasi yang terlalu hierarkis cenderung menghambat respons cepat di lapangan.
Faktor Personal dan Kepemimpinan
Manajer proyek yang kompeten menunjukkan kombinasi kemampuan teknis, komunikasi, dan kepemimpinan partisipatif. Kelemahan pada salah satu aspek ini berdampak langsung pada moral dan output tim.
Faktor Eksternal
Cuaca ekstrem, perubahan regulasi, dan tekanan pasar merupakan faktor luar yang berpengaruh besar. Namun, banyak manajer proyek di Swedia telah mengembangkan sistem mitigasi risiko berbasis teknologi.
Perbandingan Global
Studi Nigeria, Turki, dan Indonesia
Di Nigeria (Paul & Adavi, 2013), komunikasi dua arah dianggap sebagai kunci meningkatkan produktivitas.
Di Turki (Kazaz et al., 2008), motivasi kerja adalah determinan utama.
Di Indonesia (Jarkas, 2010), buildability design berkontribusi besar terhadap efisiensi konstruksi.
Penelitian Bartoschek dan Kirchev mengonfirmasi bahwa faktor-faktor ini juga berlaku di Swedia, menunjukkan sifat universal dari produktivitas tenaga kerja konstruksi.
Kritik dan Opini
Kekuatan Penelitian:
Studi lapangan mendalam melalui wawancara langsung.
Penggunaan teori klasik (Pinto & Slevin, Belassi & Tukel) sebagai dasar analisis.
Kelemahan:
Jumlah responden terbatas (hanya lima orang).
Tidak mencakup aspek kuantitatif untuk mengukur dampak faktor secara statistik.
Fokus pada perusahaan besar, kurang mewakili UKM konstruksi.
Saran Tambahan:
Penelitian lanjutan sebaiknya:
Menggunakan mixed method (wawancara dan survei kuantitatif).
Menyoroti perbedaan produktivitas antara proyek publik dan swasta.
Menganalisis peran teknologi AI dan otomasi di masa depan.
Rekomendasi Praktis untuk Industri
Digitalisasi Proses Proyek: Gunakan BIM, dashboard KPI real-time, dan sistem ERP untuk efisiensi informasi.
Pelatihan Berkelanjutan: Fokus pada soft skill (komunikasi, manajemen konflik) dan hard skill teknis.
Pemetaan Risiko Awal: Lakukan assessment menyeluruh pada tahap perencanaan.
Desentralisasi Keputusan: Beri keleluasaan manajer proyek untuk mengambil keputusan strategis.
Kultur Organisasi Kolaboratif: Dorong komunikasi terbuka antar-departemen dan pengakuan atas kontribusi individu.
Kesimpulan
Produktivitas tenaga kerja konstruksi adalah kombinasi antara manusia, proses, dan sistem. Studi ini memperlihatkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat—terutama oleh manajer proyek yang kompeten dan sistem pendukung yang efektif—produktivitas dapat dioptimalkan, dan kesuksesan proyek dapat tercapai. Meski berfokus pada Swedia, temuan ini relevan secara global, termasuk di Indonesia, mengingat kemiripan tantangan di sektor konstruksi.
Sumber Referensi
Bartoschek, P. M., & Kirchev, F. K. (2021). Labor Productivity Influence in the Construction Industry. Jönköping University. https://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid=diva2%3A1550289
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 22 Mei 2025
Pendahuluan: Tantangan Produktivitas di Proyek Konstruksi
Industri konstruksi Indonesia, meski berkontribusi besar terhadap PDB nasional, terus dibayangi isu klasik: rendahnya produktivitas tenaga kerja. Dalam proyek pembangunan dan renovasi Gedung Rumah Sakit Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, peneliti Muhammad Rendy dan Andi Febra Ashari mencoba menyibak persoalan ini dengan pendekatan yang sistematis. Mereka menilai kinerja pekerja pada pekerjaan plafon dan instalasi listrik, dua elemen vital yang memengaruhi kecepatan dan kualitas proyek secara keseluruhan.
Dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kuantitatif dan tools statistik SPSS versi 25, studi ini tidak hanya mengukur Labour Utilization Rate (LUR) dan produktivitas berdasarkan SNI, tapi juga mengevaluasi variabel-variabel yang memengaruhinya secara signifikan. Hasilnya? Temuan yang patut jadi acuan dalam pengelolaan proyek konstruksi, khususnya di masa pascapandemi.
Metodologi: Menggali Data dari Lapangan
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui:
Observasi langsung pekerja lapangan
Penyebaran kuesioner kepada 16 responden
Analisis statistik dengan SPSS v25
Subjek yang diamati mencakup berbagai peran, dari mandor hingga tukang dan pekerja harian. Fokus utama adalah aktivitas pekerjaan plafon dan instalasi listrik di proyek RS Unhas yang sempat tertunda akibat pandemi COVID-19.
Hasil Utama: Seberapa Produktif Tenaga Kerja di Proyek Ini?
1. Labour Utilization Rate (LUR)
LUR merupakan rasio waktu kerja efektif terhadap total waktu yang tersedia. Angka LUR digunakan sebagai indikator efisiensi tenaga kerja dalam memanfaatkan waktunya.
Rata-rata LUR yang dicapai adalah sebesar 92,98%. Artinya, hampir seluruh waktu kerja digunakan secara produktif. Bahkan, beberapa pekerja seperti Latif dan Komaruddin mencapai efisiensi lebih dari 95%.
Catatan: Menurut Oglesby (1989), LUR > 50% sudah termasuk kategori memuaskan. Maka capaian ini bisa dikatakan sangat tinggi.
2. Produktivitas Berdasarkan SNI
Menggunakan rumus produktivitas = volume pekerjaan ÷ waktu efektif (SNI 3436:2002), diperoleh:
Hari ke-1: 0,641 m²/menit
Hari ke-2: 0,6365 m²/menit
Hari ke-3: 0,6405 m²/menit
Rata-rata produktivitas: 0,6393 m²/menit
Sebagai perbandingan, standar efisiensi nasional dalam pekerjaan plafon berada di kisaran 0,5–0,7 m²/menit. Maka, hasil ini tergolong tinggi.
Studi Kasus: Pekerjaan Plafon di RS Unhas
Proyek yang dianalisis merupakan pekerjaan renovasi gedung Rumah Sakit Unhas. Pandemi COVID-19 sempat menghentikan proyek, menciptakan tantangan baru terkait produktivitas dan jadwal pengerjaan.
Jumlah pekerja: 16 orang + 1 mandor
Volume pekerjaan: 247,7475 m²
Total OH (orang-hari): 1,605 per hari
Dengan kondisi tersebut, tingkat efisiensi yang tinggi menunjukkan manajemen tenaga kerja yang cukup berhasil mengendalikan produktivitas bahkan dalam kondisi yang menantang.
Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini selaras dengan studi oleh Aprillian (2010) dan Febriyanto (2013) yang menunjukkan bahwa pengalaman kerja memiliki korelasi kuat dengan produktivitas tenaga kerja konstruksi. Namun, uniknya, penelitian ini juga mengonfirmasi bahwa tingkat pendidikan formal tidak selalu menjadi penentu utama dalam konteks lapangan.
Implikasi Praktis bagi Industri Konstruksi
Rekrutmen berbasis pengalaman: Pemilihan tenaga kerja sebaiknya mempertimbangkan jam terbang daripada sekadar latar belakang akademis.
Pelatihan berkelanjutan: Untuk pekerja muda, penting dilakukan on-the-job training untuk mempercepat kurva belajar.
Monitoring produktivitas harian: Metode LUR terbukti efisien sebagai alat pemantau lapangan.
Penggunaan SPSS dalam proyek: Pengolahan data statistik sebaiknya menjadi standar manajemen proyek profesional.
Kesimpulan: Pengalaman adalah Kunci
Penelitian ini memperkuat fakta bahwa pengalaman kerja merupakan faktor dominan dalam produktivitas tenaga kerja konstruksi. Meskipun beberapa variabel seperti upah, pendidikan, dan hubungan kerja tak menunjukkan signifikansi, efisiensi tetap dapat tercapai melalui pengelolaan waktu dan pemanfaatan SDM yang tepat.
Dengan LUR rata-rata 92,98% dan produktivitas 0,6393 m²/menit, proyek RS Unhas menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya manusia yang baik, bahkan di tengah krisis pandemi, mampu menghasilkan produktivitas optimal.
Rekomendasi Tambahan
Industri konstruksi di Indonesia perlu menjadikan LUR sebagai standar audit produktivitas di proyek.
Kebijakan insentif berbasis produktivitas harian akan mendorong perilaku kerja yang lebih efisien.
Investasi pada manajemen proyek berbasis data (seperti SPSS) akan mempercepat identifikasi faktor penghambat produktivitas.
Sumber:
Rendy, M., & Ashari, A. F. Y. (2022). Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Pada Pekerjaan Plafond dan Instalasi Listrik (Studi Kasus Proyek Gedung Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar). Journal of Applied Civil and Environmental Engineering, Vol. 2, No. 2. Link Jurnal Resmi (eISSN: 2775-0213)