Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 17 Mei 2024
Jalur Sutra (Hanzi tradisional: 絲綢之路; Hanzi sederhana: 丝绸之路; pinyin: sī chóu zhī lù, bahasa Persia راه ابریشم Râh-e Abrisham) adalah sebuah jalur perdagangan melalui Asia yang menghubungkan antara Timur dan Barat dengan dihubungkan oleh pedagang, pengelana, biarawan, prajurit, nomaden dengan menggunakan karavan dan kapal laut, dan menghubungkan Chang'an, Republik Rakyat Tiongkok, dengan Antiokhia, Suriah, dan juga tempat lainnya pada waktu yang bervariasi. Pengaruh jalur ini terbawa sampai ke Korea dan Jepang.
Pertukaran ini sangat penting tak hanya untuk pengembangan kebudayaan Cina, India dan Roma namun juga merupakan dasar dari dunia modern. Istilah 'jalur sutra' pertama kali digunakan oleh geografer Jerman Ferdinand von Richthofen pada abad ke-19 karena komoditas perdagangan dari Cina yang banyak berupa sutra.
Jalur Sutra benua membagi menjadi jalur utara dan selatan begitu dia meluas dari pusat perdagangan Cina Utara dan Cina Selatan, rute utara melewati Bulgar-Kipchak ke Eropa Timur dan Semenanjung Crimea, dan dari sana menuju ke Laut Hitam, Laut Marmara, dan Balkan ke Venezia; rute selatan melewati Turkestan-Khorasan menuju Mesopotamia dan Anatolia, dan kemudian ke Antiokia di Selatan Anatolia menuju ke Laut Tengah atau melalui Levant ke Mesir dan Afrika Utara.
Hubungan jalan rel yang hilang dalam Jalur Sutra diselesaikan pada 1992, ketika jalan rel internasional Almaty - Urumqi dibuka.
Orang orang lebih memilih untuk berjalan pada saat musim dingin karena faktor adanya air dan juga barang yang dijual di musim panas jauh lebih mahal daripada musim dingin. Di Jalur Sutra ini terdapat sebuah tempat peristirahatan berbentuk seperti benteng yang disebut karavanserai. Di dalamnya banyak terdapat toko, penginapan, dan yang paling banyak ialah tempat trade in hewan. Mereka mengganti hewan yang mereka gunakan selama perjalanan dengan hewan baru (kuat). Orang yang meninggal di Jalur Sutra dimakamkan di kuburan langit (terbuka) karena diyakini bahwa hidup itu baik sampai mati.
Sejarah
Prekursor
Kontak Tiongkok dan Asia Tengah (milenium ke-2 SM)
Eurasia Tengah telah dikenal sejak zaman kuno dengan komunitas penunggang kuda dan pengembangbiakan kudanya, dan Rute Stepa darat melintasi padang rumput utara Eurasia Tengah telah digunakan jauh sebelum Jalur Sutra. Situs-situs arkeologi, seperti pemakaman Berel di Kazakhstan, menegaskan bahwa bangsa Arimaspia yang nomaden tidak hanya mengembangbiakkan kuda untuk diperdagangkan, tetapi juga menghasilkan pengrajin-pengrajin hebat yang mampu menyebarkan karya-karya seni yang sangat indah di sepanjang Jalur Sutra. Sejak milenium ke-2 Sebelum Masehi, batu giok nefrit diperdagangkan dari tambang-tambang di wilayah Yarkand dan Khotan ke Tiongkok. Secara signifikan, tambang-tambang ini tidak terlalu jauh dari tambang lapis lazuli dan spinel ("Balas Ruby") di Badakhshan, dan, meskipun dipisahkan oleh Pegunungan Pamir yang tangguh, rute-rute yang melintasinya tampaknya telah digunakan sejak masa-masa awal.
Studi genetik terhadap mumi Tarim, yang ditemukan di Cekungan Tarim, di daerah Loulan yang terletak di sepanjang Jalur Sutra 200 kilometer (124 mil) sebelah timur Yingpan, yang berasal dari tahun 1600 Sebelum Masehi, menunjukkan adanya kontak yang sangat kuno antara Timur dan Barat. Sisa-sisa mumi ini mungkin berasal dari orang-orang yang berbicara dalam bahasa Indo-Eropa, yang tetap digunakan di Lembah Tarim, di wilayah Xinjiang saat ini, hingga digantikan oleh pengaruh Turki dari budaya Xiongnu di utara dan oleh pengaruh Tiongkok dari dinasti Han timur, yang berbicara dalam bahasa Sino-Tibet.
Beberapa sisa-sisa yang mungkin merupakan sutra Tiongkok yang berasal dari tahun 1070 Sebelum Masehi telah ditemukan di Mesir Kuno. Kota-kota Oasis Besar di Asia Tengah memainkan peran penting dalam fungsi perdagangan Jalur Sutra yang efektif. Sumber asalnya tampaknya cukup dapat diandalkan, tetapi sutra terdegradasi dengan sangat cepat, sehingga tidak dapat diverifikasi apakah itu adalah sutra yang dibudidayakan (yang hampir pasti berasal dari Tiongkok) atau jenis sutra liar, yang mungkin berasal dari Mediterania atau Timur Tengah.
Setelah kontak antara Tiongkok Metropolitan dan wilayah perbatasan barat yang nomaden pada abad ke-8 SM, emas diperkenalkan dari Asia Tengah, dan para pemahat batu giok Tiongkok mulai membuat desain tiruan padang rumput, dengan mengadopsi seni hewan bergaya Scythian dari padang rumput (penggambaran hewan yang terkunci dalam pertempuran). Gaya ini terutama tercermin pada plakat sabuk persegi panjang yang terbuat dari emas dan perunggu, dengan versi lain dari batu giok dan steatite. Sebuah pemakaman elit di dekat Stuttgart, Jerman, yang berasal dari abad ke-6 Sebelum Masehi, telah digali dan ditemukan tidak hanya memiliki perunggu Yunani, namun juga sutra Tiongkok. Karya seni berbentuk binatang dan motif pegulat pada ikat pinggang yang serupa telah ditemukan di situs-situs kuburan Skit yang membentang dari wilayah Laut Hitam sampai ke situs arkeologi era Negara Berperang di Mongolia Dalam (di Aluchaideng) dan Shaanxi (di Keshengzhuang) di Tiongkok.
Ekspansi budaya Scythia, yang membentang dari dataran Hungaria dan Pegunungan Carpathia ke Koridor Gansu Tiongkok, dan menghubungkan Timur Tengah dengan India Utara dan Punjab, tidak diragukan lagi memainkan peran penting dalam pengembangan Jalur Sutra. Bangsa Skit menemani Esarhaddon dari Asyur dalam invasinya ke Mesir, dan mata panah segitiga mereka yang khas telah ditemukan hingga ke selatan sampai ke Aswan. Bangsa nomaden ini bergantung pada penduduk menetap di sekitarnya untuk mendapatkan sejumlah teknologi penting, dan selain menyerbu permukiman yang rentan untuk mendapatkan komoditas ini, mereka juga mendorong para pedagang jarak jauh sebagai sumber pendapatan melalui pembayaran tarif yang dipaksakan. Orang Sogdiana memainkan peran utama dalam memfasilitasi perdagangan antara Cina dan Asia Tengah di sepanjang Jalur Sutra pada akhir abad ke-10, bahasa mereka berfungsi sebagai bahasa pergaulan untuk perdagangan Asia sejak abad ke-4.
Inisiasi di Tiongkok (130 Sebelum Masehi)
Jalur Sutra diprakarsai dan disebarkan oleh Dinasti Han Tiongkok melalui eksplorasi dan penaklukan di Asia Tengah. Dengan terhubungnya Laut Tengah ke Lembah Fergana, langkah selanjutnya adalah membuka rute melintasi Cekungan Tarim dan Koridor Hexi ke China Proper. Perluasan ini terjadi sekitar tahun 130 SM, dengan kedutaan besar dinasti Han ke Asia Tengah mengikuti laporan duta besar Zhang Qian (yang pada awalnya dikirim untuk mendapatkan aliansi dengan Yuezhi melawan Xiongnu). Zhang Qian mengunjungi secara langsung kerajaan Dayuan di Ferghana, wilayah kekuasaan Yuezhi di Transoxiana, negara Baktria Daxia dengan sisa-sisa kekuasaan Yunani-Baktria, dan Kangju. Dia juga membuat laporan tentang negara-negara tetangga yang tidak dikunjunginya, seperti Anxi (Parthia), Tiaozhi (Mesopotamia), Shendu (anak benua India), dan Wusun. Laporan Zhang Qian menunjukkan alasan ekonomi untuk ekspansi dan pembangunan tembok Tiongkok ke arah barat, dan merintis Jalur Sutra, menjadikannya salah satu rute perdagangan paling terkenal dalam sejarah dan di dunia.
Setelah memenangkan Perang Kuda Surgawi dan Perang Han-Xiongnu, tentara Tiongkok membangun kekuatan di Asia Tengah, memulai Jalur Sutra sebagai jalan utama perdagangan internasional. Ada yang mengatakan bahwa Kaisar Tiongkok Wu menjadi tertarik untuk mengembangkan hubungan komersial dengan peradaban perkotaan yang canggih di Ferghana, Baktria, dan Kekaisaran Parthia: "Putra Langit yang mendengar semua ini beralasan demikian: Ferghana (Dayuan "Orang Ionia Besar") dan wilayah-wilayah kekuasaan Baktria (Ta-Hsia) dan Kekaisaran Parthia (Anxi) adalah negara-negara yang besar, penuh dengan barang-barang yang langka, dengan penduduk yang tinggal di tempat tinggal yang tetap dan diberikan pekerjaan yang agak mirip dengan orang-orang Tiongkok, tetapi dengan tentara yang lemah, dan menempatkan nilai yang tinggi pada hasil-hasil yang kaya dari Tiongkok" (Hou Hanshu, Later Han History). Ada juga yang mengatakan bahwa Kaisar Wu lebih tertarik untuk memerangi Xiongnu dan perdagangan besar baru dimulai setelah Tiongkok berhasil menguasai Koridor Hui.
Orang Tiongkok juga sangat tertarik dengan kuda-kuda yang tinggi dan kuat (dinamai "kuda surgawi") yang dimiliki oleh Dayuan (secara harfiah berarti "Orang Ionia Besar," kerajaan Yunani di Asia Tengah), yang sangat penting dalam memerangi Xiongnu yang hidup berpindah-pindah. Mereka mengalahkan Dayuan dalam perang Han-Dayuan. Orang Tiongkok kemudian mengirim banyak kedutaan, sekitar sepuluh kedutaan setiap tahun, ke negara-negara ini dan sampai ke Suriah Seleukus.
Disadur dari: en.wikipedia.org
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 17 Mei 2024
Dalam peta baru itu, selain penamaan Laut Natuna Timur di sebelah barat Pulau Kalimantan, ada penambahan luas wilayah yang berada di sebelah Barat Aceh.
"Kalau perluasan wilayah di sini (barat Aceh), ada satu luasan sekitar 4.000 kilometer persegi sebesar Pulau Madura. Kita itu oleh PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) diberikan hak, kita berhasil satu-satunya negara ASEAN yang punya wilayah di luar 200 mil laut," katanya lagi.
Tak hanya itu, pemerintah sedang memperjuangkan perluasan wilayah di perairan Sumba, Provinsi Nusa Tenggara dan di wilayah utara Provinsi Papua.
Tetapi, dia tak merinci berapa luas penambahan dari dua wilayah yang sedang dikerjakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bersama lembaga lainnya tersebut.
"Kami sedang riset terus, kita menggunakan kapal riset, melakukan survei desktop, besarannya masih belum final. Prosesnya masih berjalan dengan PBB untuk Utara Papua (dan Selatan Sumba), kita lakukan terus menerus," kata dia.
Tak hanya itu, pemerintah sedang memperjuangkan perluasan wilayah di perairan Sumba, Provinsi Nusa Tenggara dan di wilayah utara Provinsi Papua.
"Kami sedang riset terus, kita menggunakan kapal riset, melakukan survei desktop, besarannya masih belum final. Prosesnya masih berjalan dengan PBB untuk Utara Papua (dan Selatan Sumba), kita lakukan terus menerus," kata dia.
Mantan Duta Besar RI untuk Belgia dan Uni Eropa itu juga belum menjelaskan kapan riset yang dilakukan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan lembaga terkait soal perluasan wilayah tersebut rampung.
"Kami sedang riset terus, kami enggak mau pakai pendekatan deadline, kami enggak mau buru-buru ternyata kurang, jadi harus pelan," ujarnya.
Dalam kajian itu, Kemenko Maritim akan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Energi Sumber Daya dan Ineral, Kementerian Luar Negeri, dan dari Universitas Institute Teknologi Bandung dan Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat.
Kendati demikian, ia memastikan bahwa perluasan wilayah yang berada di Barat Aceh, Selatan Sumba dan Utara Papua ini, terkait dengan potensi sumber daya alam yang ada di dalamnya, yakni mineral.
Meskipun demikian, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa penamaan Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara dalam peta baru Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan secara menyeluruh. Saat ini, pemerintah masih terus mengkaji wilayah 200 mil laut yang masuk dalam kawasan zona ekonomi ekslusif (ZEE).
"Tidak mengganti semua itu (Laut China Selatan). Kami masih mengkaji yang ada di daerah kita saja," kata Luhut usai pembukaan kongres Teknologi Nasional 2017 di Jakarta, Senin 17 Juli 2017.
Sumber: www.viva.co.id
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 17 Mei 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru. Peta baru tersebut lebih menitikberatkan pada perbatasan laut Indonesia dengan negara lainnya. Nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, ada beberapa hal baru yang menyebabkan peta NKRI harus diperbaharui.
"Pertama, ada perjanjian perbatasan laut teritorial yang sudah berlaku yakni antara Indonesia-Singapura sisi barat dan sisi timur, serta perjanjian batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan Filipina yang sudah disepakati bersama dan sudah diratifikasi sehingga dalam waktu yang tidak lama lagi akan berlaku," ujar Havas seperti dikutip dalam laman Setkab.go.id, Sabtu (15/7/2017).
Kedua, terang Havas, adanya keputusan arbitrase Filipina dan Tiongkok yang memberikan yurisprudensi hukum internasional bahwa pulau yang kecil atau karang yang kecil yang ada di tengah laut yang tidak bisa menyokong kehidupan manusia tidak memiliki hak ZEE 200 mil laut dan landas kontinen. Sehingga ada beberapa pulau kecil milik negara tetangga Indonesia yang hanya diberikan batas teritorial 12 mil laut.
"Berikutnya, kita perbarui kolom laut di utara natuna," tutur dia. Selain itu, menurut Havas, pemerintah ingin mempertegas klaim di Selat Malaka dengan melakukan simplifikasi klaim garis batas untuk mempermudah penegakan hukum.
Kemudian, di kawasan dekat perbatasan Singapura sudah ada garis batas yang jelas."Dengan posisi tersebut, maka peta perlu diupdate sehingga aparat keamanan dan penegak hukum dari TNI AL, Bea Cukai, KPLP, akan mudah melakukan patroli di sana karena sudah jelas," imbuh dia.
Dalam hal ini, Havas mengaku kementerian dan lembaga terkait telah melakukan pertemuan internal selama enam kali sejak tahun 2016.
Sementara itu, terkait dengan belum selesainya beberapa segmen batas maritim dengan negara tetangga, deputi yang juga pakar hukum laut internasional tersebut mengatakan bahwa pemerintah RI akan segera menyelesaikannya.
"Kita siap menyelesaikannya melalui perundingan sesuai dengan UNCLOS 1982," tegas dia. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia tetap melakukan patroli rutin, guna menguatkan keberadaan Negara di kawasan yang menjadi klaim Indonesia.
Sumber: money.kompas.com
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 16 Mei 2024
Jakarta - Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman memperbarui peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ada 4 alasan yang menjadi latar belakang perlunya memperbarui peta.
"Kita sebelumnya sudah mengadakan pertemuan internal dari kementerian terkait. Ada beberapa faktor yang menjadi satu gagasan kenapa ini harus diubah," ujar Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno di kantor Kemenko Kemaritiman, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).
Pertama, adanya perjanjian perbatasan laut teritorial yang sudah berlaku antara Indonesia dan Singapura pada sisi barat dan timur. Selain itu, ada perjanjian batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia-Filipina yang telah disepakati dan diratifikasi.
"Untuk Indonesia-Filipina terkait perjanjian ZEE sudah disepakati dan diratifikasi sehingga dalam waktu yang tidak lama lagi akan berlaku," kata Arif.
Arif menjelaskan alasan kedua berkaitan dengan adanya keputusan arbitrase Filipina-China. Keputusan tersebut memberikan yurisprudensi hukum internasional.
"Diberikan yurisprudensi hukum internasional bahwa pulau yang kecil atau karang yang kecil yang ada di tengah laut yang tidak bisa menyokong kehidupan manusia tidak memiliki hak ZEE 200 mil laut dan landas kontinen. Oleh karena itu, ada beberapa pulau kecil milik negara tetangga kita yang hanya diberikan batas 12 mil laut," tuturnya.
Alasan ketiga, ada dampak pada perubahan nama Laut Natuna menjadi Laut Natuna Utara. Hal ini dilandaskan kontinen di kawasan tersebut sejak 1970-an.
"Berikutnya, kita updating kolom laut di utara Natuna. Ini melihat kontinen di kawasan tersebut sejak tahun 1970-an menggunakan nama Blok Natuna Utara, Blok Natuna Selatan, Blok Natuna Timur, Blok Natuna Tenggara yang menggunakan referensi arah mata angin," ucap Arif.
"Jadi biar ada satu kejelasan, kesamaan antara kolom air di atasnya dengan landas kontinennya juga menyesuaikan blok-blok migas yang sudah ada dan sudah disepakati oleh tim nasional," tutur dia.
Arif mengatakan alasan keempat adalah ingin mempertegas klaim di Selat Malaka dengan melakukan simplifikasi klaim garis batas. Selain itu, di kawasan dekat perbatasan Singapura sudah ada garis batas yang jelas.
"Hal ini untuk mempermudah penegakan hukum. Dengan posisi tersebut, maka peta perlu di-update sehingga aparat keamanan dan penegak hukum dari TNI AL, Bea-Cukai, KPLP, akan mudah melakukan patroli di sana karena sudah jelas," ucap Arif.
Kemenko Kemaritiman sudah melakukan pertemuan internal dengan lembaga terkait sebanyak enam kali. Pertemuan ini dilakukan sejak 2016. (lkw/dhn)
Sumber: news.detik.com
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 16 Mei 2024
TEMPO.CO, Jakarta -Arif Havas Oegroseno, Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, mengatakan perubahan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia akan memberikan dampak ekonomi pada bagian pengolahan sumber daya alam.
"Setelah perubahan peta ini ada kejelasan tentang wilayah eksploitasi sumber daya alam, " kata Arif. "Ini kan dulu cuma klaim kita saja. Dengan demikian kita jelas jadi patroli nggak bisa lebih dari ini. Kalau lebih dari sini berarti sudah ada orang lain. Dulu masih klaim."
Hal ini juga terkait dengan penamaan nama laut di utara kepulauan Natuna sebagai Laut Natuna Utara di pembaharuan peta Indonesia. Kepulauan Natuna merupakan wilayah potensi migas Indonesia.
Potensi migas di Kabupaten Natuna terletak di lepas pantai Laut Natuna dengan 11 kontraktor. Sementara itu jumlah wilayah kerja perminyakan berjumlah 13 lokasi. Cadangan minyak bumi di Kabupaten Natuna mencapai 298,81 juta barel minyak, sedangkan cadangan gas bumi mencapai 55,3 triliun kaki kubik.
Selain itu, dampak langsung dari pembaharuan peta ini terkait dengan navigasi kapal yang masuk keluar wilayah Indonesia. "Untuk navigasi, nakhoda kapal menjadi tahu sedang berada di posisi mana, di posisi Indonesia atau dimana," kata Arif.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bersama 21 kementerian dan lembaga terkait penandatangani perbaharuan peta NKRI pada Jumat 14 Juli 2017. Terdapat lima pembaharuan di peta Indonesia yang disesuaikan dengan hukum internasional.
Sumber: bisnis.tempo.co
Kemaritiman
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 16 Mei 2024
Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman memelopori kar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ramal diperbarui dekat Jumat (14/7/2017).
Dilansir dari laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, menjelaskan ada beberapa hal yang melatarbelakangi pembaharuan peta tersebut.
“Ada perjanjian perbatasan laut teritorial yang sudah berlaku, yakni antara Indonesia-Singapura sisi barat dan sisi timur, serta perjanjian batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan Filipina yang sudah disepakati bersama dan sudah diratifikasi sehingga dalam waktu yang tidak lama lagi akan berlaku,” jelas Havas.
Lalu, apa perbedaan antara peta lama NKRI dengan yang baru? Berikut ulasannya.
1. Laut Natuna Utara menggantikan Laut China Selatan
Sebagaimana yang ramai diperbincangkan belakangan ini, nama Laut China Selatan di peta NKRI diubah menjadi Laut Natuna Utara. Meski sempat diprotes pihak Tiongkok, pemerintah beralasan nama baru tersebut untuk mempertegas batas wilayah yurisdiksi Indonesia.
"Pertimbangannya, landas kontinen di kawasan tersebut sejak tahun 70-an telah menggunakan nama Blok Natuna Utara, dan sebagainya yang menggunakan referensi arah mata angin. Biar menyesuaikan," ujar Havas.
Menanggapi protes dari pihak Beijing, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menegaskan perubahan nama tersebut tidak menyalahi ketentuan. Wilayah tersebut merupakan bagian dari perairan Indonesia sehingga pemerintah berhak melakukan perubahan nama pada wilayah ini.
"Loh, itu kan laut wilayah kita, Laut Natuna Utara bukan Laut China Selatan. Itu Laut Natuna Utara," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
2. Perbatasan dengan Filipina
Berkaitan dengan keputusan arbitrase Filipina dan Tiongkok, pulau kecil atau karang di tengah laut yang tidak menyokong kehidupan manusia tidak memiliki hak ZEE 200 mil laut dan landas kontinen. Oleh karena itu, ada beberapa pulau kecil milik negara tetangga yang hanya diberikan batas 12 mil laut.
Hal ini juga membuat perubahan di peta perbatasan Indonesia dengan Filipina di Laut Sulawesi. Sebelumnya ditandai dengan garis putus-putus, kini garisnya telah menyatu. *
3. Penegasan batas negara di Selat Malaka
Untuk mempermudah penegakan hukum, pemerintah mempertegas klaim di Selat Malaka dengan melakukan simplifikasi klaim garis batas.
Dengan posisi tersebut, peta perlu diperbaharui sehingga aparat keamanan dan penegak hukum dari TNI AL, Bea Cukai, KPLP, akan mudah melakukan patroli di sana karena sudah jelas,” kata Havas.
4. Perbatasan dengan Republik Palau
Republik Palau merupakan sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik, sekitar 200 km sebelah utara wilayah provinsi Papua Barat. Sebelumnya, batas wilayah dengan Palau masih melengkung dan diberi ruang garis lurus untuk pulau milik Palau.
Di peta yang terbaru, garis tersebut ditarik menjadi garis lurus, ditutup, dan ditekan sampai sekitar 100 mil. Hal ini karena batas ZTE menjadi perairan Indonesia, dua pulau karang sebelumnya, Karang Helen dan Pulau Tobi pun diberi batas 12 mil laut. *
Sumber: www.liputan6.com