Investasi
Dipublikasikan oleh Anisa pada 20 Mei 2025
Pendahuluan: Energi Terbarukan dan Tantangan Investasi di Indonesia
Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam memenuhi target pengurangan emisi karbon dan transisi menuju energi bersih. Dengan 87,4% pembangkit listrik masih bergantung pada bahan bakar fosil, pengembangan pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan (PLT-EBT) menjadi kunci menuju kemandirian dan keberlanjutan energi nasional.
Namun, pengembangan PLT-EBT bukan perkara mudah. Tingginya biaya awal, risiko bisnis tinggi, dan minimnya jaminan bagi investor membuat proyek PLT-EBT cenderung stagnan. Untuk mengatasi ini, pemerintah Indonesia mengeluarkan Permen ESDM No. 4 Tahun 2020, yang membuka pintu bagi skema kerja sama Build-Own-Operate (BOO). Skema ini memungkinkan pihak swasta membangun, memiliki, dan mengoperasikan pembangkit listrik tanpa keharusan menyerahkan asetnya kembali ke negara—berbeda dengan skema sebelumnya, yaitu Build-Operate-Transfer (BOOT).
Apa Itu Skema BOO dan Mengapa Jadi Kontroversial?
Definisi Singkat
BOO (Build-Own-Operate): Investor membangun, memiliki, dan mengoperasikan aset infrastruktur secara permanen.
BOOT (Build-Operate-Transfer): Investor membangun dan mengoperasikan, namun harus menyerahkan aset ke pemerintah di akhir masa konsesi.
Dengan skema BOO, investor dapat menjaminkan aset ke bank karena status kepemilikan penuh, yang meningkatkan bankability proyek. Namun, di sinilah letak polemiknya: apakah menyerahkan kontrol sepenuhnya ke swasta tidak bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan bahwa cabang produksi penting harus dikuasai negara?
Urgensi Skema BOO: Menarik Investasi, Mengurangi Risiko Finansial
Data dan Fakta
Pada 2020, konsumsi listrik Indonesia mencapai 1,09 MWh per kapita dan terus meningkat setiap tahun.
Emisi karbon dunia akibat PLTU fosil mencapai 33,1 miliar ton CO₂. Indonesia berkomitmen menurunkan emisi 29–41% pada 2030.
Realisasi investasi energi terbarukan naik dari USD 1,36 miliar (2020) menjadi USD 1,55 miliar (2021), berkat regulasi baru.
Skema BOO sebagai Solusi Finansial
Sebelum Permen ESDM No. 4/2020, proyek PLT-EBT menggunakan skema BOOT yang dinilai tidak menarik bagi investor karena:
Aset harus diserahkan ke negara di akhir proyek.
Bank menilai proyek ini tidak bankable karena tidak ada jaminan.
Dengan skema BOO, aset tetap milik investor sehingga bisa digunakan sebagai agunan pinjaman. Hal ini menurunkan risiko dan membuka peluang pembiayaan lebih besar.
Skema BOO di Indonesia: Efisien atau Menyalahi Konstitusi?
Masalah Konstitusionalitas
Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945:
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
Pembangkit listrik jelas masuk kategori ini. Maka muncul pertanyaan: apakah jika investor memiliki dan mengoperasikan PLT-EBT secara penuh, negara tetap "menguasai"?
Penafsiran “Dikuasai oleh Negara”
Penulis menjelaskan bahwa “penguasaan oleh negara” tidak selalu berarti kepemilikan langsung. Negara tetap dapat menjalankan fungsi penguasaan melalui:
Regulasi.
Pengawasan.
Penetapan kebijakan.
Dalam skema BOO, negara tetap mengatur tarif, jenis teknologi, jaminan pasokan, dan pelaksanaan proyek. Dengan demikian, BOO dianggap tidak melanggar prinsip penguasaan negara.
Kritik dan Tantangan: Risiko Politik dan Pengawasan Lemah
Kekurangan BOO
Risiko hilangnya kontrol negara: Jika aset vital sepenuhnya dimiliki swasta, negara berisiko kehilangan kontrol strategis.
Minimnya transfer teknologi: Tanpa tahap transfer, pelatihan dan alih ilmu dari investor ke tenaga lokal bisa terabaikan.
Ketergantungan pada swasta: Bisa terjadi risiko politik seperti kasus proyek nuklir Akkuyu di Turki yang dihentikan karena konflik politik dengan Rusia.
Opini dan Rekomendasi: Jalan Tengah Melalui BOO Hybrid?
Dari sudut pandang praktis, BOO terbukti mempercepat pembangunan EBT. Namun, untuk menjaga amanat konstitusi, penulis menyarankan:
Rekomendasi Strategis:
Buat BOO bersyarat
Misalnya, aset tetap milik swasta, tapi negara punya hak intervensi jika pasokan terancam.
Perketat pengawasan pemerintah
Bentuk badan independen untuk memantau operasional PLT-EBT milik swasta.
Wajibkan program transfer teknologi
Investor diwajibkan mendidik SDM lokal agar kelak bisa mengelola sendiri.
Batasi durasi kepemilikan swasta
Setelah masa tertentu (misal 30 tahun), aset bisa dialihkan melalui opsi pembelian negara.
Kesimpulan: BOO Layak Digunakan, Asalkan Diatur Ketat
Skema Build-Own-Operate dalam Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 adalah respons terhadap kebutuhan investasi yang mendesak di sektor energi terbarukan. Skema ini:
Meningkatkan bankability proyek.
Menarik investor internasional.
Meningkatkan kapasitas energi bersih Indonesia.
Namun, negara harus bijak dalam menjaga prinsip konstitusional tentang penguasaan negara atas cabang produksi penting. Regulasi dan pengawasan menjadi kunci agar BOO tidak berujung pada liberalisasi total sektor energi.
Sumber:
Rachim, F.R.A., Wishnumurti, A., & Suryoputro, I. (2022). Peninjauan Skema Build-Own-Operate (BOO) Pembangkit Listrik Tenaga Energi Baru Terbarukan dalam Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 Berdasarkan UUD 1945. Jurnal Rechtsvinding, 11(3), 335–355.
Dapat diakses di: https://rechtsvinding.bphn.go.id.
Investasi
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 15 Mei 2025
Pendahuluan
Dalam industri manufaktur, efektivitas sistem produksi sangat bergantung pada keandalan mesin dan minimnya tingkat cacat produksi. Salah satu metode yang banyak diterapkan untuk menganalisis dan mengurangi kegagalan sistem adalah Failure Mode and Effects Analysis (FMEA). Penelitian ini membahas bagaimana penerapan metode FMEA dapat mengoptimalkan proses produksi dengan mengidentifikasi potensi kegagalan mesin dan menyusun strategi mitigasi yang efektif.
Studi ini dilakukan pada sebuah perusahaan manufaktur yang mengalami peningkatan jumlah cacat produk akibat kegagalan mesin. Dengan menggunakan FMEA, penelitian ini bertujuan untuk menemukan akar penyebab kegagalan serta menentukan langkah-langkah pencegahan guna meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi.
Metodologi: Penerapan FMEA dalam Industri Manufaktur
1. Pengertian dan Fungsi FMEA
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) merupakan metode analisis risiko yang digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan mode kegagalan suatu sistem, mengevaluasi dampaknya, dan menentukan tingkat prioritas perbaikan. Tiga faktor utama yang digunakan dalam FMEA adalah:
Perhitungan Risk Priority Number (RPN) menggunakan rumus:
RPN = S × O × D
Semakin tinggi nilai RPN, semakin besar risiko yang harus segera ditangani.
2. Identifikasi Mode Kegagalan Mesin
Dalam penelitian ini, proses produksi dievaluasi berdasarkan data historis kegagalan mesin. Beberapa mode kegagalan utama yang ditemukan adalah:
Setiap mode kegagalan ini dianalisis untuk menentukan nilai RPN guna memprioritaskan perbaikan.
Hasil dan Temuan Utama
1. Mode Kegagalan dengan RPN Tertinggi
Dari analisis FMEA, ditemukan bahwa kerusakan pada motor listrik memiliki nilai RPN tertinggi, karena sering terjadi dan sulit dideteksi sebelum mesin berhenti beroperasi. Disusul oleh overheating pada mesin pemotong, yang menyebabkan ketidakefisienan dalam proses produksi dan meningkatkan biaya perawatan.
2. Strategi Perbaikan dan Pencegahan
Berdasarkan hasil analisis, beberapa langkah mitigasi yang direkomendasikan adalah:
Langkah-langkah ini tidak hanya mengurangi risiko kegagalan tetapi juga meningkatkan efisiensi kerja serta menghemat biaya operasional dalam jangka panjang.
3. Dampak Implementasi FMEA dalam Industri
Dengan penerapan metode FMEA, perusahaan dapat memperoleh manfaat berikut:
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan kualitas produksi dalam industri manufaktur. Dengan mengidentifikasi mode kegagalan utama dan menerapkan langkah mitigasi yang tepat, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi tingkat cacat, dan memperpanjang umur peralatan.
Sebagai langkah lanjut, perusahaan disarankan untuk mengintegrasikan teknologi pemantauan berbasis Internet of Things (IoT) guna mendeteksi kegagalan secara real-time. Dengan cara ini, strategi pemeliharaan dapat ditingkatkan dari reaktif menjadi prediktif, sehingga operasional produksi semakin optimal.
Referensi:
Investasi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 20 Maret 2025
Khususnya, ekonomi Indonesia telah menunjukkan ketahanan yang patut dipuji, dengan tingkat pertumbuhan tahunan yang konsisten di atas 5% selama dua dekade terakhir. Pengecualiannya adalah kontraksi ekonomi sebesar 2,07% pada tahun 2020 selama pandemi, yang menandai penurunan pertama sejak terjadinya krisis keuangan Asia pada tahun 1998.
1. Pertumbuhan ekonomi yang stabil sebesar >5% (y/y).
Saat ini, Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbesar ke-16 di dunia, dengan PDB melebihi US$1 triliun. Estimasi McKinsey & Company mengindikasikan bahwa pada tahun 2030, Indonesia diperkirakan akan menempati posisi ke-7 sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Perlu dicatat bahwa di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia adalah satu-satunya perwakilan dalam G20.
Selama dua dekade terakhir, Indonesia telah menikmati stabilitas ekonomi, dengan pertumbuhan tahunan yang konsisten di atas 5%. Namun, pada tahun 2020 selama pandemi COVID-19, Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,07%, yang menandai penurunan pertama sejak krisis keuangan yang melanda Asia pada tahun 1998.
2. Upah yang kompetitif dan dapat diprediksi
Upah minimum provinsi 2022: 2.012.220 Rupiah - 5.158.310 Rupiah per bulan*
Pertumbuhan upah minimum provinsi di Indonesia ditentukan oleh formula yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 78/2015.
Upah Minimum Tahun Baru = (Upah Minimum Tahun Lama x {Laju Inflasi Nasional Tahunan + Laju Pertumbuhan PDB Nasional Tahunan})
3. Lebih dari 130 juta tenaga kerja terdidik
Indonesia menempati peringkat ke-4 sebagai negara terpadat di dunia, dengan jumlah penduduk 272 juta jiwa pada tahun 2020. Dua pertiga dari populasi ini termasuk dalam kelompok usia kerja, yang berkontribusi pada angkatan kerja yang dinamis di Indonesia. Selain itu, usia rata-rata penduduk Indonesia adalah 28 tahun, yang mencerminkan profil demografis yang dinamis dan berjiwa muda.
4. Kebijakan terbuka untuk investasi internasional
Konsep bidang usaha yang berkaitan dengan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dirangkum dalam “daftar negatif investasi”. Khususnya, revisi Peraturan Presiden No. 44/2016 tentang penanaman modal telah memperluas cakupan bidang usaha yang tersedia untuk PMA, mendorong peningkatan peluang.
Dengan modal disetor minimum Rp2,5 miliar (US$175.000) untuk Perseroan Terbatas (PT) (catatan: US$1 = Rp14.500)
Layanan investasi disediakan di Pusat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di tingkat pusat dan daerah.
Bentuk lain yang diizinkan untuk entitas asing adalah Kantor Perwakilan Asing, yang mencakup perdagangan umum, minyak dan gas, dan jasa konstruksi. Selain itu, pilihan untuk mendirikan Yayasan atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) juga tersedia.
Modal/saham, dividen, bunga, royalti, dan laba (cabang); dikenakan With Holding Tax (WHT)
Harus mempertimbangkan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR), menghormati budaya lokal dan melestarikan lingkungan
5. Populasi kelas menengah yang mudah dan meningkat
Banyak orang Indonesia yang bergabung dengan kelompok kelas menengah. Faktanya, Indonesia memiliki salah satu kelas menengah dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Mereka sebagian besar adalah pembeli yang muda, optimis, dan canggih.
Menurut Bank Dunia, orang-orang dengan pengeluaran harian antara US$7,75-US$38 diklasifikasikan sebagai kelas menengah. Ada 52 juta orang Indonesia yang termasuk dalam kelompok kelas menengah konkret.
Kelompok lainnya adalah kelas menengah yang bercita-cita tinggi dengan pengeluaran antara US$3,3-US$7,75 per hari. Sekitar 115 juta orang Indonesia termasuk dalam kategori ini.
Disadur dari: kemlu.go.id
Investasi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 19 Maret 2025
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat realisasi investasi pada tahun 2023 mencapai Rp1.418,9 triliun, melampaui target Rp1.400 triliun, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.823.543 orang.
“Pada tahun 2023, presiden meningkatkan target kami menjadi Rp1.400 triliun, dan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), targetnya adalah Rp1.099,8 triliun (sekitar US$69,98 miliar), dan alhamdulillah, kami berhasil mencapai Rp1.418,9 triliun,” ujar Menteri Penanaman Modal Bahlil Lahadia.
Lahadia menyampaikan hal tersebut saat menyampaikan paparan realisasi investasi tahun 2023 di Jakarta, Rabu.
Pencapaian investasi selama periode Januari-Desember 2023 tumbuh 17,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan capaian Rp1.207,2 triliun (sekitar 76,82 miliar dolar AS) pada 2022.
Realisasi investasi pada tahun 2023 terdiri dari penanaman modal asing sebesar Rp744 triliun (sekitar US$47,33 miliar), atau 52,4 persen dari total investasi, dan penanaman modal dalam negeri sebesar Rp674,9 triliun (sekitar US$42,94 miliar), atau 47,6 persen dari total investasi.
Secara tahunan, investasi asing telah tumbuh sebesar 13,7 persen pada tahun 2023, sementara investasi dalam negeri mencatat pertumbuhan sebesar 22,1 persen.
Menurut catatan kementerian, investasi pada tahun 2023 tersebar di lima sektor utama: industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatan; transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi; pertambangan; perumahan, industri, dan perkantoran; serta industri kimia dan farmasi.
Lima besar daerah yang mencatatkan investasi terbanyak pada tahun 2023 adalah Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan Banten.
Sementara itu, lima negara dengan investasi terbanyak di Indonesia adalah Singapura, Tiongkok, Hong Kong, Jepang, dan Malaysia.
Pada kuartal keempat tahun 2023, realisasi investasi telah mencapai Rp365,8 triliun (sekitar US$23,27 miliar), tumbuh 16,2 persen yoy, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 457.895 orang.
Realisasi investasi terdiri dari penanaman modal asing sebesar Rp184,4 triliun (sekitar US$11,73 miliar) dan penanaman modal dalam negeri sebesar Rp181,4 triliun (sekitar US$11,54 miliar).
Realisasi investasi asing tumbuh 5,3% yoy pada periode tersebut, sementara investasi dalam negeri mencatatkan pertumbuhan 29,9% yoy.
“Investasi dalam negeri tumbuh sangat baik pada periode ini,” kata Menteri.
Selama periode tersebut, lima sektor utama adalah industri logam dasar, barang logam, barang galian bukan mesin dan peralatannya; pertambangan; transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi; industri kimia dan farmasi; serta perumahan, kawasan industri, dan perkantoran.
Wilayah yang mencatatkan investasi terbanyak selama triwulan IV tahun 2023 adalah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, dan Banten.
Lima negara dengan investasi terbanyak di Indonesia pada periode tersebut adalah Singapura, Tiongkok, Malaysia, Jepang, dan Hong Kong.
Disadur dari: en.antaranews.com
Investasi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 19 Maret 2025
Jepang dan Indonesia telah menjalin hubungan ekonomi yang telah berlangsung lama. Pada tahun 2023, investasi Jepang di Indonesia mencapai USD4,63 miliar, menjadikan Jepang sebagai investor asing terbesar keempat. Dalam satu dekade terakhir, investor Jepang sangat tertarik pada sektor kendaraan dan transportasi, serta utilitas (listrik, air, dan gas) dan pasar real estat.
Indonesia adalah tujuan yang menarik bagi investor Jepang yang ingin mengembangkan bisnis mereka. Dengan jumlah penduduk yang besar dan ekonomi yang terus berkembang, pasar konsumen Indonesia menawarkan potensi pertumbuhan yang signifikan untuk berbagai industri.
Sumber daya alam yang melimpah termasuk mineral, batu bara dan gas alam menawarkan rantai pasokan yang stabil bagi para investor. Lokasi geografis Indonesia yang strategis dan relatif dekat dengan Jepang juga membuatnya ideal bagi investor Jepang yang berniat untuk memperluas jangkauan pasar mereka di Asia Tenggara dan global.
Inisiatif kebijakan
Denny Rahmansyah
Partner
SSEK Law Firm
Jakarta
Email: dennyrahmansyah@ssek.com
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Indonesia secara signifikan menekankan pada fasilitasi masuknya investasi asing melalui berbagai inisiatif kebijakan dan reformasi peraturan.
Kebijakan investasi saat ini sebagian besar ditujukan untuk memperkuat pengembangan ekonomi yang inovatif dan berbasis teknologi, khususnya ekonomi hijau dan ekonomi biru yang berkelanjutan. Sektor-sektor investasi yang potensial untuk mendorong ekonomi hijau antara lain infrastruktur, industri otomotif berbasis baterai listrik, dan sektor energi baru dan terbarukan. Ekonomi biru dipromosikan melalui investasi potensial di bidang perikanan, kelautan dan sumber daya pesisir, serta proyek-proyek konservasi terumbu karang.
Selain mempromosikan ekonomi berkelanjutan, pemerintah juga berfokus pada transformasi struktur ekonomi dari berbasis sektor primer menjadi berbasis nilai tambah (hilir). Hal ini dilakukan melalui prioritas sektor investasi tertentu termasuk industri yang berorientasi ekspor dan padat karya, energi terbarukan, infrastruktur, ekonomi digital, dan kegiatan nilai tambah di industri pertambangan.
Untuk memfasilitasi inisiatif kebijakan tersebut di atas dan mempermudah masuknya investasi asing, pemerintah telah menerbitkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
UU Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi nasional melalui transformasi ekonomi, serta mempercepat proses pembangunan nasional, terutama dengan meningkatkan kemudahan berusaha. Secara umum, UU ini mereformasi peraturan investasi dengan merampingkan peraturan terkait investasi dan menyederhanakan prosedur perizinan usaha.
Reformasi regulasi didukung oleh digitalisasi sistem perizinan usaha yang telah meningkatkan efisiensi secara signifikan. Implementasi sistem Online Single Submission (OSS) telah menyederhanakan prosedur administratif terkait perizinan usaha, yang sangat menguntungkan investor dan pelaku usaha.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi asing juga mencakup pemberian berbagai insentif bagi investor asing. Insentif tersebut antara lain tax holiday dan tax allowance, serta fasilitas pembebasan bea masuk untuk sektor-sektor tertentu.
Mengurangi risiko
Velicia Khoswan
Associate
SSEK Law Firm
Jakarta
Email: veliciakhoswan@ssek.com
Terlepas dari daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi, pemahaman yang menyeluruh mengenai kerangka hukum dan peraturan diperlukan bagi investor Jepang untuk dapat mengurangi potensi risiko ketika memasuki pasar.
Pertimbangan hukum utama meliputi prosedur untuk mendirikan perusahaan di Indonesia, persyaratan kapitalisasi minimum, batasan investasi asing, dan perizinan bisnis yang diperlukan. Investor asing, termasuk investor Jepang, biasanya mendirikan perusahaan di Indonesia dengan mendirikan Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA), yang akan menjadi entitas yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia.
Kegiatan usaha di Indonesia diklasifikasikan ke dalam serangkaian angka lima digit dari katalog yang dikenal sebagai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), yang terakhir kali diterbitkan pada tahun 2020.
Sebelum mendirikan PT PMA, penting untuk terlebih dahulu memeriksa KBLI yang berlaku untuk kegiatan usaha yang akan dijalankan oleh PT PMA. Menentukan KBLI yang sesuai untuk kegiatan usaha yang dimaksud sangatlah penting karena batasan investasi asing yang berlaku, kapitalisasi minimum, dan persyaratan perizinan usaha ditetapkan dengan mengacu pada klasifikasi KBLI.
Batasan penanaman modal asing, termasuk batasan kepemilikan saham asing yang berlaku, yang berlaku untuk PT PMA diatur dalam Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 49 Tahun 2021 (Daftar Positif).
Daftar Positif memberikan daftar kegiatan usaha yang terbuka dan dibatasi untuk penanaman modal asing. Batasan tersebut termasuk larangan total bagi individu dan entitas asing untuk berinvestasi dalam kegiatan usaha yang relevan, persentase kepemilikan saham maksimum, atau persyaratan untuk bekerja sama dengan koperasi lokal atau usaha mikro, kecil dan menengah.
Selain batasan kepemilikan asing, penetapan nomor KBLI PT PMA juga sangat penting untuk menentukan kapitalisasi PT PMA yang diperlukan dan tepat.
Sebagai aturan umum, dengan pengecualian di sektor-sektor tertentu, nilai investasi minimum PT PMA adalah Rp10 miliar (USD640.000) per nomor KBLI, tidak termasuk tanah dan bangunan. Dalam praktiknya, nilai investasi minimum ini tercermin dan secara umum dianggap setara dengan modal dasar perusahaan, yang mana bukan merupakan modal yang disuntikkan ke dalam perusahaan secara aktual, melainkan nilai plafon dari modal yang ditempatkan dan disetor (modal yang benar-benar disuntikkan). Terlepas dari hal-hal yang disebutkan di atas, PT PMA juga diwajibkan untuk memiliki modal dasar minimal Rp10 miliar.
Setelah PT PMA didirikan, PT PMA harus mendapatkan izin-izin yang diperlukan untuk dapat menjalankan kegiatan usaha di Indonesia. Semua perizinan dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko, di mana setiap kegiatan usaha diklasifikasikan berdasarkan skala risiko kegiatan tersebut.
Kegiatan usaha dengan risiko rendah hanya perlu mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Kegiatan usaha yang berisiko lebih tinggi memerlukan izin usaha dan/atau sertifikasi tambahan selain NIB, tergantung pada jenis kegiatan usaha dan risiko yang terkait.
Selain persyaratan dan pembatasan umum yang disebutkan di atas, beberapa sektor usaha memiliki persyaratan dan pembatasan sektoral yang harus dipertimbangkan oleh investor.
Sebagai contoh, Indonesia memberlakukan kewajiban divestasi untuk perusahaan pertambangan mineral dan batubara yang sahamnya dipegang oleh pemegang saham asing, yang mewajibkan investor asing untuk mendivestasikan saham mereka secara bertahap kepada pemegang saham domestik selama periode waktu tertentu.
Contoh lainnya adalah persyaratan yang dikenakan pada pemegang saham perusahaan jasa konstruksi; mereka harus merupakan badan usaha jasa konstruksi di negara asalnya (untuk pemegang saham asing) atau perusahaan jasa pertambangan konstruksi nasional (untuk pemegang saham domestik). Ketika berinvestasi di Indonesia, investor Jepang mungkin menghadapi berbagai risiko dalam menavigasi lanskap hukum, yang membutuhkan strategi mitigasi. Risiko yang signifikan adalah perubahan peraturan yang dapat mempengaruhi investasi dan operasi bisnis.
Perubahan tersebut mungkin tidak dapat diprediksi, terlebih lagi jika dikombinasikan dengan faktor-faktor lain seperti ketidakstabilan politik dan geopolitik. Perubahan peraturan dapat mengganggu rencana bisnis investor, dan proses untuk mematuhi peraturan baru terkadang memakan waktu dan biaya.
Disadur dari: law.asia
Investasi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 19 Maret 2025
Jakarta. Indonesia akan membutuhkan total investasi setidaknya Rp 7.130 triliun ($ 440,8 miliar) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 5,6% tahun depan, seorang pejabat pemerintah mengatakan pada hari Kamis.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa sebagian besar investasi, sekitar Rp 6.000 triliun, diharapkan berasal dari sektor swasta, sementara pemerintah dan perusahaan-perusahaan milik negara akan menyumbang sisanya.
“Kita membutuhkan investasi yang cukup besar untuk meningkatkan produk domestik bruto melebihi Rp 24.000 triliun,” kata Suahasil. “Investasi dapat bersumber dari APBN, belanja modal sektor swasta, dan BUMN.”
Indonesia saat ini menawarkan peluang investasi baru di bidang kendaraan listrik, energi terbarukan, farmasi, dan semikonduktor untuk investor asing, Suahasil mengungkapkan.
Kementerian Keuangan memberikan potongan pajak penghasilan yang besar kepada perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam upaya-upaya penelitian dan pengembangan yang signifikan dan program-program kejuruan, tambahnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
“Selain itu, kami menyediakan insentif fiskal untuk menarik investasi asing langsung di industri teknologi tinggi dan membangun lebih banyak kawasan industri dan ekonomi khusus,” kata Suahasil.
Pemerintah mengantisipasi ekonomi untuk berkembang sebesar 5,2% tahun ini, dibandingkan dengan 5,05% di tahun 2023.
Indonesia menarik sekitar $90,2 miliar investasi sepanjang tahun 2023, melampaui apa yang ditargetkan pemerintah untuk tahun tersebut dan meningkat 17,5 persen dari tahun ke tahun.
Disadur dari: jakartaglobe.id