Industri Minyak dan Gas

Implementasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Perusahaan Minyak dan Gas di Jawa Tengah

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Industri minyak dan gas merupakan salah satu sektor dengan risiko tinggi terhadap kecelakaan, kebakaran, ledakan, dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, penerapan sistem tanggap darurat kebakaran sangat penting untuk meminimalkan risiko, melindungi pekerja, serta menjaga lingkungan tetap aman. Paper ini membahas bagaimana perusahaan minyak dan gas di Jawa Tengah menerapkan sistem tanggap darurat kebakaran, termasuk identifikasi potensi bahaya, fasilitas perlindungan kebakaran, serta langkah-langkah pencegahan. Studi ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional, dengan data yang dikumpulkan pada Februari–April 2017.

Potensi bahaya kebakaran dalam perusahaan minyak dan gas sangat tinggi, terutama dalam fasilitas produksi dan penyimpanan. Beberapa sumber utama bahaya kebakaran meliputi:

  • Penggunaan perangkat elektronik seperti kamera ponsel, yang dapat memicu percikan api.
  • Fasilitas produksi yang memiliki sumber penyalaan, seperti listrik, kompresor, generator, dan pipa minyak.
  • Parkir truk tangki yang tidak sesuai prosedur, meningkatkan risiko kebocoran bahan bakar.
  • Operasi Oil Catcher, yang dapat menyebabkan tumpahan minyak, diesel, dan bahan kimia lainnya.
  • Proses pembersihan tangki minyak, yang dapat menghasilkan gas H₂S (hidrogen sulfida) beracun.
  • Petir saat musim hujan, yang bisa memicu kebakaran di tangki penyimpanan minyak.

Studi mencatat bahwa beberapa insiden kebakaran telah terjadi di perusahaan ini, termasuk:

  • Kebakaran pada 2014 dan 2015 di salah satu area produksi, meskipun tidak menyebabkan korban jiwa.
  • Kebakaran pipa minyak pada 2016, yang menyebabkan dua warga lokal terluka dan harus dirawat di rumah sakit.

Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan telah menerapkan dua jenis sistem perlindungan kebakaran, yaitu proteksi aktif dan proteksi pasif.

A. Proteksi Kebakaran Aktif

Proteksi aktif mencakup berbagai alat pemadam kebakaran yang langsung berfungsi saat terjadi kebakaran, termasuk:

  • 18 unit alat pemadam api ringan (APAR) dengan bahan CO₂ dan dry chemical, ditempatkan setiap 15 meter.
  • 11 titik hydrant, dengan 8 unit firebox berisi selang air, nozzle, dan jet spray.
  • 7 unit foam chamber yang dipasang di setiap tangki penyimpanan minyak.
  • 7 unit water sprinkler, yang bekerja otomatis untuk mendinginkan tangki saat terjadi kebakaran.
  • Sistem alarm kebakaran, yang terdiri dari alarm otomatis dan manual (gong besi di pos penjagaan).
  • 2 unit fire pump, masing-masing berkapasitas 1.000 galon per menit (gpm) untuk menyuplai air ke sistem pemadam kebakaran.
  • 2 unit fire truck dengan kapasitas 3.000 liter air dan 500 liter busa pemadam.
  • 1 unit fire jeep, yang digunakan untuk pemadaman cepat di area terbatas.

B. Proteksi Kebakaran Pasif

Proteksi pasif dirancang untuk membantu evakuasi dan mencegah penyebaran kebakaran, termasuk:

  • Rute evakuasi yang jelas, dengan 2 jalur utama menuju titik kumpul.
  • Titik kumpul (muster points) yang diberi tanda hijau dengan tulisan putih untuk memudahkan pengenalan.
  • Peta evakuasi, yang dipasang di lokasi strategis agar semua pekerja mengetahui jalur keluar darurat.
  • Poster dan tanda peringatan, yang memberikan informasi tentang potensi bahaya dan prosedur keselamatan kebakaran.

Perusahaan telah membentuk tim pemadam kebakaran internal, yang terdiri dari 3 tim dengan total 18 orang, yang berjaga 24 jam dalam dua shift:

  • Shift pagi: 07.00–19.00
  • Shift malam: 19.00–07.00

Setiap tim terdiri dari:

  • 1 komandan tim, yang mengkoordinasikan pemadaman.
  • 2 nozzlemen, yang bertugas menyemprotkan air atau busa ke titik api.
  • 2 helper, yang membantu peralatan pemadam kebakaran.
  • 1 operator, yang mengendalikan pompa dan pasokan air.

Perusahaan secara rutin mengadakan:

  • Pelatihan pemadaman api sebulan sekali, untuk memastikan semua pekerja memahami penggunaan alat pemadam.
  • Simulasi kebakaran (fire drill) untuk menguji kesiapan tim dalam menangani situasi darurat.
  • Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP), yang mengatur prosedur pemadaman kebakaran sesuai jenis material yang terbakar.

Penelitian ini menyoroti pentingnya sistem tanggap darurat dengan membandingkannya dengan beberapa insiden kebakaran besar di sektor minyak dan gas, termasuk:

  1. Ledakan Deepwater Horizon (2010) – Kebocoran gas dan kegagalan sistem pemadam mengakibatkan ledakan besar dan tumpahan minyak terbesar dalam sejarah AS.
  2. Kebakaran Kilang Balongan, Indonesia (2021) – Kebocoran tangki penyimpanan menyebabkan ledakan dahsyat dan evakuasi lebih dari 1.000 warga.
  3. Kebakaran Terminal BBM Plumpang, Indonesia (2023) – Kebakaran yang diduga akibat kebocoran pipa bahan bakar menewaskan lebih dari 20 orang dan melukai puluhan lainnya.

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa pengelolaan sistem tanggap darurat kebakaran yang baik sangat penting untuk mencegah dampak besar.

Studi ini menegaskan bahwa perusahaan minyak dan gas di Jawa Tengah telah menerapkan sistem tanggap darurat kebakaran yang cukup baik, namun masih perlu beberapa peningkatan, seperti:

  1. Memperbanyak titik hydrant dan fire extinguisher untuk cakupan yang lebih luas.
  2. Meningkatkan jumlah tim pemadam kebakaran dan pelatihan lebih intensif untuk mengurangi risiko human error.
  3. Mempercepat waktu respons alarm kebakaran, karena keterlambatan sekecil apa pun dapat memperburuk dampak kebakaran.
  4. Menggunakan sistem deteksi kebakaran berbasis IoT untuk memantau potensi kebocoran gas atau lonjakan suhu secara real-time.

Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat lebih siap menghadapi insiden kebakaran, melindungi pekerja, serta menjaga stabilitas operasional dan lingkungan.

Sumber Asli Paper

Habibah, A. N., & Cahyaningrum, I. (2022). The Implementation of Fire Emergency Response in the Central Java Oil and Gas Company. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 11(1), 21-32.

Selengkapnya
Implementasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Perusahaan Minyak dan Gas di Jawa Tengah

Industri Minyak dan Gas

Kesiapan Respons Kedaruratan Kebakaran di Industri Minyak dan Gas: Studi Kasus PT X

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Maret 2025


Industri minyak dan gas memiliki risiko kebakaran yang sangat tinggi. Sifat bahan bakar yang mudah terbakar, tingginya tekanan kerja, serta berbagai faktor lingkungan menjadikan sistem tanggap darurat kebakaran sebagai komponen krusial dalam operasional perusahaan. Penelitian ini mengkaji kesiapan Fire Emergency Response System di PT X, salah satu perusahaan minyak dan gas terbesar di Indonesia. Dengan menggunakan FERRAT Form (Fire and Emergency Response Readiness Assessment Tools) sebagai instrumen evaluasi, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan dan memberikan rekomendasi perbaikan dalam sistem tanggap darurat kebakaran.

Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional, di mana observasi langsung dilakukan terhadap sistem tanggap darurat kebakaran di PT X. Evaluasi dilakukan menggunakan FERRAT Form, yang terdiri dari tiga elemen utama:

  1. Desain kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran – mencakup identifikasi bahaya dan kajian risiko kebakaran.
  2. Ketersediaan sarana dan prasarana – memastikan infrastruktur yang sesuai untuk menangani kebakaran.
  3. Kesiapan peralatan dan sumber daya – mengevaluasi apakah peralatan pemadam kebakaran dalam kondisi siap digunakan.

Menurut data dari Bureau of Safety and Environmental Enforcement (2012), kebakaran di industri minyak dan gas sering terjadi akibat kurangnya pelatihan terhadap pekerja, ketidaksiapan sistem keamanan, serta kelalaian dalam operasional. Kasus kebakaran besar di kilang minyak di Indramayu, Jawa Barat (2021) mengakibatkan kerugian finansial hingga miliaran rupiah. Penyebab utamanya adalah kebocoran tangki dan kurangnya sistem keamanan kebakaran.

Di PT X sendiri, kebakaran yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir mengakibatkan kerugian hingga 1,2 triliun rupiah. Investigasi menunjukkan bahwa sistem fire emergency response yang ada masih memiliki berbagai kelemahan, terutama dalam hal manajemen sistem kebakaran dan kesiapan peralatan pemadam.

Temuan dari Evaluasi FERRAT Form

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa hanya 40% desain sistem kesiapsiagaan PT X berada dalam kategori "acceptable", sementara 40% masih dalam kategori "not acceptable". Beberapa kelemahan yang ditemukan meliputi:

  • Kurangnya perencanaan pra-kebakaran (pre-fire planning) – hanya 20% dari aspek ini yang memenuhi standar.
  • Evaluasi kesiapan fire readiness belum dilakukan secara berkala, dengan tingkat pemenuhan hanya 80% dari yang disyaratkan.

Dalam aspek infrastruktur tanggap darurat kebakaran, 43% berada dalam kategori "acceptable", sementara 24% masih membutuhkan perbaikan lebih lanjut. Beberapa temuan penting:

  • Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat (TPKD) sudah terbentuk, tetapi pusat koordinasi belum optimal.
  • Kompetensi tim pemadam kebakaran internal masih rendah, hanya 69% yang memenuhi standar.
  • Fixed Fire & Gas Detection System belum memadai, dengan hanya 50% dari kebutuhan yang telah terpenuhi.

Evaluasi kesiapan peralatan menunjukkan bahwa hanya 38% yang berada dalam kategori "acceptable", sementara 8% masih dalam kategori "not acceptable". Beberapa permasalahan utama:

  • Fire pumps cadangan belum mencukupi, yang berisiko menyebabkan kegagalan dalam pemadaman kebakaran.
  • Foam stock belum tersedia sesuai standar, sehingga dapat menghambat pemadaman kebakaran pada tangki bahan bakar.
  • Fire Emergency Vehicle (FEV) belum terawat dengan baik, dengan hanya 20% yang memenuhi standar kesiapan operasional.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa meskipun PT X memiliki sistem pemadam kebakaran, masih ada banyak celah dalam implementasinya. Dampak dari kelemahan ini terlihat dalam beberapa insiden kebakaran di fasilitas PT X. Misalnya, dalam kebakaran terakhir, fire pumps tidak berfungsi optimal, menyebabkan keterlambatan dalam pemadaman api. Selain itu, kurangnya koordinasi antar unit pemadam internal memperburuk situasi.

Namun, beberapa perbaikan telah dilakukan, seperti:

  • Pelatihan tambahan untuk tim pemadam kebakaran internal.
  • Peningkatan inspeksi dan pemeliharaan peralatan pemadam kebakaran.
  • Peningkatan sistem komunikasi dalam keadaan darurat.

Berdasarkan temuan penelitian, berikut beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh PT X untuk meningkatkan sistem tanggap darurat kebakaran:

  1. Meningkatkan perencanaan pra-kebakaran
    • Memastikan Pre-Fire Planning mencakup semua skenario kebakaran yang mungkin terjadi.
    • Mengadakan latihan kebakaran (fire drills) secara rutin.
  2. Memperbaiki sistem deteksi dini kebakaran
    • Meningkatkan jumlah dan kualitas Fixed Fire & Gas Detection System di lokasi-lokasi strategis.
  3. Memastikan kesiapan peralatan pemadam kebakaran
    • Melakukan pemeliharaan rutin terhadap fire pumps, hydrant, dan alat pemadam lainnya.
    • Menyediakan stok foam yang memadai untuk pemadaman kebakaran pada tangki bahan bakar.
  4. Meningkatkan kompetensi tim pemadam kebakaran internal
    • Menyelenggarakan pelatihan bersertifikat untuk tim tanggap darurat.
    • Meningkatkan koordinasi dengan tim pemadam kebakaran eksternal.
  5. Memastikan sistem komunikasi darurat berjalan efektif
    • Menggunakan teknologi notifikasi otomatis ke seluruh tim tanggap darurat dalam keadaan darurat.

Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem Fire Emergency Response di PT X masih memiliki berbagai kelemahan yang perlu diperbaiki. Hasil evaluasi menggunakan FERRAT Form menunjukkan bahwa sebagian besar aspek kesiapsiagaan kebakaran masih belum memenuhi standar yang optimal. Beberapa permasalahan utama mencakup kurangnya pelatihan untuk tim pemadam kebakaran internal, minimnya deteksi dini kebakaran, serta kesiapan peralatan yang belum maksimal. Dengan melakukan perbaikan pada aspek perencanaan, infrastruktur, serta kesiapan sumber daya manusia, PT X dapat meningkatkan sistem tanggap darurat kebakaran mereka. Langkah-langkah ini tidak hanya akan mengurangi risiko kebakaran, tetapi juga menyelamatkan aset perusahaan serta nyawa pekerja.

Sumber Asli Paper

Jatmika, I., Djunaidi, Z., Atthaya, A. A., Hasan, S., & Al Azhar, M. (2024). Analisis Kesiapan Respons Kedaruratan Kebakaran di PT X. Jurnal Kesehatan Tambusai, Volume 5, Nomor 2, Juni 2024.

Selengkapnya
Kesiapan Respons Kedaruratan Kebakaran di Industri Minyak dan Gas: Studi Kasus PT X

Industri Minyak dan Gas

Identifikasi Bahaya dan Metode Pencegahan dalam Pekerjaan Ruang Terbatas di Industri Minyak dan Gas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan kerja di ruang terbatas (confined space) merupakan tantangan besar dalam industri minyak dan gas. Penelitian ini menyoroti pentingnya penerapan prosedur keselamatan, penggunaan alat pelindung diri (APD), serta mitigasi bahaya seperti gas beracun, kurangnya oksigen, ledakan, serta risiko ergonomis. Dengan pendekatan studi kasus di lingkungan industri minyak dan gas di Balikpapan, paper ini memberikan wawasan mendalam tentang praktik terbaik dalam menangani pekerjaan di ruang terbatas.

Beberapa aspek utama yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi:

  • Kandungan oksigen dalam ruang terbatas (aman dalam kisaran 19,5–23,5%).
  • Keberadaan gas beracun seperti H₂S, CO, dan NH₃.
  • Temperatur ruang kerja yang memengaruhi kenyamanan dan keselamatan pekerja.
  • Risiko mekanis dan listrik yang dapat menyebabkan kecelakaan fatal.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa bahaya utama yang sering ditemukan dalam ruang terbatas di industri minyak dan gas:

  • Kurangnya oksigen: Rata-rata kadar oksigen yang diukur hanya 17,8%, jauh di bawah batas aman.
  • Gas beracun: Kandungan H₂S ditemukan sebesar 3,1 ppm, yang melebihi batas aman.
  • Suhu ruang yang ekstrem: Rata-rata suhu ruang terbatas mencapai 32,6°C, yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kelelahan pekerja.
  • Risiko mekanis dan listrik: Termasuk paparan energi mekanik dari peralatan berat serta bahaya listrik statis.
  • Sirkulasi udara yang tidak cukup: Ventilasi yang buruk meningkatkan risiko akumulasi gas berbahaya.

Tindakan pencegahan sebelum pekerja memasuki ruang terbatas: Pembersihan gas dan cairan berbahaya menggunakan sistem ventilasi mekanis. Pengukuran atmosfer ruang dengan sensor gas sebelum pekerja memasuki lokasi. Pemasangan sistem komunikasi yang efektif antara pekerja di dalam dan luar ruang terbatas. Penggunaan APD yang sesuai, seperti masker SCBA dan sensor gas pribadi.

Setelah penerapan langkah-langkah tersebut, hasil pengukuran ulang menunjukkan:

  • Kadar oksigen meningkat menjadi 20,0%, berada dalam rentang aman.
  • Kandungan H₂S berkurang menjadi 0,0 ppm, memastikan lingkungan kerja yang lebih sehat.
  • Temperatur ruang turun ke 26,5°C, memungkinkan kondisi kerja yang lebih nyaman.

Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa dengan penerapan prosedur keselamatan yang tepat, risiko dalam pekerjaan ruang terbatas dapat dikurangi secara signifikan.

Kelebihan 

Memberikan pendekatan berbasis data dengan pengukuran atmosfer ruang terbatas yang akurat. Studi kasus konkret menunjukkan efektivitas penerapan prosedur keselamatan. Relevan dengan kondisi industri minyak dan gas yang memiliki tingkat risiko tinggi.

Kekurangan 

Tidak membahas secara mendalam faktor perilaku pekerja dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan. Tidak ada perbandingan dengan industri lain yang juga menghadapi risiko ruang terbatas. Kurangnya analisis ekonomi terkait biaya implementasi langkah-langkah keselamatan. Meskipun demikian, penelitian ini tetap menjadi referensi penting bagi industri minyak dan gas dalam meningkatkan keselamatan kerja di ruang terbatas.

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa langkah dapat diterapkan untuk meningkatkan keselamatan kerja di ruang terbatas:

  1. Peningkatan Sistem Pemantauan Atmosfer, Menggunakan sensor gas otomatis yang memberikan peringatan dini terhadap bahaya gas beracun. Memanfaatkan sistem IoT untuk pemantauan kadar oksigen dan suhu ruang secara real-time.
  2. Peningkatan Pelatihan Keselamatan Pekerja, Mengadopsi pelatihan berbasis simulasi VR untuk meningkatkan pemahaman pekerja tentang risiko ruang terbatas. Mewajibkan sertifikasi keselamatan kerja bagi setiap pekerja sebelum memasuki ruang terbatas.
  3. Optimalisasi Ventilasi dan Pengendalian Lingkungan, Memastikan setiap ruang terbatas memiliki sistem ventilasi yang cukup untuk mencegah akumulasi gas beracun. Menggunakan exhaust venting yang lebih efisien dalam mengeluarkan gas berbahaya dari area kerja.
  4. Peningkatan Pengawasan dan Kepatuhan, Melakukan audit keselamatan berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur keselamatan. Memberikan sanksi tegas bagi pelanggar prosedur keselamatan untuk meningkatkan disiplin pekerja.

Identifikasi bahaya dalam pekerjaan ruang terbatas serta langkah-langkah pencegahan yang dapat diterapkan di industri minyak dan gas. Dengan penerapan sistem pemantauan atmosfer, pelatihan keselamatan yang lebih ketat, serta optimalisasi ventilasi, risiko kecelakaan dalam ruang terbatas dapat dikurangi secara signifikan. Meskipun masih ada ruang untuk perbaikan dalam aspek kepatuhan pekerja dan analisis biaya keselamatan, penelitian ini tetap menjadi panduan berharga bagi perusahaan yang ingin meningkatkan keselamatan kerja dalam operasi ruang terbatas.

Sumber Artikel

Sulardi & El-Ridho, N. K. (2019). Hazard Identification and Prevention Methods on Work in Confined Spaces. Jurnal Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan, 5(2), 142-151.

Selengkapnya
Identifikasi Bahaya dan Metode Pencegahan dalam Pekerjaan Ruang Terbatas di Industri Minyak dan Gas

Industri Minyak dan Gas

Revolusi Praktik Keselamatan dalam Pekerjaan Ruang Terbatas di Industri Minyak dan Gas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Industri minyak dan gas dikenal sebagai sektor dengan tingkat risiko tinggi, terutama dalam aktivitas di ruang terbatas (confined spaces). Dengan menggunakan metode survei dan analisis statistik, penelitian ini memberikan wawasan penting mengenai langkah-langkah mitigasi risiko yang dapat diterapkan oleh manajemen dan pekerja untuk mengurangi angka kecelakaan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja di lingkungan kerja yang berbahaya.

Penelitian ini menemukan bahwa antara tahun 2009 hingga 2019, terdapat 46 kasus kematian akibat kecelakaan di ruang terbatas di Malaysia. Penyebab utama kematian adalah Kekurangan oksigen (asphyxiation), Keracunan gas beracun, Kecelakaan akibat tertimpa atau terjebak dan Ledakan dan kejutan listrik. Dari survei terhadap 50 pekerja di GPK, ditemukan bahwa 16% pekerja pernah mengalami kecelakaan saat bekerja di ruang terbatas, sementara 28% menyaksikan insiden di tempat kerja.

Analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara insiden kecelakaan dan masalah kesehatan pekerja (r = 0.831, p < 0.05). Beberapa dampak kesehatan yang dilaporkan oleh pekerja meliputi: 2% mengalami kesulitan bernapas akibat paparan gas berbahaya, 10% mengalami gangguan pendengaran akibat kebisingan tinggi di ruang terbatas dan 30% mengalami nyeri pada anggota tubuh akibat posisi kerja yang tidak ergonomis.

Langkah-langkah keselamatan yang saat ini diterapkan di industri minyak dan gas, termasuk:

Pengujian gas sebelum masuk ke ruang terbatas, Pemeriksaan medis berkala untuk pekerja, Pelatihan dan sertifikasi keselamatan kerja, Sistem izin kerja (Permit to Work/PTW) dan Prosedur tanggap darurat. Meskipun langkah-langkah ini telah diterapkan, penelitian ini menemukan bahwa tidak semua pekerja memahami atau mematuhi protokol keselamatan secara konsisten. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam transparansi pelaporan insiden dan pelatihan keselamatan.

Kelebihan 

Menyediakan data empiris yang kuat dari survei dan catatan kecelakaan, Menggunakan metode statistik yang valid untuk menganalisis hubungan antara kecelakaan dan faktor kesehatan dan Memberikan rekomendasi intervensi keselamatan berbasis data.

Kekurangan 

Tidak mengeksplorasi faktor psikososial pekerja dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan, Tidak ada perbandingan dengan industri serupa di luar Malaysia dan Kurangnya analisis ekonomi tentang dampak kecelakaan terhadap produktivitas perusahaan.

Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa langkah perbaikan yang dapat diterapkan meliputi:

  1. Transparansi dalam Pelaporan Insiden, Membuat sistem pelaporan insiden yang lebih terbuka dan dapat diakses oleh pekerja. Menyediakan opsi pelaporan anonim untuk meningkatkan jumlah laporan insiden.
  2. Peningkatan Kualitas Pelatihan Keselamatan, Menerapkan metode pelatihan berbasis simulasi dan virtual reality (VR) untuk meningkatkan pemahaman pekerja. Menyelenggarakan pelatihan supervisor guna memastikan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan.
  3. Optimalisasi Pertemuan Keselamatan (Toolbox Meeting), Mengadakan briefing keselamatan sebelum setiap pekerjaan ruang terbatas. Menguji pemahaman pekerja terhadap prosedur keselamatan sebelum mereka diizinkan bekerja.
  4. Penerapan Teknologi untuk Pemantauan Keselamatan, Menggunakan sensor gas pintar untuk mendeteksi kadar oksigen dan gas berbahaya secara real-time. Memanfaatkan sistem AI dan IoT untuk analisis prediktif terhadap potensi kecelakaan.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan risiko kecelakaan dalam pekerjaan ruang terbatas dapat dikurangi secara signifikan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan pekerja di industri minyak dan gas.

Tantangan keselamatan dalam pekerjaan ruang terbatas di industri minyak dan gas, dengan fokus pada fasilitas Gas Processing Kertih. Meskipun berbagai langkah keselamatan telah diterapkan, masih terdapat celah dalam pemahaman dan kepatuhan pekerja terhadap protokol keselamatan.

Dengan transparansi dalam pelaporan insiden, peningkatan pelatihan, optimalisasi pertemuan keselamatan, dan penerapan teknologi pemantauan, industri minyak dan gas dapat mencapai tingkat keselamatan yang lebih tinggi dan mengurangi angka kecelakaan di ruang terbatas secara signifikan.

Sumber Artikel

Fazri, M. A. A., & Ismail, S. (2024). Revolutionizing Confined Space Work Practices in Thriving Oil and Gas Industry of Kertih, Terengganu. Journal of Advanced Mechanical Engineering Applications, 5(1), 46-54.

Selengkapnya
Revolusi Praktik Keselamatan dalam Pekerjaan Ruang Terbatas di Industri Minyak dan Gas
page 1 of 1