Building Information Modeling

Menguak Hambatan dan Potensi Implementasi BIM di Indonesia: Studi Lokal Palembang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Mei 2025


BIM: Solusi Digital untuk Industri Konstruksi yang Masih Manual

Teknologi Building Information Modeling (BIM) telah merevolusi dunia konstruksi global. Dengan kemampuan untuk memodelkan bangunan secara 3D, menjadwalkan pekerjaan (4D), dan menghitung estimasi biaya (5D), BIM menjanjikan efisiensi luar biasa dibanding metode tradisional. Sayangnya, adopsi BIM di Indonesia—khususnya di kalangan kontraktor lokal—masih sangat rendah. Studi oleh Fitriani dkk. menyoroti langsung kondisi ini dari akar rumput: para profesional konstruksi di Palembang, Sumatra Selatan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

  1. Menilai tingkat pengetahuan dan kesadaran kontraktor lokal terhadap BIM,
  2. Mengidentifikasi manfaat BIM menurut persepsi profesional konstruksi,
  3. Menemukan hambatan utama dalam implementasi BIM di perusahaan arsitektur, teknik, dan konstruksi (AEC) lokal.

Studi dilakukan dengan metode kuantitatif melalui survei kuesioner Likert skala 1–5, yang disebarkan kepada 100 responden dari perusahaan konstruksi berkualifikasi menengah dan besar di Palembang.

Potret Pengetahuan dan Penggunaan BIM: Mayoritas Masih Mengandalkan AutoCAD

Meskipun hampir semua responden mengenal software seperti Revit dan ArchiCAD, kenyataannya 100% responden masih menggunakan AutoCAD dan Microsoft Office dalam proyek mereka. Penggunaan software khusus BIM seperti StaadPro hanya mencapai 25%.

Sebagian besar responden (85%) berlatar belakang pendidikan sarjana, dan mayoritas adalah perancang (67%), menunjukkan bahwa keterbatasan bukan dari sisi intelektual, tetapi dari sisi eksposur dan pelatihan terhadap teknologi BIM.

Persepsi Fungsi BIM: Masih Terbatas pada Visualisasi

Berikut ini adalah fungsi BIM yang dinilai paling signifikan oleh responden:

  1. Manajemen fasilitas – Skor rata-rata: 3,76
  2. 3D modeling dan visualisasi – 3,74
  3. Simulasi energi dan informasi – 3,64
  4. Optimisasi energi bangunan – 3,58

Sementara fungsi-fungsi penting seperti change management (3,33) dan metadata management (3,15) berada di posisi bawah. Ini menunjukkan bahwa pemahaman para pelaku konstruksi lokal masih terbatas pada aspek visual, bukan manajerial dan koordinatif yang menjadi kekuatan utama BIM di negara maju.

Manfaat Implementasi BIM: Persepsi vs Realitas

Manfaat paling tinggi yang diakui oleh para profesional:

  • Mengurangi durasi dan biaya proyek (4,00),
  • Meningkatkan kemampuan manajemen proyek (3,89),
  • Mempermudah estimasi biaya (3,85),
  • Mengurangi perubahan desain (3,76).

Namun, beberapa manfaat mendasar BIM seperti peningkatan kolaborasi (skor 3,27) dan komunikasi antar pihak (2,76) berada di urutan bawah. Ini berbanding terbalik dengan negara seperti Inggris, di mana BIM diwajibkan dalam proyek pemerintah justru karena manfaat kolaboratifnya.

Studi Pendukung: Berlian et al. (2016)

Studi pendukung oleh Berlian et al. menunjukkan bahwa BIM dapat:

  • Mempercepat waktu perencanaan proyek hingga ±50%,
  • Mengurangi kebutuhan tenaga kerja sebesar 6,7%,
  • Menghemat biaya personil hingga 52,25%.

Ini memperkuat hasil dari Fitriani dkk. yang menyatakan bahwa BIM memiliki potensi besar dalam meningkatkan efisiensi proyek.

Hambatan Implementasi BIM: Biaya & Kurangnya Pengetahuan

Lima hambatan utama implementasi BIM di Indonesia menurut survei:

  1. Biaya tinggi software & hardware BIM – Skor tertinggi: 4,65
  2. Kurangnya pengetahuan teknis penggunaan BIM – 4,30
  3. Kurangnya kesadaran akan manfaat BIM – 4,03
  4. Tingginya biaya pelatihan – 3,99
  5. Kurangnya permintaan dari klien – 3,83

Menariknya, dukungan pemerintah justru berada di urutan terakhir (skor 3,33), menunjukkan bahwa pelaku industri belum melihat kebijakan pemerintah sebagai faktor penentu, walau sebenarnya regulasi nasional bisa menjadi pendorong adopsi seperti yang terjadi di Inggris dan Singapura.

Analisis Tambahan: Perbandingan Global

Bandingkan tingkat penggunaan BIM secara global (Smart Market Report, 2015):

  • Amerika Serikat: 79%
  • Brasil: naik dari 24% (2013) ke 73% (2015)
  • Jepang: dari 16% ke 43%
  • Indonesia: masih sangat rendah (angka tidak tersedia, tetapi diperkirakan <10% berdasarkan studi Telaga, 2018)

Ini memperlihatkan jarak yang cukup jauh antara Indonesia dan negara-negara lain dalam adopsi teknologi konstruksi digital.

Rekomendasi Penulis

Untuk mendorong adopsi BIM di Indonesia, penulis merekomendasikan:

  • Peningkatan pelatihan teknis bagi tenaga kerja profesional, terutama di bidang AEC,
  • Subsidi atau insentif pemerintah untuk software BIM,
  • Kampanye edukasi manfaat BIM dalam lingkup proyek lokal,
  • Kolaborasi dengan institusi pendidikan tinggi untuk memasukkan BIM dalam kurikulum teknik sipil dan arsitektur.

Penutup: Jalan Panjang Menuju Adopsi BIM di Indonesia

Studi ini memberikan gambaran jelas bahwa meskipun teknologi BIM menawarkan solusi atas permasalahan efisiensi, koordinasi, dan biaya dalam proyek konstruksi, realitas di lapangan—khususnya di Palembang—masih jauh dari optimal. Biaya, minimnya pelatihan, serta kurangnya kesadaran menjadi penghalang utama.

Namun, dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, institusi pendidikan, dan asosiasi industri, adopsi BIM di Indonesia bisa meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan. BIM bukan sekadar alat digital, tetapi sistem kerja baru yang bisa merevolusi sektor konstruksi Indonesia jika dipahami dan diimplementasikan dengan benar.

Sumber Artikel Asli:

Fitriani, H., Budiarto, A., Saheed, A., & Idris, Y. (2019). Implementing BIM in Architecture, Engineering and Construction Companies: Perceived Benefits and Barriers among Local Contractors in Palembang, Indonesia. International Journal of Construction Supply Chain Management, Vol. 9, No. 1, hlm. 20–34.

Selengkapnya
Menguak Hambatan dan Potensi Implementasi BIM di Indonesia: Studi Lokal Palembang

Building Information Modeling

Mengungkap Potensi dan Tantangan Penerapan BIM di Industri Konstruksi Indonesia dari Perspektif Pengguna

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025


Pendahuluan: Teknologi sebagai Solusi Transformasi Konstruksi

 

Di tengah tantangan produktivitas yang stagnan di industri konstruksi, Building Information Modeling (BIM) hadir sebagai inovasi digital menjanjikan. Meski bukan hal baru, penerapan BIM di Indonesia masih terbatas. Penelitian oleh Cindy F. Mieslenna dan Andreas Wibowo bertajuk Exploring the Implementation of Building Information Modeling (BIM) in the Indonesian Construction Industry from Users' Perspectives menjadi tonggak penting dalam memahami realitas adopsi BIM dari suara para praktisi lapangan.

 

Manfaat BIM: Efisiensi, Kolaborasi, dan Keunggulan Kompetitif

 

Wawancara semi-terstruktur terhadap 10 praktisi berpengalaman membuktikan bahwa BIM memiliki dampak signifikan dalam:

  • Meningkatkan kontrol proyek dan deteksi dini konflik desain
  • Mengurangi permintaan klarifikasi (RFI)
  • Menurunkan kebutuhan rework dan limbah material
  • Mempermudah dokumentasi dan estimasi biaya
  • Menjadi alat komunikasi visual yang efektif dengan klien

Contoh nyatanya, perusahaan yang menggunakan BIM mengaku lebih mudah memenangkan proyek baru berkat visualisasi desain 3D dan estimasi biaya yang real-time. Ini sejalan dengan tren global, seperti studi Azhar (2011) yang menyatakan ROI BIM bisa mencapai 634%.

 

Kendala Utama: Investasi Tinggi dan Pergeseran Budaya

 

1. Biaya Investasi Awal

Sebagian besar responden menyebutkan tingginya biaya software, hardware, dan pelatihan sebagai kendala utama. Bahkan ada yang memilih membeli software dari luar negeri demi efisiensi.

 

"Perangkat lunaknya mahal, dan perangkat kerasnya tidak umum. Ini bukan investasi kecil," (R8).

Namun, sebagian lainnya menilai investasi tersebut sepadan dengan efisiensi yang dihasilkan.

 

2. Resistensi Budaya Kerja

Transisi dari metode konvensional 2D ke BIM memicu resistensi internal.

 

"Perubahan budaya kerja adalah tantangan terbesar. SDM butuh waktu untuk beradaptasi," (R6).

 

3. Kurangnya Regulasi dan Standardisasi

Meski Permen PUPR No. 22/PRT/M/2018 mulai mewajibkan BIM untuk proyek tertentu, peraturan ini dinilai masih baru dan belum sepenuhnya efektif. Kekhawatiran juga muncul terkait kepemilikan data, standarisasi notasi, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan.

 

Dinamika Kontrak dan Kolaborasi

 

Responden menunjukkan pandangan berbeda soal jenis kontrak:

  • Kontraktor lebih memilih design-build (DB) karena kontrol lebih tinggi.
  • Konsultan perencana merasa DB menghambat independensi profesional mereka.

Perbedaan ini mencerminkan pentingnya penyelarasan kepentingan dalam penerapan BIM.

 

Strategi Akselerasi Penerapan BIM

 

a. Pelatihan dan Alih Pengetahuan

 

Pelatihan dari vendor dinilai dangkal. Perusahaan mengandalkan:

  • Pelatihan internal berkelanjutan
  • Pengalaman proyek percontohan
  • Alih pengetahuan antarstaf

Kesesuaian disiplin ilmu modeler juga menjadi syarat penting.

 

b. Integrasi Kurikulum Akademik

 

Beberapa universitas telah memasukkan BIM ke dalam silabus. Keterlibatan praktisi sebagai dosen tamu memperkuat sinergi dunia industri dan pendidikan.

 

c. Sinkronisasi Internal Organisasi

 

BIM membutuhkan partisipasi lintas divisi, bukan sekadar dibebankan ke satu divisi khusus. Strategi bottom-up dinilai lebih inklusif dan berkelanjutan.

 

Potensi Masa Depan: Tren Positif Meski Masih Bertahap

 

Seluruh responden optimis terhadap masa depan BIM di Indonesia. Meningkatnya permintaan klien, pelatihan dari pemerintah, dan pertumbuhan asosiasi seperti IBIMI jadi indikator positif.

 

Namun, peningkatan adopsi akan berjalan efektif jika disertai:

  • Regulasi yang mendorong, bukan membebani
  • Bukti ekonomi nyata dari implementasi BIM
  • Kolaborasi lintas aktor dalam ekosistem konstruksi

 

Opini Kritis: Jalan Panjang Menuju Transformasi Digital Total

 

Dari sudut pandang praktis, tantangan terbesar bukan pada teknologi, melainkan kesiapan organisasi dan mentalitas pelaku industri. Seperti disampaikan dalam paper dan dikuatkan studi Taylor & Levvit (2007), faktor non-teknis lebih krusial dalam fase awal adopsi teknologi baru.

 

Komparasi Global

 

  • Di AS, BIM diwajibkan untuk proyek pemerintah sejak 2007.
  • Di Korea, hanya proyek di atas 50 miliar won yang wajib BIM.

Indonesia perlu merumuskan kebijakan bertahap yang realistis, sambil memperkuat kapabilitas SDM dan insentif ekonomi bagi pengguna awal.

 

Kesimpulan dan Rekomendasi

 

Kesimpulan:

  • BIM memiliki manfaat besar namun adopsinya masih rendah di Indonesia.
  • Kendala utama adalah biaya, budaya kerja, dan regulasi.
  • Diperlukan strategi kolaboratif untuk memperluas penerapan BIM.

 

Rekomendasi:

  • Pemerintah harus mendorong regulasi insentif, bukan represif.
  • Industri perlu membangun budaya pelatihan internal.
  • Institusi pendidikan harus berperan aktif dalam penyediaan tenaga ahli BIM.

 

 

Sumber:

 

Mieslenna, C. F., & Wibowo, A. (2019). Exploring the Implementation of Building Information Modeling (BIM) in the Indonesian Construction Industry from Users’ Perspectives. Universitas Katolik Parahyangan. Tersedia di: https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1052499.

 

 

Selengkapnya
Mengungkap Potensi dan Tantangan Penerapan BIM di Industri Konstruksi Indonesia dari Perspektif Pengguna

Building Information Modeling

BIM di Indonesia: Jalan Terjal Menuju Transformasi Digital Konstruksi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 April 2025


Building Information Modeling (BIM) semakin diakui sebagai game-changer dalam industri konstruksi global. Teknologi ini tidak hanya menyediakan model 3D yang informatif, tapi juga mengintegrasikan berbagai fase proyek, dari perencanaan hingga operasi dan pemeliharaan. BIM menjanjikan efisiensi biaya, pengurangan pekerjaan ulang, dan peningkatan kolaborasi antarpihak.

Namun, di Indonesia, meski implementasi BIM mulai digalakkan—termasuk pada proyek strategis nasional seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)—nyatanya proses adopsinya masih jauh dari ideal. Penelitian oleh Latupeirissa dkk. mengupas secara mendalam tantangan-tantangan nyata yang dihadapi dalam mengimplementasikan BIM pada proyek konstruksi nasional.

Studi Kasus Nasional: Apa Kata Praktisi Proyek?

Penelitian ini melibatkan 45 responden dari beragam latar belakang—pemilik proyek, konsultan, kontraktor swasta dan BUMN—dengan pengalaman kerja dominan di atas lima tahun. Mereka tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan telah terlibat dalam proyek konstruksi yang mencoba menerapkan BIM, meskipun belum semua berhasil sepenuhnya.

Melalui pendekatan survei kuantitatif dan analisis korelasi linear, penelitian ini mengidentifikasi tujuh tantangan utama yang menjadi penghambat implementasi BIM secara efektif.

Tujuh Tantangan Besar Implementasi BIM di Indonesia

  1. Kesiapan Teknis BIM
    • Tantangan ini dianggap sangat penting oleh 88,89% responden.
    • BIM menuntut perangkat keras canggih, koneksi internet stabil, dan perangkat lunak berlisensi mahal. Banyak perusahaan, terutama skala menengah dan kecil, belum siap secara infrastruktur.
    • Hasil analisis menunjukkan korelasi kuat antara kesiapan teknis dan keberhasilan implementasi BIM, dengan nilai r = 0,8140.
  2. Perubahan Paradigma Organisasi
    • Sebanyak 91,11% responden mengakui adanya resistensi budaya organisasi terhadap sistem kolaboratif seperti BIM.
    • Banyak manajer proyek masih nyaman dengan metode tradisional dan tidak mendorong timnya untuk berubah.
    • Korelasi antara faktor ini dan adopsi BIM terbilang signifikan (r = 0,5260).
  3. Kesadaran Lingkungan Kerja terhadap BIM
    • Meski lebih dari 93% responden menyatakan sadar akan pentingnya BIM, banyak tim proyek belum mengintegrasikan pengetahuan ini ke dalam rutinitas kerja.
    • BIM sering kali dianggap sebagai tanggung jawab tim desain saja, padahal seharusnya menyentuh semua pihak.
    • Nilai korelasi yang diperoleh r = 0,4730, menunjukkan hubungan moderat namun penting.
  4. Kepatuhan Terhadap Regulasi Terkait BIM
    • Sebanyak 95,56% responden menyoroti kurangnya pemahaman dan penegakan aturan pemerintah terkait standar BIM.
    • Pemerintah sebenarnya sudah mendorong penggunaan BIM pada gedung negara berukuran >2.000 m², namun pelaksanaannya belum merata.
    • Korelasi r = 0,5190 mencerminkan bahwa regulasi yang belum jelas adalah penghambat yang nyata.
  5. Kompetensi dan Keterampilan SDM
    • 95,56% menyatakan bahwa kurangnya pelatihan dan pembinaan teknis adalah hambatan besar.
    • Banyak tenaga kerja konstruksi belum terpapar teknologi digital modern, apalagi BIM yang kompleks.
    • Nilai korelasi r = 0,7420 menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas SDM akan sangat menentukan keberhasilan BIM.
  6. Kepemimpinan yang Konsisten dan Efektif
    • 97,78% responden menyadari pentingnya pemimpin proyek yang mendukung dan konsisten dalam mendorong transformasi digital.
    • Sayangnya, banyak pimpinan proyek masih bertindak otoriter dan tidak membuka ruang kolaborasi.
    • Nilai korelasi yang tinggi (r = 0,8550) menegaskan pentingnya kepemimpinan dalam ekosistem BIM.
  7. Kematangan Penggunaan BIM
    • Seluruh responden (100%) sepakat bahwa belum ada standardisasi atau indikator yang jelas untuk mengukur seberapa “matang” penggunaan BIM dalam proyek mereka.
    • BIM sering kali digunakan hanya untuk visualisasi 3D awal, bukan sebagai alat manajemen proyek komprehensif.
    • Nilai korelasi r = 0,7630 mengindikasikan bahwa semakin matang penggunaan BIM, semakin besar peluang keberhasilan proyek secara menyeluruh.

Studi Kualitatif Tambahan: BIM dalam Proyek-Proyek Nasional

Penelitian ini menyoroti implementasi BIM pada beberapa proyek pemerintah yang patut dicermati:

  • Renovasi Stadion GBK dan Manahan Solo BIM digunakan untuk mengoordinasikan desain struktural dan MEP (mekanikal, elektrikal, plumbing), serta simulasi waktu pelaksanaan.
  • Pembangunan Pasar Atas Bukittinggi dan Arena PON Papua Digunakan untuk clash detection dan optimasi pemanfaatan material bangunan.
  • Proyek IKN Kementerian PUPR menggandeng vendor BIM dari Singapura untuk memastikan pembangunan kota baru berjalan sesuai masterplan digital.

Namun sayangnya, keberhasilan proyek-proyek ini tidak sepenuhnya merefleksikan kondisi nasional. Implementasi BIM di sektor swasta dan proyek kecil-menengah masih jauh tertinggal, terutama karena hambatan budaya, biaya, dan SDM.

Rekomendasi Strategis untuk Mendorong Implementasi BIM

Dari hasil analisis dan wawancara, beberapa langkah strategis dapat disimpulkan:

  1. Pengembangan Standar Nasional
    • Pemerintah perlu mempercepat penyusunan SNI atau regulasi resmi terkait BIM yang berlaku nasional.
    • Sertifikasi kompetensi dan akreditasi vendor BIM perlu diatur secara ketat.
  2. Kampanye Kesadaran dan Pelatihan
    • Sosialisasi manfaat BIM melalui seminar, workshop, dan pelatihan bersertifikat.
    • Libatkan universitas dan politeknik untuk memasukkan BIM dalam kurikulum teknik sipil dan arsitektur.
  3. Subsidi atau Insentif Teknologi
    • Pemerintah bisa memberikan potongan pajak atau subsidi software BIM untuk kontraktor lokal.
    • Kemitraan dengan penyedia teknologi juga perlu didorong untuk skema sewa atau cloud-based software yang lebih murah.
  4. Penguatan Kepemimpinan Proyek
    • Latih project manager untuk memiliki mindset digital leadership.
    • Tinjau ulang struktur organisasi agar lebih horizontal dan kolaboratif.

Penutup: BIM Bukan Lagi Pilihan, Tapi Keniscayaan

Transformasi digital dalam industri konstruksi bukan sekadar tren global, tetapi kebutuhan yang mendesak. Indonesia punya potensi besar memanfaatkan BIM, namun jalan menuju ke sana masih penuh tantangan.

Penelitian ini menyajikan gambaran komprehensif dan realistis tentang kondisi implementasi BIM di Indonesia. Jika ketujuh tantangan utama yang diidentifikasi dapat diatasi secara bertahap dan terstruktur, bukan tidak mungkin BIM akan menjadi standar baru dalam setiap proyek konstruksi nasional.

Dan lebih dari itu, Indonesia bisa tampil sebagai pelopor transformasi digital di sektor konstruksi kawasan Asia Tenggara.

Sumber asli:

Latupeirissa, J. E., Arrang, H., & Wong, I. L. K. (2024). Challenges of Implementing Building Information Modeling in Indonesia Construction Projects. Engineering and Technology Journal, Volume 9, Issue 04, April 2024, pp. 3863–3871.

Selengkapnya
BIM di Indonesia: Jalan Terjal Menuju Transformasi Digital Konstruksi

Building Information Modeling

Apa itu High Rise Building?

Dipublikasikan oleh Mochammad Reichand Qolby pada 26 Januari 2023


High Rise Building

Definisi yang disebutkan Britannica, gedung-gedung tinggi pertama dibangun di Amerika Serikat pada tahun 1880-an. Bangunan ini rupanya muncul di daerah perkotaan di mana kenaikan harga tanah dan kepadatan penduduk yang besar. Sehingga menciptakan permintaan dan kebutuhan untuk bangunan yang tingginya secara vertikal daripada menyebar secara horizontal.

Bangunan bertingkat tinggi pun dibuat praktis dengan penggunaan rangka struktur baja dan selubung eksterior kaca. Pada pertengahan abad ke-20, bangunan seperti itu telah menjadi fitur standar lanskap arsitektur di sebagian besar negara di dunia. Faktor terpenting dalam desain bangunan bertingkat tinggi adalah kebutuhan bangunan untuk menahan gaya lateral yang ditimbulkan oleh angin dan potensi gempa. Sebagian besar bangunan tinggi memiliki rangka yang terbuat dari baja atau baja dan beton.

10 Karakteristik High Rise Building

1. Tinggi Bangunan

2. Jenis Struktur Bangunan

3. Luas Lantai

4. Typical

5. Keterbatasan Lahan

6. Pengaruh Angin dan Gempa yang Tinggi

7. Risiko TInggi

8. Kompleksitas Tinggi

9. Target Mulu yang Tinggi

10. Tuntutan Safety yang Tinggi

 

Sumber : rumah.com

Selengkapnya
Apa itu High Rise Building?

Building Information Modeling

Apa Itu Building Information Modelling (BIM)?

Dipublikasikan oleh Mochammad Reichand Qolby pada 26 Januari 2023


Building Information Modelling (BIM)

Membangun pemodelan informasi (BIM) adalah proses yang didukung oleh berbagai alat, teknologi, dan kontrak yang melibatkan pembuatan dan pengelolaan representasi digital dari karakteristik fisik dan fungsional suatu tempat. Membangun model informasi (BIM) adalah file komputer (seringkali tetapi tidak selalu dalam format hak milik dan berisi data hak milik) yang dapat diekstraksi, dipertukarkan, atau jaringan untuk mendukung pengambilan keputusan terkait aset yang dibangun. Perangkat lunak BIM digunakan oleh individu, bisnis, dan lembaga pemerintah yang merencanakan, merancang, membangun, mengoperasikan, dan memelihara bangunan dan beragam infrastruktur fisik, seperti air, sampah, listrik, gas, utilitas komunikasi, jalan, kereta api, jembatan, pelabuhan, dan terowongan.

BIM Dalam Manajemen Konstruksi

Partisipan dalam proses pembangunan terus-menerus ditantang untuk menghasilkan proyek yang berhasil meskipun dengan anggaran yang ketat, staf yang terbatas, jadwal yang dipercepat, dan informasi yang terbatas atau bertentangan. Disiplin penting seperti desain arsitektural, struktural dan MEP harus terkoordinasi dengan baik, karena dua hal tidak dapat terjadi pada tempat dan waktu yang sama. BIM juga dapat membantu deteksi tabrakan, mengidentifikasi lokasi perbedaan yang tepat.

Konsep BIM membayangkan konstruksi virtual fasilitas sebelum konstruksi fisik aktualnya, untuk mengurangi ketidakpastian, meningkatkan keselamatan, menyelesaikan masalah, dan mensimulasikan serta menganalisis dampak potensial. Sumber tidak dapat diandalkan? Sub-kontraktor dari setiap perdagangan dapat memasukkan informasi penting ke dalam model sebelum memulai konstruksi, dengan peluang untuk pra-fabrikasi atau pra-perakitan beberapa sistem di luar lokasi. Limbah dapat diminimalkan di tempat dan produk dikirim tepat waktu daripada ditimbun di tempat.

Kuantitas dan sifat bersama bahan dapat diekstraksi dengan mudah. Lingkup pekerjaan dapat diisolasi dan ditentukan. Sistem, rakitan, dan urutan dapat ditampilkan dalam skala relatif dengan seluruh fasilitas atau kelompok fasilitas. BIM juga mencegah kesalahan dengan mengaktifkan konflik atau 'deteksi benturan' di mana model komputer menyoroti secara visual kepada tim di mana bagian-bagian bangunan (misalnya: rangka struktural dan pipa atau saluran layanan bangunan) mungkin berpotongan secara salah.

Sumber : Wikipedia

Selengkapnya
Apa Itu Building Information Modelling (BIM)?

Building Information Modeling

Gambar teknik

Dipublikasikan oleh Admin pada 13 Maret 2022


Gambar teknik

Gambar teknik adalah susunan visual terperinci tentang suatu desain atau produk yang dijadikan sarana komunikasi antara teknikusarsitek, dan sebagainya. Selain digunakan untuk menyampaikan informasi, gambar teknik juga dapat digunakan sebagai penelitian konsep perencanaan dan dokumentasi desain suatu bangunan, mesin dsb.[1] Gambar teknik memiliki aturan yang baku tentang penggambaran ukuran, lambang-lambang, garis dsb. sehingga gambar tersebut dapat dibaca secara tepat oleh berbagai pihak yang terlibat.[2]

Pekerja lapangan sedang membaca gambar tektik rancangan bangunan.

Gambar teknik

Skala

Sesuai dengan standar, objek desain dalam gambar dapat dibuat dalam ukuran penuh, diperkecil atau diperbesar. Rasio dimensi linier suatu objek dalam gambar dengan ukuran sebenarnya disebut skala. Di Rusia, ini adalah GOST 2.302-68 Sistem Terpadu untuk Dokumentasi Desain (ESKD). Skala.[10] Menurut GOST ini, skala berikut harus digunakan dalam desain:

Skala reduksi 1: 2; 1: 2.5; 1: 4; 1: 5; 1:10; 1:15; 1:20; 1:25; 1:40; 1:50; 1:75; 1: 100; 1: 200; 1: 400; 1: 500; 1: 800; 1: 1000

Nilai alami 1: 1

Skala pembesaran 2:1; 2.5: 1; 4: 1; 5: 1; 10: 1; 20: 1; 40: 1; 50: 1; 100: 1.

Saat merancang rencana induk untuk objek besar, diizinkan menggunakan skala 1: 2000; 1: 5000; 1: 10.000; 1: 20.000; 1: 25000; 1: 50.000.

Baca lebih lanjut dalam teks standar.

Klasifikasi gambar

Gambar teknik

Gambar teknik

Gambar konstruksi

Gambar konstruksi

Menurut industri: gambar teknik, gambar konstruksi.

Pada gilirannya, gambar teknik dan gambar konstruksi dapat dibagi menurut tujuannya.

Teknis: gambar perakitan, gambar dimensi, gambar instalasi, gambar pengepakan, dll. sesuai dengan GOST 2.102-68.

Konstruksi: solusi arsitektur, rencana induk, pendinginan, interior, dll.

Dengan metode desain: pertama membangun 3D, lalu menggambar dan sebaliknya.

Melalui media: digital, kertas

Eksekusi gambar

Istilah "drafting" dapat merujuk pada proses pembuatan gambar dalam kerangka grafis teknik. Proses pembuatan gambar dapat dilakukan di atas kertas atau menggunakan perangkat lunak profesional dan komputer. Ketika berbicara tentang menggambar dalam konteks gambar kertas, prosesnya dapat digambarkan sebagai menciptakan gambar yang akurat secara geometris dari tampilan atas, depan, dan samping dari suatu bagian. Jika kita berbicara tentang gambar rakitan, maka biasanya ini adalah bagian dari objek kompleks di sepanjang sumbu simetri. Tapi sekarang adalah abad kedua puluh satu, dan kita akan berbicara tentang digital, gambar elektronik. Desain modern terkait erat dengan komputer. Pertimbangkan prinsip dasar membuat gambar dalam sistem CAD:

Pengembangan model 3D dari dokumen

Menempatkan Tampilan Gambar

Menambahkan elemen desain. Misalnya dimensi/label/tabel.

Keterkaitan antara gambar dan model 3D. Perubahan model secara otomatis dilacak dalam gambar dan sebaliknya.

Gambar dibuat dengan mengatur tampilan model pada lembar gambar, dengan penambahan elemen desain berikutnya seperti dimensi, label teks, tabel.

Elemen gambar:

Format gambar

Menggambar pemandangan

Dimensi

Bidang toleransi dimensi, penyimpangan bentuk dan lokasi permukaan.

Label teks dan tabel.

Grafik dan simbol

Tampilan gambar bersifat asosiatif dengan model tempat mereka dibuat, yaitu, perubahan yang dibuat dalam model, seperti perubahan nilai dimensi, penambahan atau penghapusan fitur, ditampilkan secara bersamaan dalam gambar. Begitu pula dengan perubahan nilai dimensi pada sebuah gambar mengakibatkan perubahan model yang diacu pada gambar tersebut.[11]

Saat membuat gambar produk atau objek, insinyur harus mematuhi standar. Bagaimanapun, menggambar adalah visualisasi subjek pengembangan dalam bentuk grafik model matematika.

Sumber: id.wikipedia.org

 

Selengkapnya
Gambar teknik
« First Previous page 10 of 11 Next Last »