Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) sedang menggodok rencana untuk menerbitkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Seperti diketahui, BI sudah mulai melakukan pembahasan serta kajian sebelum implementasi.
CBDC merupakan sebuah representasi digital dari uang yang menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency yang diterbitkan oleh bank sentral dan menjadi bagian dari kewajiban moneternya.
Saat ini, bank sentral memiliki kewajiban moneter berupa uang kartal (uang kertas dan uang logam) dan rekening giro pihak ketiga.
Ekonom Bank BCA David Sumual memperkirakan kesiapan implementasi mata uang digital belum akan rampung dalam waktu dekat. Setidaknya, kata David, persiapan masih akan memakan waktu hingga 3 tahun ke depan.
"Perkiraan saya sih mungkin belum [siap] kalaupun dilakukan dalam waktu yang dekat. Mungkin perlu waktu 3 tahun ke depan paling enggak karena perlu persiapan-persiapan," ujar David kepada Bisnis, Senin (29/3/2021).
Menurut David, menerapkan mata uang digital harus memiliki persiapan matang dari sisi sektor finansial dan perbankan. Dia mengatakan kemungkinan besar BI masih berada di tahap riset.
Maka itu, David memperkirakan Bank Indonesia baru akan siap secepatnya dalam waktu 3 tahun. Dia mengatakan mayoritas negara-negara lain juga masih berada di tahapan riset atau pilot project CBDC.
"Ada sekitar 85 negara yang sedang riset bahkan sampai pilot project seperti di China, di 4 kota ya," jelasnya.
Adapun yang perlu diperhatikan, kata David, adalah sisi teknologi yang efisien dan kompatibel dengan sektor perbankan serta finansial, skalabilitas, dan efisiensi.
Sebelumnya, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan Bank Sentral saat ini masih terus mengamati perkembangan penggunaan cryptocurrency di dunia dan nasional. Bahkan, selama beberapa tahun terakhir penyusunan regulasi dan desain khusus terkait CBDC semakin intens.
"Kalau urgensinya belum ada, kami masih akan melihat dulu dari negara lain. Kami memang banyak bekerja sama dengan Bank sentral negara lain. Namun, urgensi penerbitannya belum sebesar itu," katanya, Minggu (22/3/2021).
Sumber: finansial.bisnis.com