Perindustrian
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang menyebut, peta jalan Making Indonesia 4.0 merupakan inisiatif untuk percepatan revitalisasi sektor manufaktur memasuki era industri 4.0. Sasaran utamanya adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai 10 negara ekonomi terbesar dunia di 2030.
Berdasarkan peta jalan tersebut, terdapat tujuh sektor industri yang didorong sebagai fokus prioritas pada Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, elektronika, farmasi, serta alat kesehatan.
"Ketujuh sektor ini dipilih karena dapat memberikan kontribusi sebesar 70 persen dari total PDB manufaktur, 65 persen ekspor manufaktur, dan 60 persen pekerja industri," katanya dalam webinar Internasional, Senin (12/4).
Menteri Agus mengemukakan, sektor industri di Indonesia menunjukkan ketangguhannya dalam menghadapi pandemi Covid-19, termasuk dengan kesiapan memanfaatkan teknologi industri 4.0, sehingga tetap dapat menjaga aktivitas produksinya. Di tengah pandemi, realisasi investasi sektor industri pada periode 2020 mencapai Rp272,9 triliun, tumbuh 26 persen dari 2019 yang sebesar Rp216 Triliun.
Selain itu, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Maret 2021 berada di level 53,2 atau meningkat sebesar 2,3 poin dari Februari 2021. Peningkatan PMI manufaktur Maret 2021 menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
"Capaian gemilang tersebut mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia akan semakin cepat, dan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021," tegas Menteri Agus.
Indonesia Siap Sambut Era Industri 4.0
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah Indonesia siap menghadapi revolusi industri 4.0. Saat ini pemerintah juga sedang menyusun roadmap daripada industri 4.0 tersebut.
"Industri kami siap menghadapi revolusi industri dengan meluncurkan pembuatan roadmap Indonesia 4.0," kata Menko Airlangga dalam webinar internasional, Senin (12/2).
Dia menambahkan, setidaknya ada beberapa sektor industri yang akan dimasukan di dalam roadmap Indonesia 4.0 tersebut. Beberapa di antaranya adalah sektor prioritas, seperti minuman, tekstil, otomotif, kendaraan, elektronik, dan farmasi.
Sumber Artikel : Merdeka.com
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025
Kementerian Perindustrian menyebut keikutsertaan Indonesia sebagai official partner country pada Hannover Messe 2021 Digital Edition bertujuan untuk membagikan kepada dunia mengenai pencapaian dalam implementasi peta jalan penerapan industri 4.0 di Indonesia. Gelaran yang mengusung tema Making Indonesia 4.0, akan menjadi ajang pameran teknologi terbesar di dunia untuk mendorong keterhubungan Indonesia dengan jejaring rantai suplai global. “Selain itu, kami juga mendorong terjadinya transfer teknologi melalui keikutsertaan Indonesia dalam Hannover Messe 2021," ujar Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka Pra-Konferensi Indonesia Partner Country Hannover Messe 2021 secara virtual, Selasa (6/4/2021).
Agus menyebut dalam masa pandemi yang mengubah gaya hidup, cara berinteraksi, hingga aktivitas ekonomi masyarakat, keikutsertaan Indonesia dalam Hannover Messe 2021 yang kali ini diselenggarakan secara digital memberikan keleluasaan. Menperin menyampaikan, Kehadiran Indonesia sebagai official partner country secara digital akan berlangsung selama setahun hingga berganti partner country HM dari negara mitra lainnya.
“Dalam HM 2021, kita juga menunjukkan akselerasi digital yang dilakukan sektor industri di Indonesia yang juga dipicu oleh adanya pembatasan pergerakan dan interaksi di masa pandemi. Di titik inilah 4 th Industrial Revolution menemukan momentumnya," ujar Agus. Perusahaan industri di Indonesia menunjukkan kesiapannya dalam menghadapi pandemi Covid-19, termasuk dengan memanfaatkan teknologi Industri 4.0 sehingga tetap dapat menjaga aktivitas produksinya. Sisi lain kendati di tengah pandemi, realisasi investasi sektor industri pada periode 2020 mencapai Rp272,9 triliun, atau masih bertumbuh 26 persen dari 2019 yang sebesar Rp216 Triliun. Selain itu, pada Maret 2021 lalu Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di level 53,2 atau meningkat sebesar 2,3 poin dari Februari 2021. Peningkatan PMI manufaktur Maret 2021 menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu satu dekade terakhir.
Hal tersebut diyakini Agus menunjukkan pemulihan ekonomi Indonesia akan semakin cepat, dan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021. Adapun Peta jalan Making Indonesia 4.0 merupakan inisiatif untuk percepatan pembangunan industri memasuki era industri 4.0. Sasaran utamanya adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai 10 negara ekonomi terbesar dunia di tahun 2030. Berdasarkan peta jalan tersebut, terdapat tujuh sektor industri yang didorong sebagai fokus prioritas pada Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, elektronika, farmasi, serta alat kesehatan. Ketujuh sektor ini dipilih karena dapat memberikan kontribusi sebesar 70 persen dari total PDB manufaktur, 65 persen ekspor manufaktur, dan 60 persen pekerja industri.
Sumber: https://ekonomi.bisnis.com
Sumber Artikel : Kemlu.go.id
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025
Kementerian Perindustri bersama sejumlah lembaga terkait tengah menyusun peta jalan pengembangan industri halal. Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo mengatakan bahwa kementerian/lembaga terkait itu di antaranya Komite Nasional Ekonomi Syariah (KNEKS), Kementerian Keuangan, serta Kementerian PPN/Bappenas. “Hal ini diharapkan dapat mempercepat terbentuknya ekosistem halal dari aspek industri,” kata Dody di Jakarta dalam keterangan tertulis, Selasa (12/10/2021).
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengeluarkan dua beleid terkait industri halal, yakni tentang pembentukan kawasan industri halal dan pusat pemberdayaan industri halal. Pemberdayaan industri halal diwujudkan dalam beberapa program utama, meliputi pembinaan sumber daya manusia (SDM), pembinaan proses produksi, fasilitasi pembangunan infrastruktur, serta publikasi dan promosi.
“Ini juga termasuk dukungan terhadap industri kecil dan menengah yang selama ini telah mendapatkan fasilitas sertifikasi halal,” jelasnya.
Dody menjelaskan, banyak aspek yang menjadi perhatian untuk menghasilkan produk halal, misalnya bahan baku, teknologi penunjang, fasilitas pendukung, dan SDM industri yang terlibat.
“Kedua peraturan menteri tersebut dijalankan bersama untuk mengembangkan industri halal yang mendukung pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia,” ujarnya.
Dody menjelaskan bahwa potensi ekonomi syariah global yang mencapai US$2,02 triliun, membuat Indonesia sangat berpeluang untuk mengembangkan industri halal, terutama pada sektor makanan dan minuman, fesyen, farmasi, serta kosmetik.
“Ini dilihat dari peningkatan demand produk makanan halal maupun berkembangnya tren fesyen busana muslim yang harus dapat dimanfaatkan oleh industri tekstil dan produk tekstil nasional melalui ragam inovasi produk dan optimalisasi tekstil fungsional,” jelas Dody.
Sementara itu, pada industri farmasi dan kosmetika, pengembangan produk halal juga sejalan dengan upaya substitusi bahan baku impor, karena dapat memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia yang unik sebagai selling point tersendiri di mata konsumen global.
Kepala Pusat Pemberdayaan Industri Halal (PPIH) Kemenperin Junadi Marki menambahkan, terdapat empat strategi utama yang menjadi acuan para pemangku kepentingan terkait pengembangan ekosistem halal, yaitu penguatan rantai nilai, penguatan keuangan syariah, penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta penguatan ekonomi digital.
Ia menambahkan, strategi utama tersebut juga akan diperkuat dengan empat strategi dasar yang menjadi ekosistem pendukung, yaitu penguatan regulasi dan tata kelola, pengembangan kapasitas riset dan pengembangan, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, serta peningkatan kesadaran dan literasi publik.
Sumber Artikel : Bisnis.com
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025
Penguatan ketahanan industri menjadi kunci untuk membangun dunia yang lebih baik di masa endemi Covid-19. Ini seiring mulai pulihnya dunia dari pandemi Covid-19 yang hampir dua tahun melanda dunia.
Demikian tema dari pameran Industrial Transformation Asia-Pasific (ITAP) ke-4 yang kembali digelar dari 22-24 November 2021 dalam format hibrida untuk memaksimalkan jangkauan regional dan mendorong keterlibatan dalam industri manufaktur dan industri terkait.
Dua pilar utama ITAP 2021 adalah SDM dan Teknologi yang Memberdayakan. Dua hal tersebut adalah kunci untuk membangun ketahanan dan kelangsungan dunia yang tahan Covid-19.
"Covid-19 masih menjadi masalah besar bagi perusahaan manufaktur yang melakukan produksi secara fisik dan aktivitas lapangan. Teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Virtual Reality (VR), dan Augmented Reality (AR) dapat membantu mengurangi masalah ini dengan memungkinkan produsen bekerja dengan aman, mengurangi risiko terpapar sekaligus meningkatkan produktivitas," ungkap Chief Executive (Markets) Constellar Holdings, Chua Wee Phong, selaku penyelenggara pameran dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (8/11).
"Kami mengajak perusahaan-perusahaan untuk memanfaatkan kesempatan ini guna mengevaluasi proses bisnis mereka, meningkatkan keterampilan pekerja mereka dan membekalinya dengan keahlian yang tepat untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi. ITAP senantiasa menjadi platform industri di kawasan untuk mengeksplorasi solusi inovatif, memperluas jaringan kemitraan dan membangun gudang alat mereka untuk pengembangan kemampuan,” jelas dia.
Constellar menargetkan lebih dari 15.000 pengunjung menghadiri pameran tahun ini.
"Tahun lalu jumlah pengunjung digital dari Indonesia berada di peringkat kedua terbanyak mencapai 8% dari total pengunjung. Tahun ini dengan dibukanya paviliun Indonesia oleh Kementerian Perindustrian RI di pameran fisik ITAP 2021 di Singapore EXPO, akan semakin mengundang banyak para petinggi perusahaan Indonesia untuk hadir secara fisik di ITAP 2021," ungkap Chua Wee Phong.
Kunci Daya Saing
Chief Executive Deutsche Messe, Jochen Köckler mengatakan, digitasi, keberlanjutan, dan rantai pasokan yang efektif adalah kunci daya saing produksi.
Pandemi dengan jelas menunjukkan seberapa cepat proses produksi dapat ditantang. Implementasi dan perluasan produksi yang berkesinambungan dalam Industri 4.0 menjadi komponen yang semakin penting dalam pengembangan produksi.
"Kawasan Asia Pasifik dengan cepat berkembang menjadi hub bagi perusahaan teknologi yang terkait dengan Industri 4.0. ITAP memberikan kesempatan bertemu secara langsung dengan perusahaan-perusahaan tersebut, merasakan inovasi teknologi dan menjalin kerjasama bisnis," ujar dia.
Fokus tahun ini pada Sumber Daya Manusia dan Teknologi adalah hasil dari pengamatan mendalam terhadap negara-negara tetangga seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, yang memiliki sentimen kuat seputar tantangan tenaga kerja yang timbul akibat protokol jaga jarak.
"Situasi ini akan terus berlanjut dan menciptakan kenormalan baru dimana perusahaan harus menyesuaikan pola kerja dan proses produksi. Ini akan menjadi kekuatan pendorong Industri 4.0 dan kita perlu mengembangkan secara sistematis di semua dimensi untuk menciptakan ekosistem yang berkelanjutan," ujar Siriwat Waiyanit, Wakil Ketua (Manufacturing Automation and Robot Center) Thai-German Institute.
Sumber Artikel: Liputan6.com
Teknik Elektro
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 17 Februari 2025
Program Studi Teknik Biomedik ini merupakan program studi yang menggabungkan bidang ilmu keteknikan dan kedokteran, dimana pada program studi ini akan dipelajari bagaimana merancang alat-alat mekanis dan elektronis untuk membantu dunia dunia medis. Secara garis besar, Teknik Biomedis ini mempelajari sistem elektronika kedokteran dan teknologi kesehatan. Prospek kerja jurusan Teknik Biomedis ini semakin cerah melihat perkembangan teknologi kesehatan dari tahun ke tahun yang semakin meningkat, apalagi perguruan tinggi yang memiliki prodi Teknik Biomedik masih sangat sedikit jumlahnya di Indonesia sehingga persaingan dunia kerja pada bidang teknik biomedis khususnya di Indonesia masih tidak terlalu ketat.
Lulusan teknik biomedis diharapkan dapat membantu mengembangkan industri alat-alat medis di Indonesia, sehingga ketergantungan negeri ini akan industri tersebut terhadap negara-negara maju dapat terus menerus dikurangi tiap tahunnya. Luaran akhir yang diharapkan khususnya bagi NKRI dengan adanya program studi ini adalah tercapainya kemandirian Indonesia di bidang industri alat-alat medis.
Berikut beberapa prospek kerja bagi lulusan teknik biomedis di Indonesia:
Laboratorium Kesehatan: Di laboratorium kesehatan, pengetahuan tentang alat-alat medis yang dimiliki oleh lulusan Teknik Biomedis sangatlah penting untuk melaksanakan penelitian yang bermanfaat bagi pasien dan masyarakat.
Rumah Sakit (Pemerintah atau Swasta): Rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan adalah pengguna utama teknologi alat-alat medis. Lulusan Teknik Biomedis dibutuhkan sebagai konsultan untuk pembelian alat-alat medis yang berkualitas dan juga sebagai teknisi yang merawat alat-alat tersebut.
Perusahaan Obat/Farmasi: Di perusahaan farmasi, lulusan Teknik Biomedis dapat bekerja dalam tugas-tugas pemeliharaan, operasional, atau pengendalian kualitas alat-alat yang digunakan dalam produksi obat-obatan.
Lembaga Penelitian: Lulusan Teknik Biomedis dapat bekerja di lembaga penelitian untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan alat-alat medis, yang kemudian dapat bermanfaat untuk pengetahuan kesehatan dalam dan luar negeri.
Instansi Pemerintahan: Di instansi pemerintahan seperti Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan, lulusan Teknik Biomedis dapat bekerja sesuai dengan kompetensinya dalam bidang Teknik Biomedis.
Tenaga Pendidik: Lulusan Teknik Biomedis juga memiliki peluang untuk menjadi dosen, terutama dengan sedikitnya jumlah Program Studi Teknik Biomedis di perguruan tinggi Indonesia.
Wirausaha: Sebagai alternatif, lulusan Teknik Biomedis dapat memilih untuk menjadi pengusaha dengan mendirikan perusahaan yang memproduksi alat-alat medis. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, hal ini merupakan peluang yang layak dipertimbangkan, terutama karena mayoritas alat-alat medis di Indonesia masih diimpor dari luar negeri.
Sumber: biomedik.eng.ui.ac.id
Teknik Biomedik
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 17 Februari 2025
Mendeteksi keberadaan suatu penyakit secara dini merupakan langkah penting untuk meminimalkan gejala yang timbul dan dapat dilakukan tahap perawatan yang tepat sedari awal. Selama ini banyak kasus terjadinya penularan penyakit secara meluas atau gejala akut dialami seorang pasien disebabkan keterlambatan dalam hal diagnosis terkait dengan keberadaan suatu penyakit pada seseorang atau munculnya mikroorganisme berbahaya di lingkungan sekitar. Sebagai contoh ialah penyakit alzheimer yang dapat berkembang di dalam otak selama Z dekade sebelum menunjukkan gejala pada pasien. Contoh lainnya ialah banyaknya pasien tanpa gejala (asimtomatik), tapi berpotensi sebagai media penularan covid-19. Oleh karena itu, kemampuan mendeteksi sedini mungkin, baik pada pasien tanpa gejala maupun belum terbentuknya gejala, dapat menawarkan solusi untuk perawatan pada tahap awal yang akan mampu memberikan perbedaan signifikan pada seorang pasien.
Keterlambatan dalam hal diagnosis semakin dirasakan khususnya oleh masyarakat yang berada di daerah-daerah 3T (tertinggal, terpencil, dan terluar). Di sisi lain, sebagian besar proses diagnosis suatu penyakit membutuhkan waktu hitungan jam bahkan hari serta biaya yang sering kali tidak bisa dijangkau semua kalangan.
Oleh karena itu, teknologi di bidang diagnosis medis ke depan membutuhkan terobosan ham untuk menghasilkan tes uji penyakit secara dini yang lebih sederhana, cepat, murah, dan dapat digunakan di mana saja dan oleh siapa saja, termasuk masyarakat umum tanpa perlu keterampilan khusus. Untuk menjawab tantangan tersebut, penelitian dan pengembangan teknologi biosensor menjadi sangat penting. Biosensor dapat didefinisikan sebagai alat yang mampu mendeteksi keberadaan sebuah biomolekul, virus, set, dan bakteri di dalam tubuh, makanan, dan lingkungan sekitar kita. Uji kit untuk memonitor kadar gula darah dan kolesterol, tes kehamilan, dan tes cepat covid-19 merupakan beberapa contoh dari alat biosensor.
Sebagian besar biosensor yang berada di pasaran saat ini bekerja dengan menggunakan sampel darah yang tidak cukup nyaman bagi kebanyakan pasien, seperti pada pasien diabetes, yang setiap hari harus melakukan finger prick untuk memonitor kadar gula darah secara berkelanjutan dan sering kali proses pengambilan darah dapat menghasilkan infeksi dan lebam pada kulit. Oleh karena itu, pengembangan biosensor saat ini diarahkan untuk dapat bekerja tidak hanya dengan sampel berupa darah, tetapi juga dapat menggunakan sampel air liur, keringat, dan air seni tergantung dari jenis biomolekul atau mikroorganisme yang ingin kita dideteksi apakah dapat ditemukan dalam sampel tersebut atau tidak.
Selain membuat biosensor yang lebih bersahabat dengan pasien, yaitu menggunakan sampel dengan sumber yang lebih mudah diambil dari tubuh, arah inovasi lainnya ialah meningkatkan sensitivitas dan limit deteksi dari alat biosensor. Definisi sensitivitas dalam hal ini agak berbeda dengan sensitivitas yang sering kita temui pada label tes uji cepat covid-19. Pada konteks tes uji cepat covid-19, angka sensitivitas yang beredar menunjukkan perbandingan ketepatan tes uji pada pasien positif jika dibandingkan dengan pemeriksaan baku menggunakan tes swab PCR. Sementara itu, pada konteks biosensor secara umum, sensitivitas dapat dipahami sebagai rasio kemampuan perubahan respons alat terhadap perubahan jumlah molekul target pada sampel. Biosensor yang dapat memberikan respons 10 mikroampere dengan adanya perubahan 100 molekul target, lebih sensitif jika dibandingkan dengan alat yang hanya merespons 1 mikroampere. Sementara itu, limit deteksi berkaitan jumlah batas konsentrasi terkecil dari molekul target yang dapat dideteksi oleh alat.
Sebagai contoh kasus untuk deteksi virus SARS-CoV-2, tes uji cepat antibodi ataupun antigen hanya mampu memberikan sinyal positif ketika jumlah protein target berkisar pada 100.000-1.000.000 molekul pada sampel, sedangkan tes swab PCR memiliki limit deteksi yang lebih kecil, yaitu sekitar 100-1.000 molekul pada sampel. Sering kali sebuah alat memberikan hasil negatif palsu karena ketidakmampuan alat tersebut mendeteksi target molekul pada jumlah yang sangat kecil di bawah kemampuan deteksinya. Hal itu dapat terjadi pada beberapa orang yang terinfeksi virus dengan jumlah kecil dan tidak menimbulkan gejala, tapi berpotensi sebagai sumber penularan pada orang lain. Oleh karena itu, pengembangan alat uji dengan kemampuan sensitivitas yang tinggi hingga menuju level deteksi pada molekul mnggal ialah salah satu arah penelitian terkini di bidang biosensor.
Biosensor elektrokimia merupakan salah satu kategori divais yang dapat menawarkan sensitivitas tinggi, limit deteksi yang sangat rendah, serta fleksibilitas dan portabilitas alat yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut hingga tahap komersialisasi. Konfigurasi alat biosensor elektrokimia dapat berupa suatu elektroda kerja atau sebuah transistor elektrokimia. Elektroda atau transistor ialah komponen elektronika yang cukup familier dan dikenal masyarakat umum yang bisa ditemukan di berbagai perangkat elektronik di sekitar kita.
Gambaran sederhana agar sebuah elektroda dan transistor dapat menjadi sebuah biosensor ialah dengan memodifikasi permukaan elektroda dengan molekul atau protein yang dapat mengenali atau menangkap target yang ingin dideteksi sebagai contoh modifikasi elektroda dengan molekul antibodi sehingga bisa menangkap antigen, atau modifikasi permukaan elektroda dengan enzim sehingga bisa berinteraksi dengan target seperti glukosa atau kolesterol. Adanya proses penangkapan target molekul yang menempel pada molekul penangkap di atas permukaan elektroda, akan mengubah kerapatan muatan listrik atau aliran listrik. Perubahan sinyal listrik ini yang akan bisa kita baca sebagai respons dari biosensor elektrokimia.
Laboratorium material fungsional maju di ITB telah mengembangkan berbagai jenis biosensor elektrokimia, di antaranya alat untuk mendeteksi glukosa, dopamin, dan protein penanda Hepatitis B. Saat ini, tim laboratorium material fungsional maju terdiri atas berbagai personel dengan latar belakang keilmuan berbeda (multidisiplin) yang saling bersinergi untuk mengembangkan biosensor elektrokimia untuk jenis penyakit lainnya. Pandemi covid-19 mengajarkan kita bahwa pengembangan teknologi biosensor menjadi penting sebagai bagian solusi pada ranah diagnosis untuk penanganan pandemi. Beberapa arah pengembangan biosensor elektrokimia ke depannya dapat mencakup jenis material untuk aplikasi biosensor yang bisa diproduksi secara massal di Indonesia dan stabil selama proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga pemakaian.
Dari sisi keilmuan teknik meliputi pengembangan desain divais dan perangkat instrumentasi yang mudah digunakan user di mana saja dan kapan saja. Teknologi biosensor yang berbasis elektrokimia mungkin sepatunya menjadi salah satu target teknologi yang harapannya bisa oleh Indonesia ke depannya. Jika pesawat terbang bisa menjadi transportasi penghubung negara kepulauan Indonesia, diharapkan biosensor bisa menjadi teknologi pelengkap umuk tenaga medis dalam mendiagnosis penyakit secara lebih cepat, khususnya untuk penduduk-penduduk di pulau-pulau kecil tanpa hams mobilisasi ke rumah sakit di pulau besar yang membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya. (M-4)
Sumber: research.lppm.itb.ac.id