Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 28 Februari 2025
Buku Seni Aktivisme Lingkungan di Indonesia karya Edwin Jurriens mengisi kekosongan dalam literatur seni dan aktivisme. Buku ini mengupas tuntas interaksi antara seni kontemporer dan aktivisme lingkungan di Indonesia sejak akhir 1960-an hingga awal 2020-an. Bagian-bagian dalam buku ini dikategorikan berdasarkan konsep utama yang disorot dalam subjudul buku ini: pergeseran cakrawala. Buku ini melintasi periode-periode penting dalam sejarah, menyoroti peran seni dalam mendorong kesadaran ekologis dan mempengaruhi respons masyarakat terhadap krisis lingkungan.
Konsep 'artivisme' menjadi pusat perhatian, dengan menekankan peran penting seni dalam aktivisme. Buku ini menilai potensi dan keterbatasan artivisme lingkungan di Indonesia, dengan menggunakan latar belakang dinamika seni rupa dan transformasi sosial di Indonesia. Dengan memberikan gambaran menyeluruh mengenai seni kontemporer di Indonesia, buku ini menganalisis para seniman yang menangani isu-isu lingkungan yang mendesak.
Bab-bab awal buku ini merefleksikan hubungan Indonesia yang kompleks dengan lingkungan alam dan budayanya. Pameran tunggal seniman Setu Legi mengeksplorasi "Tanah Air," yang merujuk pada tanah dan air. Jurriens membahas aspek gender dan agama dalam keterlibatan lingkungan di Indonesia, dengan menampilkan karya seniman Arahmaiani. Buku ini menekankan keterkaitan antara fenomena alam dan budaya Indonesia yang beragam dan bagaimana seni berkontribusi pada kesadaran ekologis.
Dengan latar belakang pembangunan bangsa pasca-kemerdekaan, narasi buku ini menyoroti bagaimana faktor politik, terutama selama rezim Orde Baru, berdampak pada lingkungan dan membatasi kebebasan berpendapat. Pembangunan ekonomi, di bawah "Bapak Pembangunan" Suharto, memprioritaskan daerah-daerah di pusat, yang menyebabkan kesenjangan ekonomi dan eksploitasi lingkungan.
Seniman modern dan kontemporer dari berbagai daerah di Indonesia merespons dampak lingkungan, mempolitisasi dan menyejarah isu-isu ekologi. Teks ini memperkenalkan konsep "artivisme," yang menekankan peran seni dalam menghubungkan masyarakat dengan kepedulian terhadap lingkungan dan menginspirasi hubungan yang berkelanjutan antara manusia dan alam.
Para seniman menggunakan beragam strategi, termasuk lukisan realistis, karya kolaboratif, dan proyek-proyek lainnya, yang membahas isu-isu seperti polusi air, reklamasi, filosofi spiritual, dan jaringan perkotaan-pedesaan. Buku ini menekankan potensi 'karya seni pascabencana alam' untuk meningkatkan kesadaran akan kesetaraan sosial-budaya, politik, dan ekonomi yang berkaitan dengan bencana alam.
Buku ini memberikan eksplorasi komprehensif mengenai seni kontemporer Indonesia, yang berpusat pada tema besar "pergeseran cakrawala". Cakrawala ini melambangkan perspektif yang berkembang dan representasi artistik yang beragam dari lingkungan alam, yang beresonansi dengan seruan para seniman akan pendekatan sosial-politik alternatif untuk mengatasi tantangan lingkungan kontemporer.
Narasi ini dimulai dengan menelaah perubahan dan variasi representasi artistik lingkungan alam. Diskusi ini meluas ke seruan para seniman akan sikap sosial-politik dan budaya alternatif untuk mengatasi tantangan lingkungan yang kompleks, terutama dalam menanggapi representasi visual yang disahkan secara resmi selama masa penjajahan Belanda dan Orde Baru.
Analisis ini kemudian beralih ke peran seni kontemporer dalam mengatasi kompleksitas 'Kapitalosen', mengeksplorasi dampak kapitalisme terhadap lanskap sosial-budaya dan alam Indonesia. Bab "Citra Kapitalosen" mengkaji tanggapan seniman Indonesia terhadap tantangan lingkungan di era Antroposen, dengan menekankan peran seni dalam melawan desensitisasi. Buku ini mengadvokasi untuk mempromosikan nilai-nilai non-kapitalis dan eksperimen inovatif, menekankan peran ekologi media dalam mengatasi kerusakan lingkungan. Buku ini menggarisbawahi relevansi Kapitalisme dalam seni lingkungan di Indonesia, mengeksplorasi respons Grup Bakrie terhadap bencana lumpur Sidoarjo dan menekankan potensi kreativitas yang luar biasa untuk melawan kekuatan-kekuatan dominan.
"Seni Aktivisme" mengeksplorasi peran seni kontemporer dalam menjawab tantangan di masa Kapur, menavigasi berbagai 'arus kontemporer' dan memperkenalkan 'aktivisme'. Buku ini menekankan saling ketergantungan antara seni dan aktivisme, mengeksplorasi kontribusi seniman Indonesia dalam menghadapi tantangan sosial-politik. Bab tentang artivisme lingkungan awal berfokus pada Moelyono, menyoroti 'seni penyadaran' sang perintis dan kontribusinya dalam menyatukan para seniman-aktivis. Ide-ide kreatif dan praktik-praktik kreatif seniman perintis Indonesia, Moelyono, ditelaah secara mendetail.
Fokusnya kemudian bergeser ke budaya visual kolonialisme Belanda dan Orde Baru, membedah penggambaran romantisme lanskap pedesaan. Seniman kontemporer Maryanto dan Setu Legi muncul sebagai suara yang mengkritik budaya visual yang eksploitatif, mempersonalisasi dan mempolitisasi ancaman lingkungan, terutama yang berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit. Kesenian Maranta dan Setu Legi, mengkritik pemetaan spasial historis, dan menyikapi kontrol politik dan dampak sponsor korporasi terhadap kesenian.
Konsep 'ruang pengecualian' dalam karya seni Maryanto mengkritik eksploitasi lingkungan pasca-Orde Baru. Setu Legi, yang berakar kuat pada politik dan ekologi, membuat karya eko-estetika yang beraneka ragam, menawarkan pemahaman yang bernuansa persinggungan sosial-politik dan ekologi. Pameran 'Tanah Air' melambangkan signifikansi budaya Indonesia dan mengkritik kepentingan komersial. Dengan mengeksplorasi navigasi Legi terhadap agama, politik, dan lingkungan, menantang asumsi dan mempromosikan "multinaturalisme" untuk multikulturalisme. Secara keseluruhan, buku ini memberikan eksplorasi yang komprehensif tentang lanskap lingkungan dan budaya Indonesia, menghubungkan konteks historis dengan tantangan kontemporer.
Kemudian, narasi ini meluas ke modernisasi Jakarta dari tahun 1960-an hingga 1980-an, menganalisis tanggapan para seniman terhadap urbanisasi. Lukisan-lukisan Sudjojono yang menggambarkan transisi dari Sukarno ke Soeharto dan Gerakan Seni Rupa Baru yang menentang rezim Soeharto dieksplorasi.
Generasi seniman yang lebih muda, yang diidentifikasi sebagai penduduk asli perkotaan, menjadi sorotan, mengkritik Generasi '66 dan merefleksikan gaya hidup konsumerisme penduduk asli perkotaan. Kemudian eksplorasi lebih lanjut meluas ke ekofeminisme dan aktivisme lingkungan berbasis gender, dengan fokus pada kontribusi Arahmaiani dan aktivismenya dengan komunitas agama di Yogyakarta dan Tibet.
Bali menjadi panggung bagi kampanye sukses para seniman dalam menentang reklamasi lahan, dengan aktivisme Made Muliana Bayak yang menyatu dengan seni visual untuk mengatasi polusi plastik dan menantang tradisi budaya. Laporan ini mengeksplorasi geografi baru dalam artivisme Indonesia, meneliti kampanye melawan pembukaan hutan dan proyek-proyek kolaboratif yang menghubungkan daerah perkotaan dan pedesaan.
Studi ini juga membahas tantangan dan peluang kolaborasi internasional, serta potensi transformasi dari niat artistik yang orisinil. Peretasan kreatif disoroti sebagai strategi yang digunakan oleh komunitas seni media baru untuk mengatasi masalah aksesibilitas dan memberikan informasi kepada kelompok-kelompok yang terpinggirkan tentang isu-isu lingkungan.
"Shifting Horizons: Seni Aktivisme Lingkungan di Indonesia" mengeksplorasi hubungan dinamis antara seni dan aktivisme lingkungan, dengan fokus pada potensi ekspresi artistik untuk mendorong perubahan. Buku ini menarik kesejajaran dengan Venice Biennale 2019, yang mengakui kontradiksi dampak ekologis seni sambil menyoroti kapasitasnya untuk meningkatkan kesadaran, terutama di kalangan generasi muda.
Bab penutup menekankan kekuatan transformatif seni lintas genre, media, dan teknologi, yang dirangkum dalam metafora 'pergeseran cakrawala'. Empat sub-bab - keterlibatan sosial-politik, keintiman, partisipasi sosial dan jaringan, dan perubahan sosial-politik - menggambarkan berbagai cara seni dan aktivisme bersinggungan untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.
Para seniman menantang representasi tradisional, memanfaatkan media baru untuk menangani isu-isu lingkungan tertentu. Keterlibatan sosial-politik mereka berfokus pada faktor-faktor yang bernuansa, menghindari asumsi tanggung jawab yang umum. Buku ini menyoroti peran seniman dalam melakukan perubahan nyata melalui artivisme, menggunakan tubuh mereka di ruang publik dan membangun jaringan untuk mendapatkan dampak yang berkelanjutan.
Singkatnya, buku ini menjunjung tinggi pendekatan holistik, menggabungkan imajinasi kreatif, berbagi pengetahuan, dan keterlibatan sosial-politik untuk mengatasi krisis lingkungan. Seniman Indonesia muncul sebagai juara lokal yang melawan arus global, mempromosikan nilai-nilai keakraban, kebersamaan, dan koeksistensi, mengkatalisasi perubahan positif di tengah tantangan lingkungan.
Kata penutup merangkum eksplorasi buku ini, menekankan interaksi dinamis antara seni, visibilitas, dan krisis lingkungan. Metafora 'pergeseran cakrawala' merangkum tema-tema inti, menggambarkan kekuatan transformatif seni, kemampuannya untuk memprovokasi keterlibatan, dan perannya dalam menata ulang struktur sosial-politik melalui visi alternatif dan penyebaran pengetahuan.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan praktis, buku ini membahas celah yang signifikan dalam literatur seni dan aktivisme di Asia Tenggara. Dirancang untuk pembaca yang beragam, termasuk akademisi, mahasiswa, seniman, kurator, pembuat kebijakan, aktivis, dan pembaca umum yang tertarik dengan lingkungan dan budaya Indonesia, buku ini menawarkan sumber daya yang berharga. Buku ini memberikan kontribusi pada pemahaman yang bernuansa tentang kekuatan transformatif seni dalam mendorong perubahan sosial dan politik dalam konteks aktivisme lingkungan.
Disadur dari: www.iias.asia
Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 28 Februari 2025
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, tiba di Istana Kepresidenan di Jakarta pada 16 Mei 2024. (ANTARA/Andi Firdaus/rst)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, menyatakan bahwa persiapan Indonesia untuk menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) tidak terhambat oleh isu lingkungan hidup dan kehutanan.
"Kami selalu berusaha mengikuti standar internasional. Kami juga mengacu pada negara-negara maju. Memang akan ada penyesuaian dan standar-standar, tapi saya yakin tidak ada masalah," ujar Menkeu di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Hari Kamis ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil para menteri dan wakil menteri terkait ke Istana Kepresidenan untuk membahas peta jalan Indonesia untuk bergabung dengan OECD.
Bakar mengatakan bahwa keanggotaan OECD menerapkan standar yang cukup ketat, namun Indonesia telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang signifikan dari sisi lingkungan hidup dan kehutanan.
"Misalnya, deforestasi, moratorium, kebakaran hutan dan gambut, penegakan hukum, atau FOLU Net Sink. Saya telah bekerja sama dengan OECD sejak tahun 2017, dan kami telah melakukan Kajian Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi Hijau di Indonesia pada tahun 2019," tambahnya.
Di sektor lingkungan hidup dan kehutanan, menteri menekankan bahwa Indonesia telah menyesuaikan diri dengan standar yang ada, meskipun beberapa penyesuaian akan dilakukan nantinya. Dalam hal emisi, misalnya, Indonesia telah mencatatkan pencapaian rata-rata dalam mengurangi emisi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa 38 negara anggota OECD telah menyetujui Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
Airlangga menegaskan bahwa pihaknya telah menerima peta jalan (roadmap) keikutsertaan Indonesia sebagai anggota OECD dalam pertemuan dengan anggota OECD di Paris beberapa waktu lalu.
Presiden Jokowi juga menyambut baik keputusan 38 negara yang mendukung keanggotaan Indonesia di OECD.
Menurut Kepala Negara, keanggotaan OECD yang beranggotakan banyak negara maju ini penting untuk membuka akses investasi ke lembaga-lembaga internasional yang bermanfaat bagi Indonesia.
Disadur dari: antaranews.com
Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 28 Februari 2025
Pentingnya kehidupan laut
Laut memiliki peran penting dalam segala aspek kehidupan bagi semua makhluk hidup. Laut menjadi rumah dan habitat bagi berbagai tanaman laut, dan berbagai spesies hewan laut dari seluruh dunia. Organisme mikroskopis, dan terumbu karang yang sangat bermanfaat bagi keberlangsungan ekosistem di lingkungan laut. Laut juga membantu oksigen yang dihasilkan oleh fitoplankton, organisme kecil yang menyerupai tanaman kecil yang hidup di laut. Hal ini menyumbang sekitar 50% oksigen di Bumi.
Laut memberikan banyak manfaat bagi berbagai aspek kehidupan, seperti mengatur iklim di Bumi. Ekosistem laut juga sangat penting karena angin dan arus laut merupakan penentu utama bagi kelangsungan hidup biota laut dan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, laut sangat penting sebagai sumber makanan dan mata pencaharian. Selain itu, keindahannya juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Di dalam laut sendiri terdapat berbagai biota laut, termasuk spesies tumbuhan laut, terumbu karang, dan ekosistemnya. Manusia juga dapat memanfaatkannya untuk penelitian ilmiah dan tujuan konservasi.
Indonesia sebagai negara maritim
Laut Indonesia telah mengalami pencemaran dan kerusakan yang signifikan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sebagai contoh, eksploitasi sumber daya yang meluas telah menyebabkan terganggunya ekosistem laut. Hal ini sering kita lihat di berita atau bahkan kita saksikan sendiri. Misalnya pembuangan limbah industri ke sungai dan akhirnya ke laut yang dapat merusak ekosistem laut secara keseluruhan. Hal ini mungkin terjadi karena limbah pabrik seringkali mengandung zat-zat beracun seperti logam, merkuri, dan bahan kimia lainnya.
Masalahnya tidak berhenti sampai di situ, beberapa nelayan Indonesia masih menggunakan bom ikan. Kompas.id melaporkan bahwa sebelas nelayan ditangkap karena menggunakan bom untuk menangkap ikan di Teluk Rano, Kecamatan Lambu, Bima, Nusa Tenggara Barat. Para pelaku terancam hukuman hingga enam tahun penjara. Namun, praktik ini terus terjadi dan mengindikasikan kurangnya tindakan tegas dari pemerintah daerah dan penegak hukum. Serta kurangnya edukasi mengenai pentingnya konservasi laut.
Selain itu, pencemaran laut juga menjadi faktor utama yang menyebabkan tercemarnya laut Indonesia. Menurut indonesiabaik.id, World Population Review mencatat bahwa sampah plastik di laut Indonesia mencapai 56 ribu ton pada tahun 2021. Data ini menunjukkan betapa parahnya kondisi lingkungan laut kita yang penuh dengan polusi atau sampah plastik akibat ulah manusia.
Sampah yang mencemari laut indonesia
Masalah sampah tidak hanya terjadi di pemukiman dan perkotaan di daratan saja, namun juga di lautan, di mana sampah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pencemaran laut. Jenis sampah yang ada di lautan beragam, mulai dari kayu, logam, busa plastik, kertas, hingga kardus. Yang paling umum adalah sampah plastik, seperti kantong plastik, botol, dan sebagainya. Menurut survei Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020, menyatakan bahwa sampah plastik merupakan jenis pencemaran laut yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Di bawah ini adalah data yang menunjukkan jumlah sampah yang mencemari lautan di Indonesia.
Penyumbang pencemaran laut terbesar: plastik
Sampah plastik memang telah menjadi masalah yang sudah lama terjadi di Indonesia, tidak hanya di daratan tapi juga di lautan. Banyak sekali sampah plastik yang mencemari perairan dan mengganggu ekosistem laut. Jika masyarakat tidak peduli dengan isu ini, maka dapat mengancam keanekaragaman hayati biota laut Indonesia, merusak terumbu karang, dan berdampak buruk pada mata pencaharian nelayan karena hasil tangkapan yang semakin menurun.
Akan sangat disayangkan jika hal ini tidak ditanggapi dengan serius. Mengingat Indonesia terkenal memiliki wilayah terumbu karang terluas di dunia, yaitu sekitar 284.300 km2, atau sekitar 18% dari total terumbu karang dunia. Selain itu, Indonesia juga merupakan penghasil produk laut terbesar kedua setelah Cina dengan total tangkapan sekitar 6,43 juta ton menurut Organisasi Pangan dan Pertanian.
Ini adalah sebuah warisan. Kita harus menjaga kelestarian laut karena ini adalah warisan kita, sehingga kekayaan alam negara ini dapat terus berkembang. Jika lingkungan kita sehat dan terjaga dengan baik, maka akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi negara kita di kancah dunia. Indonesia dikenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah dan indah. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu menjaga dan melestarikannya.
Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampah, seperti selalu membawa botol minum yang dapat digunakan kembali, membawa peralatan makan sendiri saat makan di luar, menggunakan tas belanja yang dapat digunakan kembali. Kita juga bisa bergabung atau memulai kelompok komunitas yang berdedikasi untuk membersihkan pantai. Yang paling penting, membina kerja sama dan keterlibatan antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengatasi polusi laut untuk memastikan upaya pembersihan yang cepat. Selain itu, menyebarkan kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya melindungi lingkungan laut kita dari sampah dan mengadvokasi pengurangan penggunaan plastik juga sangat penting.
Untuk melindungi laut kita dari polusi, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh individu dan pemerintah. Pemerintah dapat berkolaborasi dengan penegak hukum setempat untuk memantau dan menindak kegiatan ilegal seperti pengeboman ikan, penggunaan racun untuk menangkap ikan, dan eksploitasi lingkungan dalam skala besar. Pendekatan lainnya adalah pelestarian terumbu karang melalui upaya perlindungan dan restorasi. Terakhir, membangun dan mengelola kawasan konservasi laut untuk melindungi ekosistem laut yang rentan sangat penting.
Disadur dari: zonaebt.com
Teknik Lingkungan
Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 28 Februari 2025
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), United Nations Development Programme in Indonesia (UNDP Indonesia) bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) hari ini menandatangani komitmen bersama untuk mengimplementasikan proyek yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF), sebuah inisiatif investasi iklim dan kesehatan yang ambisius.
Menyadari ancaman signifikan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap kesehatan manusia dan planet bumi, Kementerian Kesehatan, UNDP dan WHO telah bekerja sama dalam kolaborasi tripartit yang akan memanfaatkan modal publik dan swasta, serta berbagai sumber daya seperti keahlian, pengetahuan, teknologi, jaringan, dan upaya kolaboratif dari para mitra di berbagai sektor untuk mempromosikan sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim, berkelanjutan, dan rendah karbon.
Sebagai bagian dari proyek GCF global, yang mencakup 17 negara, proyek di Indonesia akan dirancang untuk meningkatkan ketahanan iklim layanan kesehatan melalui solusi adaptasi dan mitigasi iklim. Komponen adaptasi melibatkan penguatan dan integrasi sistem peringatan dini untuk penyakit terkait iklim. Di bawah mitigasi, inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari fasilitas layanan kesehatan. Setiap negara akan mengimplementasikan proyek ini sesuai dengan kondisi uniknya, memastikan pendekatan yang disesuaikan dengan konteksnya.
Di Indonesia, proyek ini bertujuan untuk membangun sistem kesehatan nasional yang tangguh terhadap iklim dan berkelanjutan, mengurangi emisi gas rumah kaca dari sistem kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan pembiayaan untuk aksi transformatif dalam menghadapi risiko kesehatan terkait iklim. Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia agar lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim, dan mempromosikan sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim dan rendah karbon serta berkelanjutan.
Sujala Pant, Penanggung Jawab UNDP Indonesia mengatakan, "UNDP memiliki portofolio iklim terbesar dalam sistem PBB, mendukung aksi iklim di hampir 150 negara berkembang. Di Indonesia, 72% dari program kami juga difokuskan pada ketahanan terhadap perubahan iklim dan bencana. Kami percaya bahwa perubahan iklim merupakan isu lintas sektoral, sehingga kami juga telah membangun pendekatan yang melekat pada sebagian besar program kami untuk memahami dampak perubahan iklim pada setiap bidang pekerjaan, dan bagaimana mengembangkan dan menciptakan solusi yang dapat bertahan atau merespons dengan lebih baik terhadap dampak perubahan iklim di masa depan. Oleh karena itu, kolaborasi ini sangat penting bagi kami".
Perubahan iklim mempengaruhi penyakit dengan mengubah variabel iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban, yang berdampak pada dinamika penularan penyakit. Perubahan pola iklim regional juga mempengaruhi agroekosistem dan ketersediaan air, yang menyebabkan kekurangan air dan meningkatkan penyakit terkait air dan makanan seperti malnutrisi dan diare. Sebagai contoh, berkurangnya curah hujan dan suhu di Maluku meningkatkan kasus pneumonia sebesar 96% dan diare sebesar 19%. Sebaliknya, suhu dan curah hujan yang lebih tinggi meningkatkan kasus demam berdarah sebesar 227% di Bali-Nusa Tenggara, dan kasus malaria di Papua sebesar 66%.
Selain itu, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,86% (sekitar 21,6 miliar) akibat dampak perubahan iklim terhadap sektor kesehatan. Di sisi lain, laporan Bank Dunia menyatakan bahwa dampak perubahan iklim pada sektor air dapat menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 7,3% pada tahun 2045. Jika dibiarkan, perubahan iklim juga akan mempengaruhi profil kesehatan generasi saat ini dan mendatang, menjadi beban bagi sistem kesehatan, serta menghambat upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan cakupan kesehatan universal.
"Perubahan iklim merupakan ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi umat manusia, dan WHO berkomitmen untuk menanggapinya," ujar Dr N. Paranietharan, Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia. "Peluncuran inisiatif ini menandai langkah maju yang berani bagi Indonesia - yang sangat rentan terhadap dampak kesehatan dari perubahan iklim - dan akan mempercepat kemajuan di sini, serta di seluruh dunia, menuju masa depan yang lebih sehat, lebih hijau, lebih tangguh, dan berkelanjutan untuk semua."
Dalam sambutannya, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Indonesia, menunjukkan komitmennya, "Menteri Kesehatan akan berkomitmen untuk mendukung energi dan sumber daya yang diperlukan untuk memimpin proyek ini. Untuk mencapai hasil yang diharapkan bersama, kolaborasi yang luas dari berbagai kementerian akan diperlukan."
Melalui komitmen bersama dalam proyek GCF ini, Kementerian Kesehatan, UNDP, bersama dengan WHO akan berkolaborasi untuk mencapai serangkaian tujuan, terutama dalam mengurangi kerentanan Indonesia terhadap penyakit terkait iklim dan gangguan pada layanan kesehatan esensial, termasuk meningkatkan hasil kesehatan bagi masyarakat yang rentan dan kurang beruntung, yang secara tidak proporsional terkena dampak dari risiko iklim-kesehatan.
Proyek ini akan melibatkan kolaborasi yang luas dengan para pemangku kepentingan utama, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mulai dari pemilihan lokasi hingga sinkronisasi tujuan proyek dengan strategi pembangunan nasional yang menyeluruh di Indonesia. Selain itu, proyek ini juga akan melibatkan Kementerian Keuangan, yang bertindak sebagai otoritas yang ditunjuk secara nasional untuk Dana Iklim Hijau. Mereka akan mengesahkan Surat Pernyataan Tidak Keberatan (NOL) untuk proposal khusus proyek GCF dari Indonesia.
Disadur dari: www.undp.org
Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 28 Februari 2025
JAKARTA, KOMPAS.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mendapatkan apresiasi dari pemerintah usai sukses merampungkan restrukturisasi dengan kreditur hingga homologasi. Kementerian Perindustrian (Kemenperin), menilai Sritex membangkitkan optimisme industri tekstil, terutama di tengah pandemi yang memiliki dampak besar terhadap dunia usaha. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, keberhasilan restrukturisasi hingga homologasi Sritex menjadi angin segar bagi industri tekstil dalam negeri.
"Kami mengapresiasi Sritex atas keberhasilannya dalam restrukturisasi. Ini menjadi angin segar bagi industri tekstil di tanah air," kata Menperin Agus Gumiwang dalam keterangan resminya, Jumat (11/2/2022). Terlebih lagi, kata Menperin, Sritex merupakan salah satu industri tekstil terbesar yang integrated dari hulu ke hilir. "Dengan produk tekstil terintegrasi dan terbesar di Indonesia, maka keberhasilan PT Sritex dalam menghadapi tantangan restrukturisasi ini juga mengindikasikan kepercayaan para pemangku kepentingan global atas kemampuan industri TPT Indonesia," ujar Agus. Inilah alasan Kemenperin sangat antusias dengan hasil perjuangan Sritex yang dapat mempertahankan operasionalnya meskipun sedang restrukturisasi. Menurut Menteri Agus, efek dari keberhasilan Sritex berdamai dengan kreditur berdampak positif lebih luas. "Dengan selesainya proses restrukturisasi, industri TPT pantas disebut sebagai sunrise industry, bukan sunset" katanya lagi. Di sisi lain, menurut Agus Gumiwang, dari keberhasilan Sritex ini juga, optimisme terhadap sektor padat karya semakin bertumbuh. "Sebagai sektor padat karya berorientasi ekspor, kami optimis industri TPT nasional semakin tumbuh," kata Agus.
Agus Gumiwang menambahkan, pemerintah pun selama ini melakukan berbagai langkah agar dunia industri dapat bertahan dikala pandemi. "Pemerintah terus menjaga iklim investasi dan usaha industri TPT melalui kebijakan strategis. Baik berupa insentif fiskal maupun non-fiskal, untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19," kata Menperin. Sementara itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga merespons positif pencapaian Sritex. Ia menilai ini bahkan menjadi titik balik bagi dunia industri di tengah pandemi. "Titik balik Industri TPT di tahun 2022 akan ditandai dengan meningkatnya investasi di industri tekstil yg bisa mencapai 900 juta dollar AS dalam periode 2022-2023," ujar Ketua API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja. Menurutnya, komitmen investasi para pengusaha menunjukkan keyakinan terhadap sektor tekstil, dan dukungan dari sektor perbankan. "Kami juga menyambut baik rampungnya restrukturisasi Sritex sebagai satu dari beberapa perusahaan tekstil yang melantai di bursa," ujar Jemmy. Alasan itu juga, ke depan sinergi antar pengusaha tekstil pun dapat semakin baik. "Kami berharap dengan sinergi dan kolaborasi antar pengusaha tekstil, industri ini dapat bangkit lebih kuat lagi menuju ketahanan dan kemandirian sandang nasional," ungkap Jemmy.
Sumber: money.kompas.com
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 28 Februari 2025
Industri elektronik adalah sektor ekonomi yang memproduksi perangkat elektronik. Industri ini muncul pada abad ke-20 dan saat ini merupakan salah satu industri global terbesar. Masyarakat kontemporer menggunakan beragam perangkat elektronik yang dibuat di pabrik-pabrik yang dioperasikan oleh industri ini, yang hampir selalu otomatis.
Produk elektronik terutama dirakit dari transistor metal-oxide-semiconductor (MOS) dan sirkuit terpadu, yang terakhir ini terutama dengan fotolitografi dan sering kali pada papan sirkuit tercetak. Papan sirkuit dirakit sebagian besar menggunakan teknologi pemasangan di permukaan, yang biasanya melibatkan penempatan komponen elektronik secara otomatis pada papan sirkuit menggunakan mesin pick-and-place. Teknologi pemasangan di permukaan dan mesin pick-and-place memungkinkan untuk merakit papan sirkuit dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi. Ukuran industri, penggunaan bahan beracun, dan sulitnya daur ulang telah menyebabkan serangkaian masalah dengan limbah elektronik. Peraturan internasional dan undang-undang lingkungan telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini.
Industri elektronik terdiri dari berbagai sektor. Kekuatan pendorong utama di balik seluruh industri elektronik adalah sektor industri semikonduktor, yang memiliki penjualan tahunan lebih dari $481 miliar pada tahun 2018.
Sejarah
Industri tenaga listrik dimulai pada abad ke-19, yang mengarah pada pengembangan penemuan seperti gramofon, pemancar dan penerima radio, dan televisi. Tabung vakum digunakan untuk perangkat elektronik awal, sebelum kemudian sebagian besar digantikan oleh komponen semikonduktor sebagai teknologi dasar industri ini.
Transistor pertama yang berfungsi, transistor kontak-titik, ditemukan oleh John Bardeen dan Walter Houser Brattain di Bell Laboratories pada tahun 1947, yang mengarah pada penelitian yang signifikan di bidang semikonduktor solid-state selama tahun 1950-an. Hal ini menyebabkan munculnya industri elektronik konsumen hiburan rumah yang dimulai pada tahun 1950-an, yang sebagian besar disebabkan oleh upaya Tokyo Tsushin Kogyo (sekarang Sony) yang berhasil mengomersilkan teknologi transistor untuk pasar massal, dengan radio transistor yang terjangkau dan kemudian perangkat televisi transistor.
Industri ini mempekerjakan sejumlah besar insinyur elektronik dan teknisi elektronik untuk merancang, mengembangkan, menguji, membuat, memasang, dan memperbaiki peralatan listrik dan elektronik seperti peralatan komunikasi, alat pemantau medis, peralatan navigasi, dan komputer. Komponen umum yang diproduksi adalah konektor, komponen sistem, sistem sel, dan aksesori komputer, dan ini terbuat dari baja paduan, tembaga, kuningan, baja tahan karat, plastik, pipa baja, dan bahan lainnya.
Elektronik konsumen
Elektronik konsumen adalah produk yang ditujukan untuk penggunaan sehari-hari, paling sering untuk hiburan, komunikasi, dan produktivitas kantor. Penyiaran radio pada awal abad ke-20 menghadirkan produk konsumen utama pertama, yaitu penerima siaran. Produk selanjutnya meliputi komputer pribadi, telepon, pemutar MP3, ponsel, ponsel pintar, peralatan audio, televisi, kalkulator, GPS elektronik otomotif, kamera digital, serta pemutar dan perekam yang menggunakan media video seperti DVD, VCR, atau camcorder. Semakin banyak produk ini yang berbasis teknologi digital, dan sebagian besar telah menyatu dengan industri komputer dalam apa yang disebut sebagai konsumerisasi teknologi informasi.
CEA(Consumer Electronics Association) memproyeksikan nilai penjualan elektronik konsumen tahunan di Amerika Serikat mencapai lebih dari $ 170 miliar pada tahun 2008. Penjualan elektronik konsumen tahunan secara global diperkirakan akan mencapai $ 2,9 triliun pada tahun 2020.
Manufaktur
Efek terhadap lingkungan
Limbah listrik mengandung bahan berbahaya, berharga, dan langka, dan hingga 60 elemen dapat ditemukan dalam barang elektronik yang kompleks.
Amerika Serikat dan Tiongkok adalah pemimpin dunia dalam memproduksi limbah elektronik, masing-masing membuang sekitar 3 juta ton setiap tahunnya. Tiongkok juga tetap menjadi tempat pembuangan limbah elektronik utama bagi negara-negara maju. UNEP memperkirakan bahwa jumlah limbah elektronik yang dihasilkan - termasuk ponsel dan komputer - dapat meningkat sebanyak 500 persen dalam dekade berikutnya di beberapa negara berkembang, seperti India.
Meningkatnya kesadaran lingkungan telah menyebabkan perubahan dalam desain elektronik untuk mengurangi atau menghilangkan bahan beracun dan mengurangi konsumsi energi. Peraturan Pembatasan Zat Berbahaya (RoHS) dan Peraturan Peralatan Listrik dan Elektronik Limbah (WEEE) dirilis oleh Komisi Eropa pada tahun 2002.
Disadur dari: en.wikipedia.org