Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Perumahan Rakyat: Solusi Menjawab Tantangan Urbanisasi dan Keterjangkauan Perumahan di Indonesia

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Perumahan Rakyat, Solusi Perumahan di Indonesia

Kota-kota di Indonesia yang mengalami urbanisasi yang tidak terkendali menyebabkan berbagai permasalahan dalam penyediaan perumahan, seperti fenomena urban sprawling. 

Merespon permasalahan tersebut, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB menyelenggarakan webinar dengan tema "Keterjangkauan Perumahan: Menemukan Jembatan Antara Kebijakan dan Realita" pada Kamis (9/12) melalui Zoom Meeting. Webinar ini termasuk dalam seri webinar SAPPK ketujuh yang kini menghadirkan pembicara dari Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman SAPPK ITB.

Sebagai salah satu pembicara, M. Jehansyah Siregar, Ph.D., menyatakan bahwa program perumahan rakyat dapat mengatasi masalah perumahan di Indonesia. Diskusi ini bertajuk "Tantangan Implementasi Program Perumahan Rakyat di Indonesia: Pelajaran dari Singapura dan Jepang".

Perumahan rakyat merupakan praktik intervensi langsung dari pemerintah dalam menyediakan perumahan yang telah dilakukan dengan baik di banyak negara di Asia. Di Indonesia, program perumahan publik belum tersedia. Pemerintah menyediakan banyak program perumahan sosial dan komersial, seperti Rusunawa, yang dekat dengan program perumahan publik, namun sayangnya belum berkembang dengan baik.

Sejauh ini, program penyediaan rumah tapak sederhana bersubsidi menjadi semakin mahal, tidak terjangkau, dan semakin jauh dari pusat kota. Semakin luasnya wilayah metropolitan Jakarta menyebabkan perumahan bersubsidi semakin jauh dari pusat kota. Hal ini merupakan sebuah paradoks mengingat tingginya permintaan akan hunian yang terletak di pusat kota. Ketidaksinambungan antara permintaan dan penawaran berdampak pada pertumbuhan kawasan kumuh di pusat kota.

Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus untuk mengatasi masalah keterjangkauan perumahan bagi masyarakat. Keterjangkauan perumahan adalah kemampuan untuk menjangkau perumahan, baik dalam kepemilikan rumah atau apartemen maupun penyewaan rumah atau apartemen. Masalah ini perlu diatasi dengan kebijakan perumahan rakyat yang memadai.

Public housing sebagai salah satu bentuk kebijakan perumahan rakyat merupakan jawaban dari permasalahan urbanisasi dan permasalahan perumahan di perkotaan, khususnya di Singapura dan Jepang. Pemerintah Singapura menyediakan perumahan publik yang dibangun oleh HDB (Housing Development Board) dengan tipe apartemen yang tinggi dan berstandar minimum untuk menjangkau 80% penduduknya. Pemerintah memberikan subsidi untuk perumahan umum ini, namun ada mekanisme kontrol yang ketat untuk menghindari salah sasaran, pembangunan di lokasi yang tidak tepat, dan manajemen yang buruk.

Penelitian SCAPPE (Singapore Center for Applied and Policy Economics) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa rasio keterjangkauan perumahan publik di Singapura menunjukkan angka yang kecil, yaitu di bawah 0,3. Hal ini berkebalikan dengan rasio keterjangkauan perumahan swasta yang lebih dari 0,3.

"Singapura dulu sama seperti Jakarta, masih banyak pemukiman kumuh. Namun, dengan pengembangan program perumahan rakyat yang progresif, sekarang menjadi kota tanpa permukiman kumuh," katanya.

Dengan demikian, perumahan yang terjangkau tidak lagi menjadi masalah bagi Singapura karena perumahan publik memainkan peran penting dalam mewujudkan masyarakat yang modern dan sejahtera serta pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Perumahan publik di Singapura juga menjadi instrumen untuk membangun karakter bangsa. Program perumahan rakyat membangun fisik perumahan dan membangun karakter sosial masyarakat.

"Perumahan rakyat di Indonesia tidak bisa ditunda lagi dan harus dilaksanakan secara konsisten. Urbanisasi yang cepat dan tumbuhnya kota-kota metropolitan baru berpotensi mengulang kegagalan pengelolaan urbanisasi oleh kota-kota pendahulunya, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan," ujar M. Jehansyah di akhir presentasinya.

Disadur dari: 

Selengkapnya
Perumahan Rakyat: Solusi Menjawab Tantangan Urbanisasi dan Keterjangkauan Perumahan di Indonesia

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Strategi Efektif untuk Bangunan Sederhana Tahan Gempa

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan bahwa akan ada 10.789 aktivitas gempa bumi di Indonesia pada tahun 2023. Jumlah ini melebihi rata-rata gempa bumi tahunan yang mencapai 7.000 kali. Dari total jumlah gempa yang tercatat, gempa yang dirasakan oleh masyarakat terjadi sebanyak 861 kali, 24 di antaranya menyebabkan kerusakan signifikan pada bangunan, terutama rumah tinggal.

"Ada pepatah mengatakan bahwa bukan gempanya yang mematikan, melainkan kegagalan struktur bangunan dalam menahan beban gempa yang dihasilkan oleh gempa. Indonesia yang sering terkena dampak aktivitas seismik menghadapi konsekuensi serius seperti kerusakan struktur bangunan, terutama perumahan," ujar Dr. Dipl.-Ing. Nuraziz Handika, S.T., M.T., M.Sc., Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Dia menambahkan bahwa gempa bumi menyebabkan getaran fisik pada bangunan dan menunjukkan kekurangan dalam aspek desain dan konstruksi. Kelemahan-kelemahan ini membahayakan integritas struktural dan meningkatkan risiko kerusakan fatal pada bangunan selama gempa bumi.

Nuraziz Handika menyoroti masalah detail penulangan dan sambungan pada bangunan yang menjadi salah satu penyebab terbesar kerusakan struktur bangunan. Menurutnya, kualitas bahan bangunan, detail penulangan, dan sambungan pada dinding, kolom, dan balok menjadi faktor utama penyebab kerusakan dan keruntuhan fasilitas umum, fasilitas sosial, rumah tinggal, dan bangunan sederhana lainnya saat diguncang gempa.

"Untuk membuat bangunan tahan gempa, perlu diperhatikan aspek-aspek, seperti sambungan, pemilihan, dan persiapan material sebelum digunakan, detail pekerjaan penulangan, penahan dinding ke kolom, detail penulangan balok kolom, dan hal lainnya agar sesuai dengan standar. Sebagai contoh, diperlukan panjang angkur yang sesuai pada sambungan antara kolom dan balok sloof, dimana tulangan kolom di bagian atas dan bawah/pondasi kolom harus lebih besar minimal 40 kali diameter," ujar Dr.

Nuraziz, dosen struktur dengan konsentrasi penelitian pada fenomena keretakan dan kerusakan material konstruksi, mengungkapkan bahwa standar yang digunakan sebagai acuan adalah yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Nuraziz memberikan contoh perhitungan yang baik mengenai angkur baja untuk kolom dan dinding bata agar lebih mudah dipahami. Dia berkata, "Dalam hal ini, jika diameter tulangan yang digunakan adalah 10 mm, maka panjang angkur minimum harus 40 cm ke kanan dan ke kiri sudut bangunan. Angkur ini diaplikasikan pada setiap enam lapis bata. Selanjutnya, angkur besi dicor pada pasangan bata sebagai pengikat antara kolom dan dinding. Dengan cara ini, sambungan atau angkur akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan."

Prinsip yang sama juga berlaku untuk sambungan pada gunung (atap) dan sudut dinding. Penahan yang tepat diperlukan pada kolom-kolom di tengah dinding yang terhubung ke segitiga atap pelana dan pada kolom-kolom yang bertemu dengan sudut dinding. Nuraziz mengatakan bahwa untuk membuat sebuah bangunan tahan gempa, ada beberapa persyaratan dasar, diantaranya adalah bahan bangunan yang berkualitas baik, adanya dimensi struktur yang sesuai, sambungan yang baik pada elemen struktur utama, dan kualitas pekerjaan yang baik. Perlu diperhatikan bahwa pekerjaan ini tidak terlihat secara kasat mata dan baru akan teruji ketika gempa terjadi. Oleh karena itu, patuhilah proses dan standar dalam pembangunan gedung untuk menjaga keselamatan kita bersama," ujar Dr. Nuraziz, lulusan doktoral dari Institut National des Sciences Appliquées de Toulouse, Perancis.

Heri Hermansyah, ST, M.Eng, IPU mengatakan, "Dalam menghadapi ancaman gempa bumi yang sering melanda Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana konstruksi bangunan yang kita tinggali dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi penghuninya. Menerapkan prinsip-prinsip konstruksi tahan gempa, seperti pemilihan material yang tepat, sambungan struktur yang kuat, dan desain yang mempertimbangkan kerentanan terhadap goncangan, menjadi kunci dalam upaya melindungi rumah dari dampak kerusakan yang mungkin timbul akibat gempa bumi."

Disadur dari: www.ui.ac.id

 

Selengkapnya
Strategi Efektif untuk Bangunan Sederhana Tahan Gempa

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Polusi Air: Dampak, Sumber, dan Upaya Penanggulangannya

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Polusi air adalah kontaminasi badan air, biasanya sebagai akibat dari aktivitas manusia, yang berdampak negatif pada penggunaannya. Badan air termasuk danau, sungai, lautan, akuifer, waduk, dan air tanah. Polusi air terjadi ketika kontaminan bercampur dengan badan-badan air ini. Kontaminan dapat berasal dari salah satu dari empat sumber utama: pembuangan limbah, kegiatan industri, kegiatan pertanian, dan limpasan perkotaan termasuk air hujan. Polusi air dapat berupa polusi air permukaan atau polusi air tanah. Bentuk polusi ini dapat menyebabkan banyak masalah, seperti degradasi ekosistem air atau penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air ketika orang menggunakan air yang tercemar untuk minum atau irigasi. Masalah lainnya adalah polusi air mengurangi jasa ekosistem (seperti menyediakan air minum) yang seharusnya disediakan oleh sumber daya air.

Sumber polusi air dapat berupa sumber titik atau sumber non-titik. Sumber titik memiliki satu penyebab yang dapat diidentifikasi, seperti saluran pembuangan air hujan, instalasi pengolahan air limbah, atau tumpahan minyak. Sumber non-titik lebih menyebar, seperti limpasan pertanian. Polusi adalah hasil dari efek kumulatif dari waktu ke waktu. Polusi dapat berupa zat beracun (misalnya, minyak, logam, plastik, pestisida, polutan organik yang persisten, produk limbah industri), kondisi yang penuh tekanan (misalnya, perubahan pH, hipoksia atau anoksia, peningkatan suhu, kekeruhan yang berlebihan, perubahan salinitas), atau masuknya organisme patogen. Kontaminan dapat berupa zat organik dan anorganik. Penyebab umum polusi termal adalah penggunaan air sebagai pendingin oleh pembangkit listrik dan produsen industri.

Pengendalian pencemaran air membutuhkan infrastruktur dan rencana pengelolaan yang tepat serta undang-undang. Solusi teknologi dapat mencakup peningkatan sanitasi, pengolahan limbah, pengolahan air limbah industri, pengolahan air limbah pertanian, pengendalian erosi, pengendalian sedimen, dan pengendalian limpasan perkotaan (termasuk pengelolaan air hujan).

Disadur dari: en.wikipedia.org

Selengkapnya
Polusi Air: Dampak, Sumber, dan Upaya Penanggulangannya

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

"Ibu Kota Baru Indonesia: Prospek dan Tantangan dalam Membangun Kota Baru di Kalimantan sebagai Pemindahan dari Jakarta"

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Membangun ibu kota baru Indonesia: analisis mendalam mengenai prospek dan tantangan dari ibu kota Jakarta saat ini ke Kalimantan.

1. Perkenalan

Indonesia, sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau termasuk Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, dan memiliki populasi 273.879.750 jiwa, menduduki peringkat keempat di dunia (BPS, Citation2022). Populasi penduduknya tidak tersebar merata di seluruh nusantara, dengan sekitar 57% tinggal di Pulau Jawa. Konsentrasi demografis ini telah menciptakan ketergantungan ekonomi pada pulau ini, dengan sekitar 59% kontribusi ekonomi Indonesia berasal dari Jawa. Namun, karena luas lahan yang terbatas dan kepadatan penduduk yang tinggi, Pulau Jawa telah menjadi sangat padat, sehingga menimbulkan berbagai masalah, termasuk degradasi lingkungan, kemacetan lalu lintas, dan polusi udara yang parah (Bappenas, Citation2021). Jakarta, ibu kota Indonesia, terletak di Pulau Jawa dan berfungsi sebagai pusat ekonomi, sosial, dan politik dalam skala nasional dan regional. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang merelokasi ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan.

Menurut (Hackbarth & De Vries, Citation2021), salah satu alasan utama untuk membangun ibu kota baru adalah masalah lingkungan yang dihadapi Jakarta. Setiap tahun, permukaan tanah di Jakarta turun sekitar 3-10 sentimeter, yang menyebabkan konsekuensi lingkungan yang parah. Selain itu, lokasi fisiografis Jakarta membuatnya sangat rentan terhadap bencana alam, dengan sekitar 50% dari tanahnya sangat rentan terhadap banjir, aktivitas gunung berapi, dan gempa bumi yang berpotensi tsunami. Kelebihan populasi, konsentrasi penduduk, dan pembangunan yang berlebihan di Jakarta telah mengakibatkan dampak buruk yang parah, yang mendasari keputusan untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan.

2. Tinjauan Pustaka

Merelokasi ibu kota negara di negara berkembang sangat menantang, dan tentu saja, semua pelajaran dari proyek-proyek relokasi sebelumnya harus dipertimbangkan karena kompleksitas struktur dan fungsi ibu kota negara. Winter (Kutipan2005), Neilson dkk. (Kutipan1972) dan Ghalib dkk. (Kutipan2021) berpendapat bahwa ibu kota negara secara signifikan berbeda dengan kota lainnya. Ibu kota adalah sebuah kota kosmopolitan karena adanya misi diplomatik internasional, lembaga pemerintah, dan beragam peluang ekonomi di sektor publik. Dengan demikian, secara teknis, ibu kota negara adalah pusat kekuasaan suatu negara. Karakteristik lain dari ibu kota negara termasuk identitas nasional yang koheren dan terpadu yang dibentuk oleh infrastruktur dan fungsi tertentu seperti pusat layanan, pembuatan kebijakan pemerintah, dan tingkat keamanan yang tinggi.

3. Metode

Studi ini menggunakan pendekatan multidimensi; metodologi campuran dan triangulasi pengumpulan data sekunder digunakan untuk menyelidiki kompleksitas dan tantangan yang terkait dengan inisiatif pemindahan ibu kota Indonesia. Upaya ini bertujuan untuk melihat potensi konsekuensi dari pergeseran monumental tersebut, tidak hanya untuk lintasan pembangunan Jakarta dan Kalimantan, tetapi juga untuk aspirasi pembangunan nasional secara keseluruhan.

Metodologi yang mendasari penelitian ini mencakup serangkaian wawancara terstruktur dengan informan-informan penting yang diambil dari kelompok perwakilan yang dipilih dengan cermat baik dari organisasi pemerintah maupun non-pemerintah. Selain sumber data primer ini, dilakukan pula analisis konten yang ketat. Hal ini melibatkan eksplorasi yang cermat, sistematis, dan mendalam terhadap literatur terkait yang selaras dengan tema utama, sehingga dapat memfasilitasi sintesis pengetahuan yang sudah ada dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan yang ada. Aspek penting dari penelitian ini adalah penyertaan wawasan dari 15 informan kunci, yang kontribusinya sangat penting dalam membentuk narasi penelitian ini. Para informan ini berasal dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, tokoh-tokoh berpengaruh di lembaga swadaya masyarakat, warga Jakarta, dan pejabat tinggi pemerintah.

4. Kesimpulan

Indonesia sedang berada di puncak dari sebuah upaya transformasi: pemindahan ibu kota. Pemindahan ini bukan hanya tentang mengubah kursi administratif, tetapi juga merupakan pernyataan visi, ambisi, dan langkah bangsa ke masa depan. Dibayangkan untuk mengimbangi pertumbuhan Jakarta yang meluas dan masalah lingkungan, ibu kota baru ini bertujuan untuk melambangkan modernitas, inklusivitas, dan keberlanjutan. Sebagaimana diuraikan dalam RPJMN 2020-2024, proyek ini memiliki struktur keuangan yang komprehensif dan terencana dengan cermat, mencari dana dari sumber publik dan swasta. Cetak biru yang terperinci ini menandai komitmen pemerintah untuk meletakkan dasar-dasar bagi sebuah kota yang dirancang untuk abad ke-21 dan seterusnya.

Namun, seperti halnya semua usaha yang ambisius, proyek ini memiliki tantangan. Jakarta, kota metropolitan yang ramai dan telah menjadi ibu kota negara, akan mempertahankan dominasi budaya dan ekonominya. Ketahanan kota ini sangat penting, mengingat tantangan lingkungannya, terutama kerentanannya terhadap penurunan permukaan tanah dan banjir. Di sisi lain, kemunculan ibu kota baru ini menghadirkan peluang yang menguntungkan, terutama bagi sektor swasta. Sektor swasta dapat membina hubungan simbiosis mutualisme dengan tujuan pemerintah melalui investasi strategis di bidang infrastruktur, real estat, dan berbagai fasilitas. Kemitraan ini akan digarisbawahi oleh model pendapatan yang mencakup biaya pengguna langsung, konsesi, manfaat pajak, dan banyak lagi, yang mendorong pertumbuhan bersama.

Disadur dari: www.tandfonline.com

Selengkapnya
"Ibu Kota Baru Indonesia: Prospek dan Tantangan dalam Membangun Kota Baru di Kalimantan sebagai Pemindahan dari Jakarta"

Green Supply Chain Management

Implementasi Manajemen Rantai Pasokan Hijau untuk Keunggulan Kompetitif

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025


Pendahuluan
Studi "Green Supply Chain Management for Competitive Advantage" oleh Jamila Nasser Malti (2021) menyoroti pentingnya implementasi Green Supply Chain Management (GSCM) sebagai strategi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif organisasi. Berdasarkan model keberlanjutan perusahaan, penelitian ini mengeksplorasi pendekatan yang diambil oleh manajer rantai pasokan untuk mengintegrasikan praktik ramah lingkungan ke dalam operasi mereka, termasuk penggunaan teknologi dan manajemen pemasok. Dengan pendekatan kualitatif berbasis kasus tunggal, penelitian ini mengidentifikasi praktik utama GSCM, seperti pengadaan hijau, distribusi hijau, dan pemulihan investasi, sebagai faktor kunci dalam mencapai keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur dengan delapan peserta, terdiri dari empat pemimpin perusahaan dan empat staf operasional rantai pasokan di sebuah perusahaan manufaktur di Lebanon. Data juga dikumpulkan melalui dokumen arsip perusahaan dan dianalisis menggunakan analisis tematik untuk mengidentifikasi pola dan tema utama.

Temuan Utama

  1. Keterlibatan dalam Praktik Hijau di Seluruh Rantai Pasokan
    • Perusahaan yang berhasil dalam implementasi GSCM menunjukkan keterlibatan menyeluruh dalam desain produk, pengelolaan limbah, dan penggunaan energi terbarukan.
  2. Pentingnya Sertifikasi Lingkungan
    • Sertifikasi seperti ISO 14001 diidentifikasi sebagai alat penting untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan dan mendukung standar ramah lingkungan.
  3. Penggunaan Balanced Scorecard (BSC)
    • BSC digunakan sebagai model pemantauan untuk mengukur indikator kinerja utama (Key Performance Indicators/KPI), seperti pengurangan emisi karbon dan efisiensi energi.

Studi Kasus dan Data Pendukung

  1. Efisiensi Energi
    • Salah satu perusahaan yang diwawancarai melaporkan pengurangan konsumsi energi hingga 15% melalui optimalisasi proses produksi menggunakan teknologi hijau.
  2. Pemulihan Investasi
    • Proses daur ulang material menciptakan efisiensi biaya hingga 20%, sekaligus mengurangi jumlah limbah padat yang dibuang.
  3. Distribusi Hijau
    • Dengan mengoptimalkan rute transportasi dan menggunakan kendaraan rendah emisi, perusahaan mengurangi biaya logistik hingga 12%.

Rekomendasi Strategis

  1. Integrasi Teknologi Hijau
    • Penggunaan teknologi seperti Internet of Things (IoT) dan blockchain dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi di seluruh rantai pasokan.
  2. Pelatihan dan Edukasi Karyawan
    • Pelatihan tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan diperlukan untuk memastikan keberhasilan implementasi GSCM.
  3. Kolaborasi dengan Pemasok
    • Perusahaan harus memastikan pemasok memenuhi standar lingkungan melalui audit dan kerja sama berkelanjutan.

Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa implementasi GSCM memberikan keuntungan kompetitif yang signifikan bagi organisasi, termasuk pengurangan biaya operasional, peningkatan efisiensi, dan peningkatan citra perusahaan. Dengan fokus pada keterlibatan menyeluruh, sertifikasi lingkungan, dan penggunaan alat pengukuran seperti Balanced Scorecard, perusahaan dapat menciptakan dampak positif yang berkelanjutan bagi lingkungan dan bisnis mereka.

Sumber Artikel:
Malti, J. N. (2021). Green Supply Chain Management for Competitive Advantage. Doctoral Dissertation, Walden University.

Selengkapnya
Implementasi Manajemen Rantai Pasokan Hijau untuk Keunggulan Kompetitif

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Prakarsa Keuangan Swasta: Ir. Solusi Yusuf Hariagung untuk Kekurangan Perumahan Saat Ini

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Februari 2025


Sebuah disertasi doktoral oleh Ir. Moch. Yusuf Hariagung, M.M., M.T., inspektur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang baru saja meraih gelar doktor di bidang Teknik Sipil dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), berusaha untuk mengatasi kurangnya perumahan yang tersedia bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang terus meningkat. Disertasinya berjudul "Pengembangan Kelembagaan dalam Pengadaan Perumahan bagi Pekerja Berpenghasilan Tidak Tetap di Daerah Perkotaan di Indonesia melalui Pembentukan Unit Pusat Inisiatif Pembiayaan Swasta (Private Finance Initiative/PFI) dalam Upaya Pengurangan Backlog Perumahan" (catatan TL: judul bahasa Inggris yang diberikan di atas adalah terjemahan yang dibuat oleh penerjemah dari judul yang diberikan dalam versi bahasa Indonesia artikel ini, dan oleh karena itu tidak mencerminkan terjemahan bahasa Inggris yang sama yang diberikan dalam makalah oleh penulis aslinya [yaitu Dr. Yusuf]).

"Kurangnya perumahan yang layak huni juga berkontribusi terhadap perluasan kawasan kumuh di perkotaan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hanya mampu memenuhi 30% atau sekitar 400.000 unit per tahun dari kebutuhan perumahan rakyat. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan rumah di Indonesia yang mencapai 1,46 juta unit per tahun. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan alternatif pendanaan untuk penyediaan infrastruktur perumahan dari badan atau badan usaha swasta. Salah satu skema pendanaan alternatif tersebut adalah Private Finance Initiative."

Tren global pertumbuhan eksponensial yang cepat yang tidak disertai dengan pasokan perumahan yang stabil telah menjadi penyebab backlog perumahan, yang didefinisikan sebagai selisih antara jumlah perumahan yang tersedia dan jumlah keluarga yang telah mendapatkan perumahan (backlog perumahan, oleh karena itu, mengindikasikan adanya keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal, yaitu kekurangan perumahan), di banyak negara termasuk Indonesia, negara terbesar keempat di dunia berdasarkan jumlah penduduk. Pada tahun 2020, angka backlog di Indonesia telah mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu 13,7 juta unit. Jumlah ini akan terus meningkat karena populasi Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 305 juta jiwa pada tahun 2035, meningkat 30 juta jiwa dari angka saat ini (2022) sekitar 275 juta jiwa. Proyeksi peningkatan ini sebagian dapat dikaitkan dengan fenomena demografis yang dikenal sebagai dividen demografis (lebih dikenal di Indonesia sebagai bonus demografis), sebuah 'ledakan' yang disebabkan oleh pergeseran piramida usia. Singkatnya, akan ada lebih banyak penduduk usia kerja (definisi UNPFA: 15-64 tahun) dibandingkan dengan mereka yang terlalu muda atau terlalu tua untuk bekerja.

sumber: www.ui.ac.id

Dividen demografi dikenal sebagai bonus karena peningkatan populasi usia kerja, dalam situasi yang tepat, dapat menjadi 'uluran tangan' tambahan bagi suatu negara, menyediakan tenaga kerja yang lebih banyak, namun dalam situasi yang kurang optimal, mereka justru dapat menjadi korban dari kurangnya lapangan kerja dan perumahan. Selain pengangguran, masalah dalam pengadaan dan penyediaan perumahan juga diperkirakan akan terjadi karena sebagian besar dari 30 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdiri dari para pekerja dan pencari kerja yang a) berpenghasilan tidak tetap dan b) berkontribusi besar terhadap laju urbanisasi yang terus meningkat. Pada tahun 2020, 56,7% penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Sebanyak 60,93% di antaranya adalah pekerja di sektor informal yang memiliki pendapatan tidak tetap. Penghasilan tidak tetap mereka dapat menjadi penghalang untuk mendapatkan kredit perumahan atau pinjaman dari lembaga keuangan (bank, dll.), sehingga membuat mereka berisiko menjadi tunawisma. Inilah masalah yang ingin diatasi oleh proposal Yusuf.

Dalam skema Yusuf, Inisiatif Pembiayaan Swasta (PFI), yang dianggapnya sebagai model kelembagaan yang efektif, akan diadopsi dan diintegrasikan ke dalam sistem pemerintahan sebagai "unit pusat PFI" yang akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi birokrasi Indonesia. Kehadiran unit pusat dalam struktur PFI merupakan solusi yang memungkinkan integrasi proses birokrasi investasi infrastruktur di Indonesia yang saat ini sangat panjang dan membosankan.

"Unit pusat PFI yang diusulkan akan memiliki beberapa fungsi, yaitu memfasilitasi perolehan dokumen perencanaan proyek, jaminan proyek, dukungan pemerintah untuk proyek-proyek, koordinasi dalam dukungan pemerintah [pusat] untuk pemerintah daerah, bantuan dalam proses pengadaan untuk badan-badan swasta, dan koordinasi antara para pemangku kepentingan dan calon investor."

Ir. Yusuf berpendapat bahwa rumah susun sewa adalah jenis perumahan yang jauh lebih cocok untuk mereka yang berpenghasilan tidak tetap daripada rumah tapak. Akomodasi semacam itu menghindari risiko kegagalan pembayaran [dari pihak penyewa atau penjamin], karena kehadiran PFI sebagai penjamin meningkatkan bankabilitas penyewa, sehingga memungkinkan mereka untuk mendapatkan kredit perumahan. Skema ini, sebuah bentuk pembiayaan kreatif, mengalihkan risiko dari pemerintah ke badan atau bisnis swasta dan memangkas durasi perencanaan dengan meningkatkan efektivitas pelaksanaan proyek.

Penyediaan rumah susun yang dapat disewa melalui badan-badan PFI diharapkan dapat menyediakan 200.000 unit per tahun, yang berarti peningkatan 33,4% dalam pengadaan perumahan, dengan peningkatan 30% dalam investasi dari sektor swasta. Faktor penentu keberhasilan pengadaan perumahan bagi masyarakat perkotaan yang berpenghasilan tidak tetap terletak pada efektivitas fasilitas yang dikelola oleh pemerintah daerah, meskipun rumah susun tersebut dibangun di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Heri Hermansyah, ST, M.Eng, IPU, selaku dekan Fakultas Teknik, yang memimpin sidang pemberian gelar doktor kepada Ir. Moch. Yusuf Hariagung, mengatakan hal ini tentang proposal yang diajukan oleh Yusuf: "Kami berharap pemerintah dapat menggunakan PFI untuk mendorong sektor swasta untuk menginvestasikan dana pada proyek-proyek yang menjanjikan tingkat pengembalian yang baik. Sektor swasta, seperti yang kita ketahui, masih memainkan peran yang sangat minim dalam pengadaan perumahan di Indonesia. PFI telah berhasil diadopsi di Inggris dan Australia untuk mengatasi kekurangan perumahan di kedua negara tersebut."

sumber: www.ui.ac.id

Yusuf berhasil meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude dalam ujian promosi yang diselenggarakan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Selasa (22/3), dan menjadi doktor ke-449 yang diluluskan oleh Fakultas Teknik UI. Bertindak sebagai Ketua Sidang adalah Prof. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU, sedangkan Promotor dan Kopromotor adalah Prof. Yusuf Latief, M.T. dan Dr. Achmad Jaka Santos Adiwijaya, S.H., L.L.M.. Tim Penguji terdiri dari Ayomi Dita Rarasati, S.T., M.T., Ph.D., Dr. Herry Trisaputra Zuna, S.E., M.T., Ir. Akhmad Suraji, M.T., Ph.D., IPM, Fadhilah Muslim, S.T., M.Sc., Ph.D., DIC dan Leni Sagita Riantini, S.T., M.T., Ph.D.

Disadur dari: www.ui.ac.id

 

 

Selengkapnya
Prakarsa Keuangan Swasta: Ir. Solusi Yusuf Hariagung untuk Kekurangan Perumahan Saat Ini
« First Previous page 658 of 1.160 Next Last »