Transportasi Rel

Analisis Risiko Lingkungan dalam Transportasi Rel Material Berbahaya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 12 Maret 2025


Transportasi rel merupakan salah satu metode utama dalam distribusi material berbahaya (hazardous materials). Penelitian ini mengidentifikasi faktor utama yang mempengaruhi risiko transportasi bahan berbahaya:

  1. Biaya Pembersihan Limbah - Dihitung berdasarkan jenis tanah dan kedalaman air tanah di sepanjang jalur rel.
  2. Jarak Pengiriman Total - Semakin jauh jarak tempuh, semakin tinggi risiko insiden.
  3. Volume Lalu Lintas Tahunan - Kepadatan lalu lintas berkontribusi pada kemungkinan kecelakaan.
  4. Tingkat Kecelakaan Kereta Api - Bergantung pada karakteristik rute dan desain tangki pengangkut bahan kimia.
  5. Karakteristik Bahan Kimia - Termasuk viskositas, kelarutan, dan tingkat toksisitas bahan yang diangkut.

Estimasi Biaya Risiko Tahunan

  • Risiko tahunan bervariasi dari $20,000 hingga $560,000 tergantung pada produk yang diangkut.
  • Biaya pembersihan tumpahan tertinggi terjadi pada bahan dengan kelarutan rendah karena membutuhkan waktu remediasi yang lebih lama.
  • Zat seperti metanol dan xilena memiliki tingkat kecelakaan tertinggi karena frekuensi pengiriman yang lebih besar.

Dampak pada Populasi dan Lingkungan

  • Area dampak dari tumpahan dapat mencapai setengah mil (805 meter) dari lokasi kecelakaan.
  • Analisis menggunakan Geographic Information System (GIS) untuk memetakan kepadatan populasi di sepanjang jalur rel.
  • Biaya evakuasi populasi akibat insiden berkisar antara $87,935 hingga $126,448 tergantung pada jumlah orang yang terpapar.

Rekomendasi untuk Mitigasi Risiko

  1. Peningkatan Desain Tangki Pengangkut
    • Menggunakan bahan yang lebih kuat untuk mengurangi kemungkinan kebocoran.
  2. Optimasi Rute Pengiriman
    • Menghindari jalur dengan kepadatan penduduk tinggi untuk meminimalkan dampak kecelakaan.
  3. Teknologi Pemantauan Real-time
    • Penerapan sensor kebocoran untuk deteksi dini potensi tumpahan.
  4. Pelatihan dan Respons Darurat
    • Peningkatan kapasitas tim tanggap darurat untuk menangani insiden lebih cepat dan efektif.

Paper ini memberikan pendekatan kuantitatif terhadap analisis risiko transportasi material berbahaya melalui rel. Dengan memanfaatkan model HMTECM dan GIS, penelitian ini berhasil mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi risiko dan memberikan rekomendasi strategis untuk meminimalkan dampak lingkungan dan populasi.

Sumber Artikel:

Saat, M. R., Werth, C. J., Schaeffer, D., Yoon, H., & Barkan, C. P. L. "Environmental Risk Analysis of Hazardous Material Rail Transportation." Journal of Hazardous Materials 264 (2014): 560–569.

Selengkapnya
Analisis Risiko Lingkungan dalam Transportasi Rel Material Berbahaya

Transportasi Bahan Berbahaya

Study of Safety Aspects in Handling Hazardous Material Transportation in the Middle East

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 12 Maret 2025


Transportasi bahan berbahaya (hazardous materials/HazMat) di kawasan Timur Tengah merupakan tantangan besar bagi industri logistik. Penelitian ini menggunakan pendekatan literature review dan studi kasus industri untuk menganalisis pengelolaan bahan berbahaya di kawasan Timur Tengah. Beberapa metode yang diterapkan dalam analisis meliputi:

  • Identifikasi tingkat bahaya berbagai jenis bahan kimia
  • Evaluasi sistem transportasi dan infrastrukturnya
  • Analisis kesenjangan kepatuhan terhadap standar keselamatan internasional

Berdasarkan United Nations Classification of Dangerous Goods, bahan berbahaya dikategorikan dalam beberapa kelas, antara lain:

  • Kelas 1: Bahan peledak
  • Kelas 2: Gas (mudah terbakar, tidak mudah terbakar, dan beracun)
  • Kelas 3: Cairan mudah terbakar
  • Kelas 4: Padatan mudah terbakar
  • Kelas 5: Zat pengoksidasi dan peroksida organik
  • Kelas 6: Zat beracun dan infeksius
  • Kelas 7: Material radioaktif
  • Kelas 8: Bahan korosif
  • Kelas 9: Bahan berbahaya lainnya

Studi ini menemukan bahwa 21% kecelakaan terkait bahan kimia terjadi saat transportasi, sementara 39% disebabkan oleh kegagalan peralatan dan 33% oleh kesalahan manusia. Beberapa faktor risiko utama yang diidentifikasi meliputi:

  • Ketidaksesuaian infrastruktur jalan (misalnya jalan dengan belokan tajam, kemiringan tinggi, atau frekuensi lalu lintas yang padat)
  • Kurangnya pelatihan bagi pengemudi kendaraan HazMat
  • Kurangnya pengawasan dan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan

Beberapa insiden transportasi HazMat yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi:

  • Kecelakaan tangki gas di Uni Emirat Arab (UEA) tahun 2015, yang menyebabkan ledakan besar dan menewaskan 7 orang.
  • Tumpahan bahan kimia di Arab Saudi tahun 2018, yang mencemari sumber air setempat dan mengakibatkan gangguan kesehatan bagi warga sekitar.
  • Kebakaran kontainer berisi bahan mudah terbakar di Oman tahun 2020, yang disebabkan oleh kegagalan prosedur penyimpanan dan transportasi yang sesuai.

Tantangan dan Kesenjangan dalam Pengelolaan Transportasi HazMat di Timur Tengah

  1. Kurangnya Regulasi Keselamatan yang Konsisten
    • Meskipun beberapa negara GCC telah menerapkan regulasi berbasis standar internasional seperti UN Recommendations on the Transport of Dangerous Goods, implementasi dan penegakan hukum masih lemah.
  2. Infrastruktur Transportasi yang Belum Memadai
    • Banyak jalur transportasi di Timur Tengah belum dirancang untuk menangani pengangkutan bahan berbahaya secara aman.
  3. Kurangnya Teknologi Keamanan dalam Kendaraan HazMat
    • Minimnya sensor kebocoran, sistem pemantauan GPS, dan perangkat mitigasi kebocoran meningkatkan risiko kecelakaan.
  4. Kurangnya Kesadaran dan Pelatihan bagi Pengemudi
    • Studi ini menunjukkan bahwa lebih dari 60% pengemudi kendaraan HazMat tidak memiliki pelatihan khusus dalam menangani bahan berbahaya.

Strategi Mitigasi Risiko

1. Optimalisasi Infrastruktur dan Rute Transportasi

  • Memisahkan jalur khusus untuk kendaraan HazMat guna mengurangi risiko bagi pengguna jalan lainnya.
  • Menghindari rute dengan tingkat lalu lintas tinggi dan area padat penduduk.

2. Penerapan Teknologi Keamanan

  • Penggunaan sistem pemantauan GPS dan sensor kebocoran untuk mendeteksi insiden secara real-time.
  • Implementasi sistem peringatan dini untuk mengurangi dampak kecelakaan.

3. Peningkatan Regulasi dan Penegakan Hukum

  • Harmonisasi regulasi antara negara-negara GCC agar memiliki standar yang seragam.
  • Inspeksi ketat terhadap kendaraan HazMat sebelum diizinkan beroperasi.

4. Peningkatan Pelatihan dan Kesadaran

  • Program sertifikasi wajib bagi pengemudi kendaraan HazMat
  • Sosialisasi risiko bahan berbahaya kepada masyarakat di sekitar jalur transportasi

Transportasi bahan berbahaya di Timur Tengah masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari regulasi yang belum seragam, kurangnya pelatihan pengemudi, hingga infrastruktur yang belum optimal. Dengan mengadopsi standar keselamatan internasional dan meningkatkan investasi dalam teknologi keamanan, risiko dalam transportasi HazMat dapat diminimalkan secara signifikan.

Sumber Artikel: Balan Sundarakani, "Study of Safety Aspects in Handling Hazardous Material Transportation in the Middle East", Conference Paper, April 2018, University of Wollongong in Dubai.

Selengkapnya
Study of Safety Aspects in Handling Hazardous Material Transportation in the Middle East

Industri Kimia

Strategi Pengelolaan Risiko Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja: Panduan Praktis

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 12 Maret 2025


Bahan kimia berbahaya (hazardous chemicals) sering digunakan di berbagai sektor industri dan laboratorium. Meskipun penting dalam banyak proses produksi, bahan ini dapat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan pekerja dan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Menurut standar Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (GHS), bahan kimia berbahaya dikategorikan menjadi dua jenis utama:

  • Bahaya kesehatan: Toksisitas akut, efek karsinogenik, iritasi kulit, serta gangguan pernapasan.
  • Bahaya fisik: Mudah terbakar, meledak, bereaksi dengan zat lain, serta bersifat korosif terhadap material.

Dokumen ini menyoroti pentingnya identifikasi bahan berbahaya melalui label, Safety Data Sheet (SDS), dan inspeksi tempat kerja. Regulasi WHS Act mengatur bahwa tidak ada pekerja yang boleh terpapar bahan kimia melebihi standar yang ditetapkan. Standar paparan mencakup:

  • Batas waktu 8 jam: Konsentrasi bahan kimia yang diperbolehkan selama jam kerja.
  • Batas jangka pendek (15 menit): Konsentrasi bahan yang dapat ditoleransi dalam paparan singkat.
  • Batas puncak: Konsentrasi maksimum yang tidak boleh dilampaui dalam kondisi apa pun.

Dalam praktiknya, pemantauan kualitas udara dan evaluasi biological monitoring diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar ini. Manajemen risiko bahan kimia mengikuti prinsip hierarki kontrol, yang mencakup langkah-langkah berikut:

  1. Eliminasi – Menghilangkan penggunaan bahan kimia jika memungkinkan.
  2. Substitusi – Mengganti bahan kimia berbahaya dengan alternatif yang lebih aman.
  3. Rekayasa Teknis – Pemasangan ventilasi atau sistem pengaman untuk mengurangi risiko paparan.
  4. Kontrol Administratif – Pelatihan pekerja, pembatasan akses, serta prosedur kerja yang aman.
  5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) – Masker, sarung tangan, dan pakaian pelindung sebagai langkah terakhir.

Pemantauan risiko dilakukan secara berkala melalui:

  • Inspeksi tempat kerja untuk mendeteksi kebocoran atau penyimpanan yang tidak aman.
  • Pengujian kualitas udara guna memastikan tingkat kontaminasi tetap dalam batas aman.
  • Evaluasi kesehatan pekerja bagi mereka yang sering terpapar bahan berbahaya.

Salah satu studi kasus dalam dokumen ini adalah insiden kebakaran di bengkel pengecatan kendaraan akibat penggunaan bahan kimia yang mudah terbakar, seperti pelarut organik. Penyebab utama kecelakaan ini meliputi:

  • Ventilasi yang buruk, sehingga uap bahan kimia menumpuk di ruangan.
  • Sumber api terbuka dari peralatan listrik.
  • Kurangnya alat pemadam kebakaran yang sesuai.

Hasil investigasi menunjukkan bahwa kebakaran dapat dicegah jika pekerja menerapkan standar keamanan yang lebih ketat seperti pemakaian alat pelindung diri dan ventilasi yang lebih baik. Studi lain melibatkan operasi pembersihan dengan uap di fasilitas industri. Kesalahan dalam proses ini menyebabkan pekerja mengalami keracunan gas berbahaya, yang disebabkan oleh:

  • Tidak adanya detektor gas yang dapat memberikan peringatan dini.
  • Kurangnya pelatihan pekerja dalam mengenali tanda-tanda paparan gas beracun.
  • Sistem ventilasi yang tidak memadai, sehingga gas beracun tidak dapat dikeluarkan dengan cepat.

Setiap tempat kerja yang menangani bahan kimia berbahaya wajib memiliki Emergency Response Plan (ERP) yang mencakup:

  • Identifikasi risiko utama di tempat kerja.
  • Prosedur evakuasi dan pertolongan pertama dalam kasus paparan bahan kimia.
  • Pelatihan bagi pekerja dalam menangani tumpahan atau kebocoran bahan kimia.
  • Ketersediaan alat keselamatan seperti alat pemadam kebakaran, peralatan dekontaminasi, dan sistem alarm.

Pencegahan kebakaran akibat bahan kimia melibatkan:

  • Pemasangan sprinkler otomatis dan alat pemadam kebakaran yang sesuai.
  • Pemisahan bahan kimia yang reaktif untuk mencegah reaksi berbahaya.
  • Pelabelan dan penyimpanan bahan dengan benar untuk menghindari kontaminasi silang.

Dokumen "Managing Risks of Hazardous Chemicals in the Workplace" memberikan panduan komprehensif tentang cara mengidentifikasi, mengelola, dan mengurangi risiko bahan kimia berbahaya di tempat kerja. Beberapa poin utama yang dapat disimpulkan dari penelitian ini meliputi:

  1. Manajemen bahan kimia harus mengikuti standar hierarki kontrol, dengan eliminasi dan substitusi sebagai metode utama.
  2. Pelatihan pekerja sangat penting untuk memastikan bahwa mereka memahami risiko dan tindakan pencegahan yang harus dilakukan.
  3. Rencana tanggap darurat harus diterapkan untuk menghadapi kebocoran, tumpahan, atau kebakaran bahan kimia.
  4. Pemantauan kualitas udara dan kesehatan pekerja harus dilakukan secara berkala untuk mendeteksi potensi bahaya sebelum terjadi insiden serius.

Implementasi rekomendasi ini tidak hanya meningkatkan keselamatan pekerja, tetapi juga mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan efisiensi operasional di tempat kerja.

Sumber 

Safe Work Australia (2021). Managing Risks of Hazardous Chemicals in the Workplace: Code of Practice 2021.

Selengkapnya
Strategi Pengelolaan Risiko Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja: Panduan Praktis

Keselamatan Kerja

Perspektif Ilmiah tentang Bahaya Keselamatan di Tempat Kerja

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 12 Maret 2025


Bahaya keselamatan di tempat kerja merupakan aspek penting yang harus diperhatikan untuk mencegah cedera dan kerugian finansial. Dalam studi ini, penulis mengkaji definisi bahaya keselamatan yang beragam dan sering kali membingungkan dalam literatur yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk:

  • Mengklarifikasi konsep bahaya keselamatan dengan basis ilmiah.
  • Mengidentifikasi karakteristik bahaya keselamatan yang valid.
  • Menilai pemahaman pemilik usaha kecil di Afrika Selatan terhadap bahaya keselamatan.

Penelitian ini melibatkan 350 pemilik atau manajer usaha kecil di tiga provinsi utama Afrika Selatan: Gauteng, KwaZulu-Natal, dan Western Cape. Usaha kecil yang diteliti memiliki pendapatan tahunan kurang dari R10 juta dan jumlah karyawan kurang dari 50 orang. Hasil survei menunjukkan bahwa banyak pemilik usaha kecil:

  • Tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang bahaya keselamatan di tempat kerja.
  • Tidak sepenuhnya mematuhi tanggung jawab hukum dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko.
  • Memiliki tingkat kepatuhan rata-rata 2,67 dari skala 3 dalam mitigasi bahaya sebelum menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

Penelitian ini mengelompokkan bahaya keselamatan ke dalam beberapa kategori, termasuk:

  1. Bahaya Fisik (zat beracun, bahan mudah terbakar, peralatan berat).
  2. Bahaya Lingkungan (kontaminasi udara, paparan zat kimia).
  3. Bahaya Proses Kerja (metode atau prosedur yang meningkatkan risiko kecelakaan).
  4. Bahaya Perilaku Manusia (kurangnya kepatuhan terhadap protokol keselamatan).

Menurut penelitian ini, bahaya keselamatan harus memiliki karakteristik berikut:

  • Berwujud (Tangible): Harus dapat diamati dan diidentifikasi secara fisik.
  • Dapat Bergerak (Movability): Harus memiliki potensi perpindahan atau interaksi dengan lingkungan.
  • Interaktif (Interactability): Dapat menyebabkan reaksi fisik atau kimia yang berbahaya.
  • Tidak Ambigu (Unambiguousness): Bahaya harus tetap dianggap sebagai bahaya dalam semua kondisi.

Tantangan dan Rekomendasi

1. Kurangnya Kesadaran dan Pelatihan

  • Solusi: Program edukasi untuk meningkatkan pemahaman pemilik usaha kecil.

2. Minimnya Kepatuhan terhadap Regulasi

  • Solusi: Peningkatan pengawasan dan insentif kepatuhan.

3. Kurangnya Infrastruktur Keselamatan

  • Solusi: Penyediaan fasilitas kerja yang lebih aman dan sesuai standar.

Wawasan ilmiah tentang bahaya keselamatan dan urgensi peningkatan pemahaman di kalangan pemilik usaha kecil. Dengan pendekatan berbasis sains, diharapkan kebijakan keselamatan dapat lebih efektif dalam mengurangi risiko kecelakaan kerja.

Sumber Artikel:

Esterhuyzen, E. & Louw, L.B. "Fundamentals of Safety Hazards: A Scientific Perspective." Jàmbá: Journal of Disaster Risk Studies 11(1), 2019, a675.

Selengkapnya
Perspektif Ilmiah tentang Bahaya Keselamatan di Tempat Kerja

Industri Kimia

Analisis Risiko Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium: Studi Kasus Laboratorium Kimia Organik FMIPA Undiksha

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 12 Maret 2025


Laboratorium kimia organik merupakan lingkungan kerja dengan tingkat risiko tinggi akibat penggunaan berbagai bahan kimia berbahaya. Risiko yang dihadapi mencakup keracunan, paparan zat beracun, ledakan, kebakaran, serta dampak kesehatan jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi pengguna laboratorium untuk memahami karakteristik bahan kimia dan menerapkan langkah-langkah mitigasi risiko.

Paper ini mengkaji tingkat risiko penggunaan bahan kimia di laboratorium kimia organik FMIPA Undiksha. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi jenis bahan kimia berbahaya, menganalisis tingkat risikonya, serta memberikan rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan laboratorium.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui:

  • Observasi langsung terhadap aktivitas di laboratorium.
  • Identifikasi bahan kimia berdasarkan Material Safety Data Sheet (MSDS).
  • Dokumentasi pemakaian bahan kimia yang dilakukan selama satu semester.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran menyeluruh tentang potensi bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia yang digunakan di laboratorium. Penelitian ini mengidentifikasi beberapa kategori utama bahan kimia berbahaya di laboratorium kimia organik FMIPA Undiksha, antara lain:

1. Kategori Bahan Kimia Berbahaya

Laboratorium ini menggunakan berbagai bahan kimia yang masuk dalam kategori iritan, beracun, sangat beracun, korosif, mudah terbakar, hingga berpotensi meledak. Beberapa contoh bahan kimia yang diklasifikasikan berdasarkan risikonya meliputi:

  • Bahan iritan: Natrium hidroksida (NaOH), heksanol (C₆H₅OH), dan klorin (Cl₂).
  • Bahan beracun: Benzena (C₆H₆), metanol (CH₃OH), dan hidrogen sulfida (H₂S).
  • Bahan korosif: Asam klorida (HCl), asam sulfat (H₂SO₄), dan natrium hidroksida pekat.
  • Bahan mudah terbakar: Aseton, dietil eter, dan propana.
  • Bahan eksplosif: Kalium klorat (KClO₃) dan amonium nitrat (NH₄NO₃).
  • Bahan pengoksidasi: Hidrogen peroksida dan kalium perklorat.

2. Jenis Risiko yang Ditimbulkan

Penggunaan bahan kimia ini berpotensi menimbulkan berbagai risiko kesehatan dan lingkungan, antara lain:

  • Iritasi kulit dan mata akibat paparan zat iritan.
  • Gangguan pernapasan yang disebabkan oleh uap bahan kimia seperti diklorometana dan kloroform.
  • Kerusakan jaringan tubuh akibat bahan korosif seperti asam kuat dan basa pekat.
  • Paparan zat beracun yang dapat menyebabkan gangguan saraf, kanker, atau bahkan kematian.
  • Kebakaran dan ledakan akibat bahan mudah terbakar dan bahan reaktif.

3. Tingkat Risiko Paparan

Studi ini menunjukkan bahwa tingkat risiko bagi pengguna laboratorium tergolong tinggi, terutama akibat kurangnya kesadaran pengguna dalam menangani bahan kimia secara aman. Berdasarkan analisis, beberapa bahan seperti diklorometana (DCM) dan n-heksana berpotensi menyebabkan efek jangka panjang, seperti:

  • Diklorometana (DCM): Zat penyebab kanker yang dapat merusak sistem saraf dan reproduksi.
  • N-heksana: Mengganggu sistem saraf pusat dan menyebabkan efek mirip mabuk meskipun terpapar dalam jangka pendek.

Beberapa insiden yang pernah terjadi di laboratorium kimia FMIPA Undiksha meliputi:

  • Mahasiswa pingsan setelah menghirup uap eter tanpa ventilasi yang memadai.
  • Kulit melepuh akibat paparan asam sulfat yang tidak tertangani dengan baik.
  • Gangguan pernapasan setelah praktikum, yang diduga akibat paparan zat volatil seperti kloroform.

Insiden-insiden ini mengindikasikan perlunya pengelolaan bahan kimia yang lebih ketat serta peningkatan kesadaran pengguna laboratorium.

Korelasi Antara Paparan Jangka Panjang dan Penyakit

Meskipun tidak ada data spesifik tentang korban jiwa akibat paparan bahan kimia di laboratorium ini, beberapa kasus kesehatan menunjukkan adanya indikasi gangguan kesehatan akibat bahan beracun. Studi lain menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap benzena dapat menyebabkan leukemia, sedangkan asap formaldehida dapat memicu kanker paru-paru. Hal ini menegaskan pentingnya tindakan pencegahan yang lebih baik.

Beberapa langkah yang disarankan untuk meningkatkan keamanan laboratorium meliputi:

  • Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti sarung tangan, kacamata, dan masker setiap saat.
  • Peningkatan ventilasi untuk mengurangi paparan gas beracun.
  • Pengadaan lemari penyimpanan khusus untuk bahan kimia yang mudah terbakar dan beracun.

Penyediaan Material Safety Data Sheet (MSDS)

MSDS merupakan dokumen penting yang berisi informasi tentang bahaya bahan kimia serta cara penanganannya. Sayangnya, laboratorium ini belum memiliki dokumentasi MSDS yang lengkap. Setiap bahan kimia berbahaya harus dilengkapi dengan MSDS yang mudah diakses oleh pengguna laboratorium agar mereka lebih memahami cara menangani bahan tersebut dengan aman. Kesadaran pengguna laboratorium masih menjadi tantangan utama dalam pencegahan kecelakaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan:

  • Pelatihan berkala tentang keselamatan laboratorium bagi mahasiswa dan tenaga pengajar.
  • Simulasi keadaan darurat untuk menguji kesiapan menghadapi insiden bahan kimia.
  • Sosialisasi bahaya bahan kimia melalui poster dan label yang mudah dipahami.

Untuk memastikan efektivitas langkah-langkah keselamatan, laboratorium perlu melakukan:

  • Inspeksi rutin terhadap kondisi penyimpanan bahan kimia.
  • Evaluasi risiko secara berkala dengan mempertimbangkan frekuensi penggunaan bahan kimia.
  • Penerapan standar keselamatan global seperti regulasi Occupational Safety and Health Administration (OSHA).

Studi ini mengungkapkan bahwa bahan kimia berbahaya di laboratorium kimia organik FMIPA Undiksha memiliki potensi risiko yang tinggi terhadap kesehatan dan lingkungan. Beberapa bahan, seperti diklorometana dan n-heksana, dapat menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang, sedangkan bahan lain berpotensi menimbulkan kebakaran atau ledakan. Untuk mengurangi risiko ini, perlu diterapkan langkah-langkah seperti peningkatan protokol keselamatan, pelatihan pengguna laboratorium, serta pengawasan ketat terhadap bahan kimia. Dengan strategi ini, keselamatan laboratorium dapat ditingkatkan secara signifikan.

Sumber Asli Paper

Subamia, I. D. P., Wahyuni, I. G. A. N. S., & Widiasih, N. N. (2019). Analisis Risiko Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium Kimia Organik. Wahana Matematika dan Sains, Vol 13 No 1, April 2019.

Selengkapnya
Analisis Risiko Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium: Studi Kasus Laboratorium Kimia Organik FMIPA Undiksha

Ilmu dan Teknologi Hayati

Definisi dari Jenis-jenis Makhluk Hidup: Mikroba, Tumbuhan, Hewan, dan Manusia

Dipublikasikan oleh Anisa pada 12 Maret 2025


Disiplin ilmu yang mempelajari kajian ilmiah makhluk hidup, termasuk mikroba, tumbuhan, hewan, dan manusia adalah hal-hal yang terdapat dalam daftar ilmu hayat. Salah satu dari dua subbidang utama ilmu pengetahuan alam, yang lainnya adalah ilmu fisika, yang mempelajari benda mati, adalah bidang ini. Macam-macam ilmu hayati tersebut merupakan subdisiplin ilmu biologi, yaitu ilmu alam umum yang mempelajari kehidupan. Jenis organisme tertentu merupakan subjek dari beberapa ilmu kehidupan. Misalnya ilmu yang mempelajari tumbuhan disebut botani, sedangkan ilmu yang mempelajari hewan disebut zoologi. Ilmu kehidupan lainnya berkonsentrasi pada topik seperti anatomi dan genetika yang relevan dengan semua atau sebagian besar makhluk hidup. Bidang tertentu, seperti biologi molekuler dan biokimia, berkonsentrasi pada skala yang lebih kecil, sementara bidang lain, termasuk sitologi, imunologi, etologi, farmasi, dan ekologi, bekerja pada skala yang lebih besar. Ilmu saraf adalah bidang penting ilmu kehidupan yang berfokus pada pemahaman pikiran. Temuan-temuan dalam ilmu hayati mempunyai penerapan dalam bidang kedokteran, pertanian, kesehatan, dan ilmu pangan serta dalam sektor farmasi dan pertanian. Mereka juga berfungsi untuk meningkatkan taraf hidup. Misalnya saja, buku ini memberikan informasi mengenai penyakit tertentu yang pada akhirnya membantu pemahaman tentang kesehatan manusia. Ilmu hayat mencakup beberapa cabang seperti biologi dan bioteknologi.

Mikroba

Mikroorganisme, kadang-kadang dikenal sebagai mikroba, adalah makhluk kecil yang dapat bertahan hidup sebagai koloni sel atau sel tunggal. Zaman dahulu mengakui kemungkinan adanya kehidupan mikrobiologis yang tidak terlihat, seperti yang ditunjukkan oleh tulisan Jain di India pada abad keenam SM. Ketika Anton van Leeuwenhoek pertama kali melihat mikroorganisme di bawah mikroskop pada tahun 1670-an, studi ilmiah tentang mikroorganisme secara resmi dimulai. Pada tahun 1850-an, Louis Pasteur menyangkal hipotesis penciptaan spontan dengan menemukan bahwa bakteri bertanggung jawab atas degradasi makanan. Robert Koch menemukan bahwa mikroba adalah sumber penyakit antraks, kolera, difteri, dan TBC pada tahun 1880an. Mikroorganisme mungkin sangat bervariasi karena mereka merupakan mayoritas organisme uniseluler dari ketiga bidang kehidupan. Bakteri dan Archaea adalah satu-satunya dua dari tiga domain yang mencakup mikroorganisme. Semua hewan multiseluler serta sejumlah besar protista dan protozoa uniseluler, atau mikroorganisme, termasuk dalam domain ketiga Eukaryota. Protista dapat terhubung dengan tumbuhan atau hewan hijau. Meskipun banyak makhluk multiseluler berukuran mikroskopis—termasuk jamur tertentu, beberapa alga, dan hewan mikro—mereka biasanya tidak dikenali sebagai mikroorganisme. Mikroorganisme menghuni berbagai lingkungan, termasuk bebatuan, gurun, daerah khatulistiwa, geyser, dan lautan dalam. Organisme tertentu telah berevolusi untuk tahan terhadap suhu yang ekstrim, seperti tekanan tinggi atau rendah, sementara organisme lain, seperti Deinococcus radiodurans, cocok untuk lingkungan dengan radiasi tinggi. Mikrobiota yang ada di dalam dan pada semua makhluk multiseluler juga terdiri dari mikroorganisme. Bukti nyata tertua tentang kehidupan di Bumi mungkin terdapat pada bakteri yang ditemukan di bebatuan Australia yang berumur 3,45 miliar tahun. Mikroba memiliki beragam peran dalam budaya dan kesehatan manusia, termasuk fermentasi makanan, pengolahan limbah, dan produksi bahan bakar, enzim, dan zat bioaktif lainnya. Sebagai organisme model, mikroba adalah alat penting dalam biologi dan telah digunakan dalam bioterorisme dan peperangan biologis. Tanah yang subur sangat penting bagi keberadaan mikroba. Mikrobiota manusia, yang mencakup flora usus penting, terdiri dari mikroorganisme yang ditemukan dalam tubuh manusia. Mikroba adalah mikroorganisme yang menyebabkan banyak penyakit menular, oleh karena itu tindakan pencegahan kebersihan diarahkan pada mereka.

Tumbuhan

Sebagai makhluk eukariotik multiseluler, tumbuhan diklasifikasikan sebagai anggota kingdom Plantae. Mereka dibagi menjadi berbagai clades, termasuk tumbuhan berbunga, pakis, lumut, Gymnospermae, atau tumbuhan berbiji terbuka, dan Lycopodiopsida. Tumbuhan hijau memasukkan selulosa ke dalam dinding selnya. Sifat autotrofik berarti tumbuhan hijau mampu membuat makanannya sendiri. Karena hampir semua anggota keluarga tumbuhan bersifat autotrof, mereka menghasilkan energi sendiri dengan menggunakan kloroplas, yang merupakan organel sel, untuk mengubah energi matahari. Fotosintesis adalah istilah untuk proses ini. Karena sebagian besar anggota kingdom ini berwarna hijau, mereka juga dikenal dengan nama Metaphyta dan Viridiplantae, yang artinya “tanaman hijau”. Meskipun demikian, beberapa tanaman bersifat parasit, sementara yang lain memiliki klorofil yang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali dan bahkan tidak dapat melakukan fotosintesis.

Tumbuhan juga dapat diklasifikasikan menurut cara reproduksinya, kapasitas pertumbuhannya, dan pergantian keturunan. Tanpa memasukkan ganggang hijau, ia memiliki sekitar 350.000 jenis kehidupan yang berbeda. Totalnya ada 258.650 jenis tanaman berbunga dan 18.000 varietas tanaman herba. Tumbuhan hijau tidak hanya menghasilkan hampir seluruh molekul oksigen di Bumi tetapi juga memainkan peran penting dalam sistem ekologi planet ini. Setelah dijinakkan, tanaman dapat menghasilkan benih, buah-buahan, dan sayuran yang dapat dimakan untuk digunakan manusia. Banyak tanaman yang memiliki kualitas terapeutik dan digunakan secara luas dalam penelitian medis selain digunakan sebagai tanaman yang menarik. Botani adalah disiplin ilmu dalam biologi yang berfokus pada studi tentang tumbuhan.

Hewan

Kerajaan biologis Animalia terdiri dari makhluk atau hewan eukariotik multiseluler. Setelah beberapa tahap perkembangan, hewan dapat bergerak, bernapas, menelan bahan organik, bereproduksi secara seksual, dan tumbuh dari bola sel berongga yang disebut blastula. Diperkirakan terdapat lebih dari 7 juta spesies hewan, dimana lebih dari 1,5 juta spesies hidup telah dideskripsikan, dan sekitar 1 juta di antaranya adalah serangga. Panjang hewan bervariasi dari 8,5 mikrometer hingga 33,6 meter. Mereka membangun situs makanan yang rumit dan terlibat dalam interaksi yang rumit dengan lingkungan sekitar. Zoologi adalah studi tentang hewan. Mayoritas spesies hewan besar yang masih ada adalah anggota kelompok Bilateria, yang dicirikan oleh desain tubuh simetris bilateral. Protostoma dan deuterostom adalah contoh bilaterian. Berbagai jenis invertebrata, termasuk moluska, arthropoda, dan nematoda, termasuk dalam protostom, sedangkan chordata dan echinodermata (termasuk vertebrata) termasuk dalam deuterostom. Biota Ediacaran yang ada pada masa Prakambrium akhir dikategorikan sebagai bentuk kehidupan yang telah diawetkan sebagai hewan purba. Catatan fosil dengan jelas menetapkan filum hewan modern sebagai hewan laut selama ledakan Kambrium, yang terjadi sekitar 542 juta tahun lalu. Semua makhluk hidup terbukti memiliki 6.331 pengelompokan gen yang sama; gen-gen ini kemungkinan besar berasal dari satu nenek moyang yang hidup 650 juta tahun yang lalu. Hewan diklasifikasikan oleh Aristoteles menjadi dua kategori: hewan yang memiliki darah dan hewan yang tidak memiliki darah. Pada tahun 1758, Carolus Linnaeus menerbitkan Systema Naturae, kategorisasi biologis hierarkis hewan yang pertama. Empat belas tahun kemudian, Jean-Baptiste Lamarck memperluasnya menjadi empat belas filum. Ernst Haeckel membagi kerajaan hewan menjadi Protozoa bersel tunggal, tidak lagi diklasifikasikan sebagai hewan, dan Metazoa multiseluler, yang sekarang menjadi sinonim untuk Animalia, pada akhir tahun 1800-an. Kategorisasi hewan di era sekarang didasarkan pada metode canggih yang secara efektif menunjukkan kaitan evolusi spesies hewan, seperti filogenetik molekuler. Banyak spesies hewan tambahan yang digunakan manusia sebagai hewan peliharaan, makanan (daging, susu, dan telur), bahan (kulit dan wol), dan sebagai hewan pekerja (untuk memanfaatkan energi dan sebagai metode transportasi). Meskipun banyak spesies darat dan udara dikejar untuk bersenang-senang, anjing digunakan untuk berburu. Sejak zaman kuno, binatang telah digambarkan dalam seni dan memiliki konotasi keagamaan dan mitos.

Manusia

Spesies primata yang paling umum dan melimpah adalah spesies manusia (Homo sapiens). Penggerak dua kaki dan kapasitas kognitif yang sangat berkembang, yang dihasilkan dari otak mereka yang besar dan rumit, menyatukan mereka sebagai sejenis kera besar. Sebagai hewan yang sangat mudah bersosialisasi, manusia sering kali berada dalam struktur sosial rumit yang terdiri dari beberapa kelompok yang saling bersaing dan kooperatif, seperti entitas politik, rumah tangga, dan jaringan kekerabatan. Akibatnya, interaksi sosial antar manusia telah menghasilkan beragam nilai, konvensi sosial, bahasa, dan ritual yang semuanya berfungsi untuk menopang masyarakat manusia. Manusia mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, hukum, mitologi, agama, dan cabang ilmu lainnya karena ingin memahami dan mengendalikan kejadian. Dalam penggunaan umum, kata "manusia" mengacu pada Homo sapiens, satu-satunya anggota genus Homo yang masih hidup, meskipun beberapa ilmuwan menganggap semua spesies dalam genus Homo sama. Manusia modern secara antropologis pertama kali muncul di Afrika sekitar 300.000 tahun yang lalu. Mereka bermigrasi keluar benua setelah menyimpang dari Homo heidelbergensis atau spesies terkait dan secara progresif berpindah atau kawin dengan populasi asli manusia purba. Dalam sebagian besar sejarah manusia, manusia adalah pemburu-pengumpul yang memiliki gaya hidup nomaden. Era aktivitas manusia saat ini dimulai antara 160.000 dan 60.000 tahun yang lalu. Munculnya pertanian dan pemukiman permanen difasilitasi oleh Revolusi Neolitikum, yang dimulai sekitar 13.000 tahun yang lalu di Asia Barat Daya dan menyebar ke berbagai wilayah lainnya. Banyak peradaban yang muncul dan musnah seiring dengan bertambahnya dan berlipat gandanya populasi manusia, yang mengarah pada berkembangnya pemerintahan baik di dalam maupun di antara mereka. Manusia masih berevolusi; pada tahun 2022, akan ada lebih dari 8 miliar orang di planet ini. Variasi biologis manusia dalam ciri penampilan, fisiologi, kerentanan penyakit, kemampuan mental, ukuran fisik, dan lama hidup dipengaruhi oleh gen dan pengaruh lingkungan. Setiap orang berbeda dalam banyak hal, termasuk ciri fisik dan kecenderungan genetik, namun secara keseluruhan, setidaknya 99% dari susunan genetik manusia sama. Orang-orang dimorfik secara seksual, artinya perempuan cenderung memiliki jumlah lemak tubuh yang lebih besar sementara laki-laki cenderung memiliki fisik yang lebih kuat. Manusia memperoleh ciri-ciri seks sekunder sepanjang masa remaja. Antara usia 12 atau 13 tahun saat mencapai pubertas dan 50 tahun saat mencapai menopause, wanita dapat hamil.

Sejak zaman Homo erectus, manusia telah menggunakan api dan sumber panas lainnya untuk menyiapkan dan memasak makanan. Manusia adalah omnivora, artinya mereka dapat mengonsumsi berbagai macam tumbuhan dan hewan. Tanpa makanan, manusia bisa bertahan hingga delapan minggu, dan tanpa air, selama tiga atau empat hari. Orang rata-rata tidur selama tujuh hingga sembilan jam sehari, dan biasanya aktif sepanjang hari. Bagi mereka, melahirkan adalah prosedur berisiko yang membawa risiko komplikasi dan bahkan kematian yang signifikan. Karena manusia adalah spesies altricial, para ibu dan ayah sering kali merawat anak-anak mereka yang baru lahir dan tidak berdaya. Keterampilan kognitif yang lebih tinggi disebabkan oleh korteks prefrontal yang besar dan berkembang dengan baik seperti yang terlihat pada manusia. Manusia memiliki kecerdasan tingkat tinggi, memori episodik, kesadaran diri, fleksibilitas dalam ekspresi wajah, dan teori pikiran. Pikiran manusia mampu melakukan refleksi diri, pemikiran mandiri, daya cipta, kemauan keras, dan mengembangkan pandangan dunia. Hal ini memungkinkan terjadinya kemajuan teknis yang luar biasa, penciptaan alat-alat canggih melalui penalaran yang canggih, dan transfer pengetahuan ke generasi berikutnya.

Tiga sifat penting manusia adalah bahasa, seni, dan perdagangan. Ada kemungkinan bahwa penyebaran sumber daya dan perluasan budaya yang disebabkan oleh jalur perdagangan jarak jauh memberi manusia keunggulan dibandingkan spesies lain yang sebanding.

Sumber:

https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_life_sciences

https://en.wikipedia.org/wiki/Microorganism

https://id.wikipedia.org/wiki/Tumbuhan

https://id.wikipedia.org/wiki/Hewan

https://id.wikipedia.org/wiki/Manusia

Selengkapnya
Definisi dari Jenis-jenis Makhluk Hidup: Mikroba, Tumbuhan, Hewan, dan Manusia
« First Previous page 575 of 1.285 Next Last »