Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Kekuatan Residu Penting?
Dalam rekayasa geoteknik, stabilitas lereng adalah salah satu aspek paling kritis untuk menjamin keselamatan struktur seperti jalan, bendungan, dan fondasi. Namun, ketika terjadi pergerakan tanah atau longsor, nilai kekuatan geser tanah yang dipakai sebelumnya tidak lagi relevan. Inilah pentingnya kekuatan residu (residual strength) — yaitu kekuatan minimum yang dimiliki tanah setelah mengalami deformasi besar. Artikel tinjauan ini oleh Chen Fang et al. (2020) menyajikan ulasan komprehensif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan residu, metode pengujian yang paling akurat, dan tantangan penelitian masa depan.
Sejarah Singkat Konsep Kekuatan Residu
Konsep kekuatan residu mulai dikenal sejak 1936, namun diformalkan oleh Skempton pada 1964 dalam artikelnya “Long-term Stability of Clay Slopes”. Ia menjelaskan bahwa nilai geser aktual pada bidang longsor lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga dibutuhkan konsep baru: kekuatan residu sebagai parameter konservatif untuk menganalisis lereng yang telah gagal atau berpotensi reaktivasi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Residu Tanah
1. Jenis dan Struktur Tanah
2. Kadar Liat
Metode Uji Kekuatan Residu
1. Uji Geser Langsung dan Ring Shear
Pengaruh Kondisi Uji terhadap Kekuatan Residu
1. Tegangan Normal
2. Overconsolidation Ratio (OCR)
3. Laju Geser (Shear Rate)
4. Akselerasi
Prediksi Kekuatan Residu dengan Indeks Sifat Tanah
Indeks yang Digunakan:
Catatan penting: Peneliti menyarankan untuk mengembangkan korelasi berbasis jenis tanah spesifik daripada pendekatan umum.
Arah Penelitian Masa Depan
Kesimpulan
Penentuan kekuatan residu tanah adalah aspek vital dalam analisis stabilitas lereng, terutama pada kasus reaktivasi longsor atau pasca-gempa. Artikel ini menekankan bahwa alat uji ring shear modern dengan simulasi kondisi nyata sangat disarankan. Variabel seperti tegangan normal tinggi, penggunaan OCR, serta pemilihan laju geser yang tepat sangat berpengaruh pada hasil. Di sisi lain, penggunaan indeks seperti liquid limit menjadi solusi praktis untuk prediksi awal, namun tetap memerlukan validasi untuk jenis tanah spesifik. Singkatnya, tanpa pemahaman dan penentuan kekuatan residu yang tepat, stabilitas lereng tidak bisa dinilai secara realistis dan berisiko menimbulkan bencana di kemudian hari.
Sumber : Chen Fang, Hideyoshi Shimizu, Tatsuro Nishiyama, dan Shin-Ichi Nishimura (2020). Determination of Residual Strength of Soils for Slope Stability Analysis: State of the Art Review. Reviews in Agricultural Science, Vol. 8, pp. 46–57.
Ketahanan Pangan Regional
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 02 Mei 2025
Pendahuluan
Distribusi bahan pangan di Indonesia masih menghadapi tantangan serius, terutama di wilayah kepulauan seperti Provinsi Maluku Utara. Dengan kondisi geografis yang mayoritas berupa laut dan keterbatasan infrastruktur transportasi, distribusi bahan pangan menjadi mahal dan tidak efisien. Paper berjudul "Penentuan Lokasi Lumbung Pangan Berdasarkan Gravity Location Models dengan Koordinat UTM di Provinsi Maluku Utara" karya Nafisah Riskya Hasna, Adi Setiawan, dan Hanna Arini Parhusip, yang dipublikasikan dalam Jurnal Sains dan Edukasi Sains Vol.1 No.2 (2018), menyajikan pendekatan matematis berbasis model spasial untuk menyelesaikan problem ini.
Tujuan Penelitian dan Signifikansinya
Penelitian ini bertujuan menentukan lokasi paling optimal untuk lumbung pangan di Maluku Utara dengan pendekatan Gravity Location Models (GLM). Model ini berguna untuk menentukan lokasi fasilitas distribusi yang ideal dengan mempertimbangkan jumlah produksi pangan, kebutuhan penduduk, dan biaya transportasi. Keunggulannya adalah mengurangi biaya logistik secara signifikan, sekaligus memastikan pemerataan distribusi pangan antar wilayah.
Metodologi: Kombinasi Matematika, Spasial, dan Transformasi Koordinat
Sistem Koordinat
Penelitian ini menggunakan data geografis dari Google Maps yang kemudian ditransformasikan ke dalam sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Transformasi ini penting karena sistem UTM menawarkan presisi lebih tinggi dalam perhitungan spasial berbasis peta datar.
Gravity Location Models (GLM)
GLM bekerja dengan prinsip gaya tarik gravitasi antara lokasi sumber (produksi) dan lokasi pasar (kebutuhan). Semakin besar kebutuhan atau produksi suatu daerah dan semakin dekat jaraknya ke pusat distribusi, semakin besar pengaruhnya dalam penentuan lokasi ideal.
Rumus-Rumus Kunci:
Perhitungan kebutuhan pangan:
K = (P × m × T) / 1000
(P: jumlah penduduk, m: konsumsi harian, T: waktu [hari])
Lokasi optimal ditentukan dengan:
x = (ΣViXi) / (ΣVi) dan y = (ΣViYi) / (ΣVi)
(Vi = volume produksi yang akan didistribusikan)
Data yang Digunakan: Studi Kasus Maluku Utara
Kabupaten yang Diteliti
Dari 10 kabupaten/kota di Maluku Utara, 7 kabupaten dianalisis secara detail: Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Pulau Morotai, Kota Ternate, dan Tidore Kepulauan.
Statistik Penting (Tahun 2014)
Kebutuhan tertinggi: Ternate (22.752,8 ton/tahun) meski tidak memiliki produksi signifikan.
Produksi tertinggi: Halmahera Utara (56.447 ton).
Kabupaten defisit pangan: Ternate (−21.101 ton).
Lokasi dengan surplus terbesar: Halmahera Utara dan Halmahera Timur.
Temuan Utama: Lokasi Optimal Lumbung Pangan
Pendekatan Grid vs Perhitungan Rumus
Metode Grid:
Titik optimal berada di koordinat UTM: Easting = 415000 E, Northing = 156000 N
Diproyeksikan ke koordinat geografis: 1.4113 LU, 128.2359 BT
Metode Rumus (38 & 39):
Hasil koordinat: Easting = 416836.14, Northing = 155106.34
Diproyeksikan: 1.4031 LU, 128.2523 BT
Kesimpulan: Kedua metode mengarah ke lokasi yang hampir identik—Kabupaten Halmahera Timur. Selisih hasil hanya 0,0081 derajat lintang dan 0,0164 derajat bujur, menunjukkan validitas pendekatan ganda.
Analisis dan Nilai Tambah
1. Relevansi Praktis
Penelitian ini memberikan blueprint berbasis data bagi pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan infrastruktur distribusi pangan. Dengan menempatkan lumbung pangan di lokasi optimal, Maluku Utara dapat:
Mengurangi biaya logistik hingga jutaan rupiah per tahun.
Menjamin ketahanan pangan lintas wilayah secara merata.
Mengatasi kesenjangan produksi dan kebutuhan pangan antardaerah.
2. Studi Pembanding
Penelitian ini melanjutkan dan menyempurnakan studi sebelumnya:
Ama dkk (2015): Tanpa konversi UTM.
Yunitasari (2015): Fokus area industri, bukan pangan.
Rosita dkk (2010): Simulasi logistik urban.
Perbedaan penting pada penelitian ini adalah penyempurnaan akurasi lokasi melalui konversi koordinat UTM dan integrasi kebutuhan pangan aktual.
3. Potensi Implementasi Digital
Dengan berkembangnya teknologi GIS dan big data logistik, hasil dari penelitian ini bisa diintegrasikan ke dalam sistem digital pemantauan rantai pasok nasional. Platform seperti SigPangan milik Kementerian Pertanian dapat mengadopsi pendekatan GLM untuk penentuan titik distribusi.
Kritik dan Rekomendasi
Kritik
Keterbatasan Data: Hanya menggunakan data tahun 2014. Dinamika penduduk dan pertanian sangat mungkin berubah dalam 5–10 tahun terakhir.
Asumsi Biaya Transportasi Tetap: Dalam kenyataan, biaya transportasi antar kabupaten di Maluku Utara sangat bervariasi tergantung moda, kondisi geografis, dan infrastruktur.
Faktor Sosial-Ekonomi: Penelitian tidak mempertimbangkan resistensi sosial terhadap pembangunan infrastruktur baru atau tantangan dalam pembebasan lahan.
Rekomendasi
Perlu integrasi data multi-tahun agar model lebih dinamis.
Penambahan variabel spasial seperti ketinggian, akses jalan, dan moda transportasi akan meningkatkan akurasi.
Perlu pengujian model di wilayah lain seperti Nusa Tenggara Timur atau Papua Barat untuk validasi skala nasional.
Kesimpulan
Penelitian ini merupakan kontribusi strategis dalam bidang logistik dan ketahanan pangan. Dengan memanfaatkan pendekatan kuantitatif melalui Gravity Location Models dan transformasi koordinat UTM, lokasi optimal lumbung pangan di Provinsi Maluku Utara berhasil ditentukan di Halmahera Timur. Penelitian ini bisa menjadi model bagi daerah lain yang menghadapi tantangan logistik serupa.
Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025
Pendahuluan
Longsor merupakan bencana serius di wilayah berbukit seperti Ethiopia Selatan. Studi ini mengulas analisis stabilitas lereng di sepanjang jalan Sawla–Laska, jalur penting sepanjang 52 km yang rawan terganggu akibat struktur tanah lemah, curah hujan tinggi, dan muka air tanah dangkal. Penelitian oleh Kinde, Getahun, dan Jothimani (2024) menggunakan pendekatan uji laboratorium, survei lapangan, dan simulasi numerik untuk memahami penyebab utama dan potensi mitigasi.
Geologi dan Geografi Lokasi
Jenis Longsor yang Terjadi
Karakteristik Geoteknik Tanah
Kadar Air dan Berat Jenis
Kekuatan Geser
Hasil dari uji direct shear menunjukkan:
Tanah dengan kadar air tinggi dan sudut geser rendah sangat rentan terhadap longsor.
Klasifikasi Tanah (USCS)
Analisis Stabilitas Lereng dengan SLOPE/W
Metode:
Hasil Faktor Keamanan (FoS):
Tren jelas: makin dangkal muka air tanah, makin tidak stabil lereng.
Analisis Kualitas Massa Batuan (Rock Slope & SMR)
Peran Pelapukan dan Struktur Geologi
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penyebab Utama Ketidakstabilan:
Rekomendasi Teknis:
Kritik dan Saran Lanjutan
Studi ini unggul dalam metode komprehensif — gabungan lapangan, lab, dan simulasi numerik. Namun:
Tetapi sebagai acuan teknis, artikel ini sangat layak dijadikan dasar dalam desain dan pemeliharaan infrastruktur jalan di wilayah tropis berbukit.
Sumber : Melkamie Kinde, Ephrem Getahun, Muralitharan Jothimani (2024). Geotechnical and slope stability analysis in the landslide-prone area: A case study in Sawla – Laska road sector, Southern Ethiopia. Scientific African, Vol. 23, e02071.
Pariwisata & Perhotelan
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 02 Mei 2025
Pendahuluan
Dalam industri pariwisata yang semakin kompetitif, kualitas pelayanan menjadi faktor penentu keberhasilan suatu usaha penginapan, terutama di sektor homestay yang kini semakin digemari wisatawan lokal maupun mancanegara. Lebih dari sekadar tempat menginap, homestay adalah pintu gerbang pertama bagi tamu untuk merasakan keramahan khas suatu daerah. Dan dalam konteks ini, departemen Front Office (FO) memegang peranan strategis yang sering kali menjadi penentu persepsi awal pelanggan terhadap layanan dan citra tempat menginap.
Skripsi karya Lisa Isnaini Rahmatin dari STIE Pariwisata API Yogyakarta mengangkat bagaimana peran FO Department di Nextdoor Homestay Yogyakarta menjadi ujung tombak dalam membentuk kesan positif yang berkelanjutan. Penelitian ini bukan hanya menarik secara teoritis, tetapi juga aplikatif di tengah tren wisata urban yang menuntut kecepatan, keramahan, dan fleksibilitas dalam pelayanan.
Latar Belakang: Mengapa Front Office Jadi Ujung Tombak?
Front Office adalah unit pertama yang berinteraksi dengan tamu. Baik dalam proses check-in, pertanyaan informasi, hingga keluhan, semuanya dikelola oleh staf FO. Maka tak heran, pengalaman pelanggan sering kali ditentukan dari bagaimana FO menyambut, merespons, dan menyelesaikan kebutuhan pelanggan.
Nextdoor Homestay sebagai akomodasi alternatif di tengah Kota Yogyakarta—dekat dengan pusat keramaian dan kawasan backpacker seperti Prawirotaman—memiliki tantangan tersendiri untuk membedakan diri dari pesaingnya. Dalam konteks ini, peran FO bukan hanya administratif, tetapi juga komunikatif dan strategis.
Tujuan dan Metodologi Penelitian
Tujuan:
Menganalisis sejauh mana peran FO dalam membentuk citra positif.
Mengidentifikasi strategi pelayanan yang digunakan FO di Nextdoor Homestay.
Menilai respons dan persepsi tamu terhadap pelayanan yang diberikan.
Metode:
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Informan utama adalah manajer homestay dan staf FO, serta sebagian tamu yang memberikan feedback.
Hasil Temuan: Strategi FO dalam Praktik Nyata
1. Pelayanan Ramah dan Personal
Nextdoor Homestay menerapkan pendekatan friendly communication dalam seluruh aspek layanan FO. Tidak ada pembatas formal antara staf dan tamu, bahkan banyak tamu yang merasa seperti “tinggal di rumah teman” alih-alih di hotel.
Salah satu tamu menyebut bahwa staf FO selalu menyapa dengan nama dan memberikan saran kuliner atau wisata secara personal. Ini menciptakan pengalaman yang lebih intim dan membekas.
2. Kecepatan dan Ketepatan Prosedur
Proses check-in dan check-out berjalan cepat, hanya memakan waktu kurang dari 5 menit.
FO juga tanggap dalam menangani keluhan atau permintaan tambahan seperti penyewaan sepeda, laundry, atau pemesanan transportasi.
3. Pemanfaatan Teknologi
Meski berskala kecil, Nextdoor Homestay telah menggunakan sistem reservasi digital dan Google Review sebagai alat kontrol kualitas. FO bertugas mengecek ulasan secara berkala dan menindaklanjuti masukan yang diberikan secara online.
4. Peran Sebagai “Local Guide”
Staf FO tidak hanya menjalankan tugas administratif, tetapi juga bertindak sebagai konsultan lokal, memberikan tips lokasi kuliner murah, tempat nongkrong yang tidak mainstream, hingga festival budaya yang sedang berlangsung.
Analisis dan Nilai Tambah: Mengapa Ini Penting?
A. Korelasi Langsung antara FO dan Reputasi Online
Dalam era digital, ulasan Google, TripAdvisor, dan Booking.com sangat memengaruhi keputusan calon tamu. Citra positif yang diciptakan oleh FO berujung pada review bintang lima, yang pada akhirnya menjadi alat promosi gratis.
B. Keunggulan Kompetitif Non-Fisik
Meski secara fasilitas fisik Nextdoor Homestay tergolong sederhana, pelayanan FO yang hangat dan efisien menciptakan nilai diferensiasi dibanding homestay lain. Ini memperkuat teori bahwa dalam industri hospitality, human touch lebih penting dari kemewahan.
C. Citra Positif sebagai Investasi Jangka Panjang
Citra positif yang dibentuk FO tidak hanya memberi keuntungan jangka pendek berupa kepuasan pelanggan, tetapi juga menciptakan loyalitas dan promosi mulut ke mulut, dua hal yang sulit dibeli dengan iklan.
Studi Banding: FO di Hotel Bintang vs Homestay
Dibandingkan dengan hotel berbintang yang memiliki struktur hierarki pelayanan yang lebih kompleks, homestay seperti Nextdoor justru memiliki keunggulan dalam menciptakan kesan personal. Tidak adanya batas kaku antara tamu dan staf memungkinkan FO untuk menjalin hubungan yang lebih emosional.
Namun, tantangannya juga besar:
Staf FO harus multitasking, dari reservasi hingga menjadi pemandu lokal.
Butuh pelatihan soft skill, bukan hanya keterampilan teknis.
Tantangan yang Dihadapi FO di Nextdoor Homestay
1. Keterbatasan SDM
FO sering kali merangkap tugas lain karena jumlah staf yang terbatas. Ini bisa berdampak pada konsistensi pelayanan saat volume tamu tinggi.
2. Minimnya Pelatihan Formal
Sebagian besar staf belajar secara otodidak atau melalui pelatihan internal. Tidak semua memiliki latar belakang pendidikan perhotelan.
3. Ekspektasi Wisatawan Internasional
Sebagai homestay yang populer di kalangan wisatawan asing, staf FO harus bisa berbahasa Inggris aktif, memahami budaya tamu, dan tetap ramah meski menghadapi perbedaan sikap.
Rekomendasi Penulis
Penelitian menyarankan agar:
FO mendapatkan pelatihan bahasa asing dan komunikasi lintas budaya secara berkala.
Manajemen mempertimbangkan sistem insentif berbasis review positif.
Sistem digital diperluas, seperti live chat untuk reservasi atau chatbot layanan mandiri.
Relevansi di Era Tren Digital dan Wisata Ramah Lingkungan
Nextdoor Homestay juga menyelaraskan pelayanan FO dengan konsep eco-tourism dan sustainable travel, misalnya dengan memberikan informasi tentang transportasi ramah lingkungan, dan rekomendasi destinasi lokal yang mendukung ekonomi mikro.
Ini menjadi daya tarik bagi wisatawan generasi milenial dan Gen Z yang mulai mengutamakan aspek keberlanjutan dalam memilih akomodasi.
Simpulan
Skripsi ini berhasil menggambarkan bagaimana Front Office tidak hanya sebagai pelayan administratif, tetapi sebagai arsitek citra sebuah homestay. Di tangan staf FO yang terlatih dan berorientasi pelanggan, Nextdoor Homestay berhasil membangun reputasi yang melampaui sekadar fasilitas fisik.
Bagi pelaku industri pariwisata dan manajemen perhotelan, studi ini menjadi pengingat bahwa pengalaman pelanggan dimulai dari front desk, dan bahwa senyum tulus serta informasi yang akurat bisa lebih berharga dibandingkan bantal empuk atau minibar mewah.
Sumber
Rahmatin, Lisa Isnaini. Peranan Front Office Department dalam Meningkatkan Citra Positif Nextdoor Homestay Yogyakarta. STIE Pariwisata API Yogyakarta. Skripsi.
Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025
Pendahuluan: Longsor dan Ancaman Nyata bagi Komunitas Agraris
Longsor menjadi bencana yang mematikan di wilayah perbukitan dengan curah hujan tinggi, terutama jika dipicu oleh kondisi tanah jenuh air dan topografi curam. Artikel ini membahas peristiwa longsor besar di Desa Lalisa, Zona Jimma, Ethiopia, yang menyebabkan kerusakan lahan seluas 27 hektare dan memaksa ratusan warga mengungsi. Penelitian oleh Beyene et al. (2023) menyajikan pendekatan gabungan geofisika dan analisis numerik untuk menyelidiki penyebab utama dan mencari solusi yang layak.
Kondisi Lokasi dan Dampaknya
Geografi dan Topografi:
Dampak Sosial:
Investigasi Geofisika dan Geoteknik
1. Metode Geofisika (VES & Profil Resistivitas):
2. Uji Geoteknik:
Simulasi Numerik: Analisis Keamanan Lereng
Metode:
Hasil Utama:
Jenis dan Karakteristik Longsor
Jenis Longsor:
Penyebab Utama:
Rekomendasi Mitigasi
1. Solusi Hidrologis:
2. Rekayasa Vegetatif:
3. Pengurangan Gradien Lereng:
Kritik dan Implikasi Lanjut
Keunggulan Penelitian:
Catatan Tambahan:
Kesimpulan
Penelitian ini menyoroti pentingnya menggabungkan analisis geofisika dan simulasi numerik untuk memahami dan mencegah longsor. Kasus Desa Lalisa di Ethiopia adalah contoh nyata bagaimana zona jenuh dan tanah lapuk dapat menyebabkan bencana besar, bahkan tanpa pemicu eksternal besar seperti gempa. Dengan pendekatan seperti ini, kita dapat merancang tindakan mitigasi berbasis bukti untuk menyelamatkan lahan, infrastruktur, dan nyawa manusia di wilayah rentan longsor.
Sumber : Adamu Beyene, Narobika Tesema, Fekadu Fufa, Damtew Tsige (2023). Geophysical and numerical stability analysis of landslide incident. Heliyon, Vol. 9, e13852.
Politik Internasional
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 02 Mei 2025
Pendahuluan
Penyelesaian konflik batas laut selalu menjadi tantangan pelik dalam hubungan antarnegara, terlebih di kawasan strategis seperti Asia Tenggara. Sengketa Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kerap kali memicu ketegangan, baik dari sisi politik, ekonomi, hingga pertahanan. Dalam konteks ini, keberhasilan Indonesia dan Filipina dalam menyelesaikan delimitasi batas ZEE menjadi contoh penting dari praktik diplomasi maritim yang konstruktif.
Artikel karya Intan Fatona Maharani Putri menganalisis secara mendalam faktor-faktor yang mendorong tercapainya kesepakatan antara Indonesia dan Filipina—sebuah capaian langka dalam sengketa batas laut. Penelitian ini menggabungkan pendekatan hukum internasional, teori hubungan internasional, serta studi kasus diplomasi bilateral dalam menyusun argumen.
Resensi ini akan membedah isi artikel secara kritis, memberi tambahan konteks geopolitik dan ekonomi, serta menyajikannya dalam format yang ramah pembaca umum, tanpa mengorbankan kedalaman analisis.
Latar Belakang: Mengapa ZEE Penting?
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah wilayah 200 mil laut dari garis pantai yang memberikan hak eksklusif kepada negara pantai atas sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati. Wilayah ini diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Dalam praktiknya, delimitasi batas ZEE menjadi rumit ketika dua negara memiliki klaim tumpang tindih, seperti yang terjadi antara Indonesia dan Filipina di Laut Sulawesi dan Laut Filipina.
Selama hampir 20 tahun, kedua negara terlibat dalam negosiasi yang panjang, hingga akhirnya pada 23 Mei 2014 ditandatangani perjanjian delimitasi yang disepakati oleh kedua belah pihak. Hal ini menjadi capaian diplomatik pertama Indonesia dalam menyelesaikan batas ZEE dengan negara tetangga menggunakan prinsip UNCLOS secara penuh.
Tujuan dan Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan berikut:
Apa saja faktor yang mendorong keberhasilan delimitasi ZEE Indonesia-Filipina?
Bagaimana strategi diplomasi kedua negara dalam mencapai konsensus?
Apa peran hukum laut internasional dalam proses penyelesaian?
Metode yang digunakan bersifat kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Penulis mengandalkan sumber-sumber sekunder seperti dokumen hukum, berita resmi, hasil perundingan, dan literatur akademik.
Faktor-Faktor Keberhasilan: Bukan Sekadar Peta dan Garis
Artikel ini menyimpulkan tiga faktor utama yang mendasari keberhasilan penyelesaian batas ZEE antara Indonesia dan Filipina:
1. Komitmen Diplomatik yang Konsisten
Kedua negara menunjukkan niat baik sejak awal negosiasi. Pembentukan Joint Permanent Working Group on Maritime and Ocean Concerns menjadi platform utama komunikasi dan koordinasi teknis. Mereka tidak hanya mengedepankan kepentingan nasional, tetapi juga prinsip keterbukaan dan kerja sama regional.
2. Kepatuhan terhadap Hukum Laut Internasional
UNCLOS menjadi rujukan utama yang dipegang teguh selama negosiasi. Penggunaan prinsip equidistance line (garis sama jarak) dan prinsip relevansi geografis menunjukkan bahwa argumentasi hukum menjadi landasan rasional yang diterima kedua belah pihak.
3. Faktor Eksternal dan Tekanan Regional
Ketegangan di Laut China Selatan, kehadiran kapal asing, serta dorongan dari organisasi seperti ASEAN dan PBB turut mendorong kedua negara untuk segera menyelesaikan konflik batas demi stabilitas kawasan. Selain itu, pergeseran geopolitik yang menekankan pentingnya maritime domain awareness juga mempercepat urgensi penyelesaian.
Studi Kasus: Peta, Fakta, dan Angka
Dalam konteks praktis, batas yang disepakati antara Indonesia dan Filipina mencakup:
Sekitar 1.162 km garis batas di perairan Laut Sulawesi dan Laut Filipina.
Titik-titik koordinat berdasarkan eleven geographical points yang disepakati dalam perundingan.
Penting dicatat bahwa penyelesaian ini tidak mencakup batas landas kontinen, yang masih dalam proses negosiasi lebih lanjut.
Keberhasilan ini menjadi contoh “soft power diplomacy” yang mengutamakan win-win solution dibandingkan pendekatan koersif atau unilateral.
Perbandingan dengan Sengketa Lain
Sebagai perbandingan, banyak konflik serupa yang belum terselesaikan:
Vietnam vs Tiongkok: sengketa Laut China Selatan berlarut-larut karena perbedaan prinsip dasar klaim.
Indonesia vs Malaysia: konflik Sipadan-Ligitan baru selesai melalui Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2002, namun delimitasi ZEE masih berlangsung.
Dari sini terlihat bahwa keberhasilan Indonesia dan Filipina merupakan anomali positif dalam praktik penyelesaian sengketa batas maritim.
Analisis Tambahan: Diplomasi sebagai Strategi Jangka Panjang
Keberhasilan ini tidak lepas dari konsistensi Indonesia dalam strategi diplomasi maritim, yang juga terlihat dalam kebijakan Poros Maritim Dunia yang dicanangkan sejak era Presiden Joko Widodo. Penyelesaian batas ZEE memberi fondasi penting bagi:
Penguatan pertahanan maritim (coastal security)
Eksploitasi sumber daya laut secara legal dan efisien
Perlindungan terhadap nelayan lokal
Peningkatan kerja sama ekonomi dan lingkungan hidup lintas negara
Dari sisi Filipina, keberhasilan ini menjadi modal diplomasi ketika menghadapi Tiongkok dalam konflik Laut China Selatan. Artinya, keduanya memperoleh manfaat politis dan strategis yang berkelanjutan.
Kritik dan Saran
Kelebihan Penelitian:
Menggabungkan kajian hukum dan diplomasi secara seimbang.
Analisis mendalam tentang peran institusi bilateral.
Relevan dengan isu regional dan global.
Ruang Pengembangan:
Artikel belum menggali secara detail peran aktor non-negara, seperti nelayan, LSM, dan media.
Analisis tidak membahas secara teknis pengaruh delimitasi terhadap ekonomi kelautan.
Tidak ada pembahasan spesifik mengenai tahapan teknis survei geospasial yang juga menjadi bagian penting dalam delimitasi.
Relevansi terhadap Isu Global
Penelitian ini sangat relevan untuk:
Negara-negara ASEAN yang masih memiliki konflik batas laut.
Praktisi hukum dan diplomasi internasional.
Mahasiswa hubungan internasional dan kajian keamanan maritim.
Pemerintah daerah yang berkepentingan dalam tata kelola perikanan dan sumber daya kelautan.
Di tengah eskalasi ketegangan Laut China Selatan, penelitian ini memberi contoh bahwa diplomasi berbasis hukum tetap relevan dan efektif.
Kesimpulan
Artikel ini berhasil menunjukkan bahwa penyelesaian konflik batas ZEE antara Indonesia dan Filipina merupakan contoh ideal dari diplomasi modern yang rasional, damai, dan berbasis hukum. Proses yang panjang, namun penuh komitmen dan itikad baik, menunjukkan bahwa kerja sama regional bukan hanya slogan, tetapi bisa menjadi kenyataan.
Dengan semakin kompleksnya tantangan geopolitik di Asia Tenggara, keberhasilan ini layak dijadikan model negosiasi perbatasan laut bagi negara lain.
Sumber
Putri, Intan Fatona Maharani. (2024). Faktor Keberhasilan Delimitasi Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Filipina. Andalas Journal of International Studies (AJIS), Vol. XIII, No. 1, Mei 2024.