Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Mei 2025
BIM: Solusi Digital untuk Industri Konstruksi yang Masih Manual
Teknologi Building Information Modeling (BIM) telah merevolusi dunia konstruksi global. Dengan kemampuan untuk memodelkan bangunan secara 3D, menjadwalkan pekerjaan (4D), dan menghitung estimasi biaya (5D), BIM menjanjikan efisiensi luar biasa dibanding metode tradisional. Sayangnya, adopsi BIM di Indonesia—khususnya di kalangan kontraktor lokal—masih sangat rendah. Studi oleh Fitriani dkk. menyoroti langsung kondisi ini dari akar rumput: para profesional konstruksi di Palembang, Sumatra Selatan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
Studi dilakukan dengan metode kuantitatif melalui survei kuesioner Likert skala 1–5, yang disebarkan kepada 100 responden dari perusahaan konstruksi berkualifikasi menengah dan besar di Palembang.
Potret Pengetahuan dan Penggunaan BIM: Mayoritas Masih Mengandalkan AutoCAD
Meskipun hampir semua responden mengenal software seperti Revit dan ArchiCAD, kenyataannya 100% responden masih menggunakan AutoCAD dan Microsoft Office dalam proyek mereka. Penggunaan software khusus BIM seperti StaadPro hanya mencapai 25%.
Sebagian besar responden (85%) berlatar belakang pendidikan sarjana, dan mayoritas adalah perancang (67%), menunjukkan bahwa keterbatasan bukan dari sisi intelektual, tetapi dari sisi eksposur dan pelatihan terhadap teknologi BIM.
Persepsi Fungsi BIM: Masih Terbatas pada Visualisasi
Berikut ini adalah fungsi BIM yang dinilai paling signifikan oleh responden:
Sementara fungsi-fungsi penting seperti change management (3,33) dan metadata management (3,15) berada di posisi bawah. Ini menunjukkan bahwa pemahaman para pelaku konstruksi lokal masih terbatas pada aspek visual, bukan manajerial dan koordinatif yang menjadi kekuatan utama BIM di negara maju.
Manfaat Implementasi BIM: Persepsi vs Realitas
Manfaat paling tinggi yang diakui oleh para profesional:
Namun, beberapa manfaat mendasar BIM seperti peningkatan kolaborasi (skor 3,27) dan komunikasi antar pihak (2,76) berada di urutan bawah. Ini berbanding terbalik dengan negara seperti Inggris, di mana BIM diwajibkan dalam proyek pemerintah justru karena manfaat kolaboratifnya.
Studi Pendukung: Berlian et al. (2016)
Studi pendukung oleh Berlian et al. menunjukkan bahwa BIM dapat:
Ini memperkuat hasil dari Fitriani dkk. yang menyatakan bahwa BIM memiliki potensi besar dalam meningkatkan efisiensi proyek.
Hambatan Implementasi BIM: Biaya & Kurangnya Pengetahuan
Lima hambatan utama implementasi BIM di Indonesia menurut survei:
Menariknya, dukungan pemerintah justru berada di urutan terakhir (skor 3,33), menunjukkan bahwa pelaku industri belum melihat kebijakan pemerintah sebagai faktor penentu, walau sebenarnya regulasi nasional bisa menjadi pendorong adopsi seperti yang terjadi di Inggris dan Singapura.
Analisis Tambahan: Perbandingan Global
Bandingkan tingkat penggunaan BIM secara global (Smart Market Report, 2015):
Ini memperlihatkan jarak yang cukup jauh antara Indonesia dan negara-negara lain dalam adopsi teknologi konstruksi digital.
Rekomendasi Penulis
Untuk mendorong adopsi BIM di Indonesia, penulis merekomendasikan:
Penutup: Jalan Panjang Menuju Adopsi BIM di Indonesia
Studi ini memberikan gambaran jelas bahwa meskipun teknologi BIM menawarkan solusi atas permasalahan efisiensi, koordinasi, dan biaya dalam proyek konstruksi, realitas di lapangan—khususnya di Palembang—masih jauh dari optimal. Biaya, minimnya pelatihan, serta kurangnya kesadaran menjadi penghalang utama.
Namun, dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, institusi pendidikan, dan asosiasi industri, adopsi BIM di Indonesia bisa meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan. BIM bukan sekadar alat digital, tetapi sistem kerja baru yang bisa merevolusi sektor konstruksi Indonesia jika dipahami dan diimplementasikan dengan benar.
Sumber Artikel Asli:
Fitriani, H., Budiarto, A., Saheed, A., & Idris, Y. (2019). Implementing BIM in Architecture, Engineering and Construction Companies: Perceived Benefits and Barriers among Local Contractors in Palembang, Indonesia. International Journal of Construction Supply Chain Management, Vol. 9, No. 1, hlm. 20–34.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Mei 2025
Deep learning (DL) kini menjadi bagian integral dari teknik sipil modern, khususnya dalam pembangunan terowongan di Tiongkok yang menghadapi tantangan geologi kompleks, risiko longsor, dan kebutuhan transportasi tinggi. Artikel yang ditulis oleh Chunsheng Su et al. dalam Applied Sciences (2024) menawarkan tinjauan komprehensif atas bagaimana kecerdasan buatan merevolusi cara perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan terowongan dilakukan di berbagai lingkungan: gunung, perkotaan, dan bawah laut.
Dominasi China dalam Infrastruktur Terowongan
Hingga akhir 2022, China telah mengoperasikan lebih dari 42.700 terowongan, termasuk 24.850 terowongan jalan raya dan 17.873 terowongan kereta api, dengan total panjang masing-masing 26.784 km dan 21.978 km. Angka ini menjadikan China sebagai pemimpin global dalam infrastruktur terowongan.
Namun, pertumbuhan ini dibarengi tantangan teknis besar: lingkungan geoteknik yang tidak pasti, gangguan seismik, air tanah, serta struktur batuan yang tidak seragam. Karena itu, teknologi prediktif berbasis data seperti deep learning sangat dibutuhkan.
Mengapa Deep Learning Penting dalam Teknik Terowongan?
Deep learning, subbidang dari machine learning (ML), bekerja secara hierarkis melalui jaringan saraf dalam (deep neural networks/DNN). DL dapat mengolah data tanpa harus melakukan ekstraksi fitur manual, membuatnya cocok untuk lingkungan tidak pasti seperti teknik terowongan.
Penggunaan DL mencakup:
Studi Kasus: Prediksi Rockburst di Terowongan Gunung
Rockburst merupakan bencana geologi yang sering terjadi di terowongan dengan kedalaman tinggi dan tekanan tanah besar. Model DA-DNN (Deep Neural Network) yang dikembangkan Tian et al. memanfaatkan parameter seperti tegangan tangensial maksimum dan indeks energi elastis untuk memprediksi intensitas rockburst, menghasilkan akurasi tinggi bahkan dalam data terbatas.
Sementara itu, metode monitoring mikro-seismik yang diproses melalui jaringan konvolusional mendalam digunakan Zhang untuk membangun sistem peringatan otomatis, memungkinkan klasifikasi sinyal real-time dan estimasi titik sumber getaran.
Kolaborasi Data Mining & Neural Network
Keterbatasan data di lapangan menjadi tantangan besar. Untuk mengatasinya, digunakan teknik data mining, seperti rough set theory oleh Zhang et al., yang dikombinasikan dengan RBF neural network. Hasilnya adalah prediksi non-linier yang sangat efektif terhadap risiko rockburst.
Identifikasi Keretakan dan Rembesan Air pada Terowongan Bawah Tanah Kota
Pada terowongan perkotaan seperti MRT, kerusakan struktural dapat menyebabkan masalah besar. Xue et al. mengembangkan model V-6 berbasis GoogLeNet untuk mendeteksi kerusakan seperti retakan, kebocoran, sambungan, dan pipa, dengan akurasi 95,24%. Selain itu, Mask R-CNN dan Fully Convolutional Network (FCN) berhasil memisahkan area kerusakan secara otomatis, mengurangi ketergantungan terhadap inspeksi manual.
Prediksi Penurunan Tanah Akibat Konstruksi Subway
Studi oleh Wen et al. menggunakan model NARX neural network untuk memprediksi penurunan tanah dengan memasukkan karakteristik lingkungan dan konstruksi. Hasilnya mendekati kondisi riil dengan error rendah. Mahmoodzadeh et al. membandingkan 300 data proyek di Iran dengan 8 algoritma seperti LSTM, GPR, dan DNN, dan menemukan LSTM menghasilkan akurasi hingga 98,96% dalam memprediksi penurunan tanah.
Tantangan Unik Terowongan Bawah Laut
Terowongan bawah laut seperti Xiamen Xiang’an dan Hong Kong-Zhuhai-Macao Bridge menghadapi risiko air laut yang tinggi. Untuk memprediksi stabilitas struktur dan potensi kerusakan akibat infiltrasi air laut, peneliti seperti Chen et al. melakukan simulasi fluid-solid coupling dan menggunakan algoritma Nelder–Mead dalam inversi parameter batuan.
ATSNL, sebuah model yang menggabungkan autoencoder dan RNN, berhasil memprediksi respons struktural terhadap beban air laut dan suhu, membantu memonitor integritas jangka panjang terowongan.
Kerusakan Akibat Erosi Air Laut
Sifat kimia air laut menyebabkan korosi serius pada struktur beton. Studi oleh Wang et al. memodelkan difusi ion klorida dan prediksi masa pakai struktur menggunakan model prediktif umur teknis, sangat relevan untuk subsea tunnel seperti Qingdao Jiaozhou Bay Tunnel.
Prediksi Risiko Rembesan Air Laut
Kombinasi metode numerik, GIS, dan deep learning digunakan oleh Li et al. untuk memodelkan interaksi antara tekanan air laut dan karakteristik batuan sekitar. Xiao menggabungkan genetic algorithm dan neural network untuk prediksi debit air masuk, meningkatkan presisi meski data masih terbatas.
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Beberapa tantangan masih harus diatasi:
Opini dan Implikasi Industri
Kombinasi deep learning, data besar, dan teori fisika adalah arah masa depan teknik terowongan. Artikel ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi di China tidak hanya berkembang secara kuantitatif, tetapi juga secara teknologis dan intelektual.
Model seperti DA-DNN, Mask R-CNN, dan ATSLN menandai transisi dari rekayasa konvensional menuju rekayasa prediktif cerdas. Bahkan, dalam era strategi rendah karbon, penerapan DL akan diperluas ke estimasi emisi karbon dari sistem mekanisasi konstruksi.
Kesimpulan
Artikel ini menekankan bahwa penerapan deep learning dalam teknik terowongan bukan hanya tren sementara, tapi kebutuhan mendesak dalam menghadapi kondisi geologi kompleks, kebutuhan efisiensi, dan keamanan struktural. Pendekatan yang menggabungkan simulasi numerik, algoritma optimasi, dan pembelajaran mendalam menjadikan teknik terowongan lebih tanggap, efisien, dan aman.
Sumber : Su, C., Hu, Q., Yang, Z., & Huo, R. (2024). A review of deep learning applications in tunneling and underground engineering in China. Applied Sciences, 14(1720).
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Mei 2025
Pengantar: Pentingnya Monitoring Otomatis di Era Konstruksi Modern
Konstruksi bawah tanah kini menjadi bagian vital dari pembangunan infrastruktur modern, mulai dari terowongan, subway, hingga fasilitas bawah tanah lainnya. Seiring meningkatnya kompleksitas proyek, keamanan dan keberlanjutan konstruksi menjadi prioritas utama. Di sinilah peran sistem monitoring otomatis menjadi sangat penting, menggantikan metode manual yang lambat, berisiko, dan kurang akurat. Artikel ini mengulas secara mendalam bagaimana sistem monitoring otomatis berkembang, teknologi yang digunakan, studi kasus nyata, serta tantangan dan prospeknya di masa depan, berdasarkan tinjauan komprehensif oleh Wang et al. (2020).
Evolusi Sistem Monitoring: Dari Manual ke Otomatis
Pada masa lalu, monitoring konstruksi bawah tanah didominasi oleh metode manual seperti pengukuran langsung di lapangan menggunakan alat leveling, penggaris baja, dan konvergensi meter. Namun, metode ini memiliki banyak keterbatasan:
Data lambat dan kurang real-time
Resiko tinggi bagi pekerja karena harus berada di lingkungan berbahaya
Rentan terhadap human error
Dengan kemajuan teknologi, sensor otomatis mulai menggantikan peran manusia. Tiga jenis sensor utama yang kini mendominasi adalah vibrating wire sensor, optical fiber sensor, dan MEMS sensor.
Teknologi Sensor: Keunggulan dan Studi Kasus
Vibrating Wire Sensor
Sensor ini mengubah perubahan tegangan menjadi frekuensi getaran pada kawat logam, lalu dikonversi ke sinyal listrik. Keunggulannya adalah daya tahan tinggi dan tahan terhadap interferensi lingkungan. Studi oleh Yang et al. (2020) pada Terowongan Bawah Air Sungai Yangtze di Wuhan menunjukkan bahwa 83,3% sensor tetap berfungsi baik setelah tiga tahun operasi. Di Singapura dan Malaysia, sensor ini bahkan bertahan hingga delapan tahun (Moyo, 2013).
Optical Fiber Sensor
Teknologi ini awalnya dikembangkan untuk telekomunikasi, namun kini menjadi primadona monitoring bawah tanah karena akurasi tinggi, tahan interferensi elektromagnetik, dan mampu monitoring jarak jauh. Sato et al. (2015) membuktikan bahwa Fiber Bragg Grating (FBG) memberikan hasil pengukuran regangan tanah lebih akurat dibanding metode konvensional. Di proyek MRT Singapura, teknologi BOTDR digunakan untuk monitoring regangan sepanjang terowongan dan hasilnya konsisten dengan alat tradisional.
MEMS Sensor
Microelectromechanical System (MEMS) menawarkan ukuran sangat kecil, ringan, dan multifungsi. Sensor ini banyak digunakan untuk monitoring deformasi, suhu, hingga percepatan. Dasenbrock (2017) menggabungkan MEMS dengan sistem geodetik otomatis untuk memantau deformasi tiga dimensi objek, termasuk deteksi dini longsor. SAA (Shape Acceleration Array), yang terdiri dari ratusan akselerometer MEMS, terbukti lebih efektif dibanding metode lama dalam monitoring tanah bergerak.
Sistem Data: Akuisisi, Transmisi, dan Analisis
Sistem monitoring modern terdiri dari empat pilar utama:
Akuisisi Data: Sensor dan kamera otomatis mengumpulkan data tekanan, regangan, perpindahan, dan parameter lain secara real-time.
Transmisi Data: Data dikirim melalui kabel, Bluetooth, Wi-Fi, atau jaringan sensor nirkabel (WSN). WSN sangat penting untuk area luas seperti tambang batubara.
Analisis Data: Data besar diolah menggunakan algoritma cerdas, mulai dari model statistik, machine learning, hingga neural network. Contohnya, Adoko et al. (2018) menggunakan ANN untuk memprediksi konvergensi diameter terowongan kereta cepat.
Peringatan Dini: Sistem memberikan peringatan otomatis jika parameter melebihi batas aman, sehingga mitigasi bisa dilakukan sebelum terjadi kegagalan.
Standar Keamanan dan Penentuan Titik Monitoring
Penentuan titik monitoring sangat krusial agar data yang diambil representatif terhadap kondisi lapangan. Standar teknis seperti Shanghai Foundation Pit Engineering Technical Standards dan Shenzhen Urban Rail Transit Underground Engineering Monitoring Standards mengatur batas-batas aman untuk pergeseran horizontal, vertikal, dan tekanan tanah. Namun, penelitian menunjukkan bahwa standar ini masih perlu dikembangkan agar lebih adaptif terhadap kondisi geoteknik dan hidrogeologi lokal.
Sebagai contoh, batas ambang penurunan tanah (subsidence) pada beberapa proyek ditetapkan maksimal 30 mm. Namun, untuk proyek dengan risiko tinggi, angka ini dianggap terlalu longgar. Oleh karena itu, pengembangan database indeks kontrol keamanan berbasis kondisi lokal menjadi prioritas riset ke depan.
Integrasi IoT, Big Data, dan AI
Internet of Things (IoT) kini menjadi tulang punggung monitoring otomatis. Sensor-sensor terhubung ke cloud, memungkinkan monitoring real-time dari jarak jauh. Sistem seperti yang dikembangkan Zhang et al. (2019) bahkan sudah mampu menampilkan data tiga dimensi dan memberikan kontrol otomatis terhadap sistem keamanan tambang.
Big Data dan AI digunakan untuk menganalisis pola data dalam jumlah besar, mendeteksi anomali, dan memprediksi kegagalan struktur. Namun, tantangan utama masih pada standarisasi protokol, keamanan data, dan pengembangan sensor hemat energi untuk lingkungan bawah tanah yang sulit dijangkau.
Studi Kasus: Monitoring Terowongan dan Tambang Batubara
Tambang Batubara: Bo et al. (2017) mengembangkan sistem monitoring berbasis WSN untuk deteksi dini runtuhnya atap tambang. Sistem ini mampu memberikan peringatan dini sehingga kecelakaan fatal dapat dihindari.
Proyek MRT Singapura: Monitoring regangan terowongan dengan BOTDR memberikan data presisi tinggi, membantu insinyur melakukan perbaikan sebelum terjadi kerusakan besar.
Terowongan Sungai Yangtze: Penggunaan vibrating wire sensor selama lebih dari tiga tahun membuktikan keandalan sistem monitoring otomatis untuk proyek besar dan kritis.
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Tantangan utama yang dihadapi sistem monitoring otomatis antara lain:
Keterbatasan sensor hemat energi untuk operasi jangka panjang di bawah tanah
Keamanan data dan perlindungan jaringan dari serangan siber
Standarisasi protokol komunikasi antar perangkat dari berbagai produsen
Integrasi data multisumber agar hasil monitoring lebih komprehensif
Prospek masa depan sangat cerah, terutama dengan integrasi AI, machine learning, dan visualisasi data 3D. Sistem monitoring otomatis akan semakin cerdas, prediktif, dan adaptif terhadap perubahan lingkungan. Pengembangan platform peringatan dini visual berbasis cloud akan menjadi standar baru dalam industri konstruksi bawah tanah.
Opini dan Kritik
Artikel Wang et al. (2020) sangat komprehensif dalam mengulas perkembangan teknologi monitoring bawah tanah. Namun, penulis menilai masih kurangnya pembahasan tentang aspek ekonomi dan keberlanjutan sistem monitoring otomatis, terutama untuk proyek-proyek di negara berkembang. Selain itu, tantangan implementasi di lapangan, seperti keterbatasan SDM dan infrastruktur, perlu mendapat perhatian lebih.
Dibandingkan penelitian lain, artikel ini unggul dalam membahas integrasi berbagai sensor dan teknologi IoT, namun masih bisa diperkaya dengan studi kasus kegagalan sistem monitoring dan lessons learned-nya.
Kesimpulan
Sistem monitoring otomatis adalah masa depan konstruksi bawah tanah. Dengan memanfaatkan sensor canggih, IoT, dan AI, keamanan dan efisiensi proyek dapat ditingkatkan secara signifikan. Studi kasus nyata membuktikan keandalan teknologi ini, meski tantangan teknis dan non-teknis masih harus diatasi. Kolaborasi lintas disiplin dan pengembangan standar global akan menjadi kunci sukses implementasi sistem monitoring otomatis di seluruh dunia.
Sumber Artikel : Wang, L., Xu, S., Qiu, J., Wang, K., Ma, E., Li, C., & Guo, C. (2020). Automatic Monitoring System in Underground Engineering Construction: Review and Prospect. Advances in Civil Engineering, 2020, Article ID 3697253, 16 pages.
Teknologi Informasi dan Pendidikan
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Kemajuan teknologi informasi telah mengubah cara institusi pendidikan tinggi mengelola dan mendistribusikan informasi. Salah satu aspek yang sering terabaikan namun krusial adalah navigasi kampus. Di kampus yang memiliki banyak gedung, area terbuka, dan fasilitas terpisah, mahasiswa baru, pengunjung, bahkan staf kerap mengalami kebingungan saat mencari lokasi.
Di tengah realitas ini, skripsi karya Yulius Dwi Haryanto menghadirkan solusi inovatif melalui pengembangan peta digital kampus Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, yang berbasis web dan integrasi Google Maps API. Studi ini bukan hanya soal pemetaan visual, tetapi juga menyentuh aspek manajemen data spasial, antarmuka pengguna, hingga pengalaman pengunjung kampus.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari skripsi ini adalah:
Mengembangkan peta digital interaktif berbasis web untuk memudahkan pengguna menavigasi lokasi-lokasi di lingkungan USD.
Mengintegrasikan data geografis kampus dengan platform peta global (Google Maps).
Menyediakan akses informasi lokasi fasilitas seperti ruang kuliah, gedung administrasi, perpustakaan, laboratorium, hingga tempat ibadah dalam antarmuka yang mudah digunakan.
Fungsi-fungsi ini sangat relevan, terutama bagi mahasiswa baru, tamu institusi, dan pengguna berkebutuhan khusus.
Metodologi
Yulius menggunakan metode rekayasa perangkat lunak dengan pendekatan waterfall, serta menerapkan prinsip-prinsip dasar Sistem Informasi Geografis (SIG).
Langkah utama pengembangan:
Analisis Kebutuhan Sistem: Identifikasi pengguna utama (mahasiswa, dosen, pengunjung).
Pengumpulan Data Lokasi: Survei GPS di seluruh titik penting kampus.
Desain Peta: Menggunakan Google Maps API dengan marker interaktif.
Pemrograman: Menggunakan HTML, JavaScript, PHP, dan basis data MySQL.
Uji Coba: Validasi lokasi dan fungsi pencarian.
Evaluasi Pengguna: Umpan balik tentang kemudahan penggunaan dan akurasi informasi.
Hasil
Navigasi Lokasi: Pengguna dapat mencari lokasi tertentu seperti “Perpustakaan Pusat” atau “Gedung Sastra Inggris”.
Marker Interaktif: Tiap titik penting memiliki label dan keterangan singkat.
Integrasi Google Maps: Memberikan opsi tampilan satelit, peta jalan, dan street view.
Pencarian Cepat: Fitur search yang langsung menyorot lokasi.
Tampilan Responsif: Kompatibel di desktop dan perangkat mobile.
Hasil uji coba menunjukkan tingkat kepuasan pengguna mencapai 92% pada indikator kemudahan akses, dan akurasi lokasi 95% berdasarkan pengujian lapangan.
Analisis Tambahan
Kekuatan:
User-Centered Design: Sistem dirancang berdasarkan kebutuhan nyata pengguna kampus.
Teknologi Ringan dan Familiar: Penggunaan Google Maps membuat proses pembelajaran dan adaptasi sistem menjadi lebih cepat.
Efisiensi Operasional: Meminimalkan tanya-jawab berulang di meja informasi kampus.
Kelemahan:
Belum ada fitur aksesibilitas untuk pengguna disabilitas (misalnya, guiding audio).
Belum tersedia rute dalam gedung (indoor mapping).
Tidak ada modul backend dinamis untuk update mandiri oleh admin kampus.
Studi Banding
Beberapa universitas ternama di Indonesia dan luar negeri telah menerapkan sistem serupa:
Universitas Gadjah Mada (UGM) memiliki aplikasi “UGM Map” berbasis Android.
Universitas Indonesia (UI) mengembangkan peta kampus berbasis SIG dengan layer per fungsi gedung.
MIT dan Harvard menggabungkan SIG dengan teknologi Augmented Reality (AR) untuk tur kampus virtual.
Namun, pendekatan Yulius tergolong efisien dan cocok untuk kampus menengah seperti USD karena ringan, terbuka, dan tidak memerlukan perangkat khusus.
Implikasi Praktis
Peta digital ini bisa diperluas untuk:
Pemantauan aset fisik kampus: Gedung, fasilitas olahraga, dan area parkir.
Panduan evakuasi: Digunakan dalam simulasi bencana atau kebakaran.
Integrasi dengan sistem akademik: Menampilkan lokasi ruang kuliah berdasarkan jadwal.
Promosi digital kampus: Mendukung tur virtual bagi calon mahasiswa dan mitra internasional.
Rekomendasi Pengembangan
Agar sistem ini bisa diadopsi secara lebih luas dan berkelanjutan, pengembangan ke depan bisa mencakup:
Penambahan fitur rute jalan kaki di dalam kampus.
Notifikasi real-time untuk informasi kegiatan di titik tertentu.
Modul admin berbasis web agar operator kampus bisa memperbarui peta sendiri.
Kolaborasi dengan Dinas Kominfo atau startup SIG untuk memperkuat ekosistem digital kampus.
Kritik Konstruktif
Meski sistem ini layak diapresiasi, perlu adanya penekanan pada pengelolaan data jangka panjang, seperti siapa yang akan mengelola pembaruan data dan bagaimana integrasinya dengan sistem informasi kampus lainnya.
Selain itu, sistem ini perlu diuji dalam skenario ekstrem seperti kepadatan jaringan internet rendah, untuk memastikan tetap bisa diakses oleh pengguna dari berbagai perangkat.
Kesimpulan
Skripsi ini bukan sekadar proyek teknis, melainkan langkah awal transformasi digital kampus. Dengan pendekatan yang tepat guna dan berbasis kebutuhan pengguna, sistem ini menunjukkan bahwa digitalisasi dapat dimulai dari hal sederhana: membantu orang menemukan tempatnya.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta telah mendapatkan prototipe peta digital yang layak dikembangkan menjadi aset digital strategis, mendukung kampus sebagai ruang belajar, bekerja, dan berkegiatan yang lebih inklusif, efisien, dan terhubung.
Sumber
Yulius Dwi Haryanto. Peta Digital Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi. Universitas Sanata Dharma.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Pembangunan terowongan di daerah pegunungan rentan terhadap risiko longsor, terutama saat terowongan harus melintasi zona geser (sliding surface) yang aktif. Kondisi ini semakin kompleks ketika terjadi gempa, yang dapat memicu deformasi kumulatif dan kerusakan permanen pada struktur terowongan. Paper karya Pai, Wu, dan Wang (2023) mengeksplorasi dampak gempa terhadap deformasi kumulatif terowongan yang melintasi zona geser melalui uji shaking table dan analisis numerik, sekaligus memperkenalkan indikator baru untuk menilai tingkat kerusakan dan ketahanan struktur.
Tantangan Utama: Terowongan di Zona Landslide
Terowongan di daerah pegunungan sering kali harus melintasi zona yang berpotensi longsor akibat aktivitas tektonik atau erosi. Meskipun survei geoteknik telah dilakukan, beberapa zona geser sulit dideteksi pada tahap awal, sehingga terowongan tetap dibangun di area yang berisiko tinggi. Gempa bumi, sebagai salah satu bencana alam paling merusak, dapat mengaktifkan kembali zona longsor yang sebelumnya stabil, bahkan menyebabkan keruntuhan terowongan. Fenomena ini telah banyak terjadi di berbagai negara, seperti pada gempa Kanto (1923, Jepang), Chi-Chi (1999, Taiwan), dan Wenchuan (2008, China), yang menyebabkan kerusakan besar pada ratusan terowongan.
Metode Penelitian: Shaking Table Test & Analisis Numerik
Penelitian ini menggunakan shaking table test untuk mensimulasikan respons dinamis terowongan yang melintasi zona geser akibat gempa. Data percepatan dan regangan dinamis diukur untuk menganalisis perilaku struktur dalam domain waktu dan frekuensi. Selain itu, peneliti juga melakukan simulasi numerik untuk memperkuat hasil eksperimen dan mengembangkan indikator baru dalam menilai kerusakan struktur.
Indikator Baru: MIa, PEC, dan SCFE
Penelitian ini memperkenalkan beberapa indikator baru, yaitu:
Magnification of Arias Intensity (MIa): Digunakan untuk menilai tingkat deformasi lokal dan global pada lining terowongan berdasarkan karakteristik frekuensi dan energi gempa.
Plastic Effect Coefficient (PEC): Menjelaskan tingkat deformasi plastis yang terjadi pada lining akibat beban gempa, dengan makna fisik yang lebih jelas dibandingkan residual strain.
Seismic Cumulative Failure Effect (SCFE): Digunakan untuk mendefinisikan tahapan kerusakan kumulatif akibat gempa, mulai dari tahap elastis (<0.15g), elastis-plastis (0.15g–0.30g), hingga plastis (0.30g–0.40g).
Studi Kasus & Angka Nyata
Penelitian ini mengungkap beberapa temuan penting berdasarkan data eksperimen dan simulasi:
Komponen Frekuensi Gempa: Komponen frekuensi rendah (≤10 Hz) menyebabkan deformasi global pada terowongan, sedangkan komponen frekuensi tinggi (>10 Hz) menyebabkan deformasi lokal yang signifikan pada lining.
Tahapan Kerusakan Kumulatif: Pada intensitas gempa rendah (<0.15g), deformasi masih bersifat elastis dan struktur dapat kembali ke bentuk semula. Pada intensitas 0.15g–0.30g, deformasi mulai bersifat elastis-plastis, dan pada intensitas 0.30g–0.40g, deformasi sudah bersifat plastis dan berpotensi menyebabkan kerusakan permanen.
Kerusakan Lining: Data historis menunjukkan bahwa gempa besar seperti Kanto (1923) menyebabkan kerusakan pada 149 terowongan kereta api, 62% di antaranya memerlukan perbaikan besar. Gempa Wenchuan (2008) merusak 110 terowongan di China, dengan kerusakan berupa retak, runtuh, dan heave pada lining.
Analisis Frekuensi & Energi
Analisis domain frekuensi menunjukkan bahwa komponen frekuensi tinggi (>10 Hz) sangat berpengaruh terhadap kerusakan lokal pada lining. Hal ini disebabkan oleh energi yang terakumulasi pada frekuensi tinggi, yang dapat menyebabkan retak dan keruntuhan pada titik-titik tertentu. Sementara itu, komponen frekuensi rendah menyebabkan deformasi global yang dapat mengubah geometri terowongan secara keseluruhan.
Aplikasi Industri & Tren Terkini
Dalam industri konstruksi terowongan, penggunaan shaking table test dan simulasi numerik semakin menjadi standar untuk menilai ketahanan struktur terhadap gempa. Selain itu, pengembangan indikator baru seperti MIa, PEC, dan SCFE memberikan alat yang lebih akurat untuk merancang struktur terowongan yang lebih tahan gempa, terutama di zona landslide.
Opini & Kritik
Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami mekanisme deformasi kumulatif terowongan akibat gempa, terutama di zona geser. Namun, beberapa tantangan masih perlu diatasi, antara lain:
Keterbatasan Data Historis: Data kerusakan terowongan akibat gempa masih terbatas, terutama untuk kasus dengan intensitas sangat tinggi (>0.40g).
Kompleksitas Interaksi Tanah-Struktur: Interaksi antara tanah, zona geser, dan struktur terowongan masih sangat kompleks dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Integrasi Teknologi Digital: Penggunaan AI, IoT, dan sensor real-time dapat meningkatkan akurasi monitoring dan prediksi kerusakan struktur di masa depan.
Kesimpulan
Deformasi kumulatif terowongan akibat gempa di zona landslide merupakan tantangan besar dalam rekayasa geoteknik. Penggunaan shaking table test, analisis numerik, dan indikator baru seperti MIa, PEC, dan SCFE dapat meningkatkan ketahanan dan keamanan struktur terowongan. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya monitoring dan desain yang adaptif, terutama di daerah rawan gempa dan longsor.
Sumber : Pai, L., Wu, H., & Wang, X. (2023). Shaking table test and cumulative deformation evaluation analysis of a tunnel across the hauling sliding surface. Deep Underground Science and Engineering, 2, 371–393. DOI: 10.1002/dug2.12046
Infrastruktur Jalan
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Industri jasa konstruksi merupakan sektor strategis dalam pembangunan infrastruktur nasional. Namun, di tengah tantangan teknis dan eksternal seperti beban kendaraan berlebih dan curah hujan tinggi, kualitas proyek jalan sering kali belum optimal. Artikel ilmiah karya Jan Lumempouw dan Estrellita V. Y. Waney yang diterbitkan dalam Jurnal Ilmiah Media Engineering (2014) mencoba menelaah secara mendalam bagaimana penerapan teknologi dan kinerja perusahaan jasa konstruksi memengaruhi keberhasilan proyek, khususnya pada tiga indikator: biaya, waktu, dan mutu.
Latar Belakang Permasalahan Konstruksi Jalan
Banyak proyek jalan mengalami kerusakan dini meski baru selesai dikerjakan. Permasalahan ini kerap dituding berasal dari faktor eksternal seperti genangan air atau beban kendaraan berat. Namun, penelitian ini mengungkap bahwa kelemahan internal seperti ketidakcermatan penerapan standar mutu dan teknologi konstruksi memiliki dampak lebih signifikan. Kondisi ini mengindikasikan pentingnya peningkatan kualitas perencanaan, pengendalian, dan pelaksanaan proyek.
Metodologi Penelitian dan Rancangan Model
Penelitian ini melibatkan 50 responden dari perusahaan jasa konstruksi di bawah BPC Gapensi Sulawesi Utara, yang diklasifikasikan dalam tiga tingkatan: M1, M2, dan B1. Teknik stratified proportional random sampling digunakan untuk menjamin distribusi data yang representatif. Tiga variabel independen dikaji, yaitu:
1. Teknologi pekerjaan persiapan dan subgrade (X1)
2. Teknologi pekerjaan subbase Kelas B dan base Kelas A (X2
3. Teknologi pekerjaan AC-BC dan AC-WC (X3)
Dua variabel dependen ditinjau:
1. Kinerja perusahaan (Y1)
2. Sasaran proyek (Y2), meliputi ketepatan biaya, mutu, dan waktu.
Model analisis jalur digunakan untuk menguji hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel.
Temuan Kunci dan Interpretasi Data
1. Korelasi Antar Variabel
Terdapat korelasi kuat dan signifikan antar ketiga jenis teknologi (X1, X2, X3) dengan kinerja perusahaan dan sasaran proyek.
Penerapan teknologi pekerjaan persiapan (X1) memiliki korelasi tertinggi terhadap kinerja dan sasaran proyek.
2. Pengaruh Simultan dan Parsial
Secara simultan, penerapan teknologi (X1, X2, X3) mempengaruhi kinerja perusahaan sebesar 97,1% (R² = 0,971).
Pengaruh langsung terhadap sasaran proyek mencapai 90,7%.
Ketika ditambahkan variabel kinerja perusahaan, pengaruh terhadap sasaran proyek meningkat menjadi 94,6%.
3. Kontribusi Parsial Setiap Teknologi
Analisis Tambahan dan Relevansi Industri
Hasil ini menunjukkan bahwa pekerjaan subgrade dan persiapan (X1) adalah elemen paling krusial. Dalam praktik industri, ini berkaitan dengan tahap paling awal yang menentukan kekuatan struktur jalan. Kesalahan pada tahap ini akan berdampak sistemik. Penerapan teknologi yang dimaksud termasuk penggunaan GPS untuk pemetaan topografi, alat berat canggih, serta sistem monitoring kualitas berbasis sensor.
Penerapan sistem manajemen mutu seperti ISO 9001, penggunaan perangkat lunak seperti MS Project untuk penjadwalan, serta adopsi alat uji kepadatan dan aspal modern turut meningkatkan kualitas pelaksanaan. Selain itu, pemanfaatan data logistik real-time dan IoT dalam manajemen proyek berpotensi mendorong efisiensi lebih lanjut.
Studi Kasus Pendukung
Salah satu contoh implementasi sukses adalah proyek jalan tol Balikpapan-Samarinda yang memanfaatkan drone untuk pemantauan progres dan GPS dalam penentuan cut and fill. Efektivitas proyek meningkat karena pemantauan yang presisi dan waktu respons cepat atas deviasi kualitas.
Kritik dan Potensi Pengembangan
Meskipun penelitian ini kuat secara kuantitatif, beberapa aspek dapat diperluas, seperti dimensi manajerial yang lebih kompleks (misalnya pengaruh gaya kepemimpinan) atau dampak kebijakan pemerintah lokal terhadap efektivitas teknologi. Perlu juga pengujian pada wilayah geografis dan jenis proyek berbeda agar hasilnya lebih generalizable.
Kesimpulan
Penerapan teknologi konstruksi yang tepat, terutama pada tahap awal proyek seperti pekerjaan subgrade, memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan jasa konstruksi dan pencapaian sasaran proyek. Investasi pada teknologi canggih dan peningkatan kapasitas SDM menjadi kunci kesuksesan proyek konstruksi. Kinerja perusahaan menjadi mediator penting dalam memastikan implementasi teknologi berujung pada hasil proyek yang sesuai target.
Sumber:
Lumempouw, Jan & Waney, Estrellita V.Y. (2014). Analisis Pengaruh Penerapan Teknologi dan Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi terhadap Sasaran Proyek. Jurnal Ilmiah Media Engineering, Vol. 4 No. 3, hlm. 160-174. ISSN: 2087-9334.