Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Revolusi digital dalam industri konstruksi telah membawa sejumlah inovasi, salah satunya adalah Building Information Modelling (BIM). Sebagai sistem kolaboratif berbasis digital, BIM tidak hanya memudahkan visualisasi proyek tetapi juga menjanjikan peningkatan efisiensi, akurasi, dan kinerja kerja secara keseluruhan. Meski telah terbukti efektif di banyak negara maju, penerapan BIM di negara berkembang seperti Malaysia masih menghadapi tantangan signifikan. Artikel ini mereview secara kritis paper dari Mahmood et al. (2022) yang meneliti hubungan antara faktor-faktor sukses implementasi BIM dan kinerja kerja para profesional sektor publik di Malaysia.
Latar Belakang: Konstruksi dan Permasalahan Produktivitas di Malaysia
Meski konstruksi merupakan salah satu motor penggerak ekonomi Malaysia, sektor ini sering mengalami berbagai masalah seperti keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, dan kualitas kerja yang tidak konsisten. Penerapan BIM diharapkan dapat menjadi solusi, namun efektivitasnya masih dipertanyakan di Malaysia. Oleh karena itu, penelitian ini menyelidiki sejauh mana penerapan BIM berkontribusi terhadap kinerja kerja di sektor publik, khususnya dalam proyek yang dikelola oleh Public Works Department (PWD).
Metodologi Penelitian: Survei Empiris pada Profesional Sektor Publik
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui survei terhadap 345 profesional (arsitek, insinyur, dan quantity surveyor) yang terlibat dalam proyek berbasis BIM. Dengan menggunakan metode stratified sampling, diperoleh 242 responden (70% response rate). Data dianalisis menggunakan regresi berganda untuk menguji hubungan antara enam faktor keberhasilan kritis (CSF) dan kinerja kerja, yang mencakup:
Temuan Utama: Faktor Penentu Kinerja dalam Implementasi BIM
Hasil regresi menunjukkan bahwa empat dari enam faktor memiliki pengaruh signifikan positif terhadap kinerja kerja:
Sebaliknya, keterampilan digital dan dukungan manajemen tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kinerja kerja. Ini menunjukkan bahwa meskipun organisasi menyediakan perangkat keras atau kebijakan, efektivitas tetap bergantung pada eksekusi aktual dan koordinasi lintas peran.
Analisis Tambahan: Implikasi Teoretis dan Praktis
Penelitian ini didasarkan pada teori Resource-Based View (RBV) dan Human Capital Theory. Dalam konteks RBV, kinerja organisasi sangat bergantung pada pemanfaatan sumber daya internal seperti kompetensi staf dan struktur manajemen. Sementara itu, Human Capital Theory menekankan bahwa investasi pada pelatihan dan pengembangan keterampilan digital dapat meningkatkan kinerja dan efisiensi.
Namun, fakta bahwa faktor keterampilan digital dan dukungan manajemen tidak signifikan dalam penelitian ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebijakan strategis dan implementasi teknis. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pelatihan, motivasi individu, dan komunikasi internal dalam organisasi publik Malaysia.
Studi Kasus dan Angka-Angka Relevan
Dalam analisis berdasarkan profesi:
Rata-rata skor kinerja kerja (job performance) berada di angka 5.47 pada skala Likert 1-7, dengan skor tertinggi berasal dari aspek kualitas kerja.
Kritik dan Saran Pengembangan
Relevansi Global dan Arah Masa Depan
Penelitian ini sangat relevan dengan agenda global seperti Industry 4.0 dan Smart Construction. Negara-negara seperti Inggris, Singapura, dan China telah membuktikan bahwa penerapan BIM secara menyeluruh dapat meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas dalam proyek publik. Malaysia perlu mempercepat adopsi BIM melalui kebijakan nasional, pendidikan vokasional, serta insentif adopsi teknologi.
Kesimpulan: BIM sebagai Katalisator Kinerja Sektor Publik
Studi ini menguatkan peran BIM sebagai alat strategis dalam meningkatkan kinerja proyek di sektor konstruksi publik. Meskipun beberapa faktor internal masih menunjukkan hambatan, potensi keberhasilan sangat besar jika pendekatan kolaboratif dan pemanfaatan ICT dimaksimalkan. Untuk mencapai potensi penuh BIM, diperlukan sinergi antara teknologi, budaya organisasi, dan kebijakan publik yang mendorong inovasi.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Mahmood, R., Zahari, A. S. M., Ahmad, Z., & Rosman, A. F. (2022). Building Information Modelling (BIM) and Job Performance: An Empirical Analysis in Public Sector Project Management. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 12(11), 1478–1497.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Building Information Modeling (BIM) telah menjadi standar baru dalam pengelolaan proyek konstruksi di banyak negara maju. Dengan kemampuannya menyatukan data visual dan teknis dalam satu platform kolaboratif, BIM diyakini mampu meningkatkan efisiensi, mengurangi kesalahan desain, dan mempercepat durasi proyek. Namun, seperti yang diungkap dalam studi Esraa Hyarat, Tasneem Hyarat, dan Mustafa Al Kuisi (2022), penerapannya di Jordan—salah satu negara berkembang di Timur Tengah—masih mengalami tantangan serius.
Mengapa Studi Ini Penting?
Sektor konstruksi Jordan menyumbang 4,4% terhadap PDB dan mempekerjakan sekitar 6,6% tenaga kerja nasional. Namun, sektor ini masih mengandalkan metode tradisional yang tidak efisien. Penerapan BIM dapat menjadi solusi strategis untuk mempercepat transformasi digital di sektor ini. Sayangnya, studi ini menemukan bahwa adopsi BIM sangat terbatas karena berbagai hambatan yang belum terselesaikan.
Metodologi Penelitian: Survei dan Analisis Statistik
Peneliti menyebarkan kuesioner kepada 150 perusahaan AEC (arsitektur, teknik struktur, manajemen fasilitas, dan quantity survey) yang terdaftar di asosiasi profesional di Jordan. Sebanyak 118 responden memberikan jawaban lengkap (response rate 78,6%). Survei ini mengevaluasi 20 hambatan utama terhadap implementasi BIM menggunakan skala Likert 5 poin dan dianalisis dengan metode Relative Importance Index (RII) serta ANOVA satu arah.
Profil Responden
Temuan Utama: Hambatan Paling Signifikan dalam Implementasi BIM
Lima hambatan teratas yang dinilai paling signifikan adalah:
Sebaliknya, hambatan seperti kurangnya koneksi internet, pemadaman listrik, dan teknologi saat ini dinilai paling tidak signifikan. Hal ini masuk akal karena Jordan relatif maju dalam infrastruktur digital di wilayahnya.
Analisis Perbedaan Persepsi Antar Jenis Perusahaan
ANOVA satu arah menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam penilaian hambatan antara perusahaan:
Diskusi: Mengapa Hambatan Ini Terjadi?
Perbandingan dengan Negara Lain
Studi ini mencerminkan tantangan serupa yang terjadi di negara berkembang lainnya:
Namun, negara-negara seperti Inggris dan Singapura berhasil mengatasi hambatan ini melalui regulasi wajib BIM untuk proyek pemerintah dan insentif fiskal.
Rekomendasi dan Solusi Strategis
Kesimpulan: Menata Ulang Masa Depan Konstruksi Jordan dengan BIM
Studi ini menegaskan bahwa kendala utama dalam adopsi BIM di Jordan bukanlah teknologi, tetapi pada sumber daya manusia dan struktur kelembagaan. Diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan kebijakan publik, pendidikan, dan insentif industri agar BIM dapat diadopsi secara luas dan efektif.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Hyarat, E., Hyarat, T., & Al Kuisi, M. (2022). Barriers to the Implementation of Building Information Modeling among Jordanian AEC Companies. Buildings, 12(150). MDPI.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi global tengah bergerak menuju paradigma baru yang menekankan efisiensi, kolaborasi, dan keberlanjutan. Dalam konteks ini, Lean Construction, Sustainability, dan Building Information Modeling (BIM) muncul sebagai tiga konsep dominan yang berupaya menjawab tantangan klasik di sektor ini: keterlambatan, pemborosan sumber daya, dan dampak lingkungan. Namun, meskipun ketiganya telah banyak diteliti secara terpisah, hanya sedikit pendekatan yang mengintegrasikannya secara sistematis. Artikel dari Moradi dan Sormunen (2022) berupaya menjembatani celah ini dengan mengembangkan kerangka kerja konseptual untuk pengiriman proyek konstruksi yang lean dan berkelanjutan dengan bantuan BIM.
Mengapa Integrasi Ini Penting?
Lean Construction bertujuan mengurangi limbah dan meningkatkan nilai bagi pelanggan melalui prinsip seperti pull planning dan last planner system. Sementara itu, Sustainability dalam konstruksi menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam seluruh siklus hidup bangunan. BIM memungkinkan visualisasi, simulasi, dan kolaborasi digital antarpihak proyek.
Moradi dan Sormunen mencatat bahwa sinergi antara ketiga konsep ini dapat menghasilkan sistem pengiriman proyek yang jauh lebih efektif dan berkelanjutan. Sayangnya, sebagian besar penelitian terdahulu hanya mengkaji integrasi dua konsep secara terpisah (misal, Lean-BIM atau Lean-Sustainability), tanpa menggabungkan ketiganya sekaligus.
Metodologi: Tinjauan Literatur Sistematis dan Analisis Tematik
Studi ini menganalisis 230 publikasi dari database Scopus dengan fokus pada kata kunci "Lean Construction." Dari jumlah tersebut, 227 artikel dipilih untuk dianalisis lebih lanjut setelah menghapus duplikasi. Metode analisis tematik digunakan untuk menyusun kode dan tema utama yang menghubungkan Lean, Sustainability, dan BIM.
Sebanyak 38 artikel yang membahas integrasi Lean-BIM-Sustainability kemudian dijadikan dasar pengembangan kerangka kerja konseptual. Kerangka tersebut disusun berdasarkan empat fase siklus hidup proyek: definisi proyek, desain dan perencanaan, konstruksi, dan operasional.
Kerangka Konseptual: Pengiriman Proyek yang Lean dan Berkelanjutan
Kerangka kerja yang diusulkan mengadopsi pendekatan Plan-Do-Check-Act (PDCA) dan menerapkan prinsip-prinsip Lean serta indikator keberlanjutan dalam setiap fase proyek:
Kelebihan dan Nilai Tambah Kerangka Ini
Perbandingan dengan Studi Terdahulu
Berbeda dengan studi sebelumnya yang cenderung mengintegrasikan Lean dan BIM pada tahap perencanaan saja, framework ini memasukkan sustainability sebagai prinsip utama sejak fase definisi proyek. Studi ini juga melampaui pendekatan-pendekatan sektoral yang terbatas pada tipe proyek atau konteks tertentu dengan menawarkan model yang dapat disesuaikan untuk berbagai jenis proyek konstruksi.
Kritik dan Ruang untuk Pengembangan
Relevansi terhadap Tren Industri dan SDGs
Framework ini sangat relevan dengan tren smart cities, circular economy, dan target net-zero emission. Dengan adanya perhatian global terhadap bangunan hemat energi dan rendah karbon, integrasi LC, BIM, dan sustainability menjadi kunci mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 11 (kota berkelanjutan) dan SDG 13 (aksi iklim).
Kesimpulan: Membangun Masa Depan dengan Sistem Pengiriman Proyek Terintegrasi
Artikel ini menyajikan kontribusi penting berupa kerangka kerja konseptual untuk pengiriman proyek konstruksi yang lean, berkelanjutan, dan berbasis teknologi digital (BIM). Dengan membagi fase proyek secara jelas dan menyelaraskan tools, prinsip, dan teknik yang tepat untuk tiap fase, framework ini mampu menjadi peta jalan strategis dalam memperbaiki efisiensi, kolaborasi, dan dampak lingkungan proyek konstruksi.
Langkah selanjutnya adalah uji lapangan melalui studi kasus nyata untuk mengukur efektivitas dan fleksibilitas kerangka kerja ini dalam konteks lokal maupun global.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Moradi, S., & Sormunen, P. (2022). Lean and Sustainable Project Delivery in Building Construction: Development of a Conceptual Framework. Buildings, 12(10), 1757.
Lean Construction
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Lean Construction (LC) telah lama dipromosikan sebagai solusi atas masalah-masalah klasik industri konstruksi: keterlambatan, pemborosan sumber daya, dan rendahnya produktivitas. Namun, kenyataannya, adopsi LC di berbagai negara masih belum optimal. Artikel Moradi dan Sormunen (2023) mencoba menjawab pertanyaan besar: mengapa LC sulit diimplementasikan? Apa hambatan terbesarnya? Siapa yang dapat mendorong perubahan? Artikel ini menyajikan jawaban berdasarkan studi sistematis terhadap 227 publikasi dari berbagai negara.
Metodologi: Studi Literatur Sistematis dan Analisis Tematik
Penelitian ini menggunakan pendekatan systematic literature review (SLR) terhadap 230 studi dari basis data Scopus. Setelah seleksi dan penghapusan duplikasi, 227 artikel dianalisis menggunakan metode thematic dan content analysis. Dari analisis ini, tiga tema besar diidentifikasi: hambatan (barriers), pendorong (enablers), dan implikasi (implications) dari implementasi LC.
Temuan Kunci: Hambatan Utama dalam Implementasi LC
Terdapat lebih dari 30 hambatan yang diidentifikasi. Namun, 5 yang paling sering muncul adalah:
Negara-negara seperti India, China, Bangladesh, dan Maroko menunjukkan tantangan yang mirip—terutama terkait rendahnya literasi LC dan minimnya dukungan struktural.
Pendorong (Enablers) Implementasi LC yang Efektif
Di sisi lain, enabler utama yang dapat mendorong penerapan LC adalah:
Hal menarik lainnya adalah bahwa pendorong ini secara langsung dapat menanggulangi hambatan yang disebutkan sebelumnya, misalnya pelatihan dan riset dapat menutupi kurangnya pemahaman dan kompetensi teknis.
Implikasi Positif Implementasi Lean Construction
Artikel ini juga merangkum manfaat utama dari penerapan LC yang dilaporkan dalam 20 studi, yaitu:
Studi Kasus Konteks Global: Apa yang Bisa Dipelajari?
Studi dilakukan di berbagai negara, termasuk India, Saudi Arabia, Iran, Brasil, Turki, dan Kanada. Berikut beberapa temuan menarik:
Model Relasional: Menghubungkan Hambatan, Pendorong, dan Implikasi
Artikel ini menyusun model visual yang menghubungkan hambatan, enabler, dan manfaat. Misalnya:
Peran Manusia di Tiga Level
Penelitian ini menggarisbawahi bahwa akar dari semua hambatan dan pendorong LC adalah manusia, yang terbagi menjadi tiga level:
Implikasi Manajerial dan Teoritis
Bagi praktisi proyek:
Bagi peneliti:
Kritik dan Keterbatasan Studi
Kesimpulan: Lean Construction Butuh Strategi Terpadu dan Investasi pada SDM
Lean Construction menawarkan solusi menyeluruh untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas proyek konstruksi. Namun, implementasinya sangat bergantung pada faktor manusia—baik di level individu, organisasi, maupun pemerintah. Studi ini memberikan kerangka komprehensif untuk memahami bagaimana hambatan dan enabler saling berhubungan dan bagaimana keduanya menentukan manfaat nyata yang bisa diperoleh dari LC.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Moradi, S., & Sormunen, P. (2023). Implementing Lean Construction: A Literature Study of Barriers, Enablers, and Implications. Buildings, 13(2), 556.
Lean Construction
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Dalam dekade terakhir, Lean Construction (LC) telah berkembang menjadi filosofi kunci dalam dunia konstruksi yang bertujuan mengurangi pemborosan, meningkatkan efisiensi, dan memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Namun, implementasinya sering kali tidak terstruktur, bahkan tidak terukur. Oleh karena itu, muncul kebutuhan akan alat ukur yang sistematis seperti Lean Construction Maturity Models (LCMMs). Artikel dari Jayanetti et al. (2023) melakukan tinjauan literatur sistematis terhadap 24 LCMM yang tersedia dan memberikan analisis kritis terhadap kekuatan, kelemahan, serta peluang pengembangan model-model tersebut.
Latar Belakang: Mengapa Maturitas Perlu Diukur?
LC bukan sekadar penerapan alat-alat lean, melainkan transformasi organisasi yang kompleks dan progresif. Model maturitas hadir sebagai kerangka kerja untuk:
Namun, tidak semua model mampu menyajikan penilaian komprehensif. Artikel ini memetakan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing model agar dapat digunakan lebih optimal di berbagai konteks industri.
Metodologi: Sistematis dan Kritis Menggunakan PRISMA
Penulis menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses) untuk menyaring lebih dari 7000 publikasi, dan akhirnya meninjau 61 artikel yang mencakup 24 model utama LCMM. Kriteria seleksi mencakup:
Temuan Utama: 24 Model, Beragam Fokus dan Atribut
Dari 24 model, sebagian besar mengadopsi prinsip Lean Koskela (1992), termasuk:
Namun, hanya beberapa model yang mengintegrasikan semua prinsip ini secara holistik. Contohnya:
Studi Kasus Negara dan Industri
Beberapa model dirancang khusus untuk konteks nasional:
Kekuatan yang Ditemukan pada Model-Model Terseleksi
Kelemahan Umum dan Tantangan yang Harus Diatasi
Rekomendasi untuk Pengembangan LCMM yang Lebih Andal
Kritik Akademik dan Ruang Penelitian Selanjutnya
Penulis menggarisbawahi bahwa LCMM masih merupakan ranah penelitian yang "muda" dibanding sektor IT dan manufaktur. Karena itu, dibutuhkan:
Kesimpulan: Membangun Masa Depan Lean Construction melalui Penilaian yang Lebih Baik
Penelitian ini membuka wawasan bahwa keberhasilan Lean Construction tidak hanya terletak pada alat dan teknik, tetapi juga pada kematangan organisasi dalam mengadopsinya. Dengan pemetaan 24 model LCMM, artikel ini menyajikan peta jalan bagi pengembang model baru dan praktisi industri yang ingin menilai dan memperkuat implementasi lean secara sistematis.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Jayanetti, J. K. D. D. T., Perera, B. A. K. S., Waidyasekara, K. G. A. S., & Siriwardena, M. (2023). Critical Analysis of Lean Construction Maturity Models: A Systematic Literature Review. Buildings, 13(6), 1508.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Di tengah laju urbanisasi global yang semakin cepat, tantangan terhadap efisiensi, keberlanjutan, dan konektivitas dalam pembangunan infrastruktur menjadi sangat krusial. Building Information Modeling (BIM) telah terbukti membantu sektor konstruksi dalam menciptakan efisiensi dan kolaborasi. Namun, potensi penuhnya baru terasa ketika BIM mulai diintegrasikan dengan sistem transportasi dan manajemen fasilitas. Paper karya Liu, Deng, Liu, dan Osmani (2024) ini menyajikan analisis mendalam mengenai tren integrasi BIM dengan transportasi dan fasilitas (T&Fs), serta memetakan masa depan perkembangannya.
Metodologi: Menggunakan Bibliometrik untuk Menguak Tren Riset Global
Penelitian ini menggunakan pendekatan bibliometrik dengan menganalisis 584 artikel dari database Web of Science Core Collection (WoSCC) dari tahun 1989 hingga 2023. Data dianalisis menggunakan dua perangkat utama: VOSviewer dan CiteSpace. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kata kunci populer, tren waktu, institusi terlibat, dan negara paling aktif dalam riset integrasi BIM dan T&Fs.
Perkembangan Publikasi: 3 Fase Penting dalam 34 Tahun
Negara dan Kolaborasi Terdepan dalam Penelitian
Topik Hangat dan Kata Kunci Dominan
Aplikasi Nyata: Integrasi BIM pada Proyek Transportasi dan Fasilitas
Paper ini menyoroti beragam aplikasi BIM di proyek nyata, termasuk:
Analisis Visual: Kekuatan Kolaborasi dan Tren Penelitian
Dengan bantuan VOSviewer, penulis memetakan jaringan kolaborasi antara 76 negara. China dan AS terlihat paling aktif bekerja sama. Selain itu, bidang ilmu dominan yang terlibat meliputi teknik sipil, teknologi bangunan, dan teknik lingkungan. Sayangnya, bidang seperti smart city dan human-centered design masih belum terlalu dieksplorasi.
Tren Masa Depan: Ke Mana Arah Integrasi BIM dan T&Fs?
Kritik dan Keterbatasan Studi
Rekomendasi dan Peluang Riset Lanjutan
Kesimpulan: Menuju Infrastruktur Kota Cerdas yang Terintegrasi dan Efisien
Melalui analisis bibliometrik mendalam, artikel ini menegaskan bahwa integrasi BIM dengan transportasi dan fasilitas bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Dengan tren teknologi seperti digital twin, IoT, dan LCA yang semakin kuat, peluang untuk menciptakan infrastruktur yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan terhubung kian terbuka lebar. Peneliti dan praktisi perlu menyambut tantangan ini dengan pendekatan kolaboratif dan strategi berbasis data.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Liu, Y., Deng, Y., Liu, Z., & Osmani, M. (2024). Integration of Building Information Modeling (BIM) with Transportation and Facilities: Recent Applications and Future Perspectives. Buildings, 14(2), 541.