Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bukan lagi sekadar kepatuhan terhadap regulasi, melainkan menjadi aspek vital dalam keberlangsungan proyek konstruksi, terutama proyek bangunan gedung tinggi. Indonesia memiliki regulasi yang cukup kuat seperti PP No. 50 Tahun 2012 dan Kepmenaker No. 386 Tahun 2014, namun implementasinya sering kali tidak maksimal. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kecelakaan kerja masih menjadi momok utama yang merugikan tidak hanya pekerja, tapi juga produktivitas dan reputasi perusahaan konstruksi.
Artikel yang ditulis oleh Retna Kristiana (Universitas Mercu Buana) dan Slamet (PT. Rekagriya Mitra Buana) ini mencoba membedah penyebab utama kecelakaan kerja di salah satu proyek besar di Jakarta Barat, yaitu pembangunan Taman Anggrek Residence oleh PT. Pulauintan. Penelitian ini tidak hanya mendeteksi penyebab, tetapi juga memberikan rekomendasi mitigasi risiko secara sistematis, menjadikannya relevan baik bagi akademisi, praktisi konstruksi, hingga pengambil kebijakan.
Metodologi: Memotret Realita Lapangan Lewat Skala Likert
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode scoring berdasarkan skala Likert 1–5 terhadap 27 indikator penyebab kecelakaan kerja. Responden terdiri dari empat kelompok utama:
- Tim Kontraktor (18 orang)
- Tim Pengawas/Owner (8 orang)
- Tim Konsultan (7 orang)
- Tim Direct Contractor (DC) (10 orang)
Studi kasus dilakukan pada proyek Taman Anggrek Residence yang berlokasi di Jakarta Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung dan wawancara, memastikan keakuratan serta kedalaman informasi. Skor akhir kemudian dikonversikan ke dalam persentase untuk menentukan dominasi tiap indikator.
Hasil Penelitian: Tingkah Laku Ceroboh Menjadi Biang Keladi
Faktor Utama: Manusia, Alat, dan Kondisi Kerja
Dari total 27 indikator yang diteliti, hasil riset mengungkap bahwa penyebab dominan berasal dari faktor manusia. Indikator paling mencolok adalah A.3 – tingkah laku dan kebiasaan yang ceroboh, dengan skor mencapai:
- 95.56% (Kontraktor)
- 90.00% (Pengawas/Owner)
- 94.29% (Konsultan)
- 90.00% (Direct Contractor)
Hal ini memperkuat teori Mulyadi (2015) bahwa 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia.
Faktor Tambahan: Kondisi Alat dan Lingkungan Kerja
Selain itu, faktor alat dan kondisi kerja juga memiliki kontribusi besar. Sebagai contoh:
- B.2 – Alat tidak laik pakai (94.29% pada konsultan)
- B.7 – Buruknya inspeksi alat (90.00% pada owner)
- C.3 – Cara kerja tidak disiplin (94.29% pada konsultan)
Studi Kasus: Taman Anggrek Residence, Jakarta Barat
Proyek Taman Anggrek Residence menjadi laboratorium nyata dalam riset ini. Meskipun PP No. 5 Tahun 2012 sudah diberlakukan, ditemukan bahwa dokumentasi K3 belum tersedia dan implementasinya di lapangan masih sangat minim.
Distribusi Skor Responden Kontraktor:
- 72% responden menyatakan “setuju” bahwa kebijakan K3 belum terlaksana secara menyeluruh.
- 67% responden secara umum menyatakan implementasi K3 masih lemah.
- Indikator A.3 memperoleh skor tertinggi yaitu 95.56%.
Respon Tim Pengawas/Owner:
- Tingkat persetujuan terhadap lemahnya implementasi K3 mencapai 63%.
- Indikator A.3 (ceroboh) dan B.7 (alat tidak dicek) masing-masing mencapai 90%.
Tim Konsultan:
- “Setuju” sebanyak 57%.
- Dominasi A.3 (94.29%), B.2 (alat rusak) dan C.3 (tidak disiplin).
Direct Contractor (DC):
- Tingkat kesetujuan 60%.
- Indikator A.7 (tidak disiplin pakai APD) mendapat 94%.
Analisis Kritis: Ketika Budaya Kerja Gagal Ditanamkan
Fakta bahwa tingkah laku ceroboh menjadi penyebab utama mengindikasikan bahwa budaya keselamatan belum tertanam kuat. Pelatihan, SOP, dan poster K3 mungkin sudah ada, namun tidak cukup jika tidak ada pengawasan ketat dan sanksi tegas.
Studi ini membuktikan bahwa faktor manusia bukan sekadar kesalahan individu, tapi kegagalan sistemik: tidak adanya pembinaan, minimnya evaluasi berkala, serta absennya reward and punishment yang efektif.
Rekomendasi Mitigasi: Tindakan Tegas, Evaluasi Ketat
Penulis menawarkan berbagai mitigasi risiko yang konkret, antara lain:
Untuk Faktor Manusia (A.3 dan A.7)
- Teguran dan sanksi tertulis
- Surat peringatan berjenjang
- Pemutusan kerja bagi pelanggaran berulang
- Pembinaan rutin dan pengarahan
Untuk Alat-Alat Kerja (B.2 dan B.7)
- Pengadaan alat laik pakai
- Pemeriksaan harian dan mingguan
- Supervisi langsung
- Penghapusan alat rusak dari lapangan
Untuk Kondisi Kerja (C.3)
- Safety patrol mingguan
- Rapat koordinasi rutin antar divisi
- SOP kerja tertulis dan disosialisasikan
- Supervisi kerja ketat di lapangan
Implikasi Industri Konstruksi di Indonesia
Riset ini tidak hanya berdampak lokal, tetapi merefleksikan realita nasional. Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, industri konstruksi masih menjadi penyumbang utama angka kecelakaan kerja di Indonesia. Jika penyebabnya adalah faktor manusia, maka intervensi edukatif dan regulatif menjadi keharusan.
Studi ini seharusnya memicu perubahan struktural:
- Pemerintah perlu meningkatkan inspeksi K3.
- Kontraktor wajib memiliki divisi K3 independen.
- APD dan prosedur keselamatan harus dimonitor bukan hanya saat audit formal.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Jika dibandingkan dengan studi oleh Bayu et al. (2015) yang meneliti proyek PT. Waskita Karya, temuan serupa juga muncul: ketidakdisiplinan dan lemahnya pengawasan menjadi penyebab utama. Namun, penelitian Kristiana dan Slamet memiliki keunggulan dalam mengaitkan hasil riset langsung dengan tindakan mitigasi yang spesifik.
Kesimpulan: Dari Teori ke Aksi Nyata
Penelitian ini menyimpulkan bahwa:
- Faktor manusia adalah penyebab utama kecelakaan kerja dengan indikator dominan berupa perilaku ceroboh (A.3).
- Implementasi kebijakan K3 masih lemah, meskipun aturan formal sudah tersedia.
- Mitigasi harus fokus pada penguatan budaya kerja, pengawasan disiplin, dan sistem evaluasi terukur.
Dengan demikian, untuk menurunkan angka kecelakaan kerja, solusi tidak bisa hanya berhenti pada regulasi. Diperlukan komitmen jangka panjang, pelatihan berkelanjutan, dan sanksi yang tegas agar K3 menjadi budaya, bukan sekadar dokumen formal.
Saran SEO dan Arah Pengembangan Artikel Selanjutnya
Untuk meningkatkan jangkauan artikel ini di mesin pencari:
- Gunakan kata kunci turunan: “penyebab kecelakaan kerja di proyek konstruksi”, “mitigasi risiko K3”, “contoh studi kasus K3”.
- Internal linking: arahkan pembaca ke artikel lain terkait APD, manajemen proyek, atau pelatihan keselamatan.
- Infografik atau visual: ringkasan skor per faktor sangat membantu untuk visualisasi hasil.
- Studi lanjut: analisis dampak kecelakaan terhadap biaya proyek dan citra perusahaan.
Sumber Artikel Asli
Retna Kristiana & Slamet. 2018. Identifikasi Penyebab Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Tinggi. Jurnal Forum Mekanika, Vol. 7 No. 1. ISSN 2356-1491.