kesehatan
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung proses belajar mengajar. Namun, dalam banyak kasus, praktik K3 di sekolah-sekolah di negara berkembang masih belum menjadi prioritas. Artikel ini menyoroti pentingnya implementasi sistem K3 yang lebih baik serta kerjasama antara sekolah dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi tenaga pengajar dan siswa.
Penelitian ini dilakukan melalui tinjauan literatur yang mencakup:
Hasil kajian ini digunakan untuk menyusun rekomendasi kebijakan yang bertujuan meningkatkan standar K3 di institusi pendidikan.
1. Statistik K3 di Negara Berkembang
2. Kesenjangan dalam Implementasi K3 di Sekolah
Penelitian ini menemukan beberapa faktor utama yang menyebabkan lemahnya penerapan K3 di sekolah:
3. Dampak Buruk Lingkungan Kerja yang Tidak Aman
Berdasarkan hasil penelitian, artikel ini menawarkan beberapa solusi untuk meningkatkan K3 di sekolah:
1. Penguatan Regulasi dan Kebijakan
2. Peningkatan Infrastruktur dan Fasilitas Sekolah
3. Pelatihan dan Edukasi Keselamatan
4. Kolaborasi antara Sekolah, Pemerintah, dan Komunitas
Keselamatan kerja di sekolah harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan manajemen sekolah. Dengan mengembangkan regulasi yang lebih kuat, meningkatkan infrastruktur, dan memberikan pelatihan yang lebih baik, lingkungan sekolah dapat menjadi tempat yang lebih aman bagi tenaga pengajar dan siswa. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam menciptakan budaya keselamatan yang berkelanjutan di sektor pendidikan.
Sumber: Rielander, C., Visser, T., & Esterhuyzen, E. Schools and Occupational Health and Safety: Perspectives for Developing Countries. African Journal of Inter/Multidisciplinary Studies, Vol. 6 No. 1, 2024, Hal. 1-15.
Remanufaktur Mesin
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025
Pengantar: Industri Otomotif dan Tantangan Kualitas di Era Globalisasi
Industri otomotif global terus berkembang dengan cepat, menghadirkan tantangan baru dalam hal efisiensi, kualitas, dan keberlanjutan. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar kualitas yang semakin ketat, terutama di sektor remanufaktur mesin kendaraan. Di sinilah Statistical Process Control (SPC) dan PDCA Cycle (Plan-Do-Check-Act) menjadi alat yang sangat relevan dalam meningkatkan kualitas produksi.
Paper berjudul "Statistical Process Control and PDCA for Quality Improvement in the Mexican Automotive Industry" yang diterbitkan pada Januari 2024 di jurnal Ingeniería Investigación y Tecnología oleh Torres-Bermúdez, Pérez-Vicente, Ruiz-Morales, dan Velasco-Álvarez, menyajikan studi kasus nyata dari penerapan metode SPC dan PDCA di sebuah pabrik otomotif di Meksiko. Penelitian ini tidak hanya membuktikan efektivitas dua metode tersebut, tetapi juga membuka ruang diskusi mengenai bagaimana integrasi teknologi dan manajemen kualitas mampu mendorong perbaikan berkelanjutan di industri yang kompetitif.
Latar Belakang Penelitian: Mengapa Remanufaktur Jadi Sorotan?
Industri remanufaktur mesin kendaraan di Meksiko, meskipun bukan hal baru, kini semakin menjadi sorotan berkat dorongan untuk mengurangi limbah industri dan memanfaatkan kembali komponen mesin yang masih bernilai. Remanufaktur di sektor otomotif memungkinkan produsen memperpanjang usia pakai kendaraan tanpa mengorbankan kualitas.
Namun, remanufaktur mesin menghadirkan tantangan unik. Komponen yang diproses ulang seringkali memiliki variasi kualitas tinggi akibat kondisi pemakaian sebelumnya. Karena itu, pengendalian kualitas berbasis data seperti SPC sangat penting untuk menjaga stabilitas proses produksi.
Meksiko sendiri merupakan pemain besar dalam industri otomotif dunia, menempati peringkat ke-5 secara global dalam volume produksi dan aktivitas transaksi, serta menjadi tulang punggung ekonomi negara dengan kontribusi sekitar 3,7% terhadap PDB dan 800.000 lapangan kerja langsung.
Metode: Integrasi SPC dan PDCA dalam Proses Produksi
Penelitian ini dilakukan di pabrik remanufaktur mesin truk di negara bagian Meksiko, yang diberi kode nama APMex. Pabrik ini bagian dari jaringan produksi perusahaan otomotif asal Jerman dan khusus melayani pasar Amerika Utara. Fokus perbaikan kualitas difokuskan pada proses pemrosesan ulang diameter bushing mesin, komponen krusial yang berpengaruh besar terhadap performa akhir mesin.
Pendekatan PDCA
Penelitian ini mengadopsi PDCA Cycle, pendekatan populer yang diperkenalkan oleh W. Edwards Deming:
Penggunaan SPC
SPC diterapkan melalui metode pengukuran metrologi dan kontrol bulanan dengan X-bar dan R charts. Setiap komponen yang diremanufaktur diukur sebanyak 25 kali untuk memastikan konsistensi kualitas. Data kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak Minitab 18.
Hasil Penelitian: Perbaikan Signifikan dalam Proses Produksi
Setelah penerapan metode SPC dan PDCA, perusahaan mencatat beberapa perbaikan penting:
Sebelum perbaikan, 33,3% dari data produksi jatuh di luar batas kendali yang ditetapkan. Setelah intervensi, angka ini turun menjadi 25%, sebuah lompatan besar mengingat kompleksitas proses remanufaktur.
Analisis Tambahan: Implikasi di Dunia Nyata
Penguatan Kompetensi SDM
Penelitian ini menunjukkan bahwa peran manusia tetap sentral, meskipun teknologi seperti SPC digunakan. Pekerja dan manajer di APMex dilatih untuk memahami hasil kontrol statistik dan merespons data secara tepat. Siklus pelatihan dilakukan setiap enam bulan, memastikan bahwa tim selalu siap menghadapi tantangan kualitas baru.
Potensi Penghematan Biaya
Dengan menurunkan tingkat cacat hingga lebih dari 70%, APMex tidak hanya menghemat biaya produksi, tetapi juga meningkatkan kepuasan pelanggan. Dalam konteks industri otomotif, keandalan komponen remanufaktur sangat menentukan kepercayaan merek.
Keterlibatan Akademisi
Kolaborasi antara APMex dan Universitas Iberoamericana menjadi contoh nyata sinergi industri-akademisi yang produktif. Analisis fresh dari mahasiswa dan dosen mampu mengatasi "buta workshop", di mana tim internal kerap gagal melihat peluang perbaikan karena terlalu terbiasa dengan proses yang ada.
Studi Banding: Apa Kata Penelitian Lain?
Pendekatan serupa telah diterapkan di sektor lain, termasuk:
Kritik dan Saran Pengembangan
Kelebihan Penelitian
Keterbatasan
Rekomendasi Praktis untuk Industri
Kesimpulan: SPC dan PDCA Bukan Sekadar Alat, Tapi Budaya Kerja
Penelitian oleh Torres-Bermúdez dkk. membuktikan bahwa kombinasi SPC dan PDCA bukan sekadar metode teknis, tetapi filosofi kerja yang mendukung perbaikan berkelanjutan di sektor industri otomotif. Perubahan signifikan yang dicapai di APMex menjadi bukti bahwa penerapan disiplin kualitas, bahkan di sektor remanufaktur yang kompleks, mampu memberikan dampak besar pada produktivitas dan reputasi perusahaan.
Di masa depan, integrasi Quality 4.0 berbasis big data dan machine learning akan menjadi langkah selanjutnya, namun pondasi yang kokoh tetap terletak pada implementasi dasar seperti SPC dan PDCA yang telah terbukti efektif selama hampir satu abad.
📖 Sumber Resmi:
Torres-Bermúdez, E. G., et al. (2024). Statistical Process Control and PDCA for Quality Improvement in the Mexican Automotive Industry. Ingeniería Investigación y Tecnología, 25(1), 1-8.
Industri Manufaktur
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Tantangan Inspeksi Visual di Industri Logam
Dalam industri manufaktur berbasis logam, inspeksi visual untuk mendeteksi cacat permukaan menjadi langkah krusial dalam menjaga kualitas produk. Namun, semakin kompleks desain produk, terutama dengan permukaan logam reflektif dan bentuk geometris yang rumit, semakin sulit proses inspeksi ini dilakukan secara otomatis.
Permukaan logam seperti komponen kopling (clutch part), yang menjadi fokus studi dalam paper ini, memiliki karakteristik unik. Pantulan cahaya yang kuat, permukaan melengkung, dan tekstur yang beragam menyebabkan cacat visual—seperti goresan, penyok, dan lubang kecil—sulit dikenali secara konsisten dari berbagai sudut pandang. Sistem inspeksi visual berbasis machine learning yang ada saat ini membutuhkan jumlah data berlabel yang sangat besar, sementara pada kenyataannya, data cacat riil sangat langka, apalagi untuk produk premium dengan tingkat kecacatan rendah.
Dalam paper ini, Fulir dan tim dari Fraunhofer ITWM dan RPTU Kaiserslautern-Landau memperkenalkan pendekatan baru berbasis data sintetik untuk defect segmentation pada permukaan logam kompleks. Mereka membangun dataset dual—kombinasi data nyata dan data sintetik—untuk menjawab tantangan klasik dalam machine learning: kekurangan data berkualitas untuk pelatihan model deteksi cacat.
Mengapa Data Sintetik Penting dalam Inspeksi Permukaan Logam?
Realitas Produksi: Data Cacat yang Sulit Didapat
Di lini produksi modern, cacat produk semakin jarang terjadi berkat efisiensi proses manufaktur. Namun, justru karena itu, tim AI menghadapi masalah data imbalance antara gambar produk normal dan produk cacat. Padahal, model deep learning umumnya memerlukan data ratusan hingga ribuan gambar cacat agar bisa belajar mengenali pola cacat secara akurat.
Solusi: Sintesis Data Cacat
Penggunaan data sintetik memungkinkan:
Fulir dkk. tidak hanya menciptakan gambar sintetik yang realistis, tapi juga memperkenalkan teknik disentanglement antara foreground (cacat) dan background (produk), sehingga model dapat belajar lebih terarah.
Riset dan Metodologi: Pendekatan Sintetik untuk Cacat Logam Kompleks
1. Dataset Dual: RealClutch dan SynthClutch
2. Teknik Peningkatan Data Sintetik
3. Proses Sintesis Cacat
Cacat seperti goresan dan penyok disimulasikan dengan detail:
Analisis Hasil dan Temuan Kunci
Performa Dataset Sintetik vs Dataset Nyata
Fulir dkk. melakukan evaluasi pada beberapa arsitektur model segmentasi populer, seperti:
Temuan Utama:
Studi Kasus: Pengujian di Komponen Kopling Logam
Komponen kopling yang digunakan dalam penelitian ini merepresentasikan objek industri dengan geometri kompleks. Dengan tekstur yang beragam dari proses pemesinan seperti milling dan brushing, serta pantulan cahaya yang anisotropik, ini adalah tantangan nyata bagi inspeksi visual.
Dataset RealClutch:
Dataset SynthClutch:
Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Sintetik
Kelebihan
Kekurangan
Perbandingan dengan Penelitian dan Teknologi Lain
Jika dibandingkan dengan dataset seperti:
SynthClutch jauh lebih relevan untuk inspeksi multi-view, memungkinkan model belajar dari refleksi dan tekstur realistis, yang kritikal dalam aplikasi industri logam modern.
Dampak Praktis untuk Industri Manufaktur
1. Efisiensi Proses Quality Control
Dengan dataset sintetik yang kaya, perusahaan bisa mempercepat training model AI, mengurangi waktu development dari bulan menjadi minggu.
2. Pengurangan Biaya Inspeksi
Sistem inspeksi visual otomatis berbasis data sintetik dapat mengurangi ketergantungan pada inspeksi manual hingga 60%, menurut estimasi studi ini.
3. Arah Masa Depan Inspeksi Logam
Kritik dan Arah Penelitian Masa Depan
Kritik
Arah Pengembangan
Kesimpulan: Data Sintetik, Masa Depan Inspeksi Visual Industri Logam
Penelitian oleh Fulir dan tim membuktikan bahwa data sintetik bukan sekadar alternatif, melainkan solusi utama untuk mengatasi keterbatasan data dalam pelatihan model deteksi cacat logam yang kompleks. Dengan performa yang lebih baik dibanding dataset planar tradisional, dan fleksibilitas tinggi untuk simulasi multi-view, pendekatan ini membuka peluang besar dalam otomatisasi inspeksi industri.
Bagi perusahaan manufaktur logam yang ingin bersaing di era Industri 4.0, investasi dalam sistem berbasis data sintetik seperti SynthClutch adalah langkah strategis. Tidak hanya meningkatkan akurasi inspeksi, tetapi juga menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi produksi.
Sumber
Fulir, J., Bosnar, L., Hagen, H., & Gospodnetić, P. (2023). Synthetic data for defect segmentation on complex metal surfaces. In Proceedings of the CVPR 2023 Workshop. IEEE.
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Revolusi Industri 4.0 dan Tekanan Efisiensi Biaya
Dalam dekade terakhir, industri konstruksi telah mengalami tekanan besar untuk meningkatkan efisiensi dan mengendalikan biaya proyek secara lebih efektif. Di tengah dinamika Revolusi Industri 4.0 (IR 4.0), teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah merambah berbagai sektor, termasuk konstruksi. Namun, adopsi teknologi di sektor ini relatif lambat dibandingkan dengan industri manufaktur atau keuangan.
Artikel karya Igwe et al. (2020) menyampaikan bahwa banyak teknologi seperti BIM (Building Information Modelling), IoT, kecerdasan buatan (AI), dan augmented reality (AR) telah tersedia namun belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk manajemen biaya secara total. Dalam studi ini, penulis meninjau 81 literatur dari 2008 hingga 2019 untuk memetakan bagaimana teknologi-teknologi ini bisa diintegrasikan dalam Total Cost Management (TCM) konstruksi.
Apa Itu Total Cost Management (TCM) dalam Konstruksi?
TCM adalah pendekatan menyeluruh yang meliputi perencanaan, estimasi, penganggaran, pengawasan, dan pengendalian biaya pada setiap tahap proyek konstruksi. Dalam praktiknya, manajemen biaya dilakukan sejak tahap studi kelayakan, desain, tender, konstruksi, hingga operasional dan pemeliharaan bangunan.
Teknik umum dalam TCM:
Earned Value Management (EVM)
Cost-Value Reconciliation (CVR)
Cash Flow Forecasting
Program Evaluation and Review Technique (PERT)
Activity-Based Costing (ABC)
Namun, tantangan utama adalah bagaimana menghubungkan teknik-teknik ini dengan teknologi modern untuk meningkatkan akurasi, kolaborasi, dan transparansi.
Teknologi Terkini yang Mengubah Manajemen Biaya Konstruksi
1. Building Information Modelling (BIM)
Kegunaan utama:
Estimasi biaya berbasis model 3D dan 5D
Deteksi konflik desain untuk menghindari pemborosan
Manajemen fasilitas pasca konstruksi
Contoh nyata: Pemerintah Inggris mewajibkan penggunaan BIM sejak 2016 untuk proyek-proyek publik. Hasilnya, beberapa kontraktor besar mampu menghemat biaya hingga 20% di fase desain dan konstruksi.
2. Augmented & Virtual Reality (AR/VR)
AR membantu tim proyek dalam inspeksi digital dan pelaporan progres pekerjaan
VR memungkinkan pemilik proyek “masuk” ke lingkungan virtual bangunan sebelum dibangun
Kritik tambahan: Meskipun menjanjikan, integrasi AR/VR masih terhambat oleh mahalnya perangkat dan kebutuhan pelatihan SDM.
3. Mobile Technology
Manfaat praktis:
Dokumentasi langsung di lapangan
Pemantauan real-time dan komunikasi antar tim
Kalkulasi cepat untuk estimasi biaya langsung dari lapangan
Data pendukung: Sebuah survei dari Software Connect (2017) menunjukkan bahwa 81% profesional konstruksi menggunakan aplikasi mobile untuk pengelolaan proyek.
4. Internet of Things (IoT)
Aplikasi:
Sensor untuk pemantauan mesin dan tenaga kerja
Pengumpulan data otomatis terkait konsumsi material
Analisis tambahan: IoT sangat potensial dalam mengurangi pemborosan bahan (material wastage), terutama pada proyek-proyek skala besar dengan pengelolaan logistik yang kompleks.
5. Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML)
AI membantu dalam perencanaan jadwal kerja berdasarkan tren histori
ML digunakan untuk memprediksi potensi keterlambatan proyek berdasarkan data aktual
Studi kasus: Dalam proyek gedung pencakar langit di Dubai, AI digunakan untuk memproyeksikan biaya tenaga kerja harian dan mengoptimalkan alokasi sumber daya.
6. Drones dan Robotics
Fungsi utama:
Mengambil gambar udara untuk evaluasi progres pekerjaan
Melakukan inspeksi area berbahaya tanpa melibatkan tenaga kerja
Efek langsung terhadap biaya: Mengurangi kecelakaan kerja berarti mengurangi biaya kompensasi dan keterlambatan proyek.
7. Predictive Analytics
Teknologi ini mengubah cara pengambilan keputusan dengan analisis berbasis data historis dan real-time. Misalnya, estimasi biaya per minggu atau prediksi penurunan produktivitas bisa dibuat dengan presisi tinggi.
Analisis Grafik dan Tren Literatur
Penelitian ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi seperti BIM dan Mobile Tech mengalami peningkatan signifikan setelah tahun 2016. Grafik dalam paper menampilkan lonjakan tajam pada kedua teknologi ini, menandakan bahwa pelaku industri mulai menyadari pentingnya transformasi digital demi efisiensi biaya.
Menariknya, teknologi seperti blockchain dan AI masih tergolong “muda” dalam konteks konstruksi, meski telah mapan di sektor lain.
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Paper ini secara unik mengombinasikan berbagai teknologi dalam konteks TCM, berbeda dengan kebanyakan studi sebelumnya yang hanya fokus pada satu teknologi seperti BIM atau AR. Misalnya, studi Lu et al. (2019) hanya menyoroti BIM dan Big Data, tanpa menjelaskan hubungan antara teknologi lainnya seperti drone dan predictive analytics dalam satu kerangka TCM.
Dampak Praktis di Industri
Keuntungan yang Didapat:
Penghematan waktu hingga 30% dalam fase monitoring proyek
Akurasi estimasi biaya meningkat 20–25%
Penurunan kasus klaim proyek akibat data transparan
Tantangan Implementasi:
Kurangnya pelatihan tenaga kerja
Biaya awal pengadaan teknologi
Kurangnya standar interoperabilitas antar platform
Rekomendasi dan Masa Depan
Agar teknologi ini benar-benar berdampak dalam manajemen biaya konstruksi, penulis menyarankan:
Kolaborasi aktif antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri untuk pelatihan teknologi baru
Integrasi lintas teknologi (misalnya, menggabungkan BIM dengan IoT dan AI)
Regulasi yang mendukung adopsi teknologi, seperti insentif bagi kontraktor yang menggunakan metode digital
Penutup: Menuju Konstruksi yang Lebih Cerdas dan Hemat Biaya
Studi ini memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana teknologi modern dapat mengubah paradigma manajemen biaya proyek konstruksi. Dengan memanfaatkan BIM, AR/VR, AI, dan lainnya, pelaku industri kini memiliki alat yang lebih canggih untuk mencapai efisiensi, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan transparansi. Langkah selanjutnya adalah memastikan teknologi ini dapat diakses dan diterapkan secara luas—bukan hanya di proyek-proyek berskala besar, tetapi juga konstruksi menengah dan kecil.
Sumber Referensi
Paper yang diresensi dapat diakses secara penuh di:
IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, Volume 884, 2020
DOI: https://doi.org/10.1088/1757-899X/884/1/012041
Asosiasi Jasa Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Masalah Klasik, Solusi Modern
Kualitas tenaga kerja konstruksi telah lama menjadi tantangan serius di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari 8,3 juta pekerja konstruksi, hanya kurang dari 1 juta yang bersertifikat. Kesenjangan ini berdampak langsung pada kepuasan konsumen, kualitas hasil bangunan, bahkan potensi kerugian material akibat kegagalan proyek.
Lebih mengkhawatirkan, sekitar 54% kegagalan konstruksi disebabkan oleh tenaga kerja yang tidak kompeten. Di tengah tingginya angka pengangguran terbuka yang mencapai 6,49% pada 2021, terutama di sektor konstruksi, hadirnya solusi berbasis teknologi seperti aplikasi GoKang menjadi sangat relevan.
GoKang: Inovasi Digital yang Terinspirasi Ekosistem Gojek
GoKang adalah platform layanan jasa konstruksi berbasis mobile yang menghubungkan konsumen dengan tukang bangunan profesional dan terpercaya. Dengan model yang menyerupai Gojek, GoKang menawarkan sistem pemesanan jasa konstruksi secara cepat, aman, dan berbasis rating konsumen.
Fitur Utama Aplikasi GoKang:
Verifikasi Identitas Ganda: Tukang dan konsumen wajib mengunggah KTP dan foto diri sebagai proses awal.
Sertifikasi dan Surat Pernyataan Profesi: Tukang harus melampirkan bukti keahlian meskipun belum bersertifikat resmi.
Kontrak Digital & Sistem DP: Kontrak mencakup rincian pekerjaan, gaji, bahan bangunan, dan durasi kerja. DP maksimal 20% wajib dibayar sebelum pengerjaan dimulai.
Rating & Ulasan: Menjadi tolok ukur performa tukang, serta dasar penyaluran dana dari konsumen ke tukang.
Sistem Pembayaran Aman: Transaksi menggunakan rekening resmi GoKang dan diawasi oleh BI untuk menjamin transparansi.
Analisis Machine Learning dalam Sistem GoKang
Uniknya, GoKang tak hanya hadir sebagai aplikasi konvensional, tetapi mengadopsi kecerdasan buatan. Reinforcement learning digunakan untuk:
Text processing dalam pengelolaan data pendaftaran
Klasifikasi tukang berdasarkan keahlian dan rating
Validasi silang untuk menyaring data tidak relevan
Prediksi performa tukang berdasar kombinasi historis layanan
Dengan pendekatan ini, sistem GoKang terus belajar dan meningkatkan akurasi dalam merekomendasikan tukang terbaik sesuai kebutuhan proyek pengguna.
Dampak Sosial dan Ekonomi: Menekan Pengangguran, Meningkatkan Kepercayaan
GoKang tak hanya menghubungkan pengguna dengan tenaga tukang, namun juga berperan dalam:
Memberikan jaminan kepercayaan konsumen, khususnya dalam proyek skala kecil yang selama ini sulit dijamin kualitas pelaksanaannya.
Dalam konteks tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), GoKang mendukung poin ke-8: pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.
Studi Kasus: Analogi Keberhasilan Gojek
Transformasi pasar jasa informal melalui teknologi sebelumnya telah dibuktikan oleh Gojek. Menurut Kepala BPS, peningkatan penggunaan aplikasi ojek online turut menurunkan angka pengangguran di sejumlah daerah. Model serupa pada GoKang sangat mungkin direplikasi untuk sektor konstruksi, mengingat kebutuhan tukang berkualitas bersifat terus-menerus dan tersebar secara geografis.
Kritik Konstruktif: Apa yang Perlu Disempurnakan?
Meski inovatif, GoKang memiliki sejumlah tantangan yang patut diperhatikan:
Keterbatasan jangkauan geografis: Di tahap awal, hanya kota besar yang terjangkau sistem.
Tukang belum bersertifikat: Meski surat pernyataan profesi diterima, pengakuan formal masih menjadi isu kepercayaan bagi sebagian konsumen.
Ketergantungan pada teknologi: Tukang yang belum familiar dengan ponsel pintar mungkin kesulitan mengakses sistem.
Bandingkan dengan Solusi Existing Pemerintah
Solusi pemerintah selama ini lebih bersifat makro seperti program sertifikasi dan perluasan lapangan kerja umum. Sayangnya, belum ada pendekatan yang spesifik dan digital untuk sektor konstruksi rakyat. Di sinilah GoKang hadir dengan pendekatan mikro yang langsung menyasar permasalahan di lapangan: koneksi langsung, validasi kualitas, dan jaminan transparansi.
Rekomendasi Pengembangan GoKang
Untuk mengoptimalkan dampak GoKang secara nasional, beberapa langkah strategis dapat dipertimbangkan:
Integrasi dengan program sertifikasi pemerintah (BNSP) untuk mempercepat adopsi tenaga kerja formal.
Edukasi literasi digital bagi tukang bangunan agar bisa lebih cepat beradaptasi.
Peningkatan fitur keamanan transaksi, termasuk perlindungan hukum untuk kontrak digital.
Kemitraan dengan toko bangunan lokal untuk menciptakan ekosistem konstruksi digital yang lebih kuat.
Penutup: Transformasi Layanan Konstruksi Ada di Ujung Jari
GoKang menghadirkan terobosan nyata untuk menjawab tantangan klasik di sektor konstruksi: pengangguran tukang, ketiadaan jaminan mutu, dan kurangnya transparansi. Dengan pendekatan berbasis teknologi, aplikasi ini menunjukkan potensi besar sebagai solusi inklusif dan berkelanjutan dalam memajukan jasa konstruksi Indonesia.
Melalui platform ini, bukan hanya konsumen yang mendapatkan tukang terpercaya, tetapi para tukang pun diberdayakan dan dihargai secara profesional. Di era industri 4.0, GoKang membuktikan bahwa inovasi lokal bisa menjadi jawaban atas persoalan global.
Sumber:
Halim, Velycia Andhani; Firmania, Arianti Salamatul; Ummami, Noni Diana; Sutadji, S.Pd., M.Pd. (2022). GoKang Sebagai Inovasi Layanan Jasa Konstruksi Berbasis Mobile untuk Mendapatkan Tukang Bangunan dengan Kualitas Terbaik. Kumpulan Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional 2022. Institut Teknologi Telkom Surabaya. https://binakonstruksi.pu.go.id/informasi-terkini/sekretariatdirektorat-jenderal/program-sertifikasi-akan-tingkatkan-kompetensi-dan-dayasaing-tukang-bangunan-indonesia
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Anisa pada 08 Mei 2025
Dalam dunia konstruksi infrastruktur, risiko sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap tahapan proyek. Namun, pandemi Covid-19 membuka mata banyak pihak akan satu kategori risiko yang selama ini luput dari perhatian: unknown unknowns—risiko yang tidak hanya tak terduga, tapi juga tidak diketahui keberadaannya sebelum benar-benar terjadi. Tulisan ini mengupas tuntas bagaimana risiko jenis ini menjadi pemicu disrupsi besar dalam proyek-proyek konstruksi, serta bagaimana industri bisa belajar darinya untuk menghadapi ketidakpastian di masa depan.
Apa Itu Unknown Unknowns dan Mengapa Berbahaya?
Istilah unknown unknowns pertama kali dipopulerkan oleh Donald Rumsfeld (2002), dan sejak itu menjadi konsep penting dalam manajemen risiko. Risiko ini tidak termasuk dalam perencanaan karena:
Tidak pernah terjadi sebelumnya.
Tidak terbayangkan oleh pihak manapun.
Tidak ada data historis sebagai referensi.
Contohnya? Pandemi Covid-19 adalah manifestasi paling nyata dari unknown unknowns dalam sejarah konstruksi modern.
Klasifikasi Risiko Berdasarkan Pengetahuan
Menurut kerangka quadrants of knowledge, risiko diklasifikasikan sebagai:
Known Known: Sudah diketahui dan terukur, misalnya kenaikan harga material.
Known Unknown: Risiko yang disadari tetapi dampaknya belum bisa dipastikan, seperti kemungkinan keterlambatan proyek.
Unknown Known: Informasi diketahui oleh pihak tertentu namun tidak dibagikan.
Unknown Unknown: Risiko tak terduga yang belum pernah dialami sebelumnya.
Studi Kasus Pandemi Covid-19: Disrupsi Masif di Proyek Infrastruktur
Paper ini menjadikan pandemi sebagai contoh nyata betapa besarnya dampak unknown unknowns. Selama tahun 2020–2021, Indonesia mengalami keterlambatan proyek, gangguan rantai pasok, kelangkaan tenaga kerja, serta lonjakan biaya konstruksi.
Data Penting Dampak Pandemi
Pemotongan anggaran Kementerian PUPR: Rp 44,5 triliun dari total Rp 120 triliun dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Biaya konstruksi di Jakarta: Mencapai USD 689/m² atau hampir Rp 10 juta per meter persegi.
Pertumbuhan industri konstruksi 2021: Hanya 2,7% menurut Fitch Solutions.
Ketika proyek tidak bisa berjalan karena PSBB, atau ketika pekerja dan material tidak bisa masuk lokasi, produktivitas proyek pun jatuh bebas.
Bagaimana Unknown Unknowns Memicu Disrupsi?
Menurut Society of Construction Law Delay and Disruption Protocol (2017), disrupsi adalah gangguan terhadap metode kerja normal kontraktor yang menyebabkan turunnya efisiensi. Unknown unknowns menyebabkan disrupsi karena:
Tidak ada mitigasi yang disiapkan.
Menimbulkan efek domino di lapangan.
Mengganggu urutan kerja dan koordinasi.
Menurunkan semangat kerja dan produktivitas tenaga kerja.
Disrupsi Diindikasikan oleh:
Pekerjaan terputus-putus.
Penumpukan pekerja.
Supervisi terganggu.
Komunikasi lemah.
Perlu overtime yang mahal.
Tantangan Utama: Mengubah Unknown Unknowns Menjadi Known Risks
Meskipun mustahil memprediksi semua unknown unknowns, tujuan utama manajemen risiko modern adalah:
Mendokumentasikan pengalaman masa lalu.
Mengubah risiko yang tidak diketahui menjadi risiko yang bisa diantisipasi.
Menyiapkan protokol respon cepat terhadap kejadian luar dugaan.
Proyek ke depan harus mengandalkan dokumentasi masa lalu agar kejadian luar biasa seperti pandemi tak lagi membuat proyek lumpuh total.
Strategi Menghadapi Unknown Unknowns di Masa Depan
Penulis menawarkan pendekatan manajemen risiko kolaboratif yang bisa digunakan untuk merespons kejadian tak terduga:
1. Dokumentasi & Pembelajaran Berkelanjutan
Setiap disrupsi harus dicatat, agar proyek mendatang bisa belajar dari pengalaman sebelumnya.
2. Joint Risk Analysis
Kolaborasi antara kontraktor, pemilik proyek, dan konsultan untuk berbagi informasi risiko tersembunyi.
3. Manajemen Proyek Transparan
Transparansi mutlak dibutuhkan agar semua pihak memiliki pemahaman yang sama soal risiko.
4. Penyesuaian Kontrak
Kontrak proyek harus lebih fleksibel untuk mengantisipasi force majeure yang tak terduga.
Opini Kritis dan Nilai Tambah
Apresiasi terhadap Kontribusi Ilmiah
Paper ini berhasil mengangkat isu yang selama ini jarang dibahas dalam konteks proyek konstruksi Indonesia. Dengan pendekatan yang reflektif dan empiris, tulisan ini memaksa kita untuk berpikir di luar kerangka manajemen risiko konvensional.
Kritik Terhadap Kurangnya Studi Komparatif
Akan lebih kuat bila penulis membandingkan pengalaman Indonesia dengan negara lain, seperti Singapura atau Jepang, yang memiliki sistem manajemen risiko lebih matang.
Potensi Integrasi Teknologi
Teknologi seperti BIM 5D, AI untuk simulasi skenario, dan dashboard risiko real-time bisa menjadi solusi untuk memetakan unknown unknowns lebih cepat dan efisien.
Implikasi Praktis Bagi Dunia Konstruksi
Pemerintah: Harus membuat kebijakan tanggap darurat yang bisa diaktifkan dalam hitungan hari.
Kontraktor: Wajib membangun sistem manajemen risiko yang adaptif dan tidak hanya mengandalkan data historis.
Akademisi: Didorong melakukan penelitian lanjutan untuk membangun kerangka identifikasi risiko non-tradisional.
Kesimpulan – Siapkah Kita untuk Risiko yang Tak Terduga?
Pandemi Covid-19 mengingatkan kita bahwa tidak semua risiko bisa diprediksi. Ke depan, proyek konstruksi harus siap menghadapi berbagai ketidakpastian dengan sistem yang lebih tangguh, kolaboratif, dan berbasis pengalaman nyata.
Mengubah unknown unknowns menjadi known unknowns adalah tantangan terbesar dalam dunia konstruksi abad ini. Dan langkah awalnya adalah menerima bahwa ketidaktahuan adalah bagian dari proses, bukan musuh yang harus dihindari.
Sumber Artikel
Paper yang diulas berjudul:
“Belajar dari Masa Pandemi Covid-19: Unknown-Unknowns sebagai Sumber Risiko Tidak Teridentifikasi dan Penyebab Disrupsi Proyek Konstruksi Infrastruktur”
Penulis: Puti Farida Marzuki
Dipublikasikan dalam Prosiding KoNTekS ke-15 (2021)
Dapat diakses melalui prosiding resmi Unika Soegijapranata atau website Konteks bila tersedia DOI.