Keamanan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Konstruksi

BIM Meningkatkan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Jerman

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 15 Mei 2025


Mendorong Transformasi Keselamatan Konstruksi: Peran BIM dalam OHS di Jerman

Building Information Modeling (BIM) semakin dianggap sebagai solusi digital untuk meningkatkan Occupational Health and Safety (OHS) dalam industri konstruksi. Artikel ini meresensi penelitian yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif untuk menjawab satu pertanyaan penting: Bagaimana BIM dapat meningkatkan keselamatan kerja di lokasi konstruksi?

Tantangan Keselamatan Konstruksi di Jerman

Selama periode 2010–2019, rata-rata 110.000 kecelakaan kerja terjadi setiap tahun di sektor konstruksi Jerman, dengan 77 korban jiwa per tahun. Ini setara dengan 30,2 kecelakaan fatal per satu juta pekerja penuh waktu pada 2019. Industri konstruksi menjadi sektor paling berisiko di Jerman dalam hal kecelakaan fatal.

Meskipun terdapat kebijakan seperti Baustellenverordnung yang mewajibkan keberadaan koordinator keselamatan sejak 1998, sebagian besar pekerja menyatakan tidak mengetahui peningkatan keselamatan terkini. Bahkan mereka yang menggunakan BIM tidak bisa menyebutkan peningkatan yang signifikan, mengindikasikan adanya kesenjangan pengetahuan dalam integrasi keselamatan dengan teknologi digital.

Temuan Kuantitatif: Harapan vs. Realita

Penelitian melibatkan survei terhadap tenaga kerja konstruksi. Hasilnya:

  • 96% responden percaya perusahaan mereka berusaha meningkatkan keselamatan.
  • 81% percaya bahwa rencana digital dan tampilan 3D meningkatkan pemahaman tentang keselamatan.
  • Namun hanya 58% pekerja selalu melaporkan bahaya secara langsung, sementara 42% tidak melakukannya karena tekanan waktu, rasa takut akan konsekuensi, atau penilaian yang salah.

Temuan Kualitatif: BIM dan Potensinya dalam OHS

Dalam penelitian ini, BIM memiliki empat manfaat utama menurut para praktisi:

  1. Komunikasi dan Koordinasi: BIM membantu menyinkronkan informasi di antara pemangku kepentingan, meminimalisir miskomunikasi.
  2. Transparansi: BIM mengurangi kesalahan desain dan memberikan visibilitas terhadap potensi bahaya sejak tahap awal.
  3. Akurasi: Model 3D dari BIM memberikan gambaran geometris yang lebih tepat sehingga perencanaan menjadi lebih andal.
  4. Aliran Informasi: Data proyek dapat dibagikan secara real time, mempercepat deteksi masalah dan solusi.

Namun, meskipun potensi tersebut besar, BIM masih belum digunakan secara luas untuk keselamatan kerja. Sebagian besar pengguna BIM fokus pada estimasi biaya dan penjadwalan, bukan keselamatan.

Studi Kasus: BIM untuk Validasi Desain dan Edukasi Keselamatan

  • Zhang et al. (2013) mengembangkan sistem pemeriksaan otomatis berbasis aturan untuk mendeteksi bahaya di model BIM dan menyarankan langkah pencegahan.
  • Guo et al. (2016) menciptakan sistem pengkodean aturan keselamatan untuk mendeteksi kondisi desain yang tidak aman secara otomatis.
  • Kim et al. (2016) fokus pada identifikasi bahaya yang terkait dengan struktur sementara seperti perancah.
  • Riaz et al. (2014) menggabungkan sensor nirkabel dengan BIM untuk mengawasi kadar oksigen dan suhu di lokasi konstruksi secara real-time.

Semua studi ini menunjukkan bagaimana pemodelan digital bisa berfungsi sebagai alat validasi dan edukasi yang lebih efektif daripada metode tradisional.

Hambatan dalam Implementasi BIM untuk OHS

Tantangan besar yang diidentifikasi meliputi:

  • Biaya dan Efektivitas Ekonomi: Banyak perusahaan kecil enggan berinvestasi dalam teknologi ini karena anggaran terbatas.
  • Kebutuhan Standarisasi dan Antarmuka yang Intuitif: Penggunaan BIM perlu dirancang agar dapat digunakan oleh pekerja tanpa keterampilan teknis tinggi.
  • Inisiatif Pemerintah: Diperlukan dukungan regulatif agar BIM menjadi standar keselamatan nasional.
  • Kesadaran dan Kemauan Pengguna: Tanpa adanya perubahan sikap dari pengguna BIM di lapangan, manfaatnya untuk keselamatan tidak akan terwujud.

BIM sebagai Alat Pendukung Keputusan untuk Keselamatan

Studi ini menekankan bahwa BIM tidak hanya sebagai alat visualisasi, melainkan alat pengambilan keputusan strategis untuk:

  • Mengurangi bahaya yang tidak terdeteksi, terutama di fase perencanaan.
  • Menghindari biaya tambahan dan keterlambatan akibat kecelakaan.
  • Meningkatkan kesejahteraan sosial karena pekerja merasa lebih aman dan dihargai.

Hal ini menciptakan sinergi antara keselamatan kerja dan keberlanjutan proyek, baik dari segi sosial maupun ekonomi.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Meskipun BIM memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan OHS, implementasinya masih terbatas. Penelitian ini menyoroti perlunya:

  • Pendidikan berkelanjutan dan pelatihan BIM untuk pekerja.
  • Sistem pelaporan bahaya yang anonim dan digital untuk meningkatkan pelaporan insiden.
  • Integrasi BIM dalam kurikulum keselamatan dan perencanaan desain.

Jika digunakan secara menyeluruh, BIM bisa menjadi tonggak baru dalam revolusi keselamatan kerja di konstruksi, bukan hanya di Jerman, tetapi juga global.

Sumber Artikel: Müller, M. (2022). How can Building Information Modeling (BIM) positively impact Occupational Health and Safety (OHS) during construction? Master’s Thesis, Hochschule für Technik Stuttgart.

Selengkapnya
BIM Meningkatkan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Jerman

Manufaktur Cerdas

Strategi Prioritas dalam Penerapan Teknologi Smart Construction: Panduan untuk Manajer Proyek Modern

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 15 Mei 2025


Pendahuluan: Konstruksi Menuju Era Digital

 

Transformasi digital dalam industri konstruksi tengah bergerak cepat, menggantikan pendekatan manual dan berbasis gambar 2D dengan sistem otomasi, robotik, dan kecerdasan buatan. Paper berjudul "Prioritization and Target Applications of Smart Construction Technologies for Construction Management" oleh Kim Ju-Yong, Kim Jin-Dong, dan Kim Gwang-Hee (2024) menyajikan analisis komprehensif terkait prioritas teknologi cerdas dalam manajemen konstruksi menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Fokus utama paper ini adalah menyusun panduan praktis bagi manajer proyek dalam menentukan teknologi yang paling relevan untuk diadopsi sesuai kebutuhan, efisiensi, dan urgensinya di lapangan.

 

Mengapa Smart Construction Perlu Diprioritaskan?

 

Dalam konteks global, sektor konstruksi dikenal sebagai industri yang padat karya, lambat dalam adopsi teknologi, dan rentan terhadap pembengkakan biaya serta keterlambatan proyek. Dengan meningkatnya kompleksitas proyek dan kebutuhan akan efisiensi, muncul kebutuhan mendesak akan teknologi yang mampu:

  • Mengoptimalkan jadwal dan anggaran proyek.
  • Meningkatkan keselamatan kerja.
  • Memungkinkan kolaborasi real-time.
  • Mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual.

 

Metodologi: Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai Alat Strategis

 

Penelitian ini menggunakan AHP untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan teknologi smart construction berdasarkan lima kriteria utama:

1. Safety (keamanan)

2. Ease of implementation (kemudahan penerapan)

3. Cost-effectiveness (efisiensi biaya)

4. Relevance to industry (kesesuaian dengan praktik konstruksi)

5. Efficiency (efisiensi operasional)

Sebanyak 20 responden yang terdiri dari manajer proyek konstruksi dan pakar teknologi konstruksi digital memberikan penilaian terhadap lima teknologi utama berdasarkan kriteria tersebut.

 

Temuan Kunci: Peringkat Prioritas Teknologi Smart Construction

 

Hasil analisis menunjukkan bahwa safety adalah faktor paling kritis, diikuti oleh kemudahan penerapan dan efisiensi biaya. Adapun lima teknologi yang menjadi fokus adalah:

 

1. Building Information Modeling (BIM)

Skor tertinggi dalam semua kelompok responden.

Digunakan untuk representasi digital proyek, deteksi interferensi desain, kolaborasi lintas disiplin, serta pengelolaan siklus hidup bangunan.

Dianggap fundamental karena mendukung digital twin, estimasi biaya otomatis, dan komunikasi lintas tim.

 

2. Drones

Menempati posisi kedua.

Digunakan untuk pemetaan lokasi, inspeksi keselamatan, dan monitoring progres.

Memberikan data real-time dengan efisiensi tinggi dalam biaya dan waktu.

 

3. Internet of Things (IoT)

Memungkinkan koneksi antar perangkat dan sensor.

Menghasilkan data lingkungan kerja secara real-time, termasuk kelembaban, suhu, dan getaran.

 

4. Artificial Intelligence (AI)

Meskipun penting, menempati posisi keempat.

Membantu analisis big data untuk prediksi risiko, optimasi sumber daya, dan pengambilan keputusan berbasis data.

 

5. Robotics

Diprioritaskan paling rendah.

Kendala utama terletak pada biaya tinggi dan kesulitan integrasi di lapangan.

 

Analisis Perbandingan: Manajer Konstruksi vs Pakar Teknologi

 

Manajer proyek cenderung memilih AI sebagai teknologi kedua setelah BIM, karena fungsi pendukung keputusan dan efisiensi manajerial.

Sebaliknya, pakar teknologi lebih memilih drone sebagai prioritas kedua, karena kemampuan monitoring proyek secara langsung dan presisi visual.

 

Studi Kasus dan Implikasi Lapangan

 

Paper ini menyoroti pentingnya penyesuaian pemilihan teknologi dengan kondisi aktual proyek. Misalnya:

  • Proyek dengan tingkat bahaya tinggi lebih cocok memprioritaskan robotik dan drone.
  • Proyek berskala besar dan kompleks cocok mengadopsi BIM dan AI untuk koordinasi multidisipliner.

 

Tantangan Implementasi

 

Walaupun potensinya besar, adopsi teknologi smart construction menghadapi beberapa tantangan:

  • Kesenjangan kompetensi SDM antara pemahaman manajerial dan kemampuan teknis.
  • Kurangnya sistem penilaian individual untuk mengevaluasi kapabilitas smart construction pada tingkat manajer proyek.
  • Integrasi teknologi kompleks: perlu sistem platform terpadu.
  • Biaya awal tinggi, terutama untuk robotik dan sistem AI skala besar.

 

Solusi Strategis yang Diusulkan

 

Penulis mengusulkan beberapa strategi agar teknologi dapat diimplementasikan secara efektif:

  • Pengembangan indikator individual seperti Smart Construction Manager Index untuk mengevaluasi kesiapan teknologi tiap manajer.
  • Pelatihan berbasis praktik dalam BIM, AI, dan penggunaan drone.
  • Prioritisasi investasi pada teknologi dengan dampak langsung terhadap keselamatan dan efisiensi.
  • Pengembangan roadmap digitalisasi proyek yang mengintegrasikan teknologi secara bertahap.

 

Perbandingan dengan Penelitian Lain

 

Beberapa studi pendukung dalam literatur:

  • Gholami (2023) menekankan pentingnya faktor organisasi dan strategi dalam adopsi teknologi.
  • Fasasi et al. (2024) menyebut dukungan kepemimpinan dan kebijakan pemerintah sebagai pendorong utama adopsi teknologi cerdas.

Penelitian Kim dkk. menambahkan nilai baru dengan fokus spesifik pada manajer proyek dan penggunaan AHP sebagai metode pengambilan keputusan berbobot.

 

Kesimpulan: Merancang Masa Depan Konstruksi yang Cerdas dan Terukur

 

Studi ini menyajikan peta jalan prioritas teknologi bagi manajer konstruksi modern yang ingin mengadopsi teknologi smart secara terstruktur dan strategis. BIM menjadi tulang punggung transformasi digital, sementara drone, AI, dan IoT menjadi pelengkap dalam pengumpulan data dan pengambilan keputusan. Penelitian ini menegaskan pentingnya memilih teknologi bukan hanya karena popularitasnya, tetapi karena relevansi dan dampaknya terhadap proyek.

 

Di tengah kompetisi global dan tekanan efisiensi, adopsi teknologi cerdas bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Studi ini adalah panduan penting untuk membangun keunggulan kompetitif dan kesiapan menghadapi revolusi industri 4.0 dalam sektor konstruksi.

 

Referensi

 

Kim, J.-Y., Kim, J.-D., & Kim, G.-H. (2024). Prioritization and Target Applications of Smart Construction Technologies for Construction Management. Journal of the Korea Institute of Building Construction, 24(6), 739–750. https://doi.org/10.5345/JKIBC.2024.24.6.739

Selengkapnya
Strategi Prioritas dalam Penerapan Teknologi Smart Construction: Panduan untuk Manajer Proyek Modern

Konstruksi

Teknologi Transfer dalam Industri Konstruksi: Strategi, Studi Kasus, dan Arah Masa Depan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 15 Mei 2025


Pendahuluan: Transformasi Konstruksi Melalui Teknologi

 

Di tengah meningkatnya kebutuhan global akan hunian berkualitas dan efisiensi industri, sektor konstruksi dihadapkan pada tantangan serius. Ketergantungan pada metode konvensional, kompleksitas proyek, serta fragmentasi rantai pasok menjadi hambatan dalam mencapai produktivitas dan keberlanjutan. Dalam konteks ini, artikel ilmiah berjudul "Technology Transfer in the Construction Industry" oleh Petri Uusitalo dan Rita Lavikka (2020) hadir sebagai jawaban strategis melalui pendekatan platform Industrialized House Building (IHB) dan konsep teknologi transfer (TT).

 

Paper ini memadukan meta-analisis literatur dengan studi kasus dua perusahaan konstruksi, menggambarkan bagaimana strategi platform dapat memperkuat proses TT dan membuka peluang disruptif di pasar konstruksi.

 

Konsep Dasar: Apa Itu Teknologi Transfer?

 

Teknologi Transfer (TT) adalah proses aktif pemindahan teknologi dari satu entitas ke entitas lain, baik dalam bentuk produk, proses, pengetahuan, maupun relasi sosial. TT dapat berlangsung secara internal antar divisi perusahaan (intra-firm) maupun eksternal lintas organisasi atau negara (inter-firm). Dalam studi ini, TT dikaji melalui lensa manajerial yang mengutamakan efisiensi, adaptabilitas, dan potensi komersialisasi.

 

Beberapa poin penting dari TT menurut literatur yang dianalisis:

  • TT mendorong keunggulan kompetitif (Porter, 1980).
  • TT menjadi pendorong kemajuan sosial dan ekonomi (Schumpeter, 1928; Foster, 1962).
  • TT adalah alat untuk mendobrak hambatan geografis dan sektoral (Saggi, 2002).

 

Fokus Teknologi: Platform Industrialized House Building (IHB)

 

Penelitian ini menyoroti IHB sebagai objek utama TT dalam sektor konstruksi. IHB adalah sistem konstruksi berbasis platform yang menekankan pada:

  • Standardisasi material dan komponen
  • Produksi off-site (prefabrikasi)
  • Proses lean dan fleksibel
  • Stabilitas supply chain dan logistik

Keunggulan IHB bukan hanya pada efisiensi produksi, tapi juga skalabilitas dan kemampuannya ditransfer lintas pasar.

 

Metodologi: Kombinasi Meta-Analisis dan Studi Kasus

 

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan:

 

1. Meta-analisis literatur dari lima jurnal top seperti The Journal of Technology Transfer dan Research Policy.

2. Studi kasus mendalam pada satu perusahaan Swedia produsen bangunan modular kayu dan dua peristiwa TT:

  • Internal ke anak perusahaan produsen bathroom pod
  • Eksternal ke perusahaan konstruksi baru di Finlandia

Data dikumpulkan melalui 14 wawancara semi-struktur dan analisis dokumen perusahaan selama 20 tahun.

 

Temuan Utama: Dinamika dan Strategi Teknologi Transfer

 

1. Jenis TT: Co-Development vs Collaborative Hand-Off

Bathroom Pod Transfer (Internal): Mengikuti pendekatan co-development, dengan kolaborasi R&D, pertukaran SDM, dan dukungan manajerial yang intensif.

Platform Transfer ke Finlandia (Eksternal): Lebih ke collaborative hand-off, dengan dukungan pelatihan dan akses eksklusif terhadap teknologi IHB.

 

2. Faktor Kunci Keberhasilan TT:

Komunikasi dan kepercayaan tinggi antara pengirim dan penerima.

Kematangan teknologi sebelum ditransfer.

Kesesuaian nilai sosial dan budaya organisasi.

Keterlibatan aktif pimpinan dan tim teknis.

 

3. Dampak TT:

Peningkatan produktivitas melalui standarisasi.

Disrupsi model bisnis tradisional.

Transfer pengetahuan dan pembelajaran organisasi.

Kontribusi sosial, seperti penyediaan hunian layak dan murah.

 

Studi Kasus: Dari Lokal ke Global

 

Perusahaan Swedia dalam studi ini telah membangun sistem produksi modular selama lebih dari 20 tahun, dimulai sejak krisis perumahan 1990-an. Perubahan regulasi di Swedia tahun 1994 yang mengizinkan pembangunan rumah kayu bertingkat mendorong mereka memindahkan konstruksi ke lingkungan pabrik.

 

Langkah kunci mereka:

  • Standarisasi komponen dan proses
  • Implementasi prinsip lean manufacturing (2002–2009)
  • Kolaborasi dengan akademisi untuk riset dan pengembangan

Keputusan mendirikan anak perusahaan bathroom pod didorong oleh lonjakan permintaan dan keterbatasan kapasitas. Sementara itu, TT ke Finlandia bertujuan mengekspansi pasar dan membuktikan skalabilitas platform IHB di konteks berbeda.

 

Analisis Tambahan: Apa yang Bisa Kita Pelajari?

 

Pelajaran dari Kasus:

  • TT sebagai model bisnis: Tidak sekadar menjual produk, tapi juga pengetahuan.
  • Platform thinking dalam konstruksi: Membuka jalan untuk efisiensi dan modularitas.
  • Nilai sosial dalam bisnis: Perusahaan tidak hanya berorientasi profit, tapi juga komunitas.

 

Kritik dan Potensi Pengembangan:

 

Studi masih terbatas pada satu perusahaan.

Perlu lebih banyak eksplorasi di negara berkembang.

Perlu indikator kuantitatif untuk mengukur efektivitas TT secara luas.

 

Relevansi Industri Saat Ini:

 

Proyek IKN dan pembangunan massal dapat mengambil pelajaran dari model IHB.

Tren modular construction dan digital twin mendorong kebutuhan transfer teknologi yang terstruktur.

Kemitraan internasional akan lebih kuat jika dibangun atas dasar kesamaan nilai dan misi sosial.

 

Kesimpulan: Membangun Masa Depan Konstruksi Lewat Teknologi Transfer

 

Penelitian ini menawarkan panduan praktis dan teoritis dalam memahami bagaimana TT dapat mengubah wajah industri konstruksi. Dengan menjadikan platform IHB sebagai pusat strategi, perusahaan konstruksi dapat mengatasi tantangan efisiensi, keberlanjutan, dan skalabilitas.

 

Kunci keberhasilan TT terletak pada kesiapan teknologi, hubungan antar organisasi yang sehat, dan adanya nilai bersama yang melampaui sekadar keuntungan ekonomi. Di era globalisasi dan urbanisasi masif, TT bukan lagi opsi tambahan, melainkan kebutuhan mendesak untuk inovasi dan kemajuan.

 

Referensi

 

Uusitalo, P., & Lavikka, R. (2020). Technology transfer in the construction industry. The Journal of Technology Transfer, 46, 1291–1320. https://doi.org/10.1007/s10961-020-09820-7

Selengkapnya
Teknologi Transfer dalam Industri Konstruksi: Strategi, Studi Kasus, dan Arah Masa Depan

Konstruksi

Penentu Inovasi Teknologi Konstruksi di Malaysia: Studi Strategis pada Sektor Konstruksi Berat

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 15 Mei 2025


Pendahuluan

 

Dalam beberapa dekade terakhir, industri konstruksi Malaysia mengalami lonjakan signifikan, terutama pada proyek-proyek besar seperti KLIA, MRT, dan Jembatan Kedua Penang. Namun, di balik geliat pertumbuhan fisik tersebut, muncul pertanyaan besar: apakah perusahaan konstruksi lokal cukup inovatif dalam mengadopsi teknologi baru? Disertasi oleh Ng Weng Seng berjudul "The Determinants of Firms' Innovativeness on Construction Technology in Malaysian Heavy Construction Sector" (2012) mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan pendekatan kuantitatif dan komprehensif.

 

Fokus Penelitian dan Relevansi

 

Penelitian ini sangat relevan dalam konteks adopsi teknologi pada sektor konstruksi berat (heavy construction), yang sering kali dianggap konservatif dan lamban terhadap perubahan. Sementara sektor manufaktur telah lama menjadi fokus kajian inovasi, sektor konstruksi justru kurang mendapat sorotan, padahal kontribusinya terhadap PDB Malaysia sangat signifikan.

 

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi determinan utama yang memengaruhi tingkat inovasi perusahaan, dengan fokus pada:

  • Struktur pasar
  • Karakteristik organisasi dan tugas
  • Lingkungan kompetitif industri
  • Jaringan kerja eksternal

 

Metodologi: Pendekatan Kuat dan Representatif

 

Studi ini menggunakan pendekatan survei dengan responden dari perusahaan Grade 7 yang terdaftar di CIDB—kategori tertinggi dalam klasifikasi kontraktor di Malaysia. Sebanyak 14 hipotesis diuji melalui teknik regresi berganda dan analisis faktor untuk menilai pengaruh masing-masing determinan terhadap tingkat inovasi.

 

Hasil Utama: Faktor Penentu Inovasi

1. Lingkungan Kompetitif Industri

Faktor ini memiliki pengaruh paling signifikan terhadap tingkat inovasi.

Perusahaan yang beroperasi di lingkungan kompetitif cenderung lebih adaptif terhadap teknologi baru.

Dua indikator penting: ketidakpastian lingkungan dan rivalitas kompetitif.

 

2. Jaringan Eksternal (External Cooperation Linkage)

Kolaborasi dengan universitas, pusat riset, dan lembaga pemerintah sangat menentukan keberhasilan adopsi inovasi.

Menariknya, kerja sama dengan universitas paling kuat pengaruhnya dibanding lembaga lainnya.

 

3. Karakteristik Organisasi dan Tugas

Jenis konstruksi, kehadiran serikat pekerja, dan intensitas manajemen turut memengaruhi inovasi.

Semakin kompleks proyek dan semakin tinggi keahlian SDM, semakin tinggi potensi adopsi teknologi.

 

4. Struktur Pasar

Fragmentasi industri dan lokasi operasi memiliki pengaruh, tetapi tidak sekuat dua faktor pertama.

 

Studi Statistik dan Validitas

 

Sebanyak 13 dari 14 hipotesis terbukti signifikan.

Skor reliabilitas (Cronbach's Alpha) tinggi untuk semua variabel.

Regresi berganda menguatkan bahwa variabel kompetisi industri dan jaringan eksternal adalah prediktor terkuat.

 

 

Studi Kasus dan Implikasi Nyata

 

Misalnya, perusahaan yang terlibat dalam proyek MRT lebih cenderung mengadopsi teknologi Building Information Modeling (BIM) dan sensor monitoring karena tuntutan teknis dan jadwal ketat. Perusahaan yang memiliki kerja sama dengan institusi seperti Universiti Teknologi Malaysia juga dilaporkan lebih progresif dalam inovasi material dan manajemen proyek.

 

Kritik dan Potensi Perbaikan

 

Keterbatasan geografis: Studi hanya fokus pada Malaysia, belum membandingkan dengan negara serumpun.

Keterbatasan data longitudinal: Studi ini bersifat cross-sectional, sehingga belum melihat tren jangka panjang.

Kurangnya integrasi dengan variabel budaya organisasi, yang juga diyakini memengaruhi inovasi.

 

Kaitan dengan Penelitian Sebelumnya

 

Temuan ini menguatkan teori Rogers tentang difusi inovasi, yang menekankan pentingnya konteks sosial dan jaringan dalam penyebaran teknologi. Juga sejalan dengan studi Aouad et al. (2010) tentang pentingnya kepemimpinan dan kerja sama lintas sektor dalam mempercepat inovasi konstruksi.

 

Relevansi dengan Tren Global

 

  • Smart Construction dan Digital Twin kini menjadi arus utama dalam pembangunan infrastruktur global.
  • Negara seperti Singapura dan Jepang lebih maju karena fokus pada kolaborasi triple helix (pemerintah-industri-akademisi).
  • Malaysia perlu memperkuat ekosistem inovasinya melalui insentif riset dan pembentukan pusat teknologi konstruksi.

 

Kesimpulan: Membangun Inovasi dari Dalam

 

Disertasi ini menyimpulkan bahwa tingkat inovasi perusahaan konstruksi berat di Malaysia tidak hanya ditentukan oleh ukuran atau lokasi perusahaan, tetapi lebih pada sejauh mana mereka mampu bersaing di lingkungan dinamis dan membangun kerja sama yang aktif dengan pihak luar. Inovasi bukanlah hasil dari kebetulan, tetapi buah dari strategi, kolaborasi, dan adaptasi.

 

Referensi

 

Ng, W. S. (2012). The Determinants of Firms’ Innovativeness on Construction Technology in Malaysian Heavy Construction Sector. Universiti Utara Malaysia.

Selengkapnya
Penentu Inovasi Teknologi Konstruksi di Malaysia: Studi Strategis pada Sektor Konstruksi Berat

Teknologi Bangunan

Mendorong Nilai Proyek Konstruksi Lewat Teknologi Baru: Resensi dan Analisis Paper David Saccardo

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 15 Mei 2025


Pendahuluan: Inovasi Teknologi Sebagai Katalis Konstruksi Modern

 

Selama lebih dari setengah abad, industri konstruksi mengalami stagnasi dalam produktivitas. Meskipun teknologi digital tumbuh pesat di sektor lain, konstruksi cenderung lambat beradaptasi. Laporan riset David Saccardo (2020), berjudul "The Impact of Emerging Technology on the Value of Construction Projects", mencoba mengubah pandangan ini dengan mengevaluasi bagaimana teknologi-teknologi baru—dari BIM, drone, hingga augmented reality—dapat menambah nilai nyata pada proyek konstruksi.

 

Penelitian ini penting karena bukan hanya menyajikan daftar teknologi, tetapi juga mencoba menjawab pertanyaan krusial: apakah adopsi teknologi baru benar-benar meningkatkan efisiensi, kualitas, dan nilai proyek?

 

Metodologi: Kombinasi Kajian Literatur dan Wawancara Ahli

 

Saccardo menggabungkan dua pendekatan utama:

  • Studi literatur terstruktur berdasarkan artikel jurnal Q1 dan Q2 selama lima tahun terakhir, dikategorikan berdasarkan fase proyek (inisiatif hingga serah terima) dan area pengetahuan PMBOK (seperti jadwal, biaya, kualitas, risiko).
  • Wawancara dengan 7 pakar internasional, dari berbagai latar belakang seperti BIM, virtual prototyping, mobile tech, drone, hingga robotics.

 

Temuan Utama: Teknologi dan Dampaknya terhadap Nilai Proyek

 

1. Building Information Modeling (BIM): Fondasi Inovasi

  • BIM disebut sebagai "source of truth"—sumber data terpusat dalam proyek.
  • Menjadi dasar bagi teknologi lain seperti virtual prototyping, AR/VR, dan robotics.
  • Mampu menghemat biaya besar: studi kasus menunjukkan penghematan USD 50 juta/hari pada proyek pertambangan.

 

Kritik: Biaya awal tinggi dan adopsi rendah pada proyek kecil.

 

2. Virtual Prototyping (VP): Simulasi untuk Kesiapan Eksekusi

  • Menawarkan gambaran rinci sebelum pembangunan dimulai.
  • Efektif dalam proyek kompleks untuk mengidentifikasi bahaya dan perencanaan logistik.

 

Tantangan: Kebutuhan biaya tinggi dan ketergantungan pada BIM.

 

3. Drone: Pengumpul Data Efisien

  • Berguna dalam pemetaan lokasi, pemantauan progres, dan inspeksi jembatan.
  • Mampu menggantikan survei manual dan meningkatkan keselamatan kerja.

 

Nilai Tambah: Digital twin dan penghitungan earthwork volume secara otomatis.

 

4. Mobile Technology (MT): Konektivitas Tim Real-Time

  • Memberikan akses langsung terhadap model proyek dan pelaporan.
  • Mendukung distribusi informasi secara instan di berbagai lokasi.

 

Catatan: Tantangan adopsi pada tenaga kerja senior yang belum terbiasa dengan perangkat seluler.

 

5. Augmented & Mixed Reality (AR/MR): Visualisasi untuk Pengambilan Keputusan

  • Menyediakan engagement model untuk simulasi keselamatan dan pemasaran.
  • Mendukung pelatihan karyawan dan inspeksi secara interaktif.

 

Catatan: Teknologi mahal dan masih butuh pengembangan untuk menyamai pengalaman nyata.

 

6. Robotics: Otomatisasi untuk Efisiensi dan Presisi

  • Robot mampu melakukan pekerjaan seperti bricklaying dan pengecatan fasad gedung.
  • Diperlukan digitalisasi penuh agar robot dapat membaca instruksi proyek.

 

Tantangan: Kurangnya studi cost-benefit dan adopsi masih minim.

 

7. Artificial Intelligence (AI): Analisis dan Prediksi Berbasis Data

  • AI dapat memperkirakan BoQ, mengoptimalkan jadwal, dan mendeteksi risiko kontraktual.
  • Meningkatkan akurasi perencanaan dan manajemen keuangan proyek.

 

Catatan: Masih bergantung pada kualitas data historis dan middleware untuk integrasi.

 

Diskusi: Apa yang Membuat Teknologi Memberikan Nilai Nyata?

 

Saccardo menyimpulkan bahwa nilai dari teknologi tidak hanya berasal dari fungsinya, tetapi dari interoperabilitas, kesiapan organisasi, dan konteks proyek.

 

Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah:

  • Skala Proyek: Teknologi lebih bernilai pada proyek besar dan kompleks.
  • Kesiapan Digital: Teknologi seperti robotics tidak bisa dijalankan tanpa BIM.
  • Biaya Implementasi: Banyak teknologi belum masuk dalam anggaran proyek konvensional.
  • Tahapan Proyek: Dampak teknologi berbeda pada tiap fase (perencanaan vs eksekusi).

 

Nilai Tambah dan Kaitan dengan Industri

 

Komparasi dengan Studi Lain:

Sejalan dengan studi McKinsey (2017) bahwa digitalisasi dapat meningkatkan produktivitas konstruksi hingga 15%.

Mirip dengan temuan dari KPMG (2020) tentang kebutuhan pengembangan kapabilitas digital di lapangan.

 

Implikasi Praktis:

Pemerintah dan pemilik proyek harus mempertimbangkan insentif untuk adopsi teknologi.

Kontraktor sebaiknya mengembangkan strategi digital jangka panjang.

Asosiasi industri dapat memainkan peran penting dalam literasi teknologi.

 

Kesimpulan: Menerjemahkan Potensi Teknologi Menjadi Nilai Proyek

 

Penelitian ini menyadarkan kita bahwa teknologi baru bukanlah sekadar "alat canggih" tetapi enabler nilai. Nilai tidak muncul secara otomatis, tetapi tergantung pada bagaimana teknologi tersebut diintegrasikan dengan strategi proyek, budaya organisasi, dan kesiapan SDM.

 

Adopsi ET (Emerging Technology) akan memberikan keunggulan kompetitif nyata jika dilakukan secara cermat dan terstruktur. Untuk masa depan, perlu riset lanjutan berbasis proyek nyata agar pengaruh waktu, biaya, dan kualitas dari masing-masing teknologi dapat diukur secara kuantitatif.

 

Referensi

 

Saccardo, D. (2020). The Impact of Emerging Technology on the Value of Construction Projects. Faculty of Society and Design, Bond University.

Selengkapnya
Mendorong Nilai Proyek Konstruksi Lewat Teknologi Baru: Resensi dan Analisis Paper David Saccardo

Konstruksi

Revolusi Digital di Industri Konstruksi: Evaluasi Penerapan Digital Tools di Malaysia dan China

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 15 Mei 2025


Pendahuluan: Digitalisasi sebagai Pendorong Produktivitas Konstruksi

 

Industri konstruksi global tengah menghadapi tekanan untuk bertransformasi. Produktivitas yang stagnan, efisiensi rendah, serta tingginya angka kecelakaan dan pemborosan menjadi pemicu utama munculnya solusi berbasis teknologi. Di tengah revolusi industri 4.0, adopsi digital tools (DTs) menjadi peluang strategis bagi sektor konstruksi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Paper berjudul "Digital Tools Adoption Towards Construction Industry Revolution" oleh Changsaar Chai dkk. (2022) membahas secara komprehensif tingkat adopsi, tantangan, dan masa depan digitalisasi di industri konstruksi Malaysia dan China.

 

Fokus Penelitian: Studi Empiris di Dua Negara Berkembang

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan survei kuantitatif dengan responden profesional konstruksi di Malaysia dan China. Dengan 61 respons valid (30,5% dari total), data dianalisis menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk mengidentifikasi faktor manfaat, tantangan, dan tren masa depan DTs. Hasilnya dibandingkan antar negara untuk menggambarkan kondisi aktual transformasi digital konstruksi di kedua negara.

 

Temuan Utama: Adopsi Digital Tools Masih Rendah

 

1. Tingkat Pengetahuan dan Preferensi Teknologi

  • Di Malaysia, BIM dikenal oleh 64% responden, sedangkan di China mencapai 78,8%.
  • Autodesk Revit, CAD, dan Cubicost cukup populer. Namun, teknologi seperti AR, VR, 3D printing, cloud, dan autonomous construction kurang dikenal (di bawah 20%).
  • CAD masih menjadi alat dominan, menandakan ketergantungan terhadap sistem 2D konvensional.

 

Analisis Tambahan: Ini menunjukkan bahwa meskipun BIM dan Revit sudah masuk dalam arus utama, teknologi lanjutan seperti AI, big data, dan IoT belum diadopsi secara luas karena minimnya pelatihan dan keterbatasan infrastruktur.

 

2. Manfaat Utama Digital Tools

  • Di Malaysia, manfaat utama adalah mengurangi biaya cetak (0.797), meningkatkan kualitas, dan komunikasi.
  • Di China, yang paling menonjol adalah peningkatan keselamatan kerja (0.930), penurunan biaya proyek, dan pengurangan variasi order.

 

Konteks Nyata: Tingginya angka kecelakaan di sektor konstruksi China (1,99 kematian/hari) menjadikan teknologi sebagai alat mitigasi risiko yang penting.

 

3. Tantangan Penerapan DTs

  • Di Malaysia, tantangan utama adalah kurangnya eksistensi teknologi dalam praktik (0.793), disusul resistensi perubahan.
  • Di China, tantangan terbesar adalah mahalnya upgrade sistem IT (0.911), dan ketidakmampuan perangkat keras lama menjalankan software baru.

 

Catatan Industri: Hambatan ini menunjukkan pentingnya penyusunan roadmap investasi digital dan pelatihan lintas generasi agar tidak terjadi "digital divide" antar pekerja.

 

4. Tren Masa Depan DTs

  • Malaysia fokus pada peningkatan keselamatan (0.800) dan presentasi klien.
  • China lebih menekankan pada pengambilan keputusan (0.944), peluang pasar global, dan kualitas proyek.

 

Diskusi Kritis: Apa yang Bisa Dipelajari?

 

Pelajaran dari Malaysia:

  • Dominasi tenaga kerja asing (46,63% sektor konstruksi) memengaruhi struktur adopsi teknologi.
  • Keselamatan menjadi perhatian utama, tetapi adopsi teknologi masih terganjal karena pengambil keputusan (pemilik proyek) tidak memberi prioritas pada DTs.

 

Pelajaran dari China:

  • Adopsi BIM dan Cubicost lebih tinggi karena didorong regulasi dan skala proyek besar.
  • Fokus pada penghematan biaya dan keselamatan mencerminkan respon terhadap realita proyek berskala nasional.

 

Perbandingan dengan Negara Maju:

 

Negara seperti Singapura dan Inggris sudah lebih maju dalam integrasi teknologi, karena regulasi yang mewajibkan BIM dan insentif fiskal untuk adopsi digital.

 

Implikasi Praktis: Apa yang Harus Dilakukan?

 

  • Pemerintah: Perlu mendorong adopsi teknologi lewat insentif fiskal, pelatihan bersertifikasi, dan kebijakan yang mewajibkan BIM pada proyek tertentu.
  • Perusahaan Konstruksi: Harus menyusun strategi digitalisasi berbasis kebutuhan proyek dan kapasitas SDM.
  • Akademisi dan Lembaga Riset: Perlu mendesain kurikulum teknik sipil dan arsitektur yang mengintegrasikan penggunaan DTs sejak dini.
  • Manajer Proyek: Harus mampu mengkomunikasikan nilai bisnis dari teknologi kepada pemilik proyek.

 

Kritik terhadap Studi

 

  • Ukuran Sampel Terbatas: Hanya 61 responden, mayoritas dengan pengalaman <5 tahun, membuat generalisasi terbatas.
  • Kurangnya Studi Longitudinal: Dampak jangka panjang adopsi DTs belum tergambar.
  • Variabel Budaya Organisasi belum dianalisis secara menyeluruh, padahal ini faktor kunci dalam perubahan teknologi.

 

Kesimpulan: Menuju Konstruksi Digital yang Inklusif dan Terstruktur

 

Studi ini menegaskan bahwa manfaat adopsi digital tools sangat besar, terutama dalam aspek biaya, keselamatan, dan kualitas proyek. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tingkat adopsi masih tertinggal akibat tantangan teknis, budaya, dan struktural.

 

Malaysia dan China punya fondasi digital yang kuat, namun perlu langkah strategis agar bisa mengejar negara-negara "Stand Out" dalam indeks evolusi digital. Dengan mendorong adopsi teknologi berbasis kebutuhan nyata dan dukungan sistemik dari semua pemangku kepentingan, transformasi digital di sektor konstruksi bukan hanya mungkin, tapi juga mendesak.

 

 

Referensi

 

Chai, C. S., Chan, S., Xiong, L. Y., Lim, B. C., & Shan, J. (2022). Digital Tools Adoption Towards Construction Industry Revolution. Journal of Engineering Science and Technology, Special Issue on STAAUH, November (2022), 231–243. 

Selengkapnya
Revolusi Digital di Industri Konstruksi: Evaluasi Penerapan Digital Tools di Malaysia dan China
page 1 of 961 Next Last »