Pengambilan keputusan dalam rekrutmen sering melibatkan lebih dari satu orang: perekrut, hiring manager, atasan langsung, hingga rekan kerja yang akan bekerja dengan kandidat. Teorinya, semakin banyak perspektif seharusnya menghasilkan keputusan yang lebih baik. Namun kenyataannya tidak selalu demikian.
Grup sering terjebak dalam dinamika yang membuat keputusan justru semakin bias: hirarki terlalu dominan, anggota enggan berdebat, dan keinginan menjaga harmoni membuat kelompok jatuh ke jebakan groupthink.
Bab ini menjelaskan bagaimana kelompok dapat mengambil keputusan rekrutmen yang lebih akurat, lebih objektif, dan lebih adil melalui tujuh strategi sederhana yang berasal dari riset perilaku dan ilmu keputusan.
1. Jaga Ukuran Kelompok Tetap Kecil untuk Keputusan Penting
Banyak organisasi melibatkan terlalu banyak orang dalam proses seleksi. Namun penelitian menunjukkan bahwa kelompok dengan tujuh orang atau lebih lebih rentan pada confirmation bias.
Semakin besar kelompok, semakin besar kecenderungan anggotanya hanya mencari informasi yang memperkuat keyakinan awal mereka.
Ukuran ideal adalah 3 hingga 5 orang. Kelompok kecil tetap memberikan beragam perspektif, tetapi mengurangi risiko bias kelompok yang berlebihan dan dinamika sosial yang sulit dikendalikan.
2. Pilih Kelompok yang Beragam—Tetapi Sesuaikan dengan Konteks
Keragaman pendapat membantu mematahkan bias dan memperkaya perspektif. Tim heterogen dapat:
-
mendorong munculnya sudut pandang alternatif,
-
menantang asumsi lama,
-
dan membantu melihat risiko secara lebih lengkap.
Namun konteks tetap penting.
Untuk tugas kompleks seperti desain proses atau riset masalah, tim beragam jauh lebih efektif.
Untuk tugas yang sangat terstruktur dan membutuhkan ketepatan prosedur, tim homogen bisa lebih efisien.
Pemimpin harus memahami jenis keputusan yang ingin dibuat sebelum menentukan komposisi kelompok.
3. Tunjuk “Strategic Dissenter” untuk Menghindari Groupthink
Salah satu cara paling efektif menghindari keputusan buruk adalah menghadirkan satu orang yang diberi mandat resmi untuk menantang keputusan kelompok.
Strategic dissenter atau “devil’s advocate” berperan untuk:
-
mengkritisi asumsi,
-
menantang kesimpulan,
-
dan memastikan keputusan tidak diambil hanya untuk menjaga kenyamanan sosial.
Pada kelompok besar (≥7 orang), dua dissenter disarankan agar mereka tidak terisolasi atau dianggap pengganggu.
4. Kumpulkan Pendapat Secara Independen dan Anonim
Diskusi kelompok sering kali didominasi oleh yang paling vokal atau paling senior. Untuk mendapatkan masukan yang benar-benar objektif, pendapat harus dikumpulkan sebelum diskusi terbuka.
Metodenya bisa berupa:
-
dokumentasi opini secara anonim,
-
penilaian ide tanpa mengetahui siapa pengusulnya,
-
proses iteratif di mana anggota mengajukan dan menilai ide secara terpisah.
Pendekatan ini mencegah opini senior atau pakar menguasai ruangan, serta memastikan kontribusi setiap anggota benar-benar dihargai.
5. Ciptakan Ruang Aman untuk Mengemukakan Perbedaan Pendapat
Agar diskusi produktif, anggota tim harus merasa aman menyampaikan pandangan berbeda tanpa takut disalahkan.
Cara menciptakan ruang aman antara lain:
-
fokuskan kritik pada ide, bukan orang;
-
sampaikan gagasan sebagai saran, bukan perintah;
-
gunakan bahasa yang menekankan empati dan tujuan bersama.
Ketika orang merasa didengar, mereka lebih berani mengemukakan data, pengalaman, dan analisis yang dapat memperbaiki kualitas keputusan.
6. Jangan Terlalu Bergantung pada “Ahli”
Mengundang pakar bisa memberikan informasi berharga, tetapi riset menunjukkan bahwa kehadiran ahli sering membuat kelompok terlalu mengikuti pendapatnya. Ini bisa menghasilkan:
-
keputusan yang lebih bias,
-
analisis yang kurang mendalam,
-
dan asumsi yang tidak diuji kembali.
Karena itu, posisi ahli sebaiknya sebagai pemberi input, bukan pengambil keputusan. Berikan peran mereka secara jelas: konsultan luar yang tidak memengaruhi dinamika internal kelompok.
7. Bagikan Tanggung Jawab Secara Kolektif
Sering kali, satu orang—biasanya manajer—memegang terlalu banyak peran: menyusun kelompok, mengatur rapat, dan menyampaikan keputusan.
Struktur seperti ini menaikkan risiko bias individual memengaruhi hasil akhir.
Lebih baik membagi peran:
-
siapa yang mengumpulkan data,
-
siapa yang memoderasi diskusi,
-
siapa yang mengevaluasi,
-
siapa yang menyampaikan hasil.
Seluruh anggota juga sebaiknya menandatangani komitmen tanggung jawab kolektif untuk mengurangi konflik kepentingan dan memperkuat kualitas keputusan.
Penutup: Proses yang Baik Meningkatkan Peluang Memilih Talenta Terbaik
Tidak ada strategi yang menjamin keputusan perekrutan yang sempurna. Namun dengan proses yang lebih objektif—kelompok kecil, keragaman tertentu, dissent terstruktur, opini independen, ruang aman, peran ahli yang terukur, serta tanggung jawab bersama—risiko kesalahan dapat berkurang signifikan.
Pada akhirnya, rekrutmen yang baik bukan hanya tentang siapa yang dipilih, tetapi bagaimana keputusan itu dibuat. Proses yang tepat menciptakan hasil yang lebih adil, lebih berkualitas, dan lebih selaras dengan kebutuhan organisasi.
Daftar Pustaka
HBR Guide to Better Recruiting and Hiring – Chapter 20.