Pengantar: Mengapa Triple Constraint Krusial dalam Proyek Konstruksi?
Dalam manajemen proyek, keberhasilan selalu dikaitkan dengan tercapainya tiga elemen utama yang dikenal sebagai triple constraint: waktu, biaya, dan mutu. Ketiga faktor ini membentuk fondasi yang saling terhubung, di mana perubahan satu variabel akan berdampak pada dua lainnya. Dalam konteks pandemi Covid-19, tekanan terhadap triple constraint semakin kompleks, terutama di pusat aktivitas konstruksi seperti Jakarta. Studi oleh Monika Natalia dkk. (2021) memberikan gambaran komprehensif terhadap berbagai faktor penyebab kendala dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Jakarta selama pandemi.
Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Terstruktur, dan Representatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 38 responden dari lima proyek konstruksi aktif di Jakarta. Responden terdiri dari manajer proyek, engineer, safety officer, hingga tim K3. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan SPSS v.22 melalui uji validitas, reliabilitas, korelasi Pearson, dan regresi linier berganda untuk mengidentifikasi faktor paling dominan yang mengganggu pelaksanaan proyek.
Hasil Utama: Tiga Faktor Paling Mempengaruhi Triple Constraint
Dari belasan faktor yang dianalisis, tiga sub-faktor ditemukan memiliki pengaruh signifikan terhadap pelaksanaan proyek selama pandemi, yaitu:
1. Kualitas Bahan yang Kurang Baik (X2.3)
Koefisien regresi: 0,302
T hitung: 2,641 (signifikan karena > t tabel)
Implikasi: Mutu material menjadi krusial. Saat pandemi, banyak kontraktor mengalami kesulitan impor bahan, atau harus menggunakan alternatif berkualitas rendah. Ini memicu rework dan keterlambatan.
2. Penerapan Teknologi Baru yang Belum Dikuasai (X8.2)
Koefisien regresi: 0,268
T hitung: 2,962
Analisis: Transisi ke metode konstruksi modern seperti BIM, prefabrikasi, atau teknologi jarak jauh memang terpaksa dilakukan. Namun, minimnya pelatihan dan kesiapan menyebabkan proyek berjalan lambat.
3. Kesulitan Melihat Laporan Laba Rugi per Proyek (X9.4)
Koefisien regresi: 0,194
T hitung: 3,324
Konsekuensi: Manajemen keuangan yang tidak transparan dan lambat memicu keterlambatan pengambilan keputusan, penundaan pembayaran vendor, hingga stagnasi proyek.
Konteks Nyata: Studi Kasus Proyek Rusun PIK Jakarta Timur
Salah satu proyek yang ditinjau adalah pembangunan Rusun PIK di Jakarta Timur. Proyek ini mengalami keterlambatan akibat pembatasan pekerja, sulitnya distribusi material, serta ketidakmampuan mengadaptasi teknologi kerja jarak jauh. Tim manajemen kesulitan mengevaluasi progres karena absennya sistem digital yang solid.
Korelasi Faktor Tambahan: Kompleksitas Tidak Hanya dari Tiga Sub-Faktor
Meskipun hanya tiga faktor yang signifikan secara statistik, analisis korelasi Pearson menunjukkan hubungan kuat pada beberapa sub-faktor lain:
- Komunikasi antara wakil owner dan kontraktor (X7.2): r = 0,607 (kuat)
- Proses evaluasi kemajuan pekerjaan yang lambat (X6.6): r = 0,648
- Konflik antara kontraktor dan konsultan (X4.8): r = 0,635
Ketiga faktor ini tidak signifikan dalam regresi, namun tetap berpengaruh dalam dinamika proyek, khususnya dalam koordinasi harian dan pengambilan keputusan.
Interpretasi Tambahan: Mengapa Ini Terjadi?
Pandemi memaksa proyek bekerja dalam keterbatasan:
- WFH dan pembatasan mobilitas membuat inspeksi lapangan terbatas.
- Pasokan bahan terganggu karena lockdown dan pembatasan impor.
- Adopsi teknologi dilakukan terburu-buru tanpa pelatihan memadai.
- Manajemen keuangan proyek lemah karena tekanan arus kas dan pelaporan yang manual.
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Penelitian ini senada dengan studi Dartok (2021) di Batam yang menunjukkan bahwa 50,16% keterlambatan proyek berasal dari masalah material, dan 26% dari PHK pekerja. Ini menunjukkan pola yang konsisten secara nasional: pasokan dan sumber daya manusia menjadi titik lemah utama saat pandemi.
Rekomendasi Praktis: Apa yang Bisa Dilakukan?
Berdasarkan temuan ini, beberapa strategi bisa diterapkan untuk mencegah kendala berulang:
- Digitalisasi Sistem Manajemen Keuangan: Gunakan software ERP atau project cost management tools.
- Peningkatan Kapasitas SDM: Pelatihan teknologi baru sebelum implementasi proyek.
- Audit Mutu Material Secara Berkala: Lakukan pengecekan menyeluruh sebelum material digunakan.
Peningkatan Transparansi Laporan: Setiap proyek harus memiliki sistem laporan laba rugi mingguan yang dapat diakses stakeholder.
- Kolaborasi Lebih Baik antara Tim Proyek: Sering kali kendala muncul karena miskomunikasi antara konsultan, kontraktor, dan pemilik proyek. Komunikasi terstruktur dan sistem feedback digital dapat meminimalkan konflik.
- Penjadwalan Ulang Proyek dengan Fleksibilitas: Fleksibilitas dalam penjadwalan ulang proyek selama kondisi force majeure seperti pandemi harus diadopsi sebagai protokol standar.
- Manajemen Risiko yang Adaptif: Memasukkan skenario pandemi dan gangguan rantai pasok sebagai parameter risiko baru dalam dokumen awal proyek.
Kesimpulan: Triple Constraint Butuh Penanganan Holistik
Kunci dari keberhasilan proyek bukan sekadar menyelesaikan bangunan tepat waktu atau dalam anggaran, tetapi menjaga keseimbangan antara mutu, waktu, dan biaya. Pandemi menantang semua itu secara bersamaan. Studi Monika Natalia dkk. membuktikan bahwa kelemahan dalam mutu material, ketidaksiapan teknologi, dan buruknya sistem keuangan internal menjadi pemicu utama kegagalan proyek konstruksi di Jakarta. Tanpa perbaikan sistemik, triple constraint akan selalu menjadi sumber masalah dalam kondisi krisis.
Dalam kerangka ke depan, industri konstruksi Indonesia harus belajar dari pandemi dengan memperkuat teknologi, sumber daya manusia, serta keuangan proyek. Tidak cukup hanya bertahan, proyek-proyek masa depan harus tangguh menghadapi krisis. Transformasi digital, budaya belajar yang cepat, dan kolaborasi lintas fungsi bukan lagi pilihan—melainkan kebutuhan.
Sumber:
Natalia, M., Riswandi, R., Oktaviani, D., & Putri, M. H. (2021). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kendala Triple Constraint Proyek Konstruksi di Kota Jakarta Akibat Pandemi Covid-19. Siklus: Jurnal Teknik Sipil, 7(2), 160–174. https://doi.org/10.31849/siklus.v7i2.7397