Pembangunan ekonomi global selama dua abad terakhir telah memberikan kemajuan luar biasa bagi kesejahteraan manusia. Namun, model ekonomi linear — yang bertumpu pada pola “ambil, pakai, buang” — telah menciptakan tekanan luar biasa terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Pertumbuhan populasi dunia mempercepat eksploitasi bahan mentah, sementara peningkatan produksi dan konsumsi telah mendorong munculnya tiga krisis planet utama (triple planetary crises): perubahan iklim, polusi, dan kehilangan keanekaragaman hayati.
Indonesia tidak luput dari persoalan ini. Konsumsi material domestik meningkat 36% dalam satu dekade terakhir, dan timbulan sampah nasional diproyeksikan mencapai 82 juta ton per tahun pada 2045. Sejumlah daerah bahkan telah menghadapi overcapacity tempat pembuangan akhir (TPA), menandakan urgensi untuk meninjau ulang paradigma pembangunan yang selama ini dominan.
Dalam konteks inilah, transisi menuju ekonomi sirkular menjadi kebutuhan strategis — bukan hanya untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, tetapi juga sebagai fondasi baru bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan, efisien, dan berdaya saing global.
Mengapa Ekonomi Sirkular Penting
Ekonomi sirkular menawarkan pendekatan ekonomi yang bersifat regeneratif dan berorientasi jangka panjang. Alih-alih berfokus pada produksi massal dan konsumsi cepat, model ini menekankan efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, serta pemanfaatan ulang material melalui prinsip 9R: Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, Recycle, dan Recover.
Dengan mengadopsi model sirkular, Indonesia dapat memutus hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam. Hal ini tidak hanya relevan secara lingkungan, tetapi juga ekonomi: menurut proyeksi Bappenas dan UNDP, penerapan ekonomi sirkular di lima sektor prioritas (pangan, kemasan plastik, elektronik, konstruksi, dan tekstil) berpotensi meningkatkan PDB hingga Rp 638 triliun dan menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru pada 2030.
Selain itu, ekonomi sirkular dapat menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 126 juta ton CO₂, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam mencapai target Net Zero Emissions 2060.
Belajar dari Dunia: Praktik Baik dan Inspirasi Global
Negara-negara maju telah menjadikan ekonomi sirkular sebagai strategi pembangunan nasional. Denmark, misalnya, menjalankan Action Plan for Circular Economy dengan fokus pada biomassa, plastik, dan konstruksi berkelanjutan, sementara Thailand mengadopsi model Bio-Circular-Green (BCG) Economy yang memadukan inovasi teknologi dengan potensi keanekaragaman hayati dan budaya lokal.
Pelajaran penting dari berbagai negara ini adalah bahwa transisi sirkular menuntut sinergi lintas sektor dan kebijakan — mulai dari desain produk, pengelolaan limbah, hingga pengadaan publik yang berkelanjutan. Indonesia kini mulai menempuh jalur yang sama melalui kebijakan lintas kementerian dan lembaga, yang diintegrasikan ke dalam RPJPN 2025–2045 dan RPJMN 2025–2029.
Konteks Nasional: Ekonomi Sirkular sebagai Strategi Pembangunan Indonesia
Dalam RPJPN 2025–2045, ekonomi sirkular menjadi bagian dari Agenda Pembangunan Transformasi Ekonomi, terutama dalam upaya mewujudkan ekonomi hijau dan berketahanan iklim. Implementasi kebijakan ini difokuskan pada empat pilar utama:
-
Efisiensi sumber daya untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan mentah;
-
Pengembangan produk ramah lingkungan yang dirancang tahan lama dan mudah diperbaiki;
-
Perpanjangan masa pakai material melalui mekanisme reuse dan remanufacture;
-
Penguatan ekosistem daur ulang nasional.
Selain itu, pendekatan ini juga diintegrasikan dalam Program Prioritas Penerapan Ekonomi Sirkular di Sumber Sampah Rumah Tangga, guna mendorong masyarakat berpartisipasi langsung dalam pengurangan dan pemilahan sampah sejak dari hulu.
Peran Industri dan UMKM sebagai Motor Transisi
Ekonomi sirkular tidak dapat dijalankan tanpa keterlibatan dunia usaha. Industri, start-up, dan UMKM memainkan peran penting sebagai pionir inovasi model bisnis sirkular — dari daur ulang plastik, pengolahan limbah pertanian menjadi bahan baku baru, hingga desain produk modular yang dapat digunakan kembali.
Studi The Future is Circular (Bappenas, UNDP, 2022) mencatat 36 inisiatif ekonomi sirkular yang telah berjalan di Indonesia.
Hasilnya signifikan: penghematan biaya operasional hingga Rp 431,9 miliar, penciptaan 14.270 pekerjaan hijau, serta pengurangan limbah sebesar 827.000 ton. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa ekonomi sirkular bukan konsep teoritis, melainkan strategi nyata yang memberikan manfaat ekonomi sekaligus lingkungan.
Arah ke Depan: Menyusun Ekosistem Sirkular Nasional
Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular Indonesia (2025–2045) menetapkan arah kebijakan jangka panjang untuk memperkuat tata kelola, pendanaan, dan pemantauan implementasi. Kebijakan ini disusun secara terintegrasi lintas kementerian, melibatkan Bappenas, KLHK, Kemenperin, Kemenkeu, dan lembaga lain, dengan dukungan UNDP dan Pemerintah Kerajaan Denmark.
Selain penguatan kebijakan nasional, strategi ke depan mencakup:
-
pembentukan circular innovation hubs di sektor prioritas;
-
penerapan insentif fiskal dan non-fiskal bagi industri sirkular;
-
pengembangan green financing dan taksonomi hijau; serta
-
sistem pemantauan kinerja berbasis data untuk mengukur kemajuan sirkularitas nasional.
Dengan fondasi ini, ekonomi sirkular diharapkan menjadi arus utama pembangunan Indonesia, memperkuat daya saing sekaligus menjaga keberlanjutan sumber daya alam.
Penutup
Ekonomi sirkular bukan sekadar strategi lingkungan, tetapi model ekonomi masa depan yang memadukan efisiensi, inovasi, dan keberlanjutan. Melalui Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular 2025–2045, Indonesia menegaskan komitmennya untuk meninggalkan paradigma lama yang boros sumber daya dan beralih menuju sistem yang regeneratif dan inklusif.
Transisi ini menuntut perubahan cara berpikir seluruh pemangku kepentingan — dari pemerintah hingga individu — bahwa pertumbuhan sejati bukanlah tentang seberapa banyak yang diproduksi dan dikonsumsi, melainkan seberapa bijak dan berkelanjutan kita memanfaatkannya.
Daftar Pustaka
Bappenas. (2024). Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia 2025–2045. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.
Bappenas & UNDP. (2022). The Future is Circular: Circular Economy Opportunities in Indonesia. Jakarta: United Nations Development Programme Indonesia.
Ellen MacArthur Foundation. (2019). Completing the Picture: How the Circular Economy Tackles Climate Change. Cowes: Ellen MacArthur Foundation.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2023). Global Material Resources Outlook to 2060: Economic Drivers and Environmental Consequences. Paris: OECD Publishing.
United Nations Environment Programme (UNEP). (2021). Global Environment Outlook: Circularity and Sustainable Consumption Patterns. Nairobi: UNEP.
World Bank. (2023). Greening Growth: Circular Economy Pathways for Emerging Economies. Washington, DC: World Bank Group.