Transformasi Metode Pengadaan Proyek Konstruksi: Menjawab Tantangan Industri Abad ke-21

Dipublikasikan oleh Anisa

28 Mei 2025, 08.55

Unplash.com

Pendahuluan: Mengapa Metode Pengadaan Proyek Begitu Krusial?

Dalam industri kontruksi modern, keberhasilan sebuah proyek tak hanya bergantung pada kualitas desain atau kecanggihan teknologi, tetapi juga pada pilihan metode pengadaan proyek atau project delivery method (PDM). Keputusan ini berdampak langsung terhadap biaya, waktu, risiko, dan kualitas output proyek. Sayangnya, meski industri konstruksi telah melesat maju dalam hal digitalisasi dan keberlanjutan, perkembangan metode pengadaannya cenderung tertinggal.

Paper karya Ahmed dan El-Sayegh (2021) yang diterbitkan dalam Buildings memetakan evolusi PDM selama lebih dari satu abad, sekaligus mengidentifikasi keterbatasan dalam menyelaraskan manajemen proyek dengan realitas industri konstruksi masa kini. Artikel ini akan mengulas temuan utama paper tersebut, serta memberikan nilai tambah melalui analisis tambahan, studi kasus, dan perspektif kontekstual yang lebih luas.

Evolusi Metode Pengadaan Proyek: Dari PDM 1.0 ke PDM 4.0

PDM 1.0 – Era Master Builder

Sebelum pertengahan abad ke-19, proyek konstruksi biasanya dijalankan oleh satu pihak tunggal: master builder. Model ini sederhana, minim spesialisasi, dan cocok untuk proyek-proyek kecil berskala lokal. Namun, seiring tumbuhnya kompleksitas desain dan teknologi, kebutuhan akan spesialisasi meningkat, melahirkan PDM generasi berikutnya.

PDM 2.0 – Dominasi Design-Bid-Build (DBB)

Metode tradisional DBB mulai dominan sejak 1850-an. Model ini memisahkan kontrak desain dan konstruksi. Meski memberikan kejelasan peran, model ini rawan konflik karena fragmentasi tanggung jawab. Studi menunjukkan bahwa proyek dengan metode DBB cenderung mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya.

PDM 3.0 – Munculnya Alternatif: DB, CM, dan CMR

Untuk menjawab kelemahan DBB, industri memperkenalkan metode alternatif seperti Design-Build (DB), Construction Management (CM), dan Construction Management at Risk (CMR). DB menyatukan desain dan konstruksi dalam satu kontrak, memungkinkan fast-tracking. CMR menawarkan jaminan biaya maksimum dan mengurangi perubahan pesanan.

Namun, tantangan tetap muncul: masih ada fragmentasi, keterbatasan integrasi data, dan kebutuhan tinggi akan keterlibatan pemilik.

PDM 4.0 – Menuju Kolaborasi dan Integrasi Digital

PDM 4.0 lahir dari kebutuhan untuk menyatukan semua pemangku kepentingan sejak awal dengan semangat kolaboratif. Metode seperti Integrated Project Delivery (IPD), alliancing, lean construction, dan partnering menekankan pada kerja sama, kepercayaan, serta berbagi risiko dan hasil.

PDM 4.0 memiliki karakteristik:

  • Terintegrasi secara digital

  • Berfokus pada keberlanjutan

  • Berpusat pada manusia

  • Mendukung produksi massal modular
     

Transformasi ini tidak terlepas dari dorongan teknologi seperti BIM, IoT, 3D printing, hingga kecerdasan buatan.

Studi Kasus: Integrated Project Delivery di Sektor Kesehatan

Di Amerika Serikat, proyek rumah sakit St. Joseph’s di California menggunakan IPD untuk membangun fasilitas senilai USD 320 juta. Melalui keterlibatan awal semua pemangku kepentingan, penggunaan BIM, dan kontrak multipihak, proyek ini selesai lebih cepat 15% dari estimasi awal dan menghemat sekitar USD 20 juta. Ini membuktikan bahwa PDM 4.0 bukan sekadar teori, tetapi dapat memberikan dampak nyata di lapangan.

Evolusi Kriteria Pemilihan PDM: Dari Biaya ke Keberlanjutan

Selection Criteria 1.0 hingga 4.0

  • 1.0: Berdasarkan intuisi, tanpa kriteria formal.

  • 2.0: Fokus pada biaya dan efisiensi transaksi.

  • 3.0: Mulai memasukkan kualitas, kompleksitas proyek, dan kemampuan kontraktor.

  • 4.0: Menyertakan aspek keberlanjutan, teknologi mutakhir, dan kesejahteraan tenaga kerja.
     

Data literatur menunjukkan bahwa risiko (14 kutipan), kualitas (12), dan pertumbuhan jadwal (12) menjadi faktor dominan. Namun, kriteria seperti inovasi teknologi (5) dan keberlanjutan (7) masih kurang dieksplorasi, meski relevansinya meningkat seiring tren global.

Tantangan: Ketidakseimbangan Antara Teori dan Praktik

Meski keberlanjutan dan teknologi semakin diakui sebagai kriteria penting, masih banyak pemilik proyek yang belum mengintegrasikannya dalam pemilihan metode. Di sisi lain, regulasi belum cukup mendorong penyelarasan kriteria dengan perubahan zaman.

Seleksi Metode PDM: Dari Intuisi ke Kecerdasan Buatan

Metode Tradisional dan Evolusinya

  • 1.0: Intuisi, pengalaman pribadi.

  • 2.0: Weighted sum & scoring.

  • 3.0: AHP, ANP, MAUT.

  • 4.0: Artificial Neural Network (ANN), fuzzy logic, Monte Carlo simulation.
     

Namun, banyak metode ini belum mampu menangani kompleksitas proyek modern seperti integrasi multiproyek, analisis skenario waktu-biaya, dan perhitungan dampak lingkungan.

Solusi Masa Depan: Smart Decision Support System

Penulis paper menyarankan pengembangan model berbasis AI yang mampu menyaring PDM optimal secara real-time berdasarkan karakteristik proyek, preferensi pemilik, dan kriteria 4.0. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah Markov Decision Process (MDP), yang telah berhasil diterapkan di beberapa proyek manajemen konstruksi di Afrika.

Kritik dan Rekomendasi Tambahan

Kekuatan Paper

  • Kajian sistematis yang komprehensif.

  • Pemodelan evolusi dalam empat fase yang jelas.

  • Menyediakan kerangka hubungan antara PDM, kriteria, dan metode seleksi.
     

Ruang untuk Peningkatan

  • Perlu studi empiris lebih lanjut yang membandingkan efektivitas PDM 4.0 vs 3.0 secara kuantitatif.

  • Masih minim integrasi antara inovasi digital dan keberlanjutan sebagai satu kesatuan utuh.

  • Belum banyak studi yang mengeksplorasi konteks negara berkembang seperti Indonesia atau Nigeria, di mana tantangan infrastruktur dan sumber daya sangat berbeda.
     

Implikasi Praktis untuk Industri Konstruksi

  1. Regulator: Perlu mendorong penggunaan kriteria pemilihan berbasis keberlanjutan dan teknologi melalui kebijakan dan insentif.

  2. Pemilik Proyek: Disarankan untuk mulai beralih dari pendekatan tradisional ke IPD atau lean delivery, terutama untuk proyek kompleks.

  3. Konsultan & Kontraktor: Harus meningkatkan kompetensi dalam teknologi digital dan prinsip keberlanjutan agar relevan dengan metode PDM 4.0.

  4. Akademisi: Perlu menjembatani kesenjangan antara evolusi teoritis dengan praktik lapangan melalui kolaborasi riset terapan.
     

Kesimpulan: Membangun Masa Depan Industri Konstruksi dengan PDM 4.0

Industri konstruksi sedang berada di persimpangan penting. Transformasi digital dan tekanan keberlanjutan menuntut pendekatan manajemen proyek yang lebih adaptif. PDM 4.0, dengan seleksi berbasis AI dan kriteria yang relevan dengan zaman, bukan hanya sebuah opsi, melainkan kebutuhan mendesak.

Paper Ahmed dan El-Sayegh tidak hanya menyajikan kritik evolusi PDM, tetapi juga membangun fondasi penting untuk masa depan manajemen konstruksi yang lebih cerdas, kolaboratif, dan berkelanjutan.

Sumber

Ahmed, S., & El-Sayegh, S. (2021). Critical Review of the Evolution of Project Delivery Methods in the Construction Industry. Buildings, 11(1), 11. https://doi.org/10.3390/buildings11010011