Transformasi Digital dalam Konstruksi Gedung Tinggi: Solusi Masa Depan atau Tantangan Baru?

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

30 April 2025, 12.03

Freepik.com

Pendahuluan: Era Baru Digitalisasi Konstruksi

 

Konstruksi bangunan tinggi (high-rise building) telah lama menjadi tolok ukur kemajuan infrastruktur suatu wilayah. Namun, kompleksitas proyek—baik dari segi desain, keselamatan, maupun efisiensi—membutuhkan pendekatan yang lebih adaptif terhadap teknologi. Dalam artikel Digitalisasi Metode Konstruksi pada Proyek High-Rise Building, Daniel Maranatha Silitonga dan kolega memaparkan hasil kajian literatur sistematis mengenai peran transformasi digital terhadap kinerja proyek jenis ini.

 

Artikel ini menjadi penting karena menjawab kebutuhan industri terhadap metode kerja yang lebih efisien dan aman dengan pendekatan teknologi seperti BIM, AI, IoT, hingga sistem robotik dan otomasi penuh. Dengan 48 literatur terpilih yang diulas secara mendalam, penulis menyajikan lanskap digitalisasi konstruksi terkini dan tantangan aktual yang menyertainya.

 

 

Kompleksitas Proyek Gedung Tinggi: Kenapa Perlu Digitalisasi?

 

Bangunan tinggi menghadapi risiko kerja tinggi seperti jatuh dari ketinggian dan beban berat, serta tekanan efisiensi yang konstan. Ditambah, banyak proyek dihadapkan pada:

  • Biaya konstruksi yang membengkak
  • Produktivitas tenaga kerja yang menurun
  • Minimnya inovasi dalam metode kerja
  • Tantangan keberlanjutan proyek

Dalam konteks inilah teknologi digital hadir sebagai solusi: bukan hanya mempermudah pekerjaan, tapi juga memperbaiki sistem secara menyeluruh.

 

 

Pilar Digitalisasi Konstruksi: Dari BIM hingga Exoskeleton

 

Penulis mengklasifikasikan teknologi digital dalam tiga kelompok besar:

 

1. Konstruksi 4.0

Meliputi penggunaan:

  • BIM (Building Information Modeling)

BIM 4D hingga 7D mampu memetakan jadwal, biaya, energi, hingga pengelolaan fasilitas proyek.

Studi kasus: Proyek 49 lantai di College Road, London menggunakan BIM 4D (SynchroPro) untuk memastikan sinkronisasi modular.

Di Malaysia, proyek Central Park Johor Bahru memakai BIM 5D (Cubicost) untuk transparansi anggaran.

 

  • IoT (Internet of Things)

IoT dikombinasikan dengan RFID dan GPS untuk pelacakan material, kontrol mesin, dan keamanan lokasi kerja.

Contoh: Proyek prefabrikasi rusun di Hong Kong menggunakan RFID untuk efisiensi logistik dan pelacakan.

 

  • AI (Artificial Intelligence)

AI digunakan dalam pengenalan gambar, pemetaan, hingga chatbot untuk pengelolaan dokumen. AI juga mendukung decision-making berbasis data lapangan.

 

  • Cloud Computing

Cloud digunakan untuk kolaborasi real-time antar tim melalui sistem BIM 360 dan Trimble Connect.

 

  • Generative Design (GD)

GD memungkinkan komputer menghasilkan berbagai solusi desain berdasarkan parameter proyek.

 

  • AR/VR

Teknologi ini menyederhanakan komunikasi visual dan meningkatkan pemahaman desain tanpa prototipe fisik.

 

  • LiDAR

Digunakan untuk pemetaan presisi tinggi melalui point cloud di tahap awal konstruksi maupun renovasi.

 

 

2. Robot Konstruksi dan Sistem Otomatis

 

  • Drone UAV

Berfungsi sebagai alat survei, monitoring progres proyek, dan pengawasan keselamatan kerja.Studi kasus: Proyek mengurangi kelelahan pekerja fisik, meningkatkan keselamatan, dan memperpanjang masa kerja tenaga senior.

Studi kasus di Chile memanfaatkan drone untuk monitoring lapangan dan mengurangi waktu kunjungan lapangan.

 

  • Exoskeleton

Studi kasus: Di Hong Kong, exoskeleton diterapkan untuk mengatasi krisis tenaga kerja dan menjaga produktivitas di area padat.

 

3. Metode Konstruksi Otomatis

 

  • ABCS (Automated Building Construction System)

Dikembangkan oleh Obayashi Corporation, sistem ini melindungi proses kerja dalam ‘pabrik vertikal’ dengan kontrol otomatis.

  • SMART (Shimizu Manufacturing System)

Mampu mengurangi jam kerja hingga 50% dan limbah konstruksi hingga 70%.

  • AMURAD (Kajima Corp)

Inovasi ini memungkinkan konstruksi dimulai dari atas ke bawah, menghemat 22% tenaga kerja dan 20% waktu konstruksi.

 

 

Tantangan di Lapangan: Apa yang Masih Jadi Hambatan?

 

Meski digitalisasi menjanjikan efisiensi dan keselamatan, penerapannya tidak mulus. Hambatan utama yang diidentifikasi dalam artikel antara lain:

 

  • Infrastruktur Internet Lemah

Khususnya di Indonesia, keterbatasan jaringan menghambat konektivitas IoT dan cloud.

  • Kurangnya SDM Terampil

Implementasi sistem digital membutuhkan pelatihan intensif, yang belum banyak dilakukan oleh pelaku konstruksi.

  • Investasi Mahal

Lisensi perangkat lunak BIM, perangkat keras drone/robot, hingga VR/AR memerlukan dana besar.

  • Gap Teknologi dan Budaya Kerja Konvensional

Banyak pekerja konstruksi belum siap menghadapi perubahan mendasar dalam metode kerja.

 

 

Opini dan Analisis Tambahan

 

Digitalisasi proyek konstruksi tidak bisa sekadar menjadi tren, tetapi harus dijadikan strategi nasional. Beberapa poin refleksi:

  • Komparasi Internasional:

Jepang dan Eropa memimpin transformasi digital lewat kolaborasi industri-akademisi, berbeda dengan Indonesia yang masih didominasi adopsi pasif.

  • Integrasi Sistem Harus Diutamakan:

Terlalu banyak sistem tanpa integrasi justru menciptakan silo informasi dan konflik manajemen.

  • Solusi Inklusif Dibutuhkan:

Perlu sistem digital yang ramah bagi UMKM kontraktor dan tidak bergantung penuh pada vendor luar negeri.

 

 

Kesimpulan

 

Artikel ini memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana digitalisasi mengubah lanskap konstruksi gedung tinggi. Dari BIM hingga robotisasi, teknologi memainkan peran vital dalam meningkatkan:

  • Efisiensi proyek
  • Kolaborasi lintas pemangku kepentingan
  • Keamanan kerja
  • Keberlanjutan lingkungan

Namun, kesuksesan digitalisasi tak hanya bergantung pada teknologi, tapi juga kesiapan manusia, dukungan regulasi, dan investasi jangka panjang. Indonesia perlu lebih berani dalam memodernisasi industri konstruksi jika ingin bersaing secara global.

 

 

Sumber Artikel

 

Silitonga, D. M., Hendrawan, S. Y., & Oei, F. J. (2024). Digitalisasi Metode Konstruksi pada Proyek High-Rise Building. JMTS: Jurnal Mitra Teknik Sipil, 7(3), 795–806.

Tersedia di: https://doi.org/10.1061/(ASCE)ME.1943-5479.0000761