Banjir Jakarta Raya sebagai Ancaman Berkepanjangan
Jakarta Raya (Jabodetabekpunjur) dikenal sebagai salah satu wilayah metropolitan dengan risiko banjir tertinggi di dunia. Banjir yang terjadi berulang kali, seperti pada tahun 2007, 2013, dan 2020, menimbulkan kerugian besar baik secara ekonomi maupun sosial. Dalam konteks perubahan iklim yang memperparah intensitas hujan ekstrem dan kenaikan muka air laut, dokumen ini menyajikan rangkaian policy briefs yang mengupas tantangan, solusi, dan rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan risiko banjir yang adaptif dan inklusif.
Analisis Risiko Banjir: Data dan Proyeksi
- Estimasi risiko banjir di Jakarta saat ini mencapai sekitar USD 186 juta per tahun, dan diperkirakan meningkat hingga USD 521 juta per tahun pada 2030.
- Faktor utama peningkatan risiko banjir adalah penurunan muka tanah (land subsidence) yang menyumbang 226% peningkatan risiko, disusul oleh perubahan penggunaan lahan (45%) dan kenaikan muka laut (14%).
- Curah hujan ekstrem meningkat signifikan, dengan intensitas hujan tertinggi sejak 1866 tercatat pada Januari 2020.
- Kepadatan penduduk Jakarta mencapai sekitar 15.900 jiwa/km², dua kali lipat dari Singapura, dengan pertumbuhan penduduk 1,19% per tahun, membuat lebih banyak orang tinggal di daerah rawan banjir.
Pendekatan Pengelolaan Risiko Banjir
Infrastruktur (Hard Engineering)
- Pembangunan kanal banjir, tanggul pantai, dan normalisasi sungai menjadi pendekatan utama.
- Kanal Banjir Timur (BKT) berhasil mengurangi luasan banjir hingga 27% dan volume banjir 34%, dengan penghematan risiko sebesar USD 311 juta.
- Namun, pendekatan ini rentan terhadap efek samping seperti peningkatan risiko banjir di hilir dan biaya pemeliharaan yang tinggi.
Pendekatan Ekologis (Green Engineering)
- Konsep rekayasa ekologis atau solusi berbasis alam (nature-based solutions) mengintegrasikan pengelolaan ruang hijau dan biru.
- Strategi HURD (Holistic, Upstream, Rain, Downstream) mengelola siklus hidrologi secara menyeluruh.
- Contoh: Pengembangan kawasan konservasi, restorasi mangrove, dan sistem polder buatan.
- Pendekatan ini dapat menurunkan risiko banjir sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan dan ruang publik.
Pendekatan Sosial dan Institusional (Soft Engineering)
- Pembentukan lembaga pengelola risiko banjir yang independen dan multi-stakeholder.
- Penguatan partisipasi masyarakat dan edukasi publik tentang mitigasi dan adaptasi banjir.
- Pengembangan sistem asuransi mikro untuk mengurangi dampak ekonomi banjir bagi kelompok rentan.
- Pengembangan rencana darurat keluarga dan peningkatan koordinasi antar lembaga.
Kebijakan Tata Ruang Adaptif
- Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2020 mengatur rencana tata ruang wilayah Jabodetabekpunjur hingga 2030 dengan fokus pada mitigasi dan adaptasi banjir.
- Rencana ini mengintegrasikan pembangunan infrastruktur abu-abu (grey), biru (blue), dan hijau (green) secara terpadu.
- Implementasi efektif membutuhkan konsistensi antara perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
- Penataan ruang berbasis ekoregion dan hasil studi risiko banjir berbasis DAS serta proyeksi iklim masa depan sangat penting.
- Namun, tantangan masih ada dalam pengawasan pelaksanaan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang.
Studi Kasus dan Dampak Sosial-Ekonomi
- Kelapa Gading, kawasan rendah di Jakarta Utara, menjadi contoh di mana bisnis properti berkembang pesat meski rawan banjir.
- Kehilangan ruang terbuka hijau akibat pembangunan masif memperparah risiko banjir.
- Masyarakat miskin yang tinggal di daerah rawan banjir mengalami dampak sosial dan ekonomi yang lebih besar, seperti kehilangan mata pencaharian dan relokasi paksa.
- Integrasi SDGs, Pengurangan Risiko Bencana (DRR), dan Adaptasi Perubahan Iklim (CCA) menjadi kerangka kerja yang diusulkan untuk mengatasi kompleksitas ini secara inklusif.
Rekomendasi Utama
- Membangun lembaga pengelola risiko banjir yang independen dengan kewenangan dan pendanaan memadai.
- Mengintegrasikan pendekatan infrastruktur, ekologis, dan sosial-institusional secara simultan.
- Memperkuat kapasitas pemerintah dan masyarakat melalui pelatihan, edukasi, dan partisipasi aktif.
- Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi pemantauan dan sistem peringatan dini banjir.
- Melakukan revisi dan penegakan ketat terhadap rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
- Mengembangkan mekanisme insentif dan kompensasi, termasuk asuransi mikro bagi komunitas rentan.
Kesimpulan: Menuju Jakarta yang Tangguh dan Inklusif
Policy Briefs ini memberikan gambaran menyeluruh tentang tantangan dan solusi pengelolaan risiko banjir di Jakarta Raya di tengah perubahan iklim. Dengan pendekatan multi-disiplin dan multi-stakeholder, serta integrasi kebijakan tata ruang dan mitigasi risiko, Jakarta berpotensi menjadi kota yang lebih tangguh dan inklusif. Namun, keberhasilan membutuhkan komitmen politik, koordinasi lintas sektor, dan partisipasi masyarakat yang kuat.
Sumber Artikel (Bahasa Asli)
Kusumanto, T., Triyanti, A., Tjiook, W. (Eds.). (2022). Dealing with Greater Jakarta Floods in Times of Climate Change. Policy Briefs Series, October 2022. TYK Research & Action Consulting, Utrecht University, Indonesian National Research and Innovation Agency (BRIN).