Strategi Mitigasi Keterlambatan Proyek Konstruksi Drainase dengan Metode House of Risk

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

03 Juni 2025, 11.07

pixabay.com

Proyek konstruksi kerap kali menghadapi tantangan berupa keterlambatan waktu pelaksanaan, yang berdampak langsung pada peningkatan biaya, rusaknya reputasi, hingga penurunan kepercayaan dari pemangku kepentingan. Dalam artikel ilmiah berjudul “Analisis HOR dalam Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Waktu Konstruksi PT. SERTIMA pada Proyek Drainase”, Bagas Pratama dan rekan-rekannya dari Universitas Primagraha mengangkat sebuah studi kasus konkret tentang proyek drainase di Kp. Simenjangan RW 04, Desa Tamiang, Kecamatan Gunung Sari, dan menggunakan pendekatan House of Risk (HOR) untuk mengidentifikasi serta mengurangi risiko keterlambatan yang terjadi dalam proyek tersebut.

Artikel ini tidak hanya menyoroti akar permasalahan dalam proyek tersebut, tetapi juga memetakan risiko secara sistematis, memberikan bobot prioritas terhadap penyebab keterlambatan, serta menawarkan strategi mitigasi yang bisa diterapkan dalam konteks nyata.

Tantangan Umum dalam Proyek Konstruksi Drainase

Proyek drainase sering kali menghadapi kendala teknis dan non-teknis yang kompleks. Dalam kasus PT Serang Timur Abhinaya (PT SERTIMA), peneliti menemukan bahwa berbagai faktor menjadi penyebab keterlambatan, termasuk ketidaksesuaian dokumen awal seperti RAB, cuaca buruk, keterlambatan pengadaan material, kekurangan tenaga kerja, dan komunikasi yang tidak efektif antar tim proyek. Ini mencerminkan bahwa manajemen risiko tidak bisa hanya berfokus pada satu aspek teknis, tetapi juga harus mempertimbangkan faktor-faktor manajerial dan operasional secara menyeluruh.

Penerapan Metode House of Risk (HOR)

Pendekatan House of Risk yang digunakan dalam studi ini terdiri dari dua tahap: HOR-1 untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan agen risiko, serta HOR-2 untuk menentukan strategi mitigasi yang paling efektif berdasarkan analisis risiko sebelumnya. Melalui wawancara mendalam, observasi lapangan, diskusi kelompok terfokus (FGD), serta tinjauan pustaka, penulis berhasil mengumpulkan data kualitatif yang relevan.

HOR-1 digunakan untuk mengukur Aggregate Risk Potential (ARP) dari setiap agen risiko. Proses ini dilakukan dengan menilai tingkat keparahan (severity) dan probabilitas kejadian (occurrence) dari masing-masing risiko serta hubungan korelatifnya. Berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor seperti cuaca buruk (A3), kesulitan pengadaan material (A5), kesalahan penjadwalan pekerjaan utama (A13), dan kurangnya kompetensi kontraktor (A15) menjadi agen risiko dengan nilai ARP tertinggi.

Misalnya, risiko cuaca buruk (A3) memiliki nilai severity sebesar 5 dan occurrence sebesar 5, menjadikannya sebagai risiko tertinggi dengan ARP sebesar 225. Ini berarti bahwa cuaca buruk memberikan dampak signifikan terhadap keterlambatan proyek dan membutuhkan perhatian khusus dalam strategi mitigasi.

Studi Kasus: Proyek Drainase Kp. Simenjangan

Dalam proyek drainase yang diteliti, para peneliti mengidentifikasi tujuh kejadian risiko utama yang menyumbang lebih dari 80% potensi keterlambatan proyek berdasarkan analisis diagram Pareto. Risiko-risiko tersebut meliputi:

  1. Cuaca buruk (A3)
  2. Kesulitan pengadaan material (A5)
  3. Kesalahan penjadwalan (A13)
  4. Kompetensi kontraktor/konsultan yang rendah (A15)
  5. Dokumen perencanaan tidak lengkap (A1)
  6. Tenaga kerja keluar di tengah proyek (A8)
  7. Komunikasi yang tidak efektif antara pihak proyek (A11)

Faktor-faktor ini menjadi prioritas utama dalam penyusunan strategi mitigasi di tahap HOR-2.

Strategi Mitigasi Berbasis HOR-2

Setelah agen risiko diprioritaskan berdasarkan ARP, peneliti kemudian merancang tujuh tindakan mitigasi yang diuji efektivitasnya (TEk) berdasarkan total ARP dan kesulitan pelaksanaannya (Dk). Strategi yang terbukti paling efektif berdasarkan nilai TEk tertinggi adalah:

  • PA1: Pengawasan rutin terhadap cuaca, dengan TEk = 675. Strategi ini penting mengingat cuaca buruk menjadi faktor eksternal utama yang tidak dapat dikendalikan namun bisa diantisipasi.
  • PA5: Revisi dokumen perencanaan, TEk = 486. Ini menjawab masalah ketidaksesuaian dokumen yang dapat memperlambat pekerjaan di lapangan.
  • PA2: Persiapan material lebih awal, TEk = 405. Strategi ini menanggapi kesulitan dalam pengadaan dan kehilangan material selama proyek.

Strategi lain seperti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, pelatihan komunikasi tim, penjadwalan ulang pekerjaan, dan perbaikan sistem rekrutmen pekerja juga termasuk dalam daftar mitigasi, meski memiliki nilai efektivitas yang lebih rendah.

Kontribusi Akademik dan Praktis

Salah satu kekuatan dari artikel ini adalah penggunaan metodologi HOR yang sistematis dan berbasis data nyata. Penulis tidak hanya menyajikan teori, tetapi juga menerapkannya langsung pada kasus aktual yang mencerminkan kondisi umum proyek konstruksi di Indonesia. Dengan merangkum dan menyederhanakan pemetaan risiko melalui HOR-1 dan menyusun langkah mitigasi pada HOR-2, artikel ini memberikan panduan yang aplikatif untuk manajer proyek dan pihak-pihak yang terlibat dalam sektor konstruksi.

Selain itu, pendekatan berbasis data dengan memperhitungkan severity, occurrence, dan korelasi risiko membuat hasil analisis menjadi lebih terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Integrasi diagram Pareto dalam menganalisis ARP juga membantu dalam visualisasi dan prioritisasi risiko secara lebih jelas.

Kritik dan Saran Pengembangan

Walaupun artikel ini sangat bermanfaat, terdapat beberapa hal yang bisa menjadi bahan pengembangan lebih lanjut. Pertama, pendekatan HOR yang digunakan terbatas pada satu proyek saja. Akan sangat menarik jika pendekatan ini diuji pada berbagai jenis proyek konstruksi lain—seperti proyek gedung bertingkat, jembatan, atau jalan raya—untuk melihat apakah pola risikonya berbeda. Kedua, integrasi teknologi seperti BIM (Building Information Modeling) dalam proses mitigasi belum dibahas. Menggabungkan manajemen risiko dengan teknologi digital bisa menjadi langkah signifikan dalam efisiensi proyek modern.

Selanjutnya, aspek keberlanjutan juga belum terlalu banyak disorot. Risiko-risiko seperti limbah konstruksi atau dampak lingkungan lain yang sering kali muncul dalam proyek drainase bisa menjadi tambahan penting dalam kajian risiko proyek ke depan.

Relevansi Terhadap Tren Industri Konstruksi

Industri konstruksi saat ini tengah didorong untuk semakin adaptif dan responsif terhadap risiko, terutama dalam kondisi pasca-pandemi dan menghadapi ketidakpastian iklim. Oleh karena itu, pendekatan manajemen risiko berbasis HOR sangat relevan untuk memastikan keberlangsungan proyek tanpa mengalami pembengkakan biaya atau ketidakefisienan.

Peningkatan adopsi metode proaktif dalam identifikasi risiko seperti HOR juga dapat menjadi acuan dalam sertifikasi proyek dan audit kinerja kontraktor di masa depan. Ini sekaligus menjadikan artikel ini sebagai referensi strategis bagi pengambil kebijakan, pelaku industri, dan akademisi.

Secara keseluruhan, artikel ini merupakan kontribusi yang berarti dalam literatur manajemen proyek, khususnya di bidang konstruksi infrastruktur. Dengan pendekatan HOR, tim peneliti berhasil mengidentifikasi risiko utama dalam proyek drainase PT SERTIMA dan mengembangkan strategi mitigasi yang realistis, aplikatif, dan berbasis data. Studi ini tidak hanya menjelaskan permasalahan, tetapi juga menawarkan solusi terstruktur yang bisa direplikasi pada proyek-proyek lain di masa mendatang. Hal ini tentu menjadi langkah maju dalam penguatan praktik manajemen risiko di sektor konstruksi nasional.

Sumber artikel asli:
Bagas Pratama, Ilham Maulana, Muhamad Hilal Maulana, Zacky Irchamny. “Analisis HOR dalam Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Waktu Konstruksi PT. SERTIMA pada Proyek Drainase.” Jurnal Manuhara, Vol. 3 No. 1, Tahun 2025, Hal. 343–354.