Pendahuluan
Fraud telah lama menjadi masalah kronis dalam industri konstruksi global. Di Indonesia, fenomena ini merambah ke berbagai level proyek, mulai dari penggelembungan harga material, manipulasi kontrak, hingga gratifikasi pada pihak pemberi proyek. Makalah berjudul "Fraud Risk Management in Construction Company: A Case Study in Indonesia" oleh Wininda N. Apriyanti dan Kurnia Irwansyah Rais (2020) mengangkat studi kasus PT XYZ—sebuah perusahaan konstruksi nasional—sebagai representasi nyata dari tantangan dan solusi sistemik dalam mengelola risiko fraud.
Melalui pendekatan kualitatif dan teori fraud triangle serta model Fraud Risk Management Maturity dari Ernst & Young dan kerangka KPMG, penelitian ini menyajikan analisis mendalam tentang sebab, jenis, serta upaya mitigasi fraud di sektor konstruksi.
Tingginya Risiko Fraud dalam Industri Konstruksi
Berdasarkan studi dari American Society of Civil Engineers, korupsi dan fraud menyebabkan kerugian hingga USD 340 miliar per tahun secara global dalam proyek konstruksi. Di Indonesia sendiri, riset ini mengungkap bahwa perusahaan seperti PT XYZ sangat rentan terhadap fraud karena:
- Proyek dilakukan di lokasi terpencil yang jauh dari kantor pusat
- Sistem pengawasan lemah
- Proses pengadaan yang tidak transparan
- Ketiadaan kebijakan anti-fraud yang matang
Menurut laporan ACFE (2018), rata-rata 7% pendapatan tahunan perusahaan hilang karena fraud, yang selain merugikan secara finansial juga berdampak pada reputasi dan kelangsungan bisnis.
Delapan Skema Fraud yang Terjadi di PT XYZ
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi 8 skema fraud utama berdasarkan wawancara dan observasi langsung di proyek PT XYZ:
1. Pengalihan Pembelian (Diverted Purchases)
Material yang dipesan atas nama perusahaan justru dialihkan ke proyek lain yang bukan milik perusahaan. Hal ini terjadi karena tidak ada pemisahan fungsi antara pengguna material dan divisi pembelian.
Kategori fraud triangle: Opportunity.
2. Penggelembungan Harga Material (Inflated Prices)
Proyek mengalami pembengkakan biaya karena harga material yang dinaikkan melalui kerja sama fiktif antara pemasok dan manajer proyek.
Kategori: Opportunity.
3. Ketidaksesuaian Volume/Kualitas Material
Invoice menunjukkan volume/kualitas lebih tinggi dari kenyataan, tapi tak ada saluran pelaporan (whistleblowing). Kadang penerima barang justru ikut menerima bagian dari fraud.
Kategori: Opportunity dan Rationalization.
4. Penagihan Tambahan dari Subkontraktor
Meski kontraknya berbentuk lump sum, subkontraktor menagih berdasarkan waktu dan material. Hal ini disetujui tanpa verifikasi kontrak yang tepat oleh staf keuangan.
Kategori: Opportunity.
5. Biaya Sosial yang Digelembungkan
Proyek membayar “biaya sosial” ke masyarakat sekitar melebihi kebutuhan aktual, sering kali dengan kolusi antara manajer proyek dan staf lapangan.
Kategori: Opportunity.
6. Penyalahgunaan Alat Berat
Saat tidak digunakan, alat berat milik perusahaan disewakan ke pihak luar untuk keuntungan pribadi staf proyek.
Kategori: Rationalization.
7. Penyalahgunaan Sisa Material
Sisa material proyek dijual pribadi oleh staf proyek tanpa pelaporan resmi. Bahkan, pada tahap perencanaan material sudah dilebihkan.
Kategori: Opportunity dan Rationalization.
8. Gratifikasi kepada Pemilik Proyek
Praktik gratifikasi untuk memenangkan tender menyebabkan kerugian bagi perusahaan secara etis dan finansial. Ini juga merusak budaya perusahaan.
Kategori: Rationalization.
Akar Masalah: Financial Pressure dan Budaya Organisasi
Penelitian ini menyoroti bahwa akar utama fraud di PT XYZ adalah tekanan finansial yang tidak bisa dibagikan secara sosial (non-shareable). Salah satu contoh: manajer proyek yang menikah diam-diam dan memiliki beban biaya tambahan, kemudian melakukan fraud untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Namun, faktor opportunity dan rationalization juga memperparah situasi. Kurangnya sistem whistleblowing, lemahnya segregasi tugas, dan tidak adanya sanksi yang konsisten menciptakan ruang yang nyaman untuk pelaku fraud.
Tingkat Kematangan Manajemen Risiko Fraud di PT XYZ
Dengan menggunakan model Fraud Risk Management Maturity dari Ernst & Young, PT XYZ dinilai masih berada di tingkat dasar (basic) pada mayoritas komponennya:
- Code of conduct: Basic
- Fraud prevention policies: Basic
- Fraud risk assessment: Basic
- Anti-fraud controls & monitoring: Basic
- Incident response: Basic
- Board oversight: Evolving
- Fraud awareness training: Established
Kondisi ini menunjukkan bahwa meski sudah ada struktur formal, praktik manajemen risiko fraud masih sangat terbatas dalam pelaksanaan nyata di lapangan.
Framework Solusi: Fraud Risk Management KPMG
Penulis mengadaptasi kerangka dari KPMG (2014) dan menyesuaikannya dengan kondisi PT XYZ, yang bersifat perusahaan privat keluarga. Framework ini terdiri atas:
A. Fraud Risk Prevention
- Kepemimpinan: Perlu audit committee dan chief compliance officer.
- Kode Etik: Harus disosialisasikan secara berkala dengan pernyataan komitmen tahunan.
- Assessment Risiko Fraud: Harus dilakukan secara berkala dan menjadi dasar perbaikan kontrol internal.
- Pelatihan dan Sosialisasi: Dengan topik fraud khusus, tanda bahaya (red flags), dan prosedur pelaporan.
B. Fraud Detection
- Whistleblowing: Dibutuhkan mekanisme anonim, hotline, dan perlindungan terhadap pelapor.
- Audit dan Monitoring: Dilakukan secara periodik oleh auditor independen berbasis risiko.
C. Fraud Response
- Investigasi: Harus dilakukan oleh tim independen, bisa melibatkan pihak ketiga profesional.
- Sanksi Disiplin: Harus dijalankan secara konsisten agar menciptakan efek jera dan memperkuat budaya integritas.
Kesimpulan dan Implikasi Praktis
Penelitian ini menunjukkan bahwa fraud dalam proyek konstruksi bukan hanya persoalan individu, tetapi hasil dari sistem yang lemah dan budaya organisasi yang permisif. Dengan pendekatan berbasis kerangka seperti dari EY dan KPMG, perusahaan seperti PT XYZ dapat menyusun strategi manajemen risiko fraud yang komprehensif dan kontekstual.
Rekomendasi kunci:
- Perkuat segregasi tugas dan pengawasan operasional
- Bangun sistem whistleblowing yang aman dan terpercaya
- Internalisasikan etika dan integritas sejak level pimpinan
- Lakukan audit risiko fraud secara berkala
Jika diterapkan secara konsisten, framework ini tidak hanya melindungi perusahaan dari kerugian tetapi juga meningkatkan reputasi dan kepercayaan publik terhadap sektor konstruksi di Indonesia.
Sumber :
Apriyanti, W. N., & Rais, K. I. (2020). Fraud Risk Management in Construction Company: A Case Study in Indonesia. Journal of Southeast Asian Research, Article ID 706737.