Pendahuluan: Kualitas Bukan Sekadar Standar, tapi Kepercayaan
Dalam dunia manufaktur transportasi, kualitas bukan hanya soal kelengkapan produk—ia adalah jaminan keselamatan, efisiensi, dan reputasi. Artikel karya Wahyu Andy Prastyabudi dan tim dari Telkom University menyajikan pendekatan analitis untuk mengatasi tantangan kualitas dalam industri manufaktur kereta melalui integrasi dua metode teruji: Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA).
Penelitian ini mengangkat kasus nyata dari produksi komponen kereta yang mengalami rata-rata 10–12 cacat per unit, menyebabkan keterlambatan pengiriman hingga dua bulan. Sebuah sinyal bahaya bahwa ada masalah sistemik dalam proses produksi.
Mengapa FMEA dan FTA?
FMEA adalah alat klasik namun ampuh untuk mengidentifikasi kegagalan potensial berdasarkan tiga metrik: tingkat keparahan (Severity), kemungkinan terjadi (Occurrence), dan deteksi (Detection). Sedangkan FTA menawarkan pendekatan deduktif, membangun peta penyebab utama dari suatu kegagalan menggunakan struktur pohon logika. Gabungan dua metode ini menghasilkan sinergi: FMEA menyaring prioritas, FTA menyelami akar masalah.
Studi Kasus: Industri Kereta yang Kompleks
Berbeda dengan industri otomotif atau tekstil, manufaktur kereta memiliki karakteristik produksi panjang, bersifat kustom, dan harus mematuhi regulasi keselamatan yang ketat. Kompleksitas ini membuat kegagalan kecil bisa menjelma menjadi bencana operasional.
Hasil Analisis: Fakta Berbicara Lewat Data
Data Awal: 599 Laporan Cacat
Dari 1.300 data cacat yang dikumpulkan melalui non-conformance report (NCR), sebanyak 599 kasus diklasifikasikan dan ditelusuri lebih dalam. Hasilnya:
- Personel menyumbang 44% dari total kegagalan
- Material: 22,2%
- Visual dan Dokumentasi: masing-masing 16,7%
Metodologi Skoring RPN
Dengan menghitung RPN (Risk Priority Number) dari 18 jenis cacat, ditemukan bahwa 8 di antaranya melebihi nilai kritis 209—angka yang dihitung dari total RPN dibagi jumlah jenis cacat. Salah satu yang tertinggi adalah cacat retak pada pengelasan dengan skor RPN 504.
No.Jenis Cacat
RPN
3
Retakan pada pengelasan
504
4
Sambungan kabel longgar
384
13
Cat tidak merata
336
Pareto 80/20: Fokus pada Penyebab Dominan
Dengan prinsip Pareto, 80% masalah berasal dari 20% jenis cacat. Tiga cacat utama yang dianalisis lebih dalam adalah:
- Retak dan porositas pada las (25,4%)
- Kerusakan komponen panel (15,5%)
- Cacat visual pada pengecatan (12,2%)
Mengupas Akar Masalah Lewat FTA
Defect 1: Kerusakan Panel Komponen
FTA mengungkap bahwa kombinasi antara kualitas material rendah dan kesalahan tenaga kerja (fatigue, kurang pelatihan) menjadi pemicu utama.
Defect 3: Retakan Pengelasan
Ditemukan bahwa ketidaksesuaian arus pengelasan (ampere mismatch) dan kurangnya inspeksi visual saat proses merupakan penyebab langsung. Ini menjadi bukti bahwa quality assurance tak boleh hanya mengandalkan SOP, tetapi butuh pengawasan aktif.
Defect 13: Cat Bergaris atau Tidak Merata
Masalah ini lebih kepada aspek visual—penerangan kerja yang buruk, lingkungan kerja yang tidak ergonomis, serta kurangnya perhatian pekerja terhadap detil.
Dampak dan Implikasi Nyata bagi Industri
Keterlambatan dua bulan dalam pengiriman produk akibat cacat adalah kerugian finansial dan reputasi yang signifikan. Apalagi dalam konteks industri perkeretaapian di mana keterlambatan tidak hanya berdampak pada biaya, tapi juga pada keselamatan publik.
Ilustrasi Kerugian:
Misalnya, jika satu kereta memiliki nilai kontrak Rp10 miliar dan keterlambatan pengiriman menimbulkan penalti 1% per minggu, maka dalam dua bulan kerugian bisa mencapai Rp800 juta per unit.
Pembelajaran dari Kasus Boeing
Seperti halnya skandal Boeing 737 MAX yang berakar pada kualitas kontrol yang longgar dan tekanan produksi berlebihan (Denning, 2013; Herkert et al., 2020), studi ini mengingatkan kita bahwa kontrol kualitas bukan sekadar formalitas, tapi landasan etika rekayasa.
Rekomendasi Praktis: Dari Temuan ke Tindakan
Artikel ini tidak berhenti pada diagnosis masalah, tetapi memberikan resep perbaikan berdasarkan kategori penyebab:
Material
- Audit ketat vendor bahan baku
- Perawatan berkala mesin las
- Uji acak bahan sebelum produksi massal
Personel
- Pelatihan & sertifikasi teknisi
- Shift kerja yang memperhatikan kelelahan
- Peningkatan pengawasan supervisor
Visual
- Tambah pencahayaan & ventilasi area kerja
- Instruksi kerja visual (misalnya diagram)
- Penerapan inspeksi silang antar tim
Dokumentasi
- SOP yang jelas & mudah dipahami
- Verifikasi lapangan berkala terhadap instruksi kerja
- Komunikasi dua arah antara tim teknis dan manajemen produksi
Kritik dan Komparasi dengan Penelitian Lain
Dibandingkan pendekatan data-intensive seperti Bayesian Network (Chen et al., 2017) atau Lean Six Sigma (Fibriani et al., 2023), metode FMEA + FTA dalam studi ini lebih praktis untuk diterapkan di lingkungan industri yang belum terlalu digital.
Namun, keterbatasannya terletak pada ketergantungan pada data historis dan input subjektif dari para ahli. Ke depan, penggunaan teknik data mining atau pemodelan simulasi dapat meningkatkan objektivitas dan prediksi jangka panjang.
Kesimpulan: Integrasi yang Tepat untuk Masalah Kompleks
Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam dunia manufaktur modern, pendekatan hybrid seperti FMEA dan FTA bukan sekadar alat teknik, tetapi instrumen strategis dalam manajemen risiko kualitas.
Temuan kunci:
- 8 dari 18 cacat melampaui nilai kritis RPN
- 3 cacat dominan menyumbang mayoritas kerugian
- Faktor manusia dan material adalah penyebab utama
Dengan memberikan pendekatan sistematis terhadap cacat produksi, perusahaan dapat mengurangi kegagalan, mempercepat pengiriman, dan yang terpenting—meningkatkan kepercayaan pelanggan.
Referensi
Prastyabudi, W. A., Faharga, R. A., & Chandra, H. (2024). Systematic Risk Analysis of Railway Component Quality: Integration of Failure Mode & Effect Analysis (FMEA) and Fault Tree Analysis (FTA). Spektrum Industri, 22(2), 77–89. https://doi.org/10.12928/si.v22i2.223