Strategi Akuntabilitas untuk Cegah Korupsi Proyek Konstruksi: Praktik Terbaik dan Rekomendasi Global

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

18 Juni 2025, 09.08

pixabay.com

Pendahuluan

Sektor konstruksi global mengalami kerugian hingga $340 miliar per tahun akibat korupsi, menurut American Society of Civil Engineers (2004). Praktik-praktik tidak etis seperti suap, penggelapan, dan pemalsuan dokumen membebani anggaran publik, menurunkan kualitas infrastruktur, serta memperparah ketimpangan sosial.

Artikel berjudul “Accountability to Prevent Corruption in Construction Projects” karya M. Sohail dan S. Cavill menyajikan kerangka konseptual yang menghubungkan korupsi, norma budaya, etika, dan akuntabilitas. Penulis menyusun pendekatan multidimensi berbasis praktik nyata di berbagai negara untuk mengatasi korupsi di sektor konstruksi, baik di negara maju maupun berkembang.

Kerangka Konseptual: Empat Pilar Utama

Penulis mengembangkan model konseptual berbasis empat komponen:

  1. Korupsi
  2. Norma budaya
  3. Etika
  4. Akuntabilitas

Setiap elemen saling terkait melalui empat fungsi:

  • Peningkatan kesadaran
  • Penguatan institusi profesional
  • Pencegahan korupsi
  • Penegakan hukum dan pengawasan

Kerangka ini tidak hanya teoritis, melainkan juga dilengkapi dengan studi kasus dan inisiatif nyata dari berbagai belahan dunia, membuatnya relevan untuk implementasi kebijakan antikorupsi di sektor konstruksi.

Korupsi dalam Proyek Infrastruktur: Pola, Dampak, dan Contoh

Korupsi dalam konstruksi terjadi di seluruh tahapan:

  • Pemilihan proyek: proyek dipilih berdasarkan potensi suap, bukan kebutuhan publik.
  • Desain dan perencanaan: manipulasi desain demi keuntungan kontraktor tertentu.
  • Tender: kolusi antar penawar, gratifikasi kepada pejabat.
  • Konstruksi: penggunaan material di bawah standar, pencatatan fiktif.
  • Operasional dan pemeliharaan: penggelembungan anggaran, penyuapan untuk perpanjangan kontrak.

Contoh nyata:
Kasus Lesotho Highlands Water Project, di mana CEO proyek menerima suap dari lebih dari 12 perusahaan, berujung pada hukuman 12 tahun penjara dan pencoretan beberapa perusahaan dari daftar kontraktor Bank Dunia.

Norma Budaya dan Perilaku Koruptif: Antara Tradisi dan Pelanggaran

Dalam beberapa budaya, praktik seperti pemberian hadiah, guanxi (Tiongkok), atau blat (Rusia) dianggap wajar dalam membina relasi bisnis. Namun, toleransi terhadap perilaku tersebut dapat membuka celah korupsi sistemik.

Penulis menyarankan agar upaya antikorupsi bersifat kontekstual, memperhatikan dinamika sosial dan budaya lokal. Misalnya, pendekatan yang berhasil di Brasil belum tentu efektif di Afrika Sub-Sahara.

Etika dan Nilai Profesional: Lebih dari Sekadar Aturan

Etika dalam sektor konstruksi meliputi:

  • Integritas dan kejujuran
  • Objektivitas dan akuntabilitas
  • Transparansi dan keadilan

Penekanan pada pelatihan etika bagi pekerja konstruksi dianggap lebih efektif daripada sekadar menegakkan aturan tertulis. Organisasi seperti Royal Academy of Engineering dan Society of Construction Law telah mengembangkan kode etik sektoral.

Inisiatif global:
Sebanyak 19 perusahaan konstruksi internasional dengan total pendapatan lebih dari $70 miliar menandatangani Business Principles for the Construction Sector untuk menerapkan kebijakan zero tolerance terhadap suap dan kolusi.

Akuntabilitas: Mekanisme Formal untuk Mengendalikan Korupsi

Akuntabilitas didefinisikan sebagai kewajiban pihak A untuk menjelaskan tindakannya kepada pihak B dan menerima sanksi bila terjadi penyimpangan (Schedler et al., 1999). Penerapannya meliputi:

  1. Keterlibatan warga dalam pemantauan proyek
  2. Pelaporan publik kinerja kontraktor
  3. Penegakan sanksi terhadap penyimpangan
  4. Mekanisme pelaporan keluhan dan pengaduan

Studi kasus:
Di Filipina, CCAGG (Concerned Citizens of Abra for Good Government) melatih warga untuk mengaudit proyek-proyek konstruksi. Hasilnya, kualitas pekerjaan meningkat dan pengeluaran fiktif menurun drastis.

Praktik Internasional: Studi Kasus dan Hasil

1. Integrity Pact

Digunakan di berbagai negara, termasuk Pakistan, Indonesia, dan Jerman (Bandara Internasional Berlin). Pihak pemerintah dan kontraktor menandatangani komitmen untuk tidak menyuap atau menerima suap.

2. Penggunaan Teknologi

Situs seperti www.licitenet.com di Ekuador memberikan akses publik terhadap proses tender dan kontrak.

Korea Selatan menerapkan e-procurement sejak 1998. Proses pengadaan daring ini berhasil:

  • Menurunkan biaya
  • Menghindari perlakuan istimewa
  • Meningkatkan partisipasi kontraktor

Tantangan dan Penegakan

Korupsi sering tidak terdeteksi karena:

  • Kompleksitas proyek
  • Banyaknya kontraktor kecil
  • Sulitnya memantau kualitas di lapangan

Data penting:
Survei oleh PricewaterhouseCoopers (2003) atas 184 perusahaan konstruksi di 44 negara menunjukkan bahwa sepertiga pernah mengalami kejahatan ekonomi terkait korupsi.

Solusi:

  • Blacklist global: Bank Dunia mencoret lebih dari 70 perusahaan dari proyeknya karena korupsi.
  • Laporan warga: Report card oleh Public Affairs Centre di India berhasil menekan kecurangan di penyedia layanan publik seperti listrik dan air.

Rekomendasi Strategis: Operasionalisasi Kerangka Kerja

  1. Peningkatan Kesadaran
    • Kampanye media, pelatihan publik, penyebaran informasi proyek.
  2. Penguatan Institusi Profesional
    • Registrasi dan sertifikasi mandatori, audit internal sektor swasta.
  3. Pencegahan Korupsi
    • Kode etik nasional, pencegahan konflik kepentingan, integrasi sektor swasta dalam inisiatif antikorupsi.
  4. Pengawasan dan Penegakan
    • Audit warga (social audit), sistem whistleblower, penindakan hukum tegas.

Contoh sukses:
Penggunaan Right to Information Act oleh LSM Parivartan di India berhasil membongkar korupsi dalam proyek pembangunan fasilitas publik di Delhi.

Kesimpulan

Korupsi dalam konstruksi bukan hanya soal uang, tetapi menyangkut kualitas hidup masyarakat. Tanpa akuntabilitas, etika, dan pemahaman budaya, strategi antikorupsi hanya akan jadi formalitas. Makalah ini menekankan bahwa upaya pencegahan harus:

  • Terintegrasi
  • Bersifat lintas aktor (pemerintah, swasta, masyarakat)
  • Disesuaikan dengan konteks lokal

Dengan kerangka kerja yang kuat dan kemauan politik yang konsisten, industri konstruksi dapat dibersihkan dari praktik korupsi dan menjadi tulang punggung pembangunan yang adil dan berkelanjutan.

Sumber asli:
Sohail, M., & Cavill, S. (2008). Accountability to Prevent Corruption in Construction Projects. Journal of Construction Engineering and Management, ASCE.