Beberapa stasiun kereta api di Indonesia terletak sangat berdekatan satu sama lain. Misalnya, di Kota Surakarta atau Solo, terdapat tiga stasiun yang berdekatan, yaitu Stasiun Balapan, Stasiun Jebres, dan Stasiun Purwosari. Hal yang serupa terjadi juga di beberapa daerah lain seperti Cirebon, Semarang, dan Yogyakarta. Mengapa lokasi stasiun-stasiun ini begitu berdekatan?
Pada dasarnya, stasiun-stasiun yang berdekatan tersebut bukanlah dibangun oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI), tetapi oleh perusahaan-perusahaan perkeretaapian pada masa kolonial Hindia Belanda. Pada waktu itu, bisnis angkutan kereta tidak dimonopoli oleh satu perusahaan seperti sekarang.
Ada sekitar 13 perusahaan perkeretaapian yang mengelola jaringan kereta api di Hindia Belanda, terutama di Jawa, Sumatera, dan Madura. Setiap perusahaan tersebut membangun jaringan rel dan sarana pendukungnya sendiri, termasuk stasiun-stasiunnya.
Alasan mengapa stasiun-stasiun kereta sangat berdekatan adalah karena masing-masing stasiun tersebut dibangun dan dimiliki oleh perusahaan yang berbeda. Misalnya, Stasiun Semarang Poncol dimiliki oleh perusahaan Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), sementara Stasiun Semarang Tawang dibangun oleh perusahaan Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).
Setelah Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942, semua aset kereta api di Indonesia dikelola oleh Rikuyu Sokyoku (Dinas Kereta Api). Baru setelah Indonesia merdeka pada tahun 1946, Rikuyu Sokyoku berubah menjadi Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), yang kemudian menjadi cikal bakal PT KAI.
Meskipun PT KAI menjadi perusahaan yang melakukan monopoli kereta api, stasiun-stasiun yang berdekatan tetap difungsikan untuk melayani naik turun penumpang dengan rute dan kelas kereta yang berbeda. Sebagai contoh, Stasiun Cirebon atau Kejaksan banyak digunakan untuk kereta eksekutif dan bisnis, sedangkan Stasiun Prujakan lebih banyak digunakan untuk pemberhentian kereta kelas ekonomi.
Pembangunan jaringan rel kereta api di Indonesia dimulai pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron Sloet Van Den Beele pada abad ke-19. Pada awalnya, jalur kereta api dibangun oleh perusahaan transportasi Belanda, seperti Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV NISM) dan Staatsspoorwegen (SS).
Namun, banyak jalur kereta api warisan Hindia Belanda yang tidak beroperasi lagi setelah kemerdekaan. Di era Orde Baru, sebagian besar jalur tersebut dinonaktifkan. Meskipun begitu, pembangunan jalur kereta api di Indonesia terus dilakukan dengan memfokuskan pada pengembangan jaringan rel yang lebih modern dan efisien.
Sumber: kompas.com