Pendahuluan: Konsep Baru untuk Dunia yang Berubah
Dalam menghadapi perubahan iklim dan tekanan terhadap sumber daya air, ilmu hidrologi dituntut untuk beradaptasi. Artikel “Sociohydrology: A New Science of People and Water” memperkenalkan socio-hydrology, disiplin baru yang memandang manusia bukan lagi sebagai faktor eksternal dalam siklus air, melainkan bagian internal yang saling berinteraksi dan membentuk dinamika sistem air secara keseluruhan.
Sociohydrology lahir dari kebutuhan untuk menjelaskan fenomena tak terduga dalam manajemen air, di mana aktivitas manusia dan sistem air saling memengaruhi melalui proses yang kompleks, non-linear, dan sering kali menghasilkan kejutan sosial maupun ekologis.
Konsep Kunci: Sistem Manusia-Air yang Saling Terhubung
Sociohydrology memandang interaksi antara manusia dan air sebagai coupled human-water system yang mengalami co-evolution. Artinya, perubahan pada satu elemen (misalnya pembangunan bendungan atau kebijakan air) dapat mengubah respons sosial (seperti migrasi, konflik, atau perubahan pola tanam) dan sebaliknya.
Contoh nyata yang dibahas dalam paper ini adalah Cekungan Sungai Murrumbidgee di Australia. Pada awal abad ke-20, pembangunan irigasi berkembang pesat hingga menguras hampir 100% aliran air saat musim kering. Pada tahun 1980-an, kerusakan ekosistem memicu perubahan kebijakan besar: pemerintah mulai membeli hak air petani dan mengalihkan fokus ke pemulihan lingkungan. Ini menunjukkan bagaimana interaksi jangka panjang manusia-air dapat memicu transformasi sosial dan ekologis.
Studi Kasus 1: Sungai Murrumbidgee, Australia
📍 Lokasi: Tenggara Australia, 84.000 km²
📈 Angka kunci:
- 1950: 100% air musim kering diserap untuk irigasi
- 2007: Pemerintah membeli hak air petani, memulai pemulihan lingkungan
- 2030 (proyeksi): Pola irigasi bergeser kembali ke hilir
🌱 Insight:
Konflik antara irigasi dan ekosistem tak bisa dipahami hanya dari sisi teknis air. Dinamika sosial-politik, tekanan ekonomi, dan kondisi lingkungan menciptakan sistem kompleks yang tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Studi Kasus 2: Kekeringan Sahel dan Pola Curah Hujan Global
📍 Lokasi: Kawasan Sahel, Afrika Barat
📈 Angka kunci:
- 60% hujan di Sahel berasal dari penguapan daratan di wilayah lain
- Aktivitas manusia di hulu (East Africa) menyebabkan pengurangan penguapan
- Dampak: penggurunan, kelaparan, dan migrasi paksa
💡 Insight:
Perubahan penggunaan lahan di satu wilayah bisa memengaruhi curah hujan di wilayah lain. Ini memperkenalkan konsep precipitation shed (wilayah sumber hujan), bukan hanya watershed.
Apa Bedanya Sociohydrology dan IWRM?
🔍 IWRM (Integrated Water Resource Management) berfokus pada pengendalian dan pengelolaan sistem air untuk hasil sosial dan lingkungan tertentu, biasanya dengan pendekatan skenario.
🧠 Sociohydrology lebih menekankan pengamatan, pemahaman, dan prediksi terhadap dinamika jangka panjang antara manusia dan air, termasuk kemungkinan munculnya perilaku spontan dan tak terduga.
Contoh: IWRM mungkin membuat rencana skenario tentang irigasi, sedangkan sociohydrology ingin tahu bagaimana hubungan irigasi dan kebijakan bisa berevolusi dalam 50 tahun ke depan.
Dinamika Tak Terduga: Tipping Points dan Resiliensi
Salah satu keunggulan pendekatan ini adalah kemampuannya menjelaskan perubahan drastis dalam sistem sosial-ekologis yang melampaui ambang batas (tipping points), seperti:
- Pergeseran dari air permukaan ke air tanah di Bangladesh, yang kemudian menyebabkan keracunan arsenik tak terduga.
- Konflik akibat kelangkaan air, ketika sistem sosial tidak siap menghadapi perubahan mendadak seperti banjir besar, kekeringan, atau degradasi lahan.
Konsep Virtual Water Trade
Ilmu ini juga menjelaskan konsep perdagangan air secara tidak langsung, yaitu melalui virtual water—air yang digunakan untuk memproduksi komoditas makanan (contohnya: gandum, daging) yang kemudian diekspor ke negara lain.
Contohnya, Belanda mengimpor kedelai dari Brasil untuk produksi daging babi, namun limbah nutrisinya tertinggal di Eropa, menciptakan ketidakseimbangan ekologis yang tidak ditanggung oleh konsumen.
Tiga Jalur Riset Sociohydrology
- Historical Sociohydrology:
Meneliti interaksi manusia air di masa lalu seperti keruntuhan peradaban Sumeria akibat salinisasi tanah karena irigasi besar-besaran. - Comparative Sociohydrology:
Membandingkan respons sosial dan air di berbagai wilayah (berdasarkan iklim, sosial, ekonomi) untuk memahami pola besar dan dinamika lokal. - Process Sociohydrology:
Studi mendalam jangka panjang di suatu wilayah untuk mengidentifikasi pola, hubungan sebab-akibat, dan skenario masa depan dengan basis kuantitatif.
Nilai Tambah dan Tantangan
🌍 Ilmu ini menjadi sangat penting karena hampir semua sistem air kini telah “terganggu” oleh manusia.
💬 Tantangannya adalah menjembatani dunia fisik (hidrologi) dan sosial (kebijakan, budaya, pasar).
📊 Diperlukan pendekatan kuantitatif berbasis data dan model baru untuk memahami dinamika sosial-air.
Kesimpulan: Paradigma Baru dalam Sains Air
Sociohydrology mengajak kita meninggalkan pandangan lama bahwa air dan manusia bisa dipisahkan dalam studi ilmiah. Sebaliknya, ia menekankan pentingnya pemahaman bersama bahwa untuk mencapai keberlanjutan air, kita harus memahami perilaku manusia.
Ilmu ini tidak hanya menjelaskan apa yang terjadi dengan air, tapi juga mengapa dan bagaimana manusia ikut mengubahnya. Di masa depan, pendekatan ini bisa jadi landasan penting bagi kebijakan air yang lebih adil dan berkelanjutan di seluruh dunia.
📚 Sumber Asli:
Murugesu Sivapalan, Hubert H. G. Savenije, Günter Blöschl. Sociohydrology: A New Science of People and Water. Hydrological Processes (2011). DOI: 10.1002/hyp.8426