Socio-hydrology Membuka Jalan Baru untuk Mengelola Air dan Perilaku Manusia Secara Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

29 Juli 2025, 13.40

pixabay.com

Pendahuluan: Krisis Air Bukan Hanya Masalah Alam

Krisis air global kini bukan semata akibat kekeringan atau banjir ekstrem, tetapi juga karena perilaku manusia yang memicu dan memperburuk kondisi hidrologi. Artikel karya Saket Pande dan Murugesu Sivapalan dalam WIREs Water memperkenalkan pendekatan socio-hydrology, yakni studi tentang sistem air dan manusia yang saling terkait dan membentuk umpan balik dua arah.

Bidang ini berkembang sebagai respons terhadap keterbatasan ilmu hidrologi konvensional yang menganggap manusia hanya sebagai "pengganggu eksternal", bukan bagian integral dari sistem air.

Mengapa Socio-hydrology Penting?

Socio-hydrology mencoba menjawab berbagai "paradoks air", seperti:

  • Mengapa wilayah kaya air tetap mengalami konflik air?
  • Mengapa teknologi irigasi efisien bisa memicu kelangkaan air?
  • Bagaimana kebijakan air justru menciptakan ketimpangan sosial?

Dalam berbagai studi kasus, socio-hydrology menjelaskan bagaimana dampak keputusan masa lalu terus bergema di masa kini, membentuk dinamika kompleks antara manusia, alam, dan institusi.

Konsep Utama: Umpan Balik Dua Arah dalam Sistem Air-Manusia

Socio-hydrology menempatkan manusia sebagai aktor endogen—bukan hanya pengguna air, tetapi juga pembentuk sistemnya melalui nilai sosial, norma, teknologi, dan kebijakan.

Contoh kasus:

  • Tragedi Laut Aral (Asia Tengah): Sistem irigasi besar-besaran untuk kapas menyebabkan laut mengering. Meskipun masyarakat menyadari kerusakan, lemahnya institusi membuat tidak ada aksi korektif.
  • Lembah Murrumbidgee (Australia): Saat kesadaran lingkungan masyarakat meningkat, terbentuk gerakan hijau yang menekan pemerintah membentuk otoritas pengelolaan sungai dan mengembalikan aliran air.

Tiga Pilar Analisis Socio-hydrology

  1. Socio-hydrology Historis
    Menelusuri kembali jejak peradaban dan penggunaan air dari masa lampau untuk memahami sebab-akibat jangka panjang.
    Contoh: Peradaban Harappa dan Maya yang runtuh akibat tekanan air.
  2. Socio-hydrology Komparatif
    Membandingkan sistem air-manusia di berbagai wilayah untuk menemukan pola umum dan perbedaan.
    Contoh: Perbandingan kebijakan efisiensi irigasi di tiga DAS berbeda oleh Scott et al. (2014).
  3. Socio-hydrology Prosesual
    Membangun model matematis sederhana untuk mensimulasikan interaksi sosial dan hidrologis, memprediksi skenario masa depan, dan menguji hipotesis.

Model, Data, dan Studi Kasus Penting

Model Diferensial Dinamis banyak digunakan untuk menjelaskan bagaimana populasi, teknologi, dan kebijakan air saling mempengaruhi. Contoh:

  • India (Maharashtra): Hubungan antara curah hujan tahunan dan tingkat bunuh diri petani menunjukkan bahwa tekanan air berdampak pada kesejahteraan emosional masyarakat tani kecil. Meski curah hujan naik, tingkat bunuh diri bisa tetap tinggi karena utang dan gagal panen berulang.
  • Tarim Basin (Tiongkok): Liu et al. mengembangkan model untuk memahami interaksi antara irigasi, pertumbuhan penduduk, dan vegetasi alami.
  • Virtual Water Trade (Perdagangan Air Virtual): Konar et al. menelusuri bagaimana ekspor pangan dari wilayah kaya air ke wilayah kering menghubungkan sistem manusia-air lintas benua.

Paradoks dan Temuan Kunci

  • Pendulum Water Use: Masyarakat awalnya fokus pada eksploitasi air untuk produksi, lalu beralih ke konservasi saat dampak ekologis muncul.
    Studi: Kandasamy et al. (Australia) menunjukkan bagaimana inovasi teknologi dan kesadaran lingkungan bisa menciptakan siklus ini.
  • Efisiensi vs Overuse: Drip irrigation yang efisien kadang justru memicu perluasan area tanam, memperparah kelangkaan air.
    Studi: Zhang et al. di Tarim Basin menunjukkan penggunaan teknologi irigasi tanpa regulasi justru mempercepat salinisasi tanah.
  • Levee Effect: Meninggikan tanggul justru meningkatkan risiko banjir besar di kemudian hari.
    Studi: Di Baldassarre et al. memodelkan bagaimana masyarakat yang terlindungi cenderung melupakan risiko dan membangun di zona rawan.

Kelemahan dan Tantangan

  • Data Historis Terbatas: Data jangka panjang tentang populasi, irigasi, atau nilai sosial sering tidak tersedia atau tidak terukur secara kuantitatif.
  • Model Masih Sederhana: Sebagian besar masih berfokus pada dinamika waktu (temporal), belum menyentuh interkoneksi ruang (spatial) secara mendalam.
  • Variabel Sosial Abstrak:Konsep seperti "kesadaran lingkungan", "norma masyarakat", dan "sikap terhadap risiko" sulit dimodelkan, namun sangat berpengaruh.

Langkah Berikutnya: Dimensi Spasial dan Globalisasi

Socio-hydrology ke depan perlu menjawab tantangan dunia yang saling terhubung:

  • Tele-coupling: Perubahan penggunaan lahan di satu wilayah bisa memengaruhi curah hujan di wilayah lain (misalnya deforestasi Amazon memengaruhi Afrika).
  • Global Trade Impact: Perdagangan pangan memindahkan tekanan air dari satu negara ke negara lain.
  • Nested System: Sistem kecil (petani, DAS kecil) harus dipahami dalam konteks sistem besar (negara, planet).

Penutup: Socio-hydrology sebagai Jembatan Disiplin

Socio-hydrology bukan sekadar ilmu air, tetapi jembatan antara hidrologi, sosiologi, ekonomi, dan geografi. Dengan memahami interaksi manusia dan air secara menyeluruh, kebijakan pengelolaan air dapat:

  • Lebih adil secara sosial
  • Lebih adaptif terhadap krisis
  • Lebih berkelanjutan untuk generasi mendatang

Artikel ini menegaskan: masa depan pengelolaan air tidak bisa lagi memisahkan manusia dari sistem hidrologi—karena manusialah bagian dari sistem itu sendiri.

Sumber asli
Saket Pande & Murugesu Sivapalan. Progress in Socio-hydrology: A Meta-analysis of Challenges and Opportunities. WIREs Water, 2017, Vol. 4:e1193.