Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Resmi Didirikan di Morowali, Sulawesi Tengah

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

08 Mei 2024, 10.51

Sumber: pexels.com

9 Februari 2024- Para pekerja dari Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) berkumpul dalam acara deklarasi dan diskusi untuk meresmikan pendirian Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) di Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (8/9/2023).

Serikat ini didirikan sebagai wadah bagi para pekerja industri nikel untuk memperjuangkan hak-hak mereka demi kehidupan yang lebih baik di tengah kondisi kerja yang buruk, termasuk upah rendah yang memaksa pekerja bekerja lembur, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sewenang-wenang, perusakan lingkungan hidup, hingga lemahnya standar keselamatan kerja dan kecelakaan kerja yang terus menerus terjadi, termasuk ledakan tanur peleburan nikel di PT Indonesia Tshinghan Stainless Steel (ITSS) yang menewaskan 21 orang dan melukai 38 lainnya pada 24 Desember tahun lalu.

“Pemerintah menggembar-gemborkan hilirisasi nikel sebagai solusi bagi perekonomian dan semua masalah di Indonesia. Namun, hanya sedikit orang yang melihat situasi di lapangan. Pekerja berada dalam posisi yang lemah. Upah yang kecil memaksa kami untuk terus bekerja lembur dengan waktu istirahat yang minim, yang berujung pada kelelahan dan kecelakaan. Termasuk ledakan di tungku PT ITSS akhir tahun lalu, yang juga terjadi karena para pekerja melakukan perbaikan di lapangan selama 24 jam,” ujar Hendrik Foord Jebbs, Ketua Umum SBIPE.

“Kami mendirikan serikat pekerja ini untuk mendesak industri agar menjunjung tinggi hak-hak pekerja. Selain upah dan jam kerja, buruh sering kali dibiarkan terkatung-katung. Sementara itu, perusahaan dengan seenaknya melakukan praktik outsourcing dan merekrut pekerja dari luar negeri dengan upah yang tidak setara. Praktik hilirisasi yang serampangan dan tanpa memanusiakan buruh ini akan terus kami lawan sampai titik darah penghabisan,” pungkas Hendrik.

Dalam riset Trend Asia, sepanjang tahun 2015-2022 kecelakaan kerja telah merenggut 53 korban jiwa dan 76 korban luka-luka di 15 lokasi smelter nikel di Sulawesi dan Maluku.

Pada periode yang sama, di IMIP sendiri telah terjadi 18 insiden kecelakaan yang merenggut 15 nyawa dan 41 luka-luka. Tingginya angka kecelakaan ini dinilai sebagai akibat dari lemahnya pengawasan dan korupsi di IMIP.

“Praktik hilirisasi di Indonesia merupakan kebijakan eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia secara besar-besaran yang dapat dilihat dari kerusakan lingkungan di sekitar sentra industri nikel, praktik perburuhan yang diskriminatif antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja lokal, dan fleksibilitas pasar tenaga kerja yang masif di sektor yang sepenuhnya bergantung pada modal asing,” ujar Catur Widi dari Rasamala Hijau.

Dalam diskusi tersebut, para pembicara menyinggung tentang banyaknya peraturan yang telah dipangkas untuk memfasilitasi investasi di industri hilir. Hal ini menyebabkan praktik industri yang sembrono yang merusak lingkungan, menindas pekerja, dan sarat dengan korupsi.

Pembentukan serikat pekerja ini diharapkan dapat memberikan tekanan terhadap praktik-praktik industri yang buruk di IMIP, terutama dalam melindungi hak-hak pekerja.

Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif Kemitraan dan mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengatakan bahwa nafsu hilirisasi pemerintah telah melewati berbagai mekanisme keselamatan manusia, sosial, dan lingkungan.

RUU KPK diselesaikan dalam waktu 2 minggu, Revisi UU Minerba dalam waktu 4 minggu, dan juga UU Ciptaker, semuanya merupakan regulasi yang disahkan dengan cepat oleh pemerintah yang sangat dipengaruhi oleh kepentingan bisnis. 

“Tidak heran jika kerusakan dan kecelakaan lingkungan terjadi berulang kali. Ini bukti bahwa pengawasan juga lemah dan sangat mungkin dikorupsi. Nikel didorong untuk transisi energi bersih dengan baterai, tetapi percuma jika praktiknya merusak lingkungan dan tidak manusiawi bagi pekerja,” kata Laode. 

“Ada banyak alasan yang membuat sektor pertambangan rentan terhadap korupsi dan manajemen yang buruk: manajemen perizinan yang berantakan, peraturan yang dikooptasi oleh kepentingan elit, kurangnya transparansi, dan penegakan hukum yang lemah,” kata Gita Ayu Atikah dari Transparency International.

“UU Minerba 2020 harus direvisi. Selain itu, mekanisme pengaduan dan transparansi terhadap industri harus ditegakkan agar tidak sewenang-wenang. Semoga dengan terbentuknya serikat pekerja ini dapat membantu pekerja untuk mendorong tata kelola industri yang akuntabel,” tambahnya.

“Upaya hilirisasi sebenarnya sudah berjalan selama 10 tahun, tapi apa dampaknya? Dalam banyak kasus, justru terjadi deindustrialisasi. Hilirisasi pada praktiknya hanya menguntungkan segelintir elit di Jakarta. Untuk mendapatkan keuntungan, para pengusaha memangkas biaya lingkungan, tenaga kerja, dan keamanan. Pada akhirnya, buruh dan masyarakat lokal di sekitar kawasan industri yang harus menanggung beban agar para pengusaha dan politisi di Jakarta semakin kaya. Kita benar-benar harus mengevaluasi promosi hilirisasi ini,” pungkas Ahmad Ashov Birry dari Trend Asia.

Disadur dari: trendasia.org