Saya Membaca Tesis 400 Halaman tentang Keselamatan Konstruksi. Isinya Ternyata Cetak Biru Rahasia untuk Sukses.

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic

03 November 2025, 13.53

Saya Membaca Tesis 400 Halaman tentang Keselamatan Konstruksi. Isinya Ternyata Cetak Biru Rahasia untuk Sukses.

Setiap kali melewati lokasi konstruksi gedung pencakar langit, saya selalu berhenti sejenak. Ada perpaduan rasa kagum dan cemas saat melihat para pekerja bergerak di ketinggian, balok-balok baja diangkat oleh derek yang menjulang, dan kerumitan luar biasa yang tampak seperti kekacauan terorganisir. Saya selalu bertanya-tanya, “Bagaimana mereka memastikan semuanya aman? Bagaimana cara mencegah kegagalan dalam sistem dengan ribuan bagian bergerak dan konsekuensi hidup-mati?”

Beberapa minggu lalu, saya menemukan sebuah dokumen yang menjawab pertanyaan itu dengan cara yang tak terduga. Sebuah tesis Magister setebal lebih dari 400 halaman berjudul “Analisis Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerjaan Konstruksi Atap dan Konstruksi Instalasi Lift” oleh M. Hary Juhindra. Awalnya saya pikir ini akan menjadi bacaan akademis yang kering. Ternyata, saya salah besar. Dokumen ini bukan sekadar paper teknis; ini adalah sebuah manual pengguna untuk mengelola kerumitan, sebuah cetak biru untuk menaklukkan risiko.   

Tesis ini memberikan jawaban yang elegan dan universal tentang cara mencegah bencana. Dalam perjalanan ini, kita akan melihat bagaimana para ahli membedah risiko, bagaimana mereka bermain "detektif bencana" untuk menemukan akar masalah, dan bagaimana mereka membangun sistem berlapis untuk mencegah malapetaka—pelajaran yang relevan jauh di luar lokasi konstruksi.

Seni Melihat Bahaya: Cara Membedah Proyek Seperti Seorang Ahli Bedah

Masalah pertama dalam mengelola risiko adalah skala. Tesis ini menganalisis dua pekerjaan berisiko sangat tinggi: memasang atap gedung pencakar langit dan sistem liftnya. Mustahil untuk mengelola risiko dari "keseluruhan pekerjaan" sekaligus. Pikiran kita tidak dirancang untuk itu.   

Di sinilah gagasan besar pertama dari tesis ini muncul: Work Breakdown Structure (WBS). Para peneliti tidak melihatnya sebagai dua pekerjaan besar. Sebaliknya, mereka membedah setiap pekerjaan menjadi ratusan tindakan kecil yang spesifik.   

Bayangkan seorang koki bintang Michelin menyiapkan hidangan. Dia tidak hanya "memasak makanan." Dia mengeksekusi 50 langkah presisi secara berurutan: potong dadu bawang, tumis protein, kurangi saus. Tesis ini melakukan hal yang sama untuk konstruksi. "Pekerjaan Konstruksi Atap" dipecah menjadi aktivitas-aktivitas kecil seperti "Pemotongan Material Baja WF" dan bahkan "Membuat Drat Ulir".   

Detail yang obsesif ini bukanlah omong kosong akademis; ini adalah fondasi dari kontrol. Dengan memecah proyek menjadi bagian-bagian terkecil, para peneliti mampu mengidentifikasi 123 potensi bahaya yang berbeda. Anda tidak akan pernah melihat risiko dari "ulir sekrup yang cacat" jika Anda hanya melihat "membangun atap."   

Otak manusia tidak dapat memahami profil risiko penuh dari sistem yang kompleks secara bersamaan. Dengan menggunakan WBS untuk mengurai proyek, kita mengubah satu masalah besar yang mustahil dipecahkan menjadi lebih dari 100 masalah kecil yang dapat dikelola. Proses ini tidak hanya mengatur pekerjaan; secara fundamental, ia mengubah persepsi kita tentang risiko, memindahkannya dari perasaan bahaya yang abstrak menjadi daftar titik kegagalan konkret yang bisa ditangani.

Bermain Detektif Bencana: Kejeniusan Fault Tree Analysis

Di sinilah saya menemukan momen "Aha!" terbesar. Tesis ini menggunakan alat yang sangat kuat bernama Fault Tree Analysis (FTA). Ini adalah metode untuk merekayasa balik sebuah bencana sebelum terjadi. Ini adalah cara berpikir mundur dari kegagalan.   

Cara Berpikir Mundur dari Kegagalan

Logikanya "top-down": Mulailah dengan bencana yang ingin Anda cegah (disebut "Top Event"), lalu ajukan pertanyaan, "Bagaimana ini bisa terjadi?"

FTA menggunakan gerbang logika sederhana untuk memetakan penyebab. Ada "Gerbang OR" (salah satu dari beberapa penyebab bisa memicu kegagalan) dan "Gerbang AND" (beberapa penyebab harus terjadi bersamaan untuk memicu kegagalan). Ini menunjukkan bahwa kecelakaan jarang disebabkan oleh satu hal tunggal.   

Mari Pecahkan Kasus Nyata: "Material yang Jatuh"

Mari kita telusuri salah satu diagram FTA dari tesis ini untuk melihat betapa kuatnya metode ini: Gambar 5.19: Bahaya Material Terjatuh pada Proses Lifting material baja WF.   

Top Event (Bencana Puncak): Material Baja Jatuh.

Bagaimana ini bisa terjadi? Diagram FTA menunjukkan ini bisa disebabkan oleh "Faktor Personal" ATAU "Faktor Peralatan" ATAU "Faktor Lingkungan". Mari kita ikuti satu cabang, misalnya "Faktor Personal". Ini kemudian dipecah lagi menjadi penyebab yang lebih mendasar seperti LelahCeroboh, atau Kurang Terampil.

Ini membawa kita pada beberapa pelajaran penting:

  • 🚀 Hasilnya luar biasa: Kecelakaan adalah konspirasi dari kegagalan-kegagalan kecil. Balok baja itu tidak jatuh begitu saja; ia jatuh karena seorang pekerja lelah, peralatan pengangkatnya kurang terawat, dan embusan angin datang pada saat yang salah.

  • 🧠 Inovasinya: FTA memaksa kita melihat keterkaitan risiko. Ini mengubah permainan saling menyalahkan ("Siapa yang menjatuhkan balok itu?") menjadi analisis sistem ("Bagian mana dari sistem kita yang gagal sehingga memungkinkan balok itu jatuh?").

  • 💡 Pelajaran: Untuk mencegah bencana besar, Anda harus memperbaiki masalah-masalah kecil di akarnya yang tampaknya tidak berhubungan.

Empat Penunggang Kuda Kegagalan: Akar Tersembunyi dari Setiap Masalah

Setelah menganalisis semua 123 bahaya, para peneliti menemukan sebuah pola yang menakjubkan. Semua risiko, tanpa kecuali, berasal dari empat kategori akar masalah yang sama. Ini adalah teori terpadu tentang mengapa segala sesuatu berjalan salah.   

Faktor Personal: Elemen Manusia

Ini mencakup segalanya, mulai dari kurangnya keterampilan dan pelatihan hingga stres, kelelahan, dan keteledoran sederhana (Ceroboh). Ini adalah faktor yang paling umum dan paling kompleks. Bayangkan Anda mengirim typo dalam email penting. Anda tahu cara mengeja, tetapi Anda lelah atau terburu-buru. Sistemnya (otak Anda, keyboard Anda) baik-baik saja, tetapi operatornya gagal.   

Faktor Peralatan: Alat yang Kita Percayai

Ini termasuk peralatan yang rusak, kurangnya perawatan, penggunaan alat yang salah untuk pekerjaan, atau Alat Pelindung Diri (APD) yang berkualitas rendah atau digunakan secara tidak benar. Ini seperti mencoba memotong sayuran dengan pisau tumpul. Tidak hanya tidak efektif, tetapi juga jauh lebih berbahaya daripada menggunakan pisau yang tajam.   

Faktor Material: Bahan Baku Pekerjaan

Ini mengacu pada bahan mentah itu sendiri yang cacat, disimpan dengan buruk, atau tidak memenuhi spesifikasi—misalnya, balok baja dengan retakan tersembunyi. Analogi sederhananya adalah memanggang kue dengan tepung kedaluwarsa. Tidak peduli seberapa terampil tukang roti atau seberapa bagus ovennya, produk akhirnya sudah ditakdirkan untuk gagal sejak awal.   

Faktor Lingkungan: Dunia Tempat Kita Bekerja

Ini mencakup kondisi eksternal seperti cuaca buruk (angin, hujan), pencahayaan yang buruk, ruang kerja yang berantakan, atau bahkan budaya keselamatan yang buruk di mana aturan tidak ditegakkan. Ini seperti mencoba melakukan percakapan serius di tengah konser yang bising. Konteksnya membuat keberhasilan hampir mustahil.   

Opini Pribadi Saya: Bahaya Sebenarnya Ada di Persimpangan

Meskipun model empat faktor ini brilian, menurut saya tesis ini bisa lebih menekankan bahwa zona bahaya sebenarnya adalah interaksi antar faktor-faktor ini. Seorang pekerja yang lelah (Personal) menggunakan bor yang rusak (Peralatan) di ruang yang remang-remang (Lingkungan) adalah resep untuk bencana yang terjamin. Faktor-faktor ini tidak bersifat aditif; mereka bersifat multiplikatif. Risiko tidak bertambah, tapi berlipat ganda.

Membangun Benteng Keselamatan: Dari Analisis ke Aksi

Setelah mengidentifikasi semua bahaya (dengan WBS) dan akar penyebabnya (dengan FTA), tesis ini tidak berhenti di situ. Langkah terakhir adalah mengusulkan rencana aksi sistematis menggunakan Construction Safety Analysis (CSA). Di sinilah teori diubah menjadi daftar periksa praktis.   

Filosofi di balik semua rekomendasi ini adalah Hierarki Pengendalian K3. Ini adalah ide yang sangat kuat. Idenya adalah bahwa tidak semua solusi diciptakan sama. Beberapa jauh lebih efektif daripada yang lain. 

Pelajaran Universal: Apa yang Diajarkan Lokasi Konstruksi tentang Kehidupan

Pada akhirnya, tesis ini memberikan cetak biru yang jauh lebih besar dari sekadar keselamatan konstruksi. Ia mengajarkan sebuah proses universal untuk menaklukkan risiko: Urai -> Analisis -> Mitigasi.

Anda bisa menerapkan kerangka kerja ini di mana saja:

  • Dalam Bisnis: Gunakan untuk mengurangi risiko peluncuran produk. Urai rencana peluncuran (WBS), analisis titik kegagalan potensial seperti "Server Crash" (FTA), dan bangun pertahanan berlapis (Hierarki Pengendalian).

  • Dalam Produktivitas Pribadi: Gunakan untuk mengatasi penundaan pada proyek besar. Urai proyek menjadi tugas-tugas kecil (WBS), analisis mengapa Anda mungkin gagal seperti "Saya akan terganggu" (FTA), dan bangun kendali (matikan ponsel, blokir situs web).

Pelajaran pamungkas dari tesis 400 halaman ini adalah bahwa keselamatan, kesuksesan, dan keunggulan bukanlah sebuah kebetulan. Mereka adalah hasil dari proses yang teliti, rendah hati, dan sistematis dalam membayangkan kegagalan untuk mencegahnya.

Ini hanyalah sekilas dari kedalaman luar biasa penelitian ini. Jika Anda terpesona oleh cara berpikir ini, saya sangat merekomendasikan untuk menjelajahi tesis aslinya.

(https://repository.uii.ac.id/handle/123456789/49692)

Dan jika Anda ingin membangun keterampilan keselamatan sistematis semacam ini untuk karier Anda sendiri, lihat program pengembangan profesional di(https://diklatkerja.com/).