Latar belakang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman telah mengatur mengenai hunian proporsional. Ini mencakup ketentuan bahwa setiap badan hukum yang akan melakukan pembangunan perumahan dan permukiman wajib menerapkan hunian berimbang. Kemudian, untuk mengatur secara rinci mengenai hunian proporsional, diterbitkanlah Peraturan Menteri perumahan rakyat dan kawasan permukiman nomor 10 tahun 2012 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan Permukiman dengan Hunian Proporsional ("Permen Hunian Proporsional").
Definisi Hunian Berimbang seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 Permenpera Hunian Berimbang adalah pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang merata dengan komposisi tertentu berupa rumah tunggal dan rumah deret baik rumah sederhana, rumah menengah, maupun rumah mewah, atau rumah susun umum dan rumah susun komersial. Dengan demikian, prinsip ini menekankan pentingnya menyediakan berbagai jenis hunian dengan proporsi yang seimbang dalam suatu pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Peraturan hunian proporsional memiliki beberapa tujuan yang mencakup aspek sosial dan ekonomi dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
Berikut adalah tujuan-tujuannya:
1. Tersedianya berbagai tipe rumah: Tujuan pertama adalah untuk memastikan ketersediaan rumah mewah, menengah, dan sederhana bagi masyarakat. Hal ini bisa dilakukan baik dalam satu kawasan maupun di kawasan yang berbeda untuk rumah sederhana.
2. Keserasian golongan masyarakat: Tujuan kedua adalah untuk menciptakan keserasian antara berbagai golongan masyarakat, termasuk dari berbagai profesi, tingkat ekonomi, dan status sosial, dalam perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian.
3. Subsidi silang dan pendanaan: Tujuan ketiga adalah untuk menjamin subsidi silang dalam pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas umum serta pendanaan pembangunan perumahan. Ini bertujuan untuk memberikan dukungan bagi pembangunan hunian yang berkelanjutan.
Berdasarkan komposisi persyaratan Hunian proporsional yang disebutkan, terdapat dua aspek utama yang menjadi dasar pengaturan:
1. Jumlah rumah: Proporsi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah, dengan perbandingan 3:2:1. Rumah sederhana adalah yang paling banyak, diikuti oleh rumah menengah, dan rumah mewah yang jumlahnya paling sedikit.
2. Luas tanah: Proporsi luas tanah untuk rumah sederhana dalam keseluruhan luas tanah. Rumah sederhana harus memiliki paling sedikit 25% dari total luas tanah, dengan jumlahnya setidaknya sama dengan rumah mewah ditambah rumah menengah.
Selain itu, terdapat aturan terkait definisi rumah komersial, rumah mewah, rumah sederhana, dan rumah menengah, serta persyaratan teknis terkait luas tanah dan luas bangunan. Hunian Proporsional juga mencakup pembangunan perumahan dan hunian secara proporsional antara kondominium komersial dan kondominium umum, dengan persyaratan minimal 20% dari total luas lantai kondominium komersial.
Perencanaan, pengembangan, dan pengendalian hunian harus mematuhi rencana yang telah disetujui, dan pembangunan hanya boleh dilakukan oleh badan hukum yang bergerak di bidang perumahan dan kawasan permukiman, baik secara mandiri maupun melalui kerja sama seperti konsorsium atau kerja sama operasi. Penertiban hunian yang tidak mematuhi persyaratan proporsional dapat dilakukan melalui berbagai langkah, mulai dari surat peringatan hingga sanksi administratif atau pidana yang diatur oleh peraturan daerah atau gubernur, tergantung pada wilayahnya.
4. Keserasian sosial dan ekonomi: Tujuan keempat adalah menciptakan keserasian hunian baik secara sosial maupun ekonomi. Hal ini mencakup aspek kesetaraan dalam akses terhadap fasilitas dan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
5. Pemanfaatan lahan yang efisien: Tujuan terakhir adalah memanfaatkan penggunaan lahan yang dialokasikan untuk perumahan dan kawasan permukiman secara efisien. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan demi keberlanjutan lingkungan dan pembangunan yang teratur.
Dengan tujuan-tujuan ini, Peraturan hunian proporsional bertujuan untuk menciptakan lingkungan hunian yang inklusif, berkelanjutan, dan memenuhi kebutuhan beragam masyarakat. Sepertinya Anda memberikan daftar berbagai tindakan atau konsekuensi yang mungkin diterapkan dalam konteks peraturan atau pengawasan terhadap pembangunan dan pengelolaan perumahan. Tindakan-tindakan ini biasanya diambil oleh pemerintah atau otoritas terkait untuk menegakkan aturan dan menjaga ketertiban serta keselamatan publik.
Berikut adalah penjelasan singkat untuk setiap poin:
1. Peringatan tertulis: Memberikan pemberitahuan tertulis kepada individu atau entitas yang melanggar peraturan.
2. Pembatasan kegiatan pembangunan: Mengatur atau membatasi aktivitas pembangunan tertentu.
3. Penghentian sementara atau permanen kegiatan pembangunan: Menghentikan sementara atau secara permanen aktivitas pembangunan yang tidak sesuai dengan peraturan.
4. Penghentian sementara atau permanen pengelolaan perumahan: Sama seperti poin sebelumnya, namun fokusnya adalah pada pengelolaan perumahan.
5. Penguasaan sementara oleh pemerintah (dikunci): Pemerintah mengambil kendali sementara atas suatu properti atau lahan untuk kepentingan tertentu.
6. Kewajiban untuk membongkar bangunan dalam jangka waktu tertentu: Memerintahkan pembongkaran bangunan dalam batas waktu tertentu.
7. Pembatasan kegiatan usaha: Memperkenalkan pembatasan pada aktivitas usaha tertentu.
8. Pembekuan izin mendirikan bangunan: Menangguhkan sementara pemberian izin untuk membangun.
9. Pencabutan izin mendirikan bangunan: Mencabut izin yang telah diberikan untuk membangun.
10. Pencabutan bukti kepemilikan rumah: Mencabut dokumen resmi yang menunjukkan kepemilikan atas rumah.
11. Perintah pembongkaran rumah: Memerintahkan pembongkaran rumah.
12. Pembekuan izin usaha: Sama seperti poin 8, tetapi khusus untuk izin usaha.
13. Pencabutan izin usaha: Mencabut izin yang telah diberikan untuk menjalankan usaha.
14. Pemantauan: Mengawasi secara teratur aktivitas atau situasi tertentu.
15. Pembatalan izin: Membatalkan izin yang telah diberikan sebelumnya.
16. Kewajiban mengembalikan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu: Menuntut pemilik lahan untuk mengembalikan fungsionalitas lahan dalam batas waktu tertentu.
17. Pencabutan insentif: Mencabut insentif atau insentif pajak yang diberikan kepada individu atau entitas.
18. Denda administratif dan/atau: Memberlakukan denda administratif atau sanksi lainnya.
19. Penutupan lokasi: Menutup tempat atau lokasi tertentu.
Semua tindakan ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan, keselamatan publik, dan pemeliharaan lingkungan.
Disadur dari: lekslawyer.com