Revolusi Konstruksi: Model Pengambilan Keputusan untuk Implementasi AI

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

12 September 2025, 15.40

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Karya Ahmed Farouk Kineber dkk. yang berjudul, "Revolutionizing Construction: A Cutting-edge Decision-making Model for Artificial Intelligence Implementation in Sustainable Building Projects," menyoroti sebuah paradoks sentral dalam industri arsitektur, rekayasa, konstruksi, dan operasi (AECO). Di satu sisi, sektor ini merupakan pilar fundamental ekonomi global; di sisi lain, ia juga menjadi kontributor signifikan terhadap konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca, sambil berjuang melawan stagnasi produktivitas yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Penelitian ini secara tajam mengidentifikasi lambatnya adopsi teknologi baru, khususnya Kecerdasan Buatan (AI), sebagai salah satu akar masalah, terutama di negara-negara berkembang seperti Nigeria, di mana metode konstruksi tradisional masih mendominasi.  

Kerangka teoretis yang dibangun oleh penulis memposisikan AI bukan sebagai ancaman terhadap tenaga kerja, melainkan sebagai teknologi komplementer yang strategis. AI dipandang mampu mentransformasi industri dengan meningkatkan efisiensi proyek, mengurangi pemborosan, mengoptimalkan alokasi sumber daya, dan secara signifikan meningkatkan standar kesehatan serta keselamatan kerja. Dengan latar belakang ini, studi ini merumuskan dua pertanyaan penelitian yang esensial: (1) Sejauh mana AI dapat membantu sektor konstruksi modern di Nigeria? dan (2) Apa saja kondisi dan pendorong krusial untuk integrasi AI yang efektif di industri konstruksi? Hipotesis utama yang diajukan adalah bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara faktor-faktor pendorong implementasi AI dengan tingkat adopsi AI itu sendiri di dalam industri.  

Metodologi dan Kebaruan

Untuk menguji hipotesisnya, penelitian ini mengadopsi metodologi kuantitatif yang canggih dan berlapis. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei terstruktur yang disebarkan kepada 150 pemangku kepentingan yang relevan di sektor konstruksi bangunan di Lagos, Nigeria, dengan tingkat respons yang valid mencapai 66,96%. Responden, yang terdiri dari arsitek,  

quantity surveyor, pembangun, dan insinyur, memberikan penilaian mereka terhadap berbagai pendorong dan manfaat adopsi AI menggunakan skala Likert lima poin.  

Analisis data dilakukan dalam dua tahap utama. Pertama, Exploratory Factor Analysis (EFA) digunakan untuk mereduksi sejumlah besar variabel pendorong dan manfaat menjadi beberapa konstruk laten yang lebih ringkas dan bermakna secara teoretis. Kedua, model hubungan antar konstruk ini diuji menggunakan  

Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM), sebuah teknik statistik yang kuat untuk menganalisis hubungan sebab-akibat yang kompleks antar variabel, bahkan dengan ukuran sampel yang relatif kecil.  

Kebaruan dari penelitian ini terletak pada aplikasinya yang spesifik dan penggunaan metodologi yang canggih. Alih-alih hanya melakukan tinjauan literatur atau analisis regresi sederhana, studi ini membangun dan memvalidasi sebuah model pengambilan keputusan empiris dalam konteks negara berkembang. Dengan demikian, karya ini memberikan sebuah kerangka kerja yang dapat diukur dan direplikasi untuk memahami dinamika adopsi teknologi di lingkungan yang penuh tantangan.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data menghasilkan serangkaian temuan kuantitatif yang memberikan wawasan mendalam.

Pertama, melalui EFA, 15 variabel pendorong adopsi AI berhasil dikelompokkan menjadi tiga konstruk utama yang secara kolektif menjelaskan 52,86% dari total varians. Ketiga pendorong ini adalah:

  1. Teknologi (Technology): Mencakup aspek-aspek seperti ketersediaan perangkat dan keamanan siber.

  2. Kemajuan (Advancement): Terkait dengan kemajuan pesat teknologi dan investasi dari para pemain besar di industri.

  3. Pengetahuan (Knowledge): Meliputi peran AI dalam mengatasi tantangan informasi dan meningkatkan pengalaman klien.  

Selanjutnya, 16 variabel manfaat adopsi AI juga berhasil dikelompokkan menjadi dua faktor utama yang menjelaskan 50,37% dari total varians: (1) Percepatan Penyelesaian Proyek dan (2) Peningkatan Kesehatan dan Keselamatan.  

Puncak dari temuan ini adalah hasil dari model PLS-SEM, yang secara definitif mengonfirmasi hipotesis penelitian. Ditemukan bahwa ketiga konstruk pendorong (Teknologi, Kemajuan, dan Pengetahuan) secara kolektif memiliki pengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap implementasi AI di industri konstruksi. Secara deskriptif, penelitian menunjukkan bahwa ketiga pendorong ini berkontribusi sekitar 15% terhadap variasi dalam adopsi AI yang teramati. Di antara ketiganya, faktor "Teknologi" terbukti menjadi komponen dengan pengaruh terbesar. Temuan ini mengontekstualisasikan bahwa, meskipun pengetahuan dan kemajuan industri penting, ketersediaan dan keamanan perangkat teknologi itu sendiri merupakan prasyarat paling fundamental untuk mendorong adopsi AI di lapangan.  

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Penulis secara jujur mengakui beberapa keterbatasan dalam studi mereka. Ruang lingkup penelitian yang terbatas pada Lagos State, Nigeria, membuat generalisasi temuan ke wilayah lain harus dilakukan dengan hati-hati. Selain itu, studi ini tidak memasukkan pengaruh faktor budaya dalam industri konstruksi, yang sering kali menjadi penghalang signifikan terhadap adopsi teknologi baru.  

Sebagai refleksi kritis, perlu dicatat bahwa meskipun model yang diajukan signifikan secara statistik, kemampuannya untuk menjelaskan variasi adopsi AI (R² = 15%) menunjukkan bahwa 85% dari faktor yang mempengaruhi adopsi AI berasal dari variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini. Faktor-faktor seperti biaya implementasi, ketersediaan tenaga kerja terampil, resistensi terhadap perubahan, dan kebijakan pemerintah kemungkinan besar memainkan peran yang jauh lebih besar. Dengan demikian, model ini lebih tepat dilihat sebagai langkah awal yang penting, bukan sebagai penjelasan yang komprehensif.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Terlepas dari keterbatasannya, implikasi praktis dari temuan ini sangat luas. Bagi para pembuat kebijakan, penelitian ini memberikan dasar empiris untuk merancang strategi dan insentif yang mendorong adopsi AI yang etis dan efektif. Bagi para insinyur dan pemangku kepentingan proyek, model ini menawarkan wawasan berharga untuk menyusun argumen bisnis yang kuat dalam memanfaatkan potensi AI untuk meningkatkan keberlanjutan, efisiensi, dan keselamatan proyek.  

Penelitian di masa depan harus diarahkan untuk memperluas model ini dengan memasukkan variabel-variabel penghambat (seperti biaya dan resistensi budaya) untuk menciptakan kerangka pengambilan keputusan yang lebih holistik. Melakukan studi komparatif di negara-negara berkembang lainnya juga akan sangat berharga untuk menguji validitas model ini di berbagai konteks. Sebagai refleksi akhir, karya Kineber dkk. ini memberikan kontribusi penting dengan menggeser diskusi tentang AI di bidang konstruksi dari ranah konseptual ke validasi empiris, sebuah langkah yang sangat dibutuhkan untuk mendorong transformasi nyata di salah satu industri terpenting di dunia.

Sumber

Kineber, A. F., Elshaboury, N., Oke, A. E., Aliu, J., Abunada, Z., & Alhusban, M. (2024). Revolutionizing construction: A cutting-edge decision-making model for artificial intelligence implementation in sustainable building projects. Heliyon, 10(2024), e37078. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2024.e37078