Revolusi Digital di Jalan Raya Tanzania: Kerangka TI Ini Bisa Mengakhiri Era Pothole—dan Inilah Dampaknya bagi Ekonomi Bangsa!

Dipublikasikan oleh Hansel

15 Oktober 2025, 14.22

unsplash.com

Di seluruh Tanzania, terbentang jaringan jalan sepanjang 86.472 kilometer, sebuah sistem peredaran darah yang vital bagi kehidupan ekonomi bangsa. Dari jumlah tersebut, 33.891 kilometer jalan utama dan regional berada di bawah pengawasan Tanzania National Roads Agency (TANROADS), menjadikannya arteri utama yang mengalirkan barang dan jasa, menghubungkan masyarakat, dan menjadi fondasi bagi pengentasan kemiskinan.1 Namun, sebuah penelitian mendalam yang dilakukan di jantung operasi TANROADS mengungkap sebuah krisis yang tersembunyi di bawah permukaan aspal: sistem pemeliharaan jalan yang diandalkan negara ini ternyata sudah usang, tidak efisien, dan secara sistematis menghambat kemajuan yang seharusnya ia dukung.

Penelitian yang dipimpin oleh Rose Kapinga dan Benson James Lyimo ini tidak hanya menyoroti beberapa retakan di jalan, tetapi juga retakan fundamental dalam proses, kebijakan, dan teknologi yang menopang infrastruktur paling krusial di Tanzania. Temuan mereka melukiskan gambaran sebuah agensi yang berjuang melawan tantangan abad ke-21 dengan alat-alat dari abad ke-20, sebuah pertarungan yang sejak awal sudah tidak seimbang. Namun, dari analisis yang tajam ini, lahir sebuah cetak biru—sebuah kerangka kerja Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berpotensi merevolusi cara Tanzania merawat arteri ekonominya, menjanjikan era baru efisiensi, transparansi, dan pertumbuhan.

 

Krisis Tak Terlihat di Bawah Roda: Potret Sistem Perawatan Jalan yang Sekarat

Inti dari masalah yang diidentifikasi oleh penelitian ini terletak pada sebuah praktik yang tampaknya sederhana namun sangat bermasalah: ketergantungan total pada inspeksi fisik manual. Para inspektur jalan TANROADS saat ini harus secara fisik mendatangi setiap kilometer jalan untuk memeriksa kerusakan, melakukan inventarisasi, dan memverifikasi kondisi.1 Dalam teori, ini adalah pendekatan yang teliti. Dalam praktiknya, penelitian ini menyatakannya sebagai metode yang "tidak efektif".1

Alasannya sederhana namun berdampak besar: "beberapa area tidak dapat diidentifikasi dan dijangkau dengan mudah," tulis para peneliti.1 Bayangkan medan Tanzania yang luas dan beragam, dari dataran pesisir yang lembap hingga pegunungan yang terjal. Mengandalkan mata manusia dan papan klip untuk mencatat setiap lubang, retakan, atau erosi adalah tugas yang sangat besar dan rawan kesalahan.

Vonis terhadap sistem ini tidak datang dari luar, tetapi dari para profesional di garis depan—para insinyur, inspektur, dan staf teknis di dalam TANROADS sendiri. Ketika disurvei, suara mereka sangat jelas dan memberatkan. Separuh penuh (50%) dari responden profesional tidak setuju dengan pernyataan bahwa proses inventarisasi jalan fisik saat ini efektif. Angka yang lebih mengejutkan muncul saat ditanya tentang verifikasi kondisi jalan: 60% dari mereka menyatakan bahwa prosedur verifikasi fisik yang ada saat ini "tidak efektif".1 Ini bukan sekadar keluhan; ini adalah pengakuan dari dalam bahwa fondasi dari seluruh strategi pemeliharaan jalan di Tanzania goyah.

Inefisiensi ini bukan sekadar masalah administrasi. Ia menciptakan efek domino yang merusak dan mahal. Penelitian ini secara eksplisit menghubungkan metode manual yang gagal ini dengan serangkaian konsekuensi nyata: "penundaan laporan perawatan jalan, penundaan perawatan, penundaan waktu penyelesaian proyek, dan pembengkakan biaya".1 Setiap langkah dalam proses ini terhambat. Laporan yang terlambat berarti keputusan yang tertunda. Keputusan yang tertunda berarti lubang kecil menjadi kawah besar, dan perbaikan kecil menjadi rekonstruksi mahal.

Ini adalah sebuah siklus stagnasi infrastruktur yang merugikan diri sendiri. Metode yang buruk menghasilkan data yang buruk. Data yang buruk mengarah pada keputusan prioritas yang buruk. Keputusan yang buruk mengakibatkan alokasi sumber daya yang tidak efisien, di mana jalan yang paling membutuhkan perbaikan mungkin terlewatkan sementara sumber daya yang langka dihabiskan di tempat lain. Akibatnya, infrastruktur terus memburuk, biaya perbaikan membengkak, dan beban kerja pada sistem yang sudah tertekan semakin berat. Secara efektif, siklus ini berfungsi sebagai rem tangan darurat yang ditarik pada kemajuan ekonomi Tanzania, membebankan pajak tak terlihat pada setiap bisnis, petani, dan warga negara yang bergantung pada jalan yang andal.

 

Dari Dana Terbatas Hingga Data yang Buta: Mengurai Benang Kusut Tantangan TANROADS

Masalah yang melumpuhkan TANROADS jauh lebih dalam dari sekadar metode inspeksi yang usang. Penelitian ini menggali lebih dalam untuk mengungkap jaringan tantangan sistemik yang saling terkait, melukiskan gambaran sebuah agensi yang beroperasi dengan satu tangan terikat di belakang punggungnya.

Pertama, proses manual itu sendiri bukan hanya tidak efektif, tetapi juga sangat rumit. Sebagian besar responden, yaitu 71%, setuju dengan pernyataan bahwa "proses inspeksi jalan fisik itu rumit".1 Ini menunjukkan bahwa masalahnya bukan hanya konseptual tetapi juga praktis. Staf di lapangan terbebani oleh prosedur yang sulit dilakukan dengan benar, yang secara inheren meningkatkan kemungkinan kesalahan dan penundaan.

Kedua, ada kesenjangan teknologi yang menganga. Ketika ditanya tentang ketersediaan alat modern, hampir separuh staf (49%) merasa mereka tidak memiliki "alat teknologi informasi yang memadai" untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Hanya 41% yang merasa sebaliknya, sementara sisanya netral.1 Ini adalah pengakuan yang gamblang akan kurangnya persenjataan digital yang kritis. Di era di mana data adalah raja, TANROADS beroperasi dalam kondisi miskin data, dipaksa membuat keputusan penting tanpa wawasan yang dapat diberikan oleh teknologi modern.

Ketiga, dan mungkin yang paling mendasar, adalah kendala finansial. Para peneliti menemukan bahwa alokasi dana dari pemerintah untuk pemeliharaan jalan dianggap "tidak memuaskan".1 Kekurangan dana ini kemungkinan besar menjadi akar penyebab mengapa investasi dalam teknologi yang sangat dibutuhkan belum pernah terwujud. Agensi terjebak dalam dilema: tidak mampu berinvestasi dalam efisiensi karena kekurangan dana, namun pemborosan terus terjadi karena inefisiensi.

Di atas semua tantangan internal ini, TANROADS juga harus menghadapi realitas dunia nyata yang keras. Faktor-faktor seperti "kerusakan peralatan" yang tak terduga, dampak "perubahan iklim" yang semakin tak terduga seperti banjir dan tanah longsor, serta tantangan logistik untuk "menjaga jalan tetap terbuka" selama pekerjaan perbaikan, semuanya menambah lapisan kompleksitas.1 Solusi apa pun yang diusulkan harus cukup tangguh untuk menghadapi variabel-variabel yang tidak dapat dikendalikan ini.

Kombinasi dari proses manual yang rumit, kurangnya alat TIK, data yang tidak akurat, dan dana yang terbatas telah menciptakan kondisi yang oleh para ahli disebut sebagai "kebutaan data". TANROADS, sebagai penjaga aset infrastruktur paling vital di negara itu, pada dasarnya tidak dapat melihat kondisi aset tersebut secara jelas dan real-time. Ketika para pemimpin harus membuat pilihan sulit tentang jalan mana yang harus diprioritaskan dengan anggaran yang terbatas, mereka terpaksa melakukannya tanpa gambaran yang lengkap. Keputusan mungkin didasarkan pada laporan yang sudah usang, tekanan politik, atau sekadar anekdot, bukan pada analisis data yang solid tentang di mana investasi akan memberikan dampak ekonomi terbesar. Ini mengubah masalah teknis menjadi masalah tata kelola yang serius, di mana dana publik yang langka berisiko salah dialokasikan, memperburuk masalah alih-alih menyelesaikannya.

 

Cetak Biru Digital untuk Arteri Bangsa: Membedah Kerangka Kerja ICT yang Diusulkan

Menanggapi krisis yang teridentifikasi ini, para peneliti tidak hanya berhenti pada diagnosis. Mereka merancang sebuah solusi: cetak biru holistik untuk memodernisasi seluruh siklus hidup pemeliharaan jalan melalui integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kerangka kerja yang diusulkan ini bukanlah sekadar pembelian perangkat lunak baru; ini adalah desain ulang fundamental dari proses bisnis dan tata kelola di TANROADS, yang dirancang untuk mengatasi setiap titik lemah yang ditemukan dalam analisis mereka.1

Kerangka kerja ini terdiri dari enam tahap yang saling berhubungan, yang secara kolektif mengubah pemeliharaan jalan dari proses manual dan reaktif menjadi sistem yang terintegrasi, otomatis, dan berbasis data.

  1. Pra-Desain: Mata Digital di Lapangan
    Tahap pertama secara langsung menyerang inefisiensi inspeksi manual. Kerangka kerja ini mengusulkan penggunaan sistem informasi modern seperti GPS, sensor, dan perangkat otomatis untuk melakukan inventarisasi jalan, verifikasi kondisi, dan penghitungan lalu lintas.1 Ini adalah langkah untuk menggantikan papan klip dan mata manusia dengan data digital yang akurat dan dapat diandalkan—sebuah respons langsung terhadap proses yang oleh 60% staf dianggap tidak efektif.
  2. Perencanaan (Desain & Penganggaran Jalan): Keputusan Berbasis Bukti
    Setelah data akurat terkumpul, tahap kedua memanfaatkannya. Sistem informasi akan digunakan untuk merencanakan, merancang, dan menganggarkan proyek pemeliharaan. Yang terpenting, ini akan memungkinkan TANROADS untuk "memprioritaskan perbaikan dan pemeliharaan jalan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan dana yang tersedia".1 Ini adalah obat untuk "kebutaan data", memastikan bahwa setiap shilling yang langka dialokasikan ke proyek yang paling mendesak dan berdampak.
  3. Pengadaan (Procurement): Transparansi dan Efisiensi
    Kerangka kerja ini menyerukan otomatisasi proses pengadaan, termasuk proses penawaran, evaluasi, dan negosiasi kontrak melalui sistem e-procurement.1 Ini adalah langkah signifikan menuju transparansi dalam area yang secara tradisional rentan terhadap inefisiensi, penundaan, dan potensi korupsi. Dengan mendigitalkan pengadaan, proses menjadi lebih cepat, lebih adil, dan lebih mudah diaudit.
  4. Konstruksi Jalan: Pengawasan Cerdas
    Selama fase konstruksi, perangkat lunak manajemen proyek seperti Microsoft Project akan digunakan untuk mengawasi operasi dan jadwal pemeliharaan.1 Ini memberikan manajer proyek visibilitas yang lebih baik terhadap kemajuan di lapangan, memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi potensi masalah lebih awal dan memastikan proyek berjalan sesuai jadwal dan anggaran.
  5. Pemantauan & Evaluasi Jalan: Umpan Balik Berkelanjutan
    Untuk memastikan kualitas dan umur panjang pekerjaan, tahap ini memanfaatkan teknologi canggih seperti pemindai untuk "mendeteksi lebar retakan internal" dan menentukan apakah sebuah struktur aman.1 Selain itu, laporan kemajuan, persetujuan, dan sertifikat penyelesaian akan dihasilkan secara otomatis melalui sistem informasi. Ini menciptakan siklus umpan balik yang konstan dan berbasis data, memastikan akuntabilitas dan kualitas.
  6. Dukungan Manajemen TIK: Membangun Ekosistem
    Para peneliti dengan bijak mengakui bahwa teknologi tidak dapat berhasil dalam ruang hampa. Tahap terakhir ini menekankan perlunya ekosistem pendukung: kebijakan TIK yang kuat, infrastruktur yang solid (seperti server basis data terpusat dan intranet), dan yang terpenting, "personel TI" yang terampil untuk mengelola dan memelihara sistem.1

Secara keseluruhan, kerangka kerja ini jauh lebih ambisius daripada sekadar peningkatan teknologi. Ini adalah alat tata kelola. Dengan mengintegrasikan setiap langkah ke dalam satu sistem terpusat dan berbasis data, kerangka kerja ini memaksakan standarisasi, akuntabilitas, dan pengambilan keputusan berbasis bukti. Dampaknya akan melampaui jalan yang lebih mulus; ini akan menciptakan model tentang bagaimana lembaga pemerintah Tanzania lainnya dapat memanfaatkan teknologi untuk tata kelola yang lebih baik, transparansi yang lebih besar, dan pelayanan publik yang lebih efektif.

 

Lompatan Kuantum dari Kertas ke Cloud: Bagaimana Teknologi Mengubah Segalanya

Untuk memahami dampak sebenarnya dari kerangka kerja yang diusulkan, kita perlu membayangkan perubahan radikal yang akan terjadi dalam pekerjaan sehari-hari para insinyur dan manajer di TANROADS. Ini bukan sekadar peningkatan bertahap; ini adalah lompatan kuantum dari era analog ke era digital.

Bayangkan seorang inspektur jalan saat ini, berdiri di bawah terik matahari, mencoba mengukur dimensi lubang dengan meteran sambil mencatat koordinatnya secara manual di papan klip. Sekarang, bayangkan inspektur yang sama di masa depan, dilengkapi dengan perangkat genggam yang terhubung dengan GPS. Dengan satu ketukan, ia dapat menandai lokasi kerusakan dengan presisi milimeter, mengambil foto, menambahkan catatan, dan mengunggah semua data secara instan ke server pusat.1 Pergeserannya sama fundamentalnya dengan beralih dari peta kertas yang dilipat ke navigasi real-time Google Maps.

Lebih jauh lagi, kerangka kerja ini membuka pintu bagi teknologi sensor untuk memantau kondisi jalan secara terus-menerus.1 Ini seperti memberi jaringan jalan raya nasional sebuah "sistem saraf pusat" digitalnya sendiri. Sensor yang tertanam di jembatan atau di sepanjang bentangan jalan yang kritis dapat terus-menerus melaporkan tingkat stres, getaran, atau kelembapan—data yang dapat menandakan potensi masalah jauh sebelum terlihat oleh mata manusia. Alih-alih menunggu "dokter" (inspektur) melakukan pemeriksaan tahunan, jalan itu sendiri dapat melaporkan "rasa sakit" dan gejalanya secara real-time, memungkinkan intervensi dini yang jauh lebih murah.

Untuk masalah yang tidak terlihat, teknologi seperti pemindai non-destruktif dapat memberikan para insinyur kemampuan seperti "penglihatan sinar-X".1 Mereka dapat melihat ke dalam struktur beton jembatan atau lapisan bawah aspal untuk mendeteksi retakan internal atau kelemahan struktural sebelum menyebabkan keruntuhan permukaan yang mahal dan berbahaya.

Semua data ini—dari GPS, sensor, pemindai, laporan konstruksi, dan data lalu lintas—akan mengalir ke satu "otak" operasi: basis data terpusat.1 Ini akan menciptakan semacam "ruang kendali misi" digital untuk seluruh jaringan jalan nasional. Dari sini, para manajer dapat melihat dasbor yang menampilkan kondisi setiap jalan, status setiap proyek perbaikan, dan alokasi anggaran secara real-time. Mereka dapat beralih dari sekadar memadamkan api lokal ke membuat keputusan strategis berdasarkan gambaran keseluruhan.

Namun, manfaat terbesar dari lompatan teknologi ini bukanlah sekadar melakukan tugas-tugas lama dengan lebih cepat. Ini adalah pergeseran fundamental dalam filosofi pemeliharaan. Sistem saat ini pada dasarnya bersifat reaktif: menunggu jalan rusak, lalu memperbaikinya. Teknologi baru ini memungkinkan pergeseran ke model prediktif. Dengan menganalisis data historis dan real-time tentang pola lalu lintas, cuaca, dan tingkat kerusakan, sistem dapat membangun model untuk memprediksi di mana dan kapan masalah kemungkinan besar akan muncul. Ini memungkinkan TANROADS untuk melakukan intervensi sebelum kerusakan parah terjadi. Pemeliharaan prediktif secara eksponensial lebih hemat biaya daripada perbaikan darurat. Ini mengubah pemeliharaan dari sekadar pusat biaya menjadi investasi strategis dalam memperpanjang umur aset nasional yang paling berharga.

 

Jalan di Depan: Antara Janji Efisiensi dan Realitas Implementasi

Cetak biru digital yang diusulkan oleh penelitian ini menjanjikan masa depan yang cerah bagi infrastruktur Tanzania. Manfaat yang diartikulasikan sangat menarik: kerangka kerja ini dirancang untuk "mengurangi biaya sumber daya," "mempercepat proyek pemeliharaan jalan," membantu "mengalokasikan dana ke proyek yang relevan," dan yang terpenting, "memberikan data yang akurat" untuk pengambilan keputusan.1 Namun, jalan dari konsep ke implementasi yang sukses penuh dengan tantangan, dan analisis yang realistis harus mengakui rintangan-rintangan ini.

Pertama, penting untuk dicatat keterbatasan ruang lingkup penelitian ini. Studi ini secara khusus berfokus pada kantor TANROADS di wilayah Arusha.1 Meskipun temuan dan rekomendasinya kemungkinan besar relevan secara nasional, tantangan logistik, kondisi geografis, dan kapasitas staf dapat sangat bervariasi di seluruh Tanzania. Implementasi nasional yang sukses akan memerlukan fleksibilitas dan adaptasi, bukan pendekatan satu ukuran untuk semua.

Kedua, dan mungkin tantangan terbesar, adalah faktor manusia. Teknologi secanggih apa pun tidak akan berguna jika orang tidak mau atau tidak mampu menggunakannya. Kerangka kerja ini secara eksplisit membutuhkan "personel TI" yang terampil dan dukungan penuh dari "organisasi dan manajemen".1 Ini menunjuk pada rintangan perubahan budaya. Penelitian ini merujuk pada Technology Acceptance Model (TAM), sebuah teori yang menekankan bahwa adopsi teknologi bergantung pada persepsi pengguna tentang kegunaan dan kemudahan penggunaannya.1 Jika staf di lapangan merasa sistem baru ini terlalu rumit, mengancam pekerjaan mereka, atau tidak benar-benar membantu mereka, mereka akan menolaknya, baik secara aktif maupun pasif. Mengatasi resistensi ini akan membutuhkan lebih dari sekadar memo; itu akan membutuhkan program manajemen perubahan yang komprehensif, termasuk pelatihan berkelanjutan, komunikasi yang jelas tentang manfaatnya, dan kepemimpinan yang kuat dari atas.

Ketiga, ada masalah investasi awal. Meskipun kerangka kerja ini menjanjikan penghematan biaya jangka panjang yang signifikan, ia akan membutuhkan investasi di muka yang besar untuk perangkat keras (server, sensor, perangkat genggam), perangkat lunak, dan program pelatihan yang ekstensif. Ini adalah tantangan yang signifikan mengingat temuan penelitian bahwa pendanaan pemerintah saat ini dianggap "tidak memuaskan".1 Meyakinkan para pembuat kebijakan untuk mengalokasikan dana yang cukup untuk investasi awal ini akan membutuhkan kasus bisnis yang sangat kuat yang menyoroti laba atas investasi jangka panjang dalam hal efisiensi, penghematan, dan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh infrastruktur yang lebih baik.

Pada akhirnya, keberhasilan atau kegagalan kerangka kerja ini tidak akan ditentukan di ruang server, tetapi di ruang rapat pemerintah dan di lapangan bersama para insinyur dan teknisi. Implementasinya adalah tantangan politik dan manajerial, bukan hanya tantangan teknis. Ini akan membutuhkan kemauan politik untuk mendanai perubahan, mandat yang jelas dari atas untuk mendorong adopsi, dan kesabaran untuk mengelola sisi manusia dari transformasi digital. Proyek ini, pada intinya, adalah studi kasus dalam modernisasi sektor publik di negara berkembang, di mana pelajarannya akan bergema jauh di luar batas-batas TANROADS.

 

Kesimpulan: Membangun Fondasi Masa Depan Tanzania, Satu Jalan Digital pada Satu Waktu

Perjalanan dari sistem pemeliharaan jalan yang "rumit" dan "tidak efektif" ke cetak biru digital yang canggih ini lebih dari sekadar kisah tentang perbaikan infrastruktur. Ini adalah narasi tentang bagaimana sebuah bangsa dapat memanfaatkan kekuatan teknologi informasi untuk mengatasi tantangan pembangunan yang telah berlangsung lama dan membuka potensi ekonominya. Penelitian oleh Kapinga dan Lyimo memberikan diagnosis yang tajam tentang masalah yang ada dan, yang lebih penting, peta jalan yang jelas menuju masa depan yang lebih efisien dan berbasis data.

Pada akhirnya, penelitian ini bukan hanya tentang aspal dan beton. Ini tentang tata kelola, transparansi, dan penggunaan sumber daya publik yang cerdas. Ini adalah tentang mengubah aset fisik yang paling penting bagi suatu negara menjadi aset digital yang cerdas, responsif, dan dikelola secara efisien untuk kepentingan semua warganya.

Dampaknya, jika direalisasikan, akan sangat besar. Jika diterapkan secara nasional, para peneliti percaya kerangka kerja ini memiliki potensi untuk secara drastis mengurangi penundaan proyek dan memangkas biaya operasional pemeliharaan. Dalam lima tahun ke depan, ini bisa berarti miliaran shilling Tanzania dihemat dan dialihkan ke pembangunan infrastruktur baru, secara langsung mendorong agenda pembangunan ekonomi negara. Dengan memodernisasi manajemen jalannya, Tanzania tidak hanya menambal lubang; ia sedang membangun fondasi untuk ekonomi abad ke-21 yang lebih kompetitif, tangguh, dan transparan. Ini adalah investasi dalam kapasitas negara untuk memerintah dirinya sendiri secara efektif di era digital, membangun masa depan Tanzania, satu jalan digital pada satu waktu.

 

Sumber Artikel:

Kapinga, R., & Lyimo, B. J. (2019). Development of information and technology framework for monitoring road maintenance projects in Tanzania, a case of Tanzania National Roads Agency. Olva Academy - School of Researchers, 2(3).