Resiliensi Melalui Pembelajaran: Peran Organizational Learning dalam Industri Konstruksi Selama Pandemi COVID-19

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

15 September 2025, 02.30

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada tantangan eksistensial yang dihadapi oleh industri konstruksi selama pandemi COVID-19. Penulis menggarisbawahi bahwa organisasi konstruksi, dalam operasional normal sekalipun, dipaksa untuk terus berinvestasi dalam membangun pengalaman kumulatif untuk meningkatkan peluang keberhasilan. Krisis pandemi secara dramatis mengamplifikasi kebutuhan ini, menciptakan lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian, mulai dari kebijakan mitigasi global yang mengganggu rantai pasokan hingga peraturan spesifik negara yang menyebabkan penutupan proyek dan peningkatan risiko PHK.

Kerangka teoretis yang diusung oleh AlMaian dan Bu Qammaz memposisikan Organizational Learning (OL)—yang didefinisikan sebagai sebuah filosofi dan proses untuk mengamati serta memperbaiki kesalahan—sebagai variabel penentu utama dalam kemampuan sebuah organisasi untuk bertahan dan beradaptasi. Masalah inti yang diidentifikasi adalah bahwa meskipun banyak studi telah menentukan strategi untuk mengendalikan dampak pandemi, pemahaman mengenai peran fundamental dari praktik OL dalam membangun resiliensi organisasi masih kurang dieksplorasi secara sistematis. Dengan demikian, hipotesis implisit yang mendasari karya ini adalah bahwa organisasi konstruksi yang telah menanamkan budaya OL yang kuat secara inheren lebih siap untuk menghadapi dan bahkan memanfaatkan disrupsi. Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menyelidiki secara mendalam peran praktik OL dalam resiliensi organisasi konstruksi selama pandemi COVID-19.

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi metodologi kualitatif yang kuat, yang berpusat pada analisis data yang kaya dari wawancara semi-terstruktur. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menggali wawasan yang mendalam dan bernuansa dari para ahli industri. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan para ahli di lokasi konstruksi, dengan durasi rata-rata 60 menit per sesi, memastikan bahwa data yang diperoleh tertanam dalam konteks praktis di lapangan.

Kerangka analisis utama yang digunakan adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats). Pendekatan ini menjadi kebaruan utama dari penelitian ini. Alih-alih hanya membuat daftar dampak pandemi, penulis secara inovatif menggunakan kerangka SWOT untuk memetakan secara sistematis bagaimana praktik OL berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal organisasi. Pertanyaan-pertanyaan wawancara dirancang secara spesifik untuk mengelompokkan respons ke dalam empat kuadran SWOT, sehingga memungkinkan analisis yang terstruktur mengenai bagaimana kekuatan dan kelemahan internal (terkait OL) berinteraksi dengan peluang dan ancaman eksternal (yang diciptakan oleh pandemi).

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data kualitatif yang dibingkai dalam kerangka SWOT menghasilkan serangkaian temuan yang saling terkait, yang melukiskan gambaran komprehensif mengenai peran OL dalam resiliensi.

  1. Aspek Kekuatan (Strengths): Ditemukan bahwa kekuatan internal organisasi yang paling signifikan terkait dengan proses manajemen yang sudah mapan, seperti perencanaan, pemantauan, dan peninjauan. Organisasi yang memiliki praktik OL yang kuat cenderung memiliki mekanisme yang lebih baik untuk belajar dari proyek-proyek sebelumnya, yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan lebih cepat terhadap kondisi yang berubah.

  2. Aspek Kelemahan (Weaknesses): Kelemahan internal utama yang diidentifikasi adalah persistensi masalah dari satu proyek ke proyek berikutnya dan adanya penghambat implementasi OL. Ini mencakup faktor-faktor seperti kurangnya motivasi dan kemauan untuk belajar di kalangan beberapa karyawan, serta resistensi untuk mendokumentasikan pelajaran yang didapat (lessons learned). Pandemi secara efektif mengekspos kelemahan-kelemahan ini, di mana organisasi tanpa budaya belajar yang kuat merasa lebih sulit untuk beradaptasi.

  3. Aspek Peluang (Opportunities): Krisis pandemi, meskipun merupakan ancaman, juga menciptakan peluang fundamental untuk perubahan. Ditemukan bahwa disrupsi ini mendorong organisasi untuk mengevaluasi kembali praktik bisnis mereka, yang pada gilirannya menciptakan keunggulan kompetitif berbasis OL. Organisasi yang mampu belajar dengan cepat dari tantangan baru—misalnya, dengan mengadopsi teknologi digital untuk kerja jarak jauh atau menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat—dapat mengubah krisis menjadi peluang untuk inovasi jangka panjang.

  4. Aspek Ancaman (Threats): Ancaman eksternal utama yang diidentifikasi tidak hanya berasal dari virus itu sendiri, tetapi juga dari lingkungan operasional, seperti birokrasi pemerintah dan proses yang panjang untuk persetujuan rutin. Ancaman-ancaman ini menyoroti pentingnya resiliensi yang tidak hanya bersifat teknis tetapi juga adaptif secara organisasional.

Secara kontekstual, temuan ini menegaskan bahwa resiliensi bukanlah sebuah kondisi statis, melainkan sebuah proses dinamis yang dimungkinkan oleh pembelajaran. Organisasi yang berhasil adalah mereka yang mampu memanfaatkan kekuatan internal (praktik OL yang baik) untuk menangkap peluang eksternal (kebutuhan akan inovasi), sambil secara bersamaan memitigasi kelemahan internal (resistensi terhadap perubahan) untuk menghadapi ancaman eksternal.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Sebagai sebuah studi kualitatif, keterbatasan utama dari penelitian ini adalah generalisasi temuannya. Hasil yang didasarkan pada wawancara dengan sekelompok ahli yang terbatas dalam konteks geografis atau industri tertentu mungkin tidak sepenuhnya dapat diterapkan secara universal. Selain itu, sifat retrospektif dari analisis—melihat kembali pengalaman selama pandemi—dapat dipengaruhi oleh bias ingatan (recall bias) dari para responden.

Secara kritis, meskipun kerangka SWOT memberikan struktur yang jelas, ia berisiko menyederhanakan realitas yang sangat dinamis dan sering kali kacau dari sebuah krisis. Analisis yang lebih dalam mengenai bagaimana faktor-faktor non-OL, seperti dukungan finansial pemerintah atau keberuntungan semata, berinteraksi dengan kemampuan belajar organisasi dapat memperkaya pemahaman lebih lanjut.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas dan dapat ditindaklanjuti. Ia memberikan argumen yang kuat bagi para pemimpin di industri konstruksi untuk secara proaktif berinvestasi dalam membangun budaya dan praktik OL sebagai strategi mitigasi risiko jangka panjang. Kerangka SWOT yang digunakan dapat diadopsi sebagai alat diagnostik internal bagi organisasi untuk menilai kesiapan mereka sendiri dalam menghadapi krisis di masa depan.

Untuk penelitian di masa depan, karya ini meletakkan fondasi kualitatif yang kokoh. Ada kebutuhan untuk studi kuantitatif pada skala yang lebih besar untuk menguji secara statistik hubungan antara berbagai praktik OL dengan metrik resiliensi organisasi (misalnya, kinerja keuangan, kelangsungan proyek). Studi longitudinal yang melacak organisasi dari waktu ke waktu, sebelum, selama, dan setelah krisis, juga akan memberikan wawasan yang tak ternilai mengenai evolusi proses pembelajaran dan adaptasi.

Sumber

AlMaian, R., & Bu Qammaz, A. (2023). The Organizational Learning Role in Construction Organizations Resilience during the COVID-19 Pandemic. Sustainability, 15(2), 1082. https://doi.org/10.3390/su15021082