Pemerintah dan DPR kini tengah membahas revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Adapun salah satu klausul penting dalam revisi UU Migas ini yaitu terkait pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) Migas.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan, bila nantinya klausul ini disetujui dan revisi UU Migas disahkan, lembaga pengawas kegiatan hulu migas di Tanah Air yang ada saat ini yaitu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) otomatis akan dibubarkan.
Dia menyebut, BUK Migas nantinya akan menjadi lembaga definitif pengganti SKK Migas yang saat ini masih bersifat sementara. Pasalnya, SKK Migas merupakan badan sementara yang dibuat pemerintah sejak Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) pada 2012 lalu.
Mulyanto mengatakan, jika BUK Migas terbentuk, tidak ada alasan untuk mempertahankan lembaga yang tidak memiliki dasar hukum.
"Konsekuensi logisnya demikian (pembubaran SKK Migas). Tidak ada dasar hukumnya lagi bagi kelembagaan tersebut," ungkap Mulyanto kepada CNBC Indonesia, Senin (18/9/2023).
Lantas, apakah pembentukan BUK Migas baru tersebut akan berpengaruh pada peningkatan produksi migas di Indonesia?
Mulyanto mengatakan, pihaknya berharap dengan rencana dibentuknya BUK Migas baru, itu bisa mendongkrak produksi migas di dalam negeri yang terpantau terus menurun dari tahun ke tahun.
"Dengan kondisi itu diharapkan kita dapat mempertahankan, dan bahkan meningkatkan lifting migas kita," jelas Mulyanto.
Namun demikian, menurutnya upaya peningkatan produksi migas di dalam negeri juga harus didukung oleh perbaikan insentif oleh pemerintah. Dia mengatakan, pihaknya berharap BUK Migas baru tersebut bisa menjaga investasi di sektor hulu migas Indonesia.
"Dengan keberadaan BUK Migas ini beserta insentif dan dukungan pemerintah yang dirumuskan dalam Revisi UU Migas, diharapkan dapat menjaga investasi di industri migas yang menuju sunset ini," tambahnya.
Berdasarkan data SKK Migas, produksi minyak terangkut (lifting) pada Semester I 2023 tercatat baru mencapai 615,5 ribu barel per hari (bph), atau 93% dari target dalam APBN 2023 yang sebesar 660 ribu bph.
Adapun realisasi salur gas pada Semester I 2023 baru sebesar 5.308 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau 86% dari target dalam APBN 2023 sebesar 6.160 MMSCFD.
Dalam draf revisi UU Migas yang diterima CNBC Indonesia, berikut isu klausul terkait pembentukan BUK Migas.
Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4A
(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
(2) Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendelegasikan pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu kepada BUK Migas.
(3) BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pemegang Kuasa Usaha Pertambangan.
(4) BUK Migas sebagai pemegang Kuasa Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu melalui Kontrak Kerja Sama dengan Badan Usaha dan/atau Bentuk Usaha Tetap.
(5) Dalam hal Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap mempunyai beberapa anak perusahaan, kegiatan usahanya dapat dilakukan dengan menggunakan pembiayaan secara mandiri, pengalihan pembiayaan dari anak usaha lain, dan/atau pembiayaan secara komersial.
(6) Dalam hal terjadi sisa cost recovery pada salah satu anak perusahaan, sisa cost recovery dapat dialihkan pembiayaannya pada anak perusahaan lainnya.
Sumber: www.cnbcindonesia.com