Tissue engineering atau Rekayasa Jaringan merupakan suatu disiplin teknik biomedis yang menggunakan kombinasi sel, teknik rekayasa, metode material, dan faktor bio-kimia serta fisiko-kimia yang sesuai untuk memulihkan, menjaga, meningkatkan, atau menggantikan berbagai jenis jaringan biologis. Biasanya, tissue engineering melibatkan penggunaan sel yang ditempatkan pada kerangka jaringan dalam pembentukan jaringan baru yang dapat hidup untuk tujuan medis, tetapi tidak terbatas pada aplikasi yang melibatkan sel dan kerangka jaringan. Meskipun tissue engineering awalnya dikategorikan sebagai sub-bidang biomaterial, dengan berkembangnya cakupan dan pentingannya, kini dianggap sebagai bidang tersendiri.
Konsep dan cara kerja tissue engineering Meskipun sebagian besar definisi tissue engineering mencakup berbagai aplikasi, dalam praktiknya, istilah ini erat terkait dengan aplikasi yang memperbaiki atau menggantikan bagian atau seluruh jaringan (misalnya organ, tulang, kartilago, pembuluh darah, kandung kemih, kulit, otot, dll.). Seringkali, jaringan yang terlibat membutuhkan sifat mekanik dan struktural tertentu untuk fungsi yang tepat. Istilah ini juga telah diterapkan pada upaya untuk melakukan fungsi biokimia tertentu menggunakan sel-sel dalam sistem dukungan yang dibuat secara artifisial (misalnya pankreas buatan, atau hati buatan). Istilah regenerative medicine sering digunakan secara sinonim dengan tissue engineering, meskipun mereka yang terlibat dalam regenerative medicine menempatkan lebih banyak penekanan pada penggunaan sel punca atau sel-progenitor untuk menghasilkan jaringan.
Sejarah
- Era Kuno (pra-abad ke-17)
Pemahaman yang sangat mendasar tentang kerja jaringan manusia mungkin telah ada jauh sebelum kebanyakan orang perkirakan. Sejak zaman Neolitikum, jahitan telah digunakan untuk menutup luka dan membantu dalam penyembuhan. Kemudian, masyarakat seperti Mesir kuno mengembangkan bahan yang lebih baik untuk menjahit luka seperti jahitan linen. Sekitar 2500 SM di India kuno, penanaman kulit dikembangkan dengan cara memotong kulit dari pantat dan menjahitnya ke bagian luka di telinga, hidung, atau bibir. Orang Mesir kuno sering kali akan menanam kulit dari mayat ke manusia hidup dan bahkan mencoba menggunakan madu sebagai jenis antibiotik dan lemak sebagai penghalang pelindung untuk mencegah infeksi. Pada abad ke-1 dan ke-2 Masehi, Gallo-Romawi mengembangkan implant besi tempa dan implan gigi bisa ditemukan pada Mayan kuno.
- Pencerahan (abad ke-17 hingga abad ke-19)
Meskipun masyarakat kuno ini telah mengembangkan teknik yang jauh lebih maju dari zamannya, mereka masih kurang memahami secara mekanis bagaimana tubuh bereaksi terhadap prosedur-prosedur tersebut. Pendekatan mekanistik ini datang seiring dengan perkembangan metode empiris ilmu pengetahuan yang dipelopori oleh René Descartes. Sir Isaac Newton mulai menggambarkan tubuh sebagai "mesin fisikokimia" dan menduga bahwa penyakit adalah kerusakan dalam mesin tersebut.
Pada abad ke-17, Robert Hooke menemukan sel dan sebuah surat dari Benedict de Spinoza membawa gagasan tentang homeostasis antara proses-proses dinamis dalam tubuh. Percobaan Hydra yang dilakukan oleh Abraham Trembley pada abad ke-18 mulai menyelami kemampuan regeneratif sel. Selama abad ke-19, pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana logam-logam yang berbeda bereaksi dengan tubuh menyebabkan pengembangan jahitan yang lebih baik dan pergeseran ke arah implan sekrup dan pelat dalam fiksasi tulang. Selanjutnya, pada pertengahan abad ke-19 pertama kali dihipotesiskan bahwa interaksi sel-lingkungan dan proliferasi sel sangat penting untuk regenerasi jaringan.
- Era Modern (abad ke-20 dan abad ke-21)
Seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi, ada kebutuhan konstan untuk perubahan dalam pendekatan yang diambil peneliti dalam studi mereka. Rekayasa jaringan terus berkembang selama berabad-abad. Pada awalnya, orang biasa melihat dan menggunakan sampel langsung dari mayat manusia atau hewan. Sekarang, para insinyur jaringan memiliki kemampuan untuk membuat banyak jaringan dalam tubuh melalui penggunaan teknik modern seperti mikrofabrikasi dan bioprinting tiga dimensi bersama dengan sel jaringan asli/sel punca. Kemajuan ini telah memungkinkan para peneliti untuk menghasilkan jaringan baru dengan cara yang jauh lebih efisien. Misalnya, teknik-teknik ini memungkinkan untuk lebih banyak personalisasi yang memungkinkan untuk biokompatibilitas yang lebih baik, penurunan respons kekebalan tubuh, integrasi seluler, dan umur panjang. Tidak diragukan lagi bahwa teknik-teknik ini akan terus berkembang, karena kita terus melihat mikrofabrikasi dan bioprinting berkembang selama dekade terakhir.
Pada tahun 1960, Wichterle dan Lim adalah yang pertama kali menerbitkan eksperimen pada hidrogel untuk aplikasi biomedis dengan menggunakan mereka dalam konstruksi lensa kontak. Pekerjaan di bidang ini berkembang lambat selama dua dekade berikutnya, tetapi kemudian menemukan dukungan ketika hidrogel digunakan ulang untuk pengiriman obat. Pada tahun 1984, Charles Hull mengembangkan bioprinting dengan mengubah printer inkjet Hewlett-Packard menjadi perangkat yang mampu mendepositkan sel dalam 2-D. Cetakan tiga dimensi (3-D) adalah jenis manufaktur tambahan yang sejak itu ditemukan berbagai aplikasi dalam rekayasa medis, karena presisi dan efisiensinya yang tinggi.
Dengan pengembangan oleh ahli biologi James Thompson dari garis sel punca manusia pertama pada tahun 1998 yang diikuti oleh transplantasi organ internal pertama yang dibuat di laboratorium pada tahun 1999 dan penciptaan bioprinter pertama pada tahun 2003 oleh Universitas Missouri ketika mereka mencetak sferoid tanpa perlu bahan penyangga, bioprinting 3-D menjadi lebih umum digunakan dalam bidang medis daripada sebelumnya. Sejauh ini, para ilmuwan telah berhasil mencetak organoid mini dan organ-on-chip yang memberikan wawasan praktis tentang fungsi tubuh manusia. Perusahaan farmasi menggunakan model-model ini untuk menguji obat sebelum beralih ke studi pada hewan. Namun, organ yang sepenuhnya fungsional dan struktural serupa belum pernah dicetak. Sebuah tim di University of Utah dilaporkan telah mencetak telinga dan berhasil mentransplantasikannya ke anak-anak yang lahir dengan cacat yang membuat telinga mereka sebagian tidak berkembang.
Hari ini, hidrogel dianggap sebagai pilihan utama bio-tinta untuk bioprinting 3-D karena mereka meniru Matriks Ekstraseluler (ECM) sel alami sambil juga memiliki sifat mekanik yang kuat yang mampu mendukung struktur 3-D. Selain itu, hidrogel bersama dengan bioprinting 3-D memungkinkan para peneliti untuk menghasilkan berbagai bahan penyangga.
Ringkasan Rekayasa Jaringan
Rekayasa jaringan, seperti yang didefinisikan oleh tokoh-tokoh terkemuka di bidang ini seperti Langer dan Vacanti, mencakup pendekatan interdisipliner yang menggabungkan prinsip-prinsip dari ilmu teknik dan ilmu hayati untuk mengembangkan pengganti biologis yang bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, atau meningkatkan fungsi jaringan atau bahkan seluruh organ. Bidang ini melibatkan tiga metodologi utama: memanfaatkan sel, zat pemicu jaringan, atau kombinasi sel dan matriks yang dikenal sebagai perancah. Ide inti di balik rekayasa jaringan adalah memanfaatkan proses biologis alami untuk memajukan strategi terapeutik untuk penggantian, perbaikan, atau peningkatan jaringan. Kemajuan terbaru dalam biomaterial, sel punca, faktor pertumbuhan, dan lingkungan biomimetik telah membuka jalan untuk menciptakan atau memperbaiki jaringan di laboratorium. Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi, seperti mencapai fungsionalitas yang lebih besar, stabilitas biomekanik, dan vaskularisasi pada jaringan yang direkayasa yang ditujukan untuk transplantasi.
Istilah "rekayasa jaringan" telah berkembang dari waktu ke waktu, dengan asal-usulnya yang ditelusuri kembali ke publikasi tahun 1984 yang menggambarkan pembentukan membran yang menyerupai endotel pada prostesis mata sintetis. Baru pada tahun 1985, ketika Yuan-Cheng Fung, seorang peneliti dan ahli bioteknologi terkemuka, mengusulkan perpaduan antara "jaringan" dan "rekayasa" untuk melambangkan manipulasi jaringan, istilah ini mulai dikenal secara modern. Adopsi resmi istilah ini terjadi pada tahun 1987, menandai dimulainya secara resmi bidang ini.
Contoh Rekayasa Jaringan
Rekayasa jaringan, sebagaimana diuraikan oleh Langer dan Vacanti, mencakup berbagai contoh yang masuk ke dalam tiga kategori utama: "hanya sel," "sel dan perancah," atau "faktor pemicu jaringan."
- Daging in vitro: Jaringan otot hewan yang dibudidayakan yang ditumbuhkan dalam lingkungan laboratorium.
- Perangkat hati bioartifisial seperti "Hati Sementara" atau Extracorporeal Liver Assist Device (ELAD): Perangkat ini menggunakan garis sel hepatosit manusia dalam bioreaktor untuk meniru fungsi hati sementara, sehingga membantu dalam kasus gagal hati akut.
- Pankreas buatan: Penelitian berfokus pada penggunaan sel pulau untuk mengatur kadar gula darah, khususnya pada kasus diabetes, yang berpotensi dicapai dengan menginduksi sel punca pluripoten manusia untuk berdiferensiasi menjadi sel beta yang memproduksi insulin.
- Kandung kemih buatan: Keberhasilan implantasi konstruksi kandung kemih yang terbuat dari sel yang dikultur pada perancah ke dalam tubuh manusia, menawarkan alternatif yang potensial untuk transplantasi tradisional.
- Perbaikan tulang rawan: Tulang rawan yang ditumbuhkan di laboratorium, dikultur di atas perancah, digunakan untuk transplantasi lutut autologus untuk memperbaiki tulang rawan yang rusak.
- Tulang rawan tanpa perancah: Tulang rawan yang dihasilkan tanpa bahan perancah eksternal, dengan semua komponen yang diproduksi langsung oleh sel.
- Jantung bioartifisial: Jantung tikus biokompatibel yang dibuat dengan cara merekellulasi jantung tikus yang telah didekelularisasi, yang menunjukkan potensi sebagai organ yang dapat ditransplantasikan.
- Pembuluh darah hasil rekayasa jaringan: Pembuluh darah yang ditumbuhkan di laboratorium yang digunakan untuk memperbaiki pembuluh darah yang rusak tanpa memicu respons kekebalan tubuh, dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti pembuluh darah yang telah disemai sebelumnya atau cangkok pembuluh darah aseluler.
- Kulit buatan: Dibuat dari sel kulit manusia yang tertanam dalam hidrogel, berguna untuk perbaikan luka bakar, termasuk konstruksi cetak-bio.
- Sumsum tulang buatan: Sumsum tulang yang dikultur secara in vitro untuk tujuan transplantasi, dengan menggunakan pendekatan "hanya sel" untuk rekayasa jaringan.
- Tulang hasil rekayasa jaringan: Memanfaatkan matriks struktural yang terdiri dari logam, polimer, atau keramik untuk merekrut osteoblas dan mempercepat proses pembentukan tulang.
- Penis yang ditumbuhkan di laboratorium: Penis kelinci yang didekelularisasi dan direkelularisasi dengan otot polos dan sel endotel, yang menunjukkan harapan dalam mengobati trauma genital.
- Rekayasa jaringan mukosa mulut: Memanfaatkan sel dan perancah untuk mereplikasi struktur dan fungsi mukosa mulut secara tiga dimensi.
Disadur dari: en.wikipedia.org