Ransfer Embrio (TE) salah satu bentuk Kemajuan Teknologi Reproduksi

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi

14 Mei 2024, 10.42

Sumber: fkh.unair.ac.id

Kegiatan yang dilakukan mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Gelombang XXXVIII di Eks. Laboratorium Kebidanan Divisi Reproduksi Veteriner, salah satunya yaitu praktik pelaksanaan Transfer Embrio pada sapi dummy yang ada di Laboratorium. Kegiatan dilaksanakan oleh kelompok 1C yang berjumlah 8 orang, diantaranya yaitu Rekha Flora Supiah, Figa Pramarta Risambada, Theresa Nadia Angelina, Melanie Aulia Ashfiyah, Anneisya Surya Anjani, Aini Mardhiah, Siti Choirin Nisa, dan M. Sbastian Pratama dengan dosen pembimbing Prof. Dr. Imam Mustofa, drh., M. Kes.

Transfer Embrio (TE) merupakan bioteknologi reproduksi kedua setelah Insseminasi Buatan (IB). kegiatan TE dimulai dari produksi, distribusi/penyebaran, dan transfer embrio. Embrio sebagai hasil pembuahan sel telur yang unggul dan dibuahi dengan sperma dari pejantan yang juga memiliki mutu genetik unggul. Menurut beberapa ahli, yang dimaksudkan dengan transfer embrio adalah suatu metode buatan dalam perkawinan dengan cara membentuk embrio dari seekor betina induk unggul yang disebut donor, kemudian dipanen dan ditrasnferkan ke dalam saluran reproduksi induk betina lainnya dalam spesies yang sama yang disebut resipien.

Melalui teknologi TE bukan hanya potensi pejantan saja yang dioptimalkan, melaikan potesi dari betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Hasil dari betina unggul ini ternyata secara alamiah hanya menghasilkan satu atau dua bibit unggul dalam jangka waktu sembilan bulan kelahrtan. Tetapi dengan teknik TE bisa menghasilkan lebih dari dua embrio yang di panen. Melalui teknik TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hayan menghasilkan embrio–embrio yang selanjutnya untuk dititpkan pada resipien yang tidak harus genetik unggul tetapi mempunyai alat reproduksi yang normal hingga dapat memelihara anak sampai tahap partus.

Beragam cara untuk mengembangkan peternakan sapi potong dan sapi perah dilakukan antara lain lewat perbaikan kualitas genetik. Namun, langkah tersebut seringkali terhambat karena sulitnya memperoleh anakan kualitas unggul. Salah satu kendala adalah hambatan perbanyakan betina kualitas unggul. Secara alami, seekor induk hanya mampu menghasilkan satu ekor anak dalam setahun atau rata-rata hanya mampu menghasilkan anak yang berkualitas kurang dari 8 ekor sepanjang hidupnya. Separuh anak biasanya pejantan.

Menghadapi kendala tersebut, teknologi Transfer Embrio (TE) bisa menjadi solusi. TE ialah suatu proses panen (flushing) embrio dari uterus sapi donor yang telah dilakukan superovulasi dan memindahkannya ke uterus sapi resipien (penerima) dengan menggunakan metode, peralatan dan waktu tertentu. Teknologi ini merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB) yang paling sering diterapkan pada ternak sapi. Program TE melalui beberapa tahapan, yaitu pemilihan sapi donor dan resipien, sinkronisasi birahi, superovulasi, inseminasi, koleksi embrio, penanganan dan evaluasi embrio, transfer embrio ke resipien sampai pada pemeriksaan kebuntingan dan kelahiran.

TE memiliki kelebihan dibandingkan IB. Hanya diperlukan waktu satu generasi (9 bulan) untuk menghasilkan bibit murni (pure breed) lewat TE. Sementara, target yang sama memerlukan waktu 15 tahun jika dilakukan lewat proses IB. Aplikasi TE dapat memberikan peningkatan perkembangan ternak bibit unggul baik dari sisi pejantan maupun sisi betina. Selain itu, TE juga mengurangi biaya transportasi penyebaran bibit unggul serta mengurangi resiko penyebaran penyakit menular. Teknologi ini merupakan dasar bioteknologi dalam mendukung rekayasa embrio yang lebih tinggi dibidang reproduksi ternak.

TE memiliki manfaat ganda karena selain dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua induknya juga dapat memperpendek calving interval sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh. Diawal tahun 1990-an, Puslit Bioteknologi – LIPI bekerjasama dengan Peternakan Tri S Tapos telah berhasil mengembangkan penelitian dan mengaplikasikan teknologi TE pada sapi potong dan sapi perah. Sejak tahun 1995 embrio beku sapi perah mulai disebar ke peternak di Bogor, Lembang dan Garut dalam program bantuan Bapak Presiden (Banpres). Tahun 1997 dimulai program membuat sapi unggul jenis “Brangus” khususnya daerah Indonesia Timur (Lombok, NTB), setelah itu aplikasi TE berkembang secara meluas di Sulawesi dan Sumatera.

Saat ini produksi embrio dapat mencapai 30–50 embrio/koleksi, tetapi rata-rata hanya sekitar 5−10 embrio/koleksi yang layak untuk ditransfer atau dibekukan. Dengan demikian, seekor sapi donor dapat menghasilkan keturunan lebih dari 25 ekor per tahun. TE memungkinkan rekayasa hingga mendapatkan anakan kembar identik dalam jumlah banyak ataupun melalui cloning.

Sumber: https://fkh.unair.ac.id/