Rainwater Harvesting di Kawahang: Inovasi Skala Rumah Tangga untuk Krisis Air Pegunungan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

04 Juni 2025, 07.35

pixabay.com

Desa Kawahang di Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara, merupakan salah satu contoh wilayah yang mengalami krisis air bersih meskipun terletak di kawasan dengan curah hujan tinggi. Permasalahan utama di desa ini bukanlah kekeringan, tetapi ketidaktersediaan sumber air tanah yang layak dikonsumsi akibat kondisi geologis daerah yang tersusun dari batuan vulkanik dan kontur pegunungan yang tidak mampu menyimpan air dengan baik.

Sebagai akibatnya, masyarakat hanya mengandalkan sumur atau air hujan untuk mandi, mencuci, dan bahkan minum. Sayangnya, tanpa sistem penampungan yang layak, air hujan lebih sering terbuang percuma. Karena itulah, penelitian ini penting sebagai landasan teknis dalam membangun sistem PAH yang sederhana, efektif, dan bisa diterapkan di rumah-rumah warga.

Tujuan dan Cakupan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem PAH rumah tangga yang sesuai dengan kondisi geografis dan sosial masyarakat Desa Kawahang. Tujuannya tidak hanya menyajikan data teoretis, tetapi juga menghasilkan desain volume bak penampung air hujan yang mampu memenuhi kebutuhan air bersih selama hari-hari tanpa hujan.

Fokus utama meliputi:

  • Perhitungan kebutuhan air harian tiap rumah tangga
  • Estimasi volume air hujan yang dapat dipanen dari atap
  • Simulasi jumlah hari kering selama 5 tahun
  • Rekomendasi desain kapasitas tangki penampungan air hujan

Desa Kawahang: Potret Krisis Air di Pegunungan

Desa Kawahang berada di Kecamatan Siau Barat Utara dan dihuni oleh lebih dari 4.000 penduduk. Lokasinya yang jauh dari pantai membuat desa ini tidak bisa memanfaatkan air payau, sementara tidak tersedia mata air alami di sekitarnya. Sumur-sumur warga seringkali menghasilkan air dengan kualitas rendah, sehingga satu-satunya pilihan adalah memanfaatkan air hujan.

Sayangnya, sistem penampungan air hujan yang dimiliki warga saat ini belum optimal. Beberapa menggunakan ember atau bak terbuka tanpa penutup dan tanpa sistem penyaringan awal, sehingga kualitas air yang terkumpul tidak memenuhi standar. Penelitian ini hadir untuk menjawab kebutuhan akan sistem yang lebih efisien dan layak pakai.

Perhitungan Kebutuhan Air Bersih Harian

Berdasarkan survei dan data statistik, rata-rata jumlah penghuni tiap rumah di Desa Kawahang adalah 4,16 orang. Namun, untuk perencanaan sistem, angka pembulatan 4 orang digunakan sebagai dasar.

Mengacu pada standar nasional, kebutuhan air minimum adalah 60 liter per orang per hari. Maka, untuk satu rumah dengan empat penghuni, total kebutuhan air harian adalah:

4 orang × 60 liter = 240 liter per hari
Atau dalam satuan meter kubik: 0,24 m³ per hari

Jumlah ini menjadi dasar dalam merancang kapasitas sistem penampungan air hujan yang mampu menjamin ketersediaan air bersih setidaknya selama 7 hari kering berturut-turut.

Estimasi Ketersediaan Air Hujan dari Luas Atap

Luas atap rumah di Desa Kawahang bervariasi antara 71 hingga 340 meter persegi. Rata-rata luas atap berdasarkan sampel rumah adalah sekitar 144,13 m². Dengan memperhitungkan curah hujan harian rata-rata dan efisiensi tangkapan (diperhitungkan dari slope atap, bahan, dan sistem talang), potensi tampungan air dari satu rumah dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga selama beberapa hari.

Untuk waktu kering 7 hari, kebutuhan total air per rumah adalah:

0,25 m³ × 7 hari = 1,75 m³

Sehingga, sistem penampungan perlu dirancang agar mampu menampung setidaknya 1,75 m³ air atau lebih untuk cadangan, dengan volume bak disarankan minimal 3 m³ untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan dan variabilitas hujan.

Analisis Hari Kering dan Curah Hujan

Untuk menguji keandalan sistem PAH, peneliti menggunakan data curah hujan selama lima tahun (2017–2021). Hasilnya menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya hari tanpa hujan selama tujuh hari berturut-turut berada pada tingkat probabilitas 94,82%. Ini berarti bahwa dalam hampir setiap siklus musim, masyarakat menghadapi risiko 7 hari berturut-turut tanpa hujan.

Dengan demikian, sistem PAH harus dirancang untuk mampu menopang kebutuhan air selama 7 hari. Peneliti merekomendasikan sistem tangki berkapasitas 3 m³ sebagai solusi ideal, karena volume ini melebihi kebutuhan minimum (1,75 m³), namun tetap realistis untuk dibangun secara swadaya oleh masyarakat dengan keterbatasan lahan.

Desain Sistem Pemanenan Air Hujan yang Diusulkan

Desain sistem PAH yang diajukan menyesuaikan dengan kondisi rumah di Desa Kawahang. Beberapa komponen utama dalam desain tersebut meliputi:

  • Talang dan pipa pengarah dari atap rumah: Mengarahkan air hujan langsung ke tangki penampung tertutup.
  • Bak penyaringan awal (first flush): Untuk membuang air hujan pertama yang mengandung debu, kotoran, dan partikel dari permukaan atap.
  • Tangki penampungan utama: Dirancang dengan kapasitas minimal 3 m³.
  • Penutup tangki: Mencegah masuknya serangga, hewan, dan kontaminasi eksternal.
  • Saluran limpasan (overflow): Mengarahkan ke sumur resapan atau taman.

Desain ini mempertimbangkan kesederhanaan struktur, biaya murah, dan kemudahan replikasi di berbagai rumah. Dapat dibangun dari bahan lokal seperti beton bertulang atau polietilena daur ulang.

Efisiensi Sistem dan Potensi Pengembangan

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa efisiensi sistem pemanenan air hujan yang dirancang mencapai 85% terhadap kebutuhan air bersih harian rumah tangga. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan sistem konvensional tanpa desain khusus.

Efisiensi ini bisa lebih ditingkatkan apabila:

  • Air hujan disaring dan digunakan juga untuk konsumsi (setelah pengolahan).
  • Penampungan dilengkapi dengan sistem filtrasi sederhana seperti karbon aktif dan pasir lambat.
  • Sistem dirawat secara berkala agar tidak terjadi kontaminasi mikrobiologis.

Studi Banding: Pengalaman Serupa di Daerah Lain

Beberapa penelitian serupa menunjukkan hasil yang mendukung pendekatan PAH skala rumah tangga:

  • Klunggen, Wonogiri (Aryanto, 2017): Rata-rata kebutuhan 220 liter/hari dapat dipenuhi oleh PAH dengan atap 100 m².
  • Asrama ITERA, Lampung (Fajar et al., 2021): Tangki 5 m³ mampu menopang kebutuhan air selama 5–7 hari kering.
  • ITS Surabaya (Quaresvita, 2016): Sistem PAH berhasil mengurangi 35% ketergantungan terhadap PDAM.

Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan di Kawahang memiliki dasar empiris yang kuat dan dapat dikembangkan sebagai model nasional untuk daerah terpencil.

Rekomendasi dan Dampak Sosial

Hasil penelitian ini mengarah pada beberapa rekomendasi praktis:

  1. Penerapan PAH sebagai sistem air bersih mandiri skala rumah di desa-desa dengan keterbatasan sumber air.
  2. Dukungan pemerintah daerah untuk subsidi atau pelatihan warga membangun sistem PAH.
  3. Integrasi sistem PAH dalam desain rumah bantuan pemerintah dan proyek perumahan swadaya.
  4. Pengembangan standar teknis nasional untuk PAH rumah tangga, agar bisa diterapkan dengan panduan yang terukur dan aman.

Dari sisi sosial, pemanfaatan air hujan meningkatkan ketahanan air rumah tangga, mengurangi beban ekonomi warga, dan mendorong kemandirian komunitas dalam mengelola sumber daya.

Kesimpulan: Air Langit untuk Masa Depan Kawahang

Penelitian oleh Salindeho dkk. membuktikan bahwa pemanenan air hujan adalah solusi rasional, ekonomis, dan berkelanjutan bagi daerah dengan kondisi geologi menantang seperti Desa Kawahang. Dengan desain sistem yang tepat, air hujan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan harian, bahkan saat musim kering.

Di tengah perubahan iklim dan ketidakpastian pasokan air tanah, air hujan menjadi harapan baru. Melalui pendekatan ilmiah dan partisipatif, masyarakat bisa belajar menengadah ke langit bukan hanya untuk berdoa, tapi juga untuk mengisi bak air bersih yang menyelamatkan kehidupan mereka.

Sumber Asli Artikel:

Salindeho, V. J., Mangangka, I. R., & Legrans, R. R. I. (2023). Perencanaan Sistem Pemanenan Air Hujan sebagai Alternatif Penyediaan Air Bersih di Desa Kawahang Kabupaten Siau Tagulandang Biaro. TEKNO, Volume 21, No. 84, Universitas Sam Ratulangi.