JAKARTA, KOMPAS.com - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mengoperasikan proyek pabrik tanur tiup atau blast furnace pada Kuartal III-2022. Perusahaan telah mendapatkan solusi agar fasilitas atau pabrik yang tadinya mangkrak dapat kembali produktif. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengungkapkan, sejatinya proyek blast furnace ini telah dirintis pada tahun 2008, namun baru memasuki masa konstruksi empat tahun setelahnya atau 2012. "Jadi jauh sebelum saya bergabung di Krakatau Steel pada akhir tahun 2018," kata Silmy dalam keterangannya, Rabu (29/09/2021).
Silmy mengaku Krakatau Steel sudah memiliki dua calon mitra strategis. Bahkan satu calon sudah menandatangani Memorandum of Agreement (MoA).
Sementara, satu mitra lagi sudah menyampaikan surat minat untuk bekerja sama dalam hal blast furnace. "Artinya sudah ada solusi atas proyek blast furnace. Jadi kami targetkan Kuartal III 2022 proyek tersebut dapat beroperasi," ucap dia.
Pengoperasian blast furnace nantinya akan menggunakan teknologi yang memaksimalkan bahan baku dalam negeri yaitu pasir besi. Penggunaan pasir besi ini akan menghemat biaya produksi dan menurunkan impor bahan baku dari luar negeri yaitu iron ore. Silmy memastikan Krakatau Steel terus melakukan pembenahan di seluruh lini dan aktivitas usaha, terutama akumulasi utang perusahaan yang mencapai sebesar Rp 31 triliun.
Tren meningkatnya utang perusahaan dimulai pada tahun 2011 sampai dengan 2018 yang disebabkan beberapa hal. Salah satunya adalah pengeluaran investasi yang meleset dari rencana. Meski demikian, Silmy menyebutkan, manajemen baru Krakatau Steel telah berhasil melakukan restrukturisasi utang pada Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.
Semua upaya yang dilakukan juga telah didukung dengan manajemen yang bebas korupsi di mana Krakatau Steel sudah menerapkan ISO 37001:2016 sejak bulan Agustus 2020. Hal itu sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) karena merupakan standar internasional yang dapat digunakan semua yurisdiksi serta dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen yang sudah dimiliki Krakatau Steel saat ini. “Kaitan adanya indikasi penyimpangan atau korupsi di masa lalu tentu menjadi perhatian manajemen. Fokus saya ketika bergabung adalah mencarikan solusi dan melihat ke depan agar Krakatau Steel bisa selamat terlebih dahulu,” tegasnya.
Untuk diketahui, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sempat menyinggung proyek mangkrak blast furnace yang menyebabkan kerugian PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mencapai 850 juta dolar AS atau sekitar Rp 13,17 triliun. Erick menegaskan bahwa dirinya akan terus mengejar pihak-pihak yang telah merugikan perusahaan negara tersebut. "Ini tidak bagus, ini akan kita kejar siapa pun yang merugikan, ini bukannya kita ingin menyalahkan siapa-siapa, tapi penegakan hukum, bisnis proses yang salah harus diperbaiki," kata Erick dalam diskusi virtual, Selasa (28/9/2021).
Sumber: www.kompas.com