Mengapa Alokasi Air yang Adil Itu Mendesak?
Air adalah sumber daya vital yang semakin langka dan menjadi sumber konflik di banyak negara, terutama di Afrika Selatan yang dikenal sebagai negara dengan distribusi air yang sangat timpang akibat warisan kolonialisme dan apartheid. Artikel “Principles and legal tools for equitable water resource allocation: prioritization in South Africa” karya Barbara van Koppen dkk. (2024) membedah bagaimana strategi nasional dan instrumen hukum di Afrika Selatan berupaya mengatasi ketimpangan akses air, dengan studi kasus konkret di Sabie Sub Catchment, Inkomati–Usuthu Catchment Management Agency (IUCMA)12.
Artikel ini sangat relevan dengan tren global menuju keadilan sosial dan lingkungan, serta menjadi rujukan penting bagi negara-negara berkembang yang menghadapi tantangan serupa. Resensi ini akan mengupas isi paper, mengaitkannya dengan konteks yang lebih luas, serta memberikan analisis kritis dan perbandingan dengan praktik di negara lain.
Konteks Sejarah: Dari Apartheid Menuju Keadilan Air
Warisan Ketidakadilan
Pada masa apartheid, 87% lahan dan sumber air dikuasai minoritas kulit putih, sementara mayoritas kulit hitam dipaksa tinggal di “homelands” yang hanya mencakup 13% wilayah negara, tanpa hak formal atas air bahkan untuk kebutuhan dasar12. Hingga kini, ketimpangan tersebut masih terasa: data tahun 2021 menunjukkan 7% pengguna air terbesar (umumnya perusahaan agribisnis dan industri) menguasai 83% total volume air terdaftar (1.383,67 juta m³/tahun), sementara 30% pengguna terkecil hanya mengakses 0,01% dari total volume12.
Reformasi Hukum dan Strategi Nasional
Pasca 1994, Afrika Selatan mengadopsi Konstitusi baru dan National Water Act (1998) yang menempatkan negara sebagai “custodian” semua sumber daya air, dengan prinsip keadilan sosial dan lingkungan sebagai fondasi123. National Water Resource Strategy (NWRS-2) menegaskan tiga tujuan utama:
- Air mendukung penghapusan kemiskinan dan ketimpangan,
- Air berkontribusi pada ekonomi dan penciptaan lapangan kerja,
- Air dikelola secara berkelanjutan dan adil3.
Prinsip Prioritisasi: Siapa yang Didahulukan?
Urutan Prioritas Alokasi Air
NWRS-2 menetapkan urutan prioritas sebagai berikut123:
- The Reserve (Hak prioritas tertinggi): mencakup kebutuhan dasar manusia (Basic Human Needs Reserve) dan kebutuhan ekologis (Ecological Reserve).
- International Obligations (kewajiban internasional).
- Kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, penghidupan, dan keadilan ras/gender (umumnya skala kecil-menengah).
- Strategic Uses (misal: pendinginan pembangkit listrik).
- Kebutuhan ekonomi skala besar (agribisnis, kehutanan, industri, dll).
Prinsip ini menuntut negara untuk memastikan kebutuhan dasar manusia dan lingkungan selalu dipenuhi terlebih dahulu, bahkan ketika sumber air sangat terbatas.
Studi Kasus: Sabie Sub Catchment, Inkomati–Usuthu
Gambaran Ketimpangan
Sabie Sub Catchment adalah salah satu wilayah paling timpang di Afrika Selatan. Dari 2.213 pengguna air terdaftar, hanya 7% yang menguasai 83% air. Dari seluruh pengguna dengan hak lama (existing lawful use/ELU) sebelum 1998, 97% adalah laki-laki kulit putih. Pada periode 2015–2020, 180 aplikasi penggunaan air baru (baik General Authorization maupun lisensi) mengakses 197 juta m³/tahun, dengan 66% didominasi laki-laki kulit putih dan hanya 33% oleh laki-laki kulit hitam. Perempuan hanya 1% dari total pengguna terdaftar12.
Sementara itu, mayoritas masyarakat pedesaan tidak terdaftar sama sekali karena mereka hanya menggunakan air dalam skala kecil (Schedule One), yang secara hukum tidak wajib didaftarkan. Namun, volume agregat mereka sangat kecil dan sering diabaikan dalam perencanaan12.
Inovasi Operasionalisasi: Tiga Pilar Utama
1. Redefinisi The Reserve: Hak Dasar Air untuk Semua
Masalah Lama
Sebelumnya, Basic Human Needs Reserve hanya diartikan sebagai 25 liter per kapita per hari (lpcd) untuk kebutuhan domestik, sementara kebutuhan produktif (irigasi kecil, ternak, usaha mikro) diabaikan. Volume ini seringkali kurang dari 1% total aliran sungai, dan hanya dihitung untuk masyarakat yang belum terlayani infrastruktur air publik, sehingga banyak yang terpinggirkan12.
Solusi Baru
Draft Water Allocation Plan Sabie mengusulkan redefinisi Reserve sebagai hak minimum prioritas tinggi untuk kebutuhan domestik dan produktif, sesuai Pasal 27 Konstitusi (“hak atas air dan pangan yang cukup”)12. Dengan demikian, Schedule One (penggunaan subsisten) diangkat statusnya menjadi hak konstitusional, bukan sekadar pengecualian administratif.
Studi Kasus Angka
Di Sabie, volume Basic Human Needs Reserve yang dihitung pemerintah umumnya <1% dari total aliran sungai, kecuali satu wilayah di dekat Kruger National Park yang mencapai 10%12. Namun, kebutuhan domestik dan produktif masyarakat sebenarnya jauh melebihi angka ini, terutama di musim kemarau.
2. Pengakuan Hak Adat atas Air (Customary Water Tenure)
Tantangan Legal Pluralism
Di “homelands”, sistem hak air adat masih hidup, di mana komunitas berbagi dan mengatur air secara kolektif berdasarkan norma lokal. Namun, selama ini hak-hak ini dipandang “ilegal” atau “tidak formal” oleh negara dan sering dikesampingkan saat terjadi konflik dengan pengguna air besar (perkebunan, perusahaan, taman nasional)124.
Inovasi Sabie
Draft Water Allocation Plan mengusulkan pengakuan formal hak air adat, dengan negara sebagai pemegang lisensi kolektif untuk melindungi kepentingan komunitas saat “sharing out” air dengan pihak luar (misal, perkebunan hutan komersial di hulu atau taman nasional di hilir)12. Ini berarti, ketika terjadi persaingan air, hak masyarakat adat diutamakan dibanding pengguna besar yang selama ini dominan.
Studi Kasus Praktik
Contoh nyata: Komite Sungai di Tanzania (Komakech, 2021) menunjukkan keberhasilan “sharing out” air antarkomunitas secara adil, diakui oleh otoritas negara tanpa harus menghapus sistem adat4. Di Sabie, pengakuan ini akan memperkuat posisi masyarakat adat dalam negosiasi dengan pengguna air besar.
3. General Authorizations: Mengatasi Diskriminasi Administratif
Masalah Perizinan
Sistem lisensi air di Afrika Selatan sangat birokratis dan mahal, sehingga tidak terjangkau oleh petani kecil, perempuan, atau kelompok rentan. Akibatnya, mereka sering “dikriminalisasi” hanya karena menggunakan air untuk kebutuhan dasar dan produktif125.
Solusi Sabie
Sabie Sub Catchment mengusulkan penggunaan General Authorizations untuk kelompok kecil-menengah, sehingga mereka tidak perlu melalui proses lisensi yang rumit, cukup dengan registrasi sederhana. Dari 180 aplikasi penggunaan air 2015–2019, lebih dari separuh direkomendasikan menggunakan General Authorization12.
Tantangan dan Kritik
1. “Green Apartheid”: Konflik Hak Lingkungan vs Sosial
Penetapan Ecological Reserve seringkali dimanfaatkan oleh taman nasional dan industri wisata elit untuk mengklaim prioritas aliran air “pristine”, padahal mereka juga menggunakan air untuk kebutuhan domestik, kolam renang, dan turis. Sementara masyarakat adat di hulu justru diminta membatasi penggunaan air mereka, bahkan untuk kebutuhan dasar12. Ironisnya, satu rumah di kawasan elit bisa punya kolam renang, sementara 100 orang di desa berbagi satu keran umum.
2. Ketidakpastian Data dan Monitoring
Penentuan volume Reserve (baik ekologis maupun kebutuhan dasar) masih sering didasarkan pada model yang tidak akurat, sehingga keputusan alokasi bisa sangat arbitrer. Monitoring dan penegakan hukum juga masih lemah, terutama di wilayah pedesaan dan “homelands”12.
3. Kendala Infrastruktur dan Sosialisasi
Banyak air yang sudah “di-set aside” untuk kelompok rentan tidak bisa dimanfaatkan karena tidak ada akses lahan, infrastruktur, atau informasi bagi calon penerima manfaat5. Ini menunjukkan bahwa reformasi hukum harus diiringi investasi pada infrastruktur dan edukasi.
Perbandingan dan Relevansi Global
Prinsip prioritisasi dan pengakuan hak air adat di Afrika Selatan sangat relevan untuk negara-negara berkembang lain yang menghadapi dualisme formal-informal dalam tata kelola air, misal di Asia Selatan, Amerika Latin, dan sebagian besar Afrika Sub-Sahara124. Pengalaman Tanzania dalam mengakui komite sungai antarkomunitas sebagai bagian dari sistem nasional adalah contoh positif yang bisa diadopsi4.
Kesimpulan: Menuju Keadilan Air yang Inklusif
Paper ini menawarkan kerangka kerja yang konkret dan actionable untuk mewujudkan keadilan air di negara dengan sejarah ketimpangan ekstrem. Tiga inovasi utama—redefinisi Reserve, pengakuan hak air adat, dan General Authorizations—mampu memperkuat posisi kelompok rentan dan mendorong distribusi air yang lebih adil. Namun, tantangan implementasi (data, monitoring, infrastruktur) masih besar dan membutuhkan komitmen lintas sektor.
Nilai Tambah dan Saran
- Untuk pembuat kebijakan: Penting untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip ini dalam kebijakan nasional dan daerah, serta memperkuat kapasitas monitoring dan penegakan hukum.
- Untuk peneliti: Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengukur dampak nyata pendekatan ini terhadap kesejahteraan masyarakat dan ekosistem.
- Untuk praktisi dan LSM: Perlu advokasi berkelanjutan agar suara komunitas adat dan pengguna kecil selalu didengar dalam proses pengambilan keputusan.
Sumber Asli Artikel
Barbara van Koppen, Patience Mukuyu, Tumai Murombo, Inga Jacobs-Mata, Jennifer Molwantwa, John Dini, Tendai Sawunyama, Barbara Schreiner & Sipho Skosana (2024) Principles and legal tools for equitable water resource allocation: prioritization in South Africa, International Journal of Water Resources Development, 40:4, 555-577, DOI: 10.1080/07900627.2023.2290522