Potensi Kecacatan dan Kegagalan Konstruksi Bangunan di Wilayah Rawan Gempa: Tinjauan Kritis dari Studi Lapangan di Kota Padang

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

30 Mei 2025, 14.04

Freepik.com

Pendahuluan: Relevansi Isu Kualitas Bangunan di Daerah Rawan Bencana

 

Wilayah rawan bencana seperti Kota Padang di Sumatera Barat menyimpan tantangan tersendiri dalam pengembangan infrastruktur, khususnya sektor konstruksi bangunan. Dalam konteks ini, kualitas struktur bangunan tak sekadar menjadi aspek teknis, melainkan urusan vital yang menyangkut keselamatan jiwa manusia. Artikel ilmiah yang ditulis oleh Akhmad Suraji, Benny Hidayat, dan Afdaluz Zaki dalam E3S Web of Conferences (ICDMM 2023) menyoroti secara sistematis potensi kecacatan (defects) dan kegagalan (failures) dalam proyek konstruksi gedung di Padang—sebuah wilayah yang tergolong zona merah rawan gempa bumi.

 

Tulisan ini menyajikan resensi ilmiah atas paper tersebut dengan memadukan parafrase, analisis tambahan, kritik, serta komparasi terhadap tren industri dan studi global, demi menghasilkan pemahaman utuh sekaligus aplikatif.

 

Latar Belakang: Kebutuhan Mendesak akan Konstruksi Tahan Bencana

 

Menurut data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, pusat gempa utama di wilayah Sumatera Barat berada di Kepulauan Mentawai dan pesisir Sumatera Barat, dengan intensitas lebih dari VIII MMI. Artinya, bangunan di Padang wajib memenuhi standar teknis ketahanan gempa. Namun, realitas di lapangan justru menunjukkan masih banyaknya potensi kegagalan struktural akibat cacat konstruksi.

 

Studi ini dilakukan pada tiga proyek bangunan berbeda: gedung kantor, gedung perpustakaan, dan laboratorium. Pendekatannya adalah kualitatif deskriptif dengan metode grounded theory, memungkinkan penyusunan teori berdasarkan data lapangan secara induktif.

 

Identifikasi Kecacatan Konstruksi: Masalah Struktural dan Non-Struktural

 

Penelitian ini membedakan antara kecacatan (defects) dan kegagalan (failures):

  • Defects mengacu pada kerusakan teknis atau cacat kualitas yang timbul selama atau sesaat setelah proses konstruksi, namun belum menyebabkan runtuhnya bangunan.
  • Failures adalah kondisi bangunan yang secara fungsional tidak memenuhi spesifikasi kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan, sesuai definisi PP No. 22 Tahun 2020.

 

Dalam proyek gedung kantor, ditemukan beberapa kecacatan serius seperti:

  • Kesalahan perencanaan fondasi
  • Sambungan kolom dan balok yang mengalami kerusakan
  • Kolom dengan bentuk dasar seperti sarang tawon yang melemahkan kestabilan

 

Selain itu, terjadi keropos pada permukaan kolom akibat pemadatan beton yang kurang optimal. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pelaksanaan konstruksi dan spesifikasi teknis.

 

Faktor Kontributor Kegagalan: Dari Kesalahan Desain hingga Cuaca Ekstrem

 

Studi ini membagi penyebab cacat dan kegagalan menjadi tiga kategori:

 

1. Faktor Teknis Konstruksi

  • Penggunaan material berkualitas rendah
  • Pemadatan beton yang tidak sempurna
  • Kesalahan perhitungan pada sambungan balok dan kolom

 

Contoh: Pada proyek di Kota Semarang, kerusakan beton terjadi akibat pembongkaran bekisting terlalu dini dan campuran beton yang tidak sesuai.

 

2. Faktor Manajerial

 

  • Perencanaan pondasi yang tidak mempertimbangkan kondisi tanah sedalam 5 meter
  • Ketidaksesuaian urutan kerja: seperti pemasangan keramik sebelum atap

 

Hal ini memperlihatkan lemahnya koordinasi lintas tim di lapangan, serta minimnya evaluasi berkala saat proyek berlangsung.

 

3. Faktor Human Error

  • Pekerja yang kurang terlatih
  • Pelaksanaan yang tergesa-gesa
  • Salah perhitungan daya listrik

Misalnya, proyek kantor mengalami hambatan operasional karena kekurangan pasokan listrik akibat salah desain. Selain itu, keramik rusak karena terkena puing dari atap yang belum terpasang.

 

Grounded Theory sebagai Landasan Analisis: Memetakan Akar Masalah dari Lapangan

 

Metodologi grounded theory dalam riset ini dilakukan melalui tiga tahap utama:

  • Open Coding: Kategori awal dibentuk dari informasi di lapangan
  • Axial Coding: Menghubungkan kategori menjadi konsep-konsep kunci
  • Selective Coding: Merangkum dan menyederhanakan variasi hubungan menjadi tema sentral

 

Pendekatan ini memudahkan penyusunan kesimpulan berbasis bukti nyata. Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa:

  • Mayoritas cacat muncul bukan dari satu faktor tunggal, melainkan kombinasi teknis, manajerial, dan personil
  • Belum ditemukan kegagalan total (runtuhnya bangunan), tetapi ada indikasi kuat bahwa jika dibiarkan, cacat akan berkembang menjadi failure

 

Implikasi Kegagalan Struktural di Wilayah Rawan Gempa

 

Kondisi Padang sebagai wilayah rawan gempa menjadikan setiap bentuk kecacatan struktural sebagai potensi besar kegagalan fatal. Misalnya, porositas beton dan defleksi balok jika tidak diperbaiki, akan menurunkan daya dukung struktural bangunan saat terjadi getaran seismik.

 

Pemilihan fondasi yang tepat, seperti penggunaan sistem Konstruksi Jaringan Rangka Beton (KJRB), menjadi alternatif penting untuk mengatasi kondisi tanah lunak. Fondasi ini terbukti lebih stabil dibanding sistem Konstruksi Sarang Laba-laba (KSLL) dalam menghadapi beban dinamis akibat gempa.

 

Studi Kasus Tambahan: Relevansi Praktik Konstruksi di Wilayah Lain

 

Penemuan cacat struktural seperti kolom keropos dan sambungan balok yang rapuh juga ditemukan di proyek perumahan di Yogyakarta dan Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan serupa tidak eksklusif terjadi di Padang. Dalam konteks global, studi oleh Chong dan Low (2005) menyatakan bahwa 35% kegagalan konstruksi di Asia Tenggara dipicu oleh kualitas material dan manajemen yang buruk.

 

Mitigasi dan Rekomendasi: Strategi Perbaikan Komprehensif

 

Untuk mengatasi potensi kegagalan, peneliti menyarankan langkah-langkah mitigatif sebagai berikut:

 

Untuk cacat teknis:

  • Gunakan material bermutu tinggi
  • Perbaiki sambungan dengan perekat tambahan dan metode curing yang benar

 

Untuk cacat manajerial:

  • Lakukan pengawasan berkala
  • Susun ulang urutan kerja secara logis
  • Libatkan tim perencana dalam setiap tahapan pengerjaan

 

Untuk kesalahan manusia:

  • Adakan pelatihan teknis dan sertifikasi tenaga kerja
  • Terapkan SOP ketat di lapangan
  • Evaluasi berkala terhadap progress dan metode kerja

 

Opini Kritis: Perlu Kebijakan Sistemik dan Teknologi Modern

 

Penelitian ini memang komprehensif, namun belum menyinggung peran teknologi dalam mencegah kecacatan konstruksi. Padahal penggunaan Building Information Modeling (BIM) dan drones untuk inspeksi struktur bisa menjadi solusi digital yang murah dan efisien.

 

Pemerintah daerah juga perlu membentuk tim audit teknis independen untuk mengevaluasi proyek sejak tahap perencanaan. Integrasi teknologi, pengawasan ketat, dan manajemen risiko berbasis data adalah masa depan konstruksi tahan bencana.

 

Kesimpulan: Menuju Bangunan Berkualitas di Daerah Rawan Bencana

 

Paper ini menjadi rujukan penting dalam memahami dan mengantisipasi kegagalan bangunan di daerah rawan gempa. Temuan utamanya menunjukkan bahwa:

  • Cacat teknis, manajerial, dan manusiawi saling berkelindan dalam menciptakan potensi kegagalan
  • Tanpa intervensi cepat, bangunan akan terus mengalami degradasi kualitas
  • Diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan regulasi, edukasi, dan teknologi untuk menciptakan lingkungan konstruksi yang aman dan tahan bencana

 

 

Sumber Asli Paper:

Suraji, A., Hidayat, B., & Zaki, A. (2023). Potential Defects and Failures in Building Industry. E3S Web of Conferences 464, 07007. 2nd ICDMM 2023. https://doi.org/10.1051/e3sconf/202346407007