Pipa yang Bocor dan Hati yang Remuk: Refleksi Saya tentang Laporan Keragaman di Dunia Teknik

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic

30 September 2025, 15.24

Pipa yang Bocor dan Hati yang Remuk: Refleksi Saya tentang Laporan Keragaman di Dunia Teknik

Angka yang Membuat Saya Berhenti Sejenak

Pernahkah Anda memasuki sebuah ruangan dan dalam hitungan detik, Anda tahu persis apakah Anda "cocok" di sana? Ini bukan tentang pakaian yang Anda kenakan atau topik pembicaraan. Ini adalah perasaan yang lebih dalam, sebuah getaran tak kasat mata yang memberitahu Anda apakah suara Anda akan didengar, apakah kehadiran Anda dihargai, apakah Anda merasa memiliki. Bagi saya, "rasa memiliki" atau belonging adalah inti dari semua percakapan tentang keragaman dan inklusi.

Baru-baru ini, saya membaca sebuah laporan dari Royal Academy of Engineering di Inggris. Ini bukan sekadar tumpukan kertas akademis yang kering. Saya melihatnya sebagai sebuah cerita sepanjang satu dekade—sebuah rekapitulasi dari 10 tahun upaya, penelitian, dan sayangnya, stagnasi dalam menciptakan industri teknik yang lebih inklusif. Laporan ini, berjudul  

Equality, diversity, and inclusivity in engineering, 2013 to 2022: a review, mencoba menjawab pertanyaan sederhana: sejauh mana kita sudah melangkah?

Dan jawabannya, terus terang, membuat saya berhenti sejenak.

Ada satu angka yang menonjol, yang terasa seperti pukulan telak. Pada tahun 2021, hanya 16,5% dari mereka yang bekerja di bidang teknik adalah perempuan. Coba resapi angka itu. Ini berarti, dalam sebuah tim proyek yang terdiri dari enam insinyur, kemungkinan besar hanya ada satu perempuan. Bayangkan bagaimana rasanya menjadi satu-satunya? Bagaimana hal itu memengaruhi dinamika tim, proses inovasi, dan budaya kerja sehari-hari?  

Namun, yang lebih mengejutkan bagi saya bukanlah angka itu sendiri, melainkan paradoks di baliknya. Laporan tersebut dengan jelas menyatakan bahwa gender adalah tema yang paling menonjol dan paling banyak diteliti selama dekade terakhir. Selama sepuluh tahun, industri ini, para peneliti, dan para pembuat kebijakan telah menyorotkan lampu paling terang ke masalah ini. Namun hasilnya? Sebuah pergeseran yang sangat lambat. Ini mengajarkan saya sebuah pelajaran penting: perhatian saja tidak cukup. Upaya yang dilakukan mungkin salah sasaran atau tidak mampu menyentuh akar masalah yang jauh lebih dalam dan sistemik. Kita sudah melihat dengan saksama, tapi mungkin kita melihat dengan cara yang salah, atau tidak cukup luas.  

Pipa yang Bocor: Mengapa Insinyur Hebat Terus Menghilang dari Industri Ini?

Dalam laporan ini, ada satu metafora yang terus muncul: "Leaky Pipeline" atau pipa yang bocor. Bayangkan Anda menghabiskan waktu bertahun-tahun membangun sebuah saluran air yang canggih untuk mengairi ladang. Anda memastikan air masuk dengan deras di hulu, merekrut talenta-talenta terbaik dari universitas. Tapi di tengah jalan, ada begitu banyak retakan dan lubang kecil sehingga hanya tetesan air yang sampai di hilir. Itulah yang terjadi pada talenta perempuan di dunia teknik.  

Laporan ini mengutip studi lain yang menemukan bahwa perempuan cenderung meninggalkan dunia teknik dengan laju dua kali lipat dari laki-laki. Kebocoran ini bukan kecelakaan; ia disebabkan oleh "hambatan struktural dan sistemik di tempat kerja". Tapi apa artinya "sistemik" dalam kehidupan sehari-hari?  

Ini bukan tentang satu manajer yang seksis atau satu kebijakan yang buruk. Ini adalah tentang ribuan hal kecil yang menumpuk:

  • Budaya yang Terasa Seperti "Klub Laki-Laki": Lingkungan kerja di mana candaan, aktivitas sosial setelah jam kerja, dan ekspektasi tak tertulis terasa lebih berpihak pada laki-laki. Ini menciptakan perasaan terisolasi.  

  • Mitos "Pekerja Ideal": Ada sebuah idealisasi tentang insinyur hebat: seseorang (biasanya laki-laki) yang bekerja lembur tanpa keluhan, selalu siap bepergian kapan saja, dan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk pekerjaan. Model ini secara inheren merugikan siapa pun—laki-laki atau perempuan—yang memiliki tanggung jawab sebagai pengasuh atau menginginkan keseimbangan hidup.  

  • Kurangnya Fleksibilitas: Meskipun hukum di Inggris menjamin hak untuk meminta jam kerja yang fleksibel, peran insinyur adalah salah satu yang paling jarang diiklankan sebagai pekerjaan fleksibel. Ini adalah tembok besar bagi orang tua baru, terutama ibu, yang sering kali harus memilih antara karir dan keluarga.  

Namun, temuan yang paling menusuk bagi saya adalah dampak psikologis dari sistem ini. Laporan tersebut menyoroti sebuah fenomena di mana perempuan dalam industri ini cenderung "menyangkal adanya seksisme" dan "mengindividualisasikan pengalaman negatif mereka". Ini bukan karena mereka naif. Ini adalah mekanisme pertahanan diri. Ketika Anda adalah minoritas yang sangat kecil (ingat, hanya 16,5%), menyuarakan ketidakadilan bisa membuat Anda dicap "sulit," "bukan pemain tim," atau "terlalu sensitif." Secara psikologis, lebih mudah untuk menyalahkan diri sendiri ("Mungkin saya kurang tangguh," atau "Seharusnya saya menanganinya secara berbeda") daripada mengakui bahwa Anda sedang melawan sistem yang tidak adil.  

Sistem ini tidak hanya mendorong mereka keluar, tetapi juga membuat mereka merasa bahwa itu adalah kesalahan mereka sendiri. Pipa itu tidak hanya bocor; ia meracuni air yang tersisa di dalamnya.

Di Balik Sorotan Gender: Siapa yang Kita Lupakan?

Membaca laporan ini, saya merasakan dua hal sekaligus: kekaguman atas dalamnya analisis tentang gender, dan kekecewaan yang mendalam atas apa yang nyaris tidak dibahas. Fokus yang begitu intens pada satu isu, meskipun penting, telah menciptakan "titik buta" (blind spot) yang sangat besar.

Laporan ini sendiri dengan jujur mengakui bahwa area-area lain hanya "disebutkan secara singkat dalam beberapa laporan". Kelompok-kelompok yang terlupakan ini antara lain:  

  • Pekerja dari berbagai kelompok usia.

  • Mereka yang memiliki keyakinan atau agama yang berbeda.

  • Individu neurodivergen.

  • Mereka dengan identitas non-biner.

  • Orang-orang dari latar belakang sosial ekonomi yang kurang beruntung.

  • Isu-isu seputar pengasuhan anak dan keluarga.

Ini bukan sekadar kelalaian akademis. Ini mencerminkan prioritas industri. Jika sesuatu tidak diukur, ia tidak akan dikelola. Dengan tidak meneliti pengalaman kelompok-kelompok ini, industri secara efektif mengatakan bahwa masalah mereka kurang penting.

Gajah di Ruang Rapat: Kekuatan Interseksionalitas yang Terabaikan

Di sinilah letak masalah terbesarnya. Manusia tidak hidup dalam satu kategori identitas. Pengalaman kita dibentuk oleh persimpangan (intersection) dari berbagai identitas. Konsep ini disebut interseksionalitas.  

Bayangkan seperti ini: interseksionalitas bukanlah seperti memilih topping pizza secara terpisah. Ini bukan masalah "Saya perempuan" DAN "Saya berasal dari etnis minoritas". Ini adalah tentang bagaimana kedua bahan itu berinteraksi saat dipanggang bersama, menciptakan rasa yang sama sekali baru dan unik—dan seringkali, rasa yang lebih pahit.

Laporan ini memberikan satu statistik yang begitu menohok hingga sulit dipercaya. Di industri teknologi, perempuan kulit hitam hanya mencakup kurang dari 1% dari total tenaga kerja pada tahun 2020.  

Angka ini jauh lebih buruk daripada jika kita hanya menggabungkan statistik "perempuan di bidang teknologi" dan "orang kulit hitam di bidang teknologi". Ini menunjukkan adanya "efek pengganda" dari kerugian. Hambatan yang dihadapi oleh seorang perempuan kulit hitam bukanlah penjumlahan sederhana dari rasisme + seksisme. Ini adalah bentuk diskriminasi yang unik dan diperparah, yang tidak dialami oleh perempuan kulit putih atau laki-laki kulit hitam. Sistem ini tidak hanya menjumlahkan bias; ia melipatgandakannya.

Apa yang Bisa Kita Lakukan, Mulai Hari Ini? Sebuah Peta Harapan

Meskipun gambaran yang disajikan terasa suram, laporan ini tidak meninggalkan kita tanpa harapan. Di antara analisis masalah, terselip bagian tentang "praktik yang menjanjikan" (promising practices)—kilasan cahaya yang bisa menjadi peta jalan ke depan.  

  • 🚀 Hasilnya luar biasa: Kita perlu fokus pada solusi praktis yang memberikan hasil nyata. Salah satu contoh terbaik adalah program "Returners", yang dirancang khusus untuk membantu para profesional (kebanyakan perempuan) yang mengambil jeda karir untuk kembali ke dunia kerja. Laporan menyebutkan bahwa sejak 2017, lebih dari 260 insinyur telah berhasil kembali bekerja melalui skema ini. Ini adalah cara konkret untuk menambal "pipa yang bocor" tadi.  

  • 🧠 Inovasinya: Kita harus bergerak melampaui intervensi yang dangkal. Selama bertahun-tahun, banyak perusahaan mengandalkan "pelatihan bias tidak sadar" (unconscious bias training). Namun, laporan ini menyoroti pergeseran ke arah yang lebih baik: "program inklusi sadar" (conscious inclusion). Perbedaannya sangat mendasar. Yang pertama adalah tentang menyadari bias Anda; yang kedua adalah tentang secara aktif mengubah perilaku, proses, dan sistem untuk melawan bias tersebut. Ini adalah lompatan dari kesadaran pasif ke tindakan yang disengaja.  

  • 💡 Pelajaran: Pelajaran terbesarnya adalah kita harus berhenti mencoba "memperbaiki" individu dari kelompok yang kurang terwakili dan mulai "memperbaiki" sistem di sekitar mereka. Inisiatif seperti "mentoring timbal balik" (reciprocal mentoring), di mana seorang pemimpin senior dipasangkan dengan karyawan junior dari latar belakang yang beragam, adalah contoh sempurna. Tujuannya bukan hanya agar si junior belajar dari senior, tetapi juga—dan ini yang lebih penting—agar si senior belajar tentang realitas pengalaman karyawan yang berbeda darinya.  

Pelajaran-pelajaran ini menunjukkan bahwa kepemimpinan inklusif adalah sebuah keterampilan yang harus diasah, bukan sekadar niat baik. Untuk para pemimpin atau calon pemimpin yang ingin secara proaktif membangun kapabilitas ini, berinvestasi dalam pengembangan diri melalui(https://www.diklatkerja.com) bisa menjadi langkah praktis untuk mengubah wawasan menjadi tindakan.

Sebuah Panggilan, Bukan Sekadar Laporan

Pada akhirnya, laporan ini lebih dari sekadar kumpulan data; ini adalah sebuah panggilan untuk empati dan perubahan sistemik. Ini adalah cermin yang menunjukkan di mana kita telah berhasil dan, yang lebih penting, di mana kita telah gagal secara kolektif.

Rekomendasi utama dari laporan ini—seperti menggunakan pendekatan longitudinal untuk meneliti perjalanan karir seseorang dari waktu ke waktu, dan berkolaborasi dengan mitra komunitas untuk membangun talenta dari akar rumput—adalah sebuah permohonan untuk mengubah cara kita melihat masalah ini. Ini adalah permintaan untuk beralih dari melihat data sebagai potret sesaat (  snapshot) menjadi mendengarkan cerita yang berkembang seiring waktu. Ini adalah permintaan untuk menjadi lebih manusiawi dalam pendekatan kita.

Jadi, saya ingin meninggalkan Anda dengan sebuah ajakan. Lihatlah sekeliling Anda dalam rapat berikutnya. Siapa yang ada di ruangan itu? Siapa yang tidak ada? Dan yang terpenting, tanyakan pada diri sendiri: mengapa?

Jika tulisan ini membuat Anda berpikir, saya sangat mendorong Anda untuk menggali lebih dalam. Wawasan yang ada di dalamnya terlalu penting untuk diabaikan.

(https://raeng.org.uk/media/z42f1jql/equality-diversity-and-inclusivity-in-engineering-2013-to-2022-a-review.pdf)