Pharmaceutical Industrial Waste Regulation in Five Countries in Asia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

06 Maret 2025, 08.37

pexels.com

Industri farmasi merupakan sektor yang sangat berkontribusi terhadap perekonomian global, tetapi juga menghasilkan limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Database ProQuest, Crossref, dan Google Scholar. Studi ini menggunakan kata kunci seperti "pharmaceutical industrial waste" dan "Asia" untuk mencari artikel yang relevan. Setelah dilakukan penyaringan, ditemukan bahwa kelima negara memiliki informasi yang cukup terkait regulasi dan metode penanganan limbah farmasi.

Di Indonesia, pengelolaan limbah farmasi diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Metode yang umum digunakan mencakup:

  • Autoclaving
  • Incineration (pembakaran)
  • Microwave irradiation
  • Chemical disinfection
  • Sewer disposal
  • Encapsulation dan inertization
  • Landfilling (penimbunan aman)

Meskipun regulasi sudah ada, masih terdapat tantangan seperti kurangnya pengawasan dan kesadaran dari industri untuk mematuhi regulasi tersebut. Data menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki tempat pembakaran terbuka yang tidak diawasi dengan baik, menyebabkan pencemaran udara.

India memiliki salah satu industri farmasi terbesar di dunia, menyumbang sekitar 20% ekspor obat generik global. Regulasi limbah farmasi di India dikendalikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan beberapa peraturan utama:

  • Biomedical Waste (Management & Handling) Rules 1998
  • Hazardous Waste (Management, Handling & Transboundary Movement) Rules 2008
  • Bio-medical Waste Management Rules 2016

Metode penanganan limbah di India mencakup incineration, autoclaving, microwaving, dan secure landfilling. Tantangan utama di India adalah pengelolaan limbah ilegal yang masih terjadi karena kurangnya pengawasan yang ketat.

Jepang telah mengembangkan sistem pengelolaan limbah yang sangat maju sejak tahun 1970-an. Negara ini menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang telah berhasil mengurangi pembuangan limbah industri ke landfill hingga 84% dalam kurun waktu 1990–2010. Regulasi utama meliputi:

  • Waste Disposal Law (1991, direvisi 2003)
  • Corporate Social Responsibility (CSR) Initiatives
  • Infectious Waste Management Regulation (2004)

Jepang mengadopsi metode seperti autoclaving, incineration, dan chemical disinfection serta memiliki sistem pengawasan yang ketat.

Pengelolaan limbah di Thailand dikendalikan oleh Departemen Pengendalian Polusi (PCD) di bawah Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Regulasi utama mencakup:

Thailand menghadapi tantangan dalam keterbatasan lahan dan infrastruktur, sehingga metode seperti secure landfilling dan deep burial masih menjadi pilihan utama.

China memiliki sistem regulasi yang cukup ketat dengan pengawasan dari Biro Perlindungan Lingkungan, Biro Manajemen Kota, dan Biro Kesehatan. Beberapa peraturan utama termasuk:

  • Waste Disposal Act (2017, direvisi 2021)
  • Pharmaceutical Good Manufacturing Practice Regulations (2013, direvisi 2020)
  • Hazardous Waste Storage, Clearance, and Disposal Standards (2021)

Metode yang digunakan mirip dengan negara lain, tetapi China mulai mengembangkan teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan limbah farmasi.

Berdasarkan penelitian ini, ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi regulasi pengelolaan limbah farmasi di lima negara:

  1. Keterbatasan lahan dan fasilitas pengolahan limbah – Negara dengan keterbatasan lahan, seperti Jepang dan Thailand, mengadopsi metode yang lebih efisien seperti incineration dan chemical disinfection.
  2. Kurangnya kesadaran dan pengawasan – India dan Indonesia masih mengalami tantangan dalam pengawasan limbah ilegal.
  3. Rendahnya penalti bagi pelanggar regulasi – Hukuman yang ringan membuat beberapa perusahaan kurang patuh terhadap aturan yang berlaku.
  4. Kurangnya fasilitas pengujian limbah – Beberapa negara masih menghadapi kendala dalam uji kelayakan sebelum pembuangan limbah.

Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan limbah farmasi di Asia, beberapa langkah yang dapat diterapkan:

  • Meningkatkan pengawasan dan penegakan regulasi melalui inspeksi rutin dan sanksi yang lebih berat.
  • Mengembangkan teknologi baru dalam pengolahan limbah, seperti metode biologis untuk degradasi limbah farmasi.
  • Meningkatkan kesadaran industri farmasi melalui edukasi dan insentif bagi perusahaan yang menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaan limbah.
  • Mendorong kerja sama internasional untuk berbagi teknologi dan strategi dalam manajemen limbah farmasi.

Perbedaan regulasi dan implementasi pengelolaan limbah farmasi di lima negara Asia. Jepang dan China memiliki sistem yang lebih maju, sementara India, Indonesia, dan Thailand masih menghadapi tantangan dalam infrastruktur dan pengawasan. Dengan adanya perkembangan teknologi dan kerja sama antar negara, diharapkan sistem pengelolaan limbah farmasi di Asia dapat semakin berkembang menuju keberlanjutan lingkungan.

Sumber Artikel: Luthfia Azzahra, Nyi Mekar Saptarini, "Pharmaceutical Industrial Waste Regulation in Five Countries in Asia", Indo J Pharm, Vol 3, Issue 1, 2021, pp. 9-19.