Petani Saddang Tergoda Jagung, Sungai Meluap: Maladaptasi di Hulu Picu Banjir di Hilir

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

01 Juli 2025, 16.29

pixabay.com

Perubahan iklim tidak hanya membawa bencana, tapi juga keputusan keliru yang memperburuknya. Artikel karya Naufal dkk. (2023) ini mengungkap betapa adaptasi masyarakat terhadap kekeringan di hulu Sungai Saddang, Sulawesi Selatan, justru menjadi pemicu deforestasi, erosi, hingga banjir di hilir. Dengan pendekatan lanskap Daerah Aliran Sungai (DAS), penelitian ini menelaah bagaimana respons masyarakat di enam desa (baik hulu maupun hilir) terhadap bencana iklim periode 2009–2020, dan bagaimana tindakan itu berujung pada maladaptasi sistemik.

Peralihan Komoditas: Dari Kopi ke Jagung

Pada tahun 2009, kekeringan ekstrem melanda desa-desa hulu seperti Ranga, Bokin, Paku, dan Randan Batu. Ribuan pohon kopi gagal panen dan sungai-sungai mengering. Sebagai respons:

  • Banyak petani beralih ke jagung dan singkong, karena dianggap lebih tahan kekeringan.
  • Pemerintah mendorong program swasembada jagung dengan subsidi benih dan pupuk (target 29 juta ton produksi pada 2014).
  • Hutan dibuka untuk ladang baru, terutama di lahan lereng curam (>45%).

Konversi ini didorong juga oleh pasar yang menjanjikan (jagung untuk pakan ternak), tetapi mengorbankan fungsi ekologis DAS.

Maladaptasi Hulu: Meningkatkan Risiko Bencana

Jagung ditanam secara monokultur, tanpa naungan dan dengan penggunaan pupuk kimia yang intensif. Ini menyebabkan:

  • Erosi berat di lahan miring.
  • Sedimentasi besar yang terbawa hingga ke hilir.

Pada 2020, hujan deras selama tiga hari memicu longsor di Randan Batu yang menewaskan satu warga dan menghancurkan rumah serta ladang.

Efek Domino di Hilir: Sungai Berubah Arah, Banjir Menjalar

Sedimentasi ekstrem menyumbat aliran sungai di Desa Paria. Akibatnya:

  • Sungai menyimpang dan memperbesar arus ke Desa Bababinanga.
  • Pada 2010, terjadi banjir besar yang:
    • Merendam 233 rumah
    • Merusak 600 ha sawah dan 400 ha tambak
    • Mengusir ratusan warga

Adaptasi masyarakat:

  • Petambak berubah jadi nelayan udang rebon.
  • Rumah panggung dipindahkan gotong royong ke lokasi lebih aman.

Namun sayangnya, bendungan pelindung yang dibangun pemerintah pasca-banjir rusak dalam dua tahun, contoh nyata kegagalan teknis dalam adaptasi.

Model Adaptasi Gagal: Perubahan Iklim dan Kebijakan Bertabrakan

Adaptasi petani terhadap kekeringan memicu maladaptasi berlapis:

  • Vulnerability shifting: banjir berpindah dari Paria ke Bababinanga
  • Eroding sustainability: penggunaan pupuk kimia, deforestasi, peningkatan emisi
  • Rebound vulnerability: adaptasi menimbulkan risiko baru, seperti longsor

Program pangan nasional yang seragam di seluruh Indonesia tidak mempertimbangkan topografi DAS Saddang yang curam dan rentan, sehingga memperparah kerusakan.

Dampak Positif? Ada, Tapi Bersyarat

Meskipun didominasi kerugian, beberapa dampak positif muncul:

  • Lahan timbul dari sedimentasi dimanfaatkan untuk pertanian jagung dan pisang.
  • Tradisi lokal mengatur kepemilikan lahan timbul berdasarkan kedekatan tanah.
  • Solidaritas sosial meningkat, seperti gotong royong memindahkan rumah saat banjir.

Namun, peneliti menegaskan: tanpa pengakuan hukum yang jelas dan pengelolaan partisipatif, keuntungan ini bersifat sementara.

Kesimpulan: Pelajaran dari Saddang

DAS bukan hanya jalur air, tapi juga jalur dampak. Apa yang terjadi di hulu akan selalu menular ke hilir. Studi ini menyimpulkan bahwa:

  • Adaptasi tidak boleh simplistik dan seragam.
  • Pendekatan lanskap DAS diperlukan untuk memahami kerentanan sistemik.
  • Program nasional harus disesuaikan dengan karakter lokal dan kapasitas sosial-ekologis desa.

Artikel ini juga merekomendasikan pemanfaatan penginderaan jauh (remote sensing) dan analisis spasial untuk memantau dampak jangka panjang maladaptasi di masa depan.

Sumber : Naufal, N., Mappiasse, M. F., & Nasir, M. I. (2023). Adaptation from maladaptation: A case study of community-based initiatives of the Saddang watershed. Forest and Society, 7(1), 167–183.