Jakarta (antara) - PT pertamina (Persero) mengundang investasi global di bidang infrastruktur energi hijau untuk mendukung visi Indonesia dalam transisi energi. "Ini adalah bisnis masa depan kami, karena saat ini, proposisi pendapatan kami sebagian besar disumbangkan oleh bahan bakar fosil lebih dari 95 persen. Ke depannya, (kami ingin agar) pendapatan yang berasal dari energi terbarukan akan semakin meningkat dari waktu ke waktu," kata Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini dalam sebuah diskusi panel ASEAN Indo-Pacific Forum (AIPF) di Jakarta, Rabu.
Indonesia menjadi tuan rumah AIPF di Jakarta pada 5-6 September. Forum ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama dan kolaborasi yang inklusif antara negara-negara ASEAN dan negara-negara mitra di Kawasan Indo-Pasifik. Dalam rangka meningkatkan investasi di proyek-proyek energi terbarukan, katanya, Pertamina berupaya untuk menyalurkan lebih banyak lokasi belanja modal hingga US$145 miliar.
Perusahaan telah menyiapkan dua strategi utama untuk mengembangkan proyek energi hijau, yaitu dengan melakukan dekarbonisasi bisnis yang sudah ada dan membangun bisnis bahan bakar rendah karbon. Martini mengatakan bahwa strategi ini akan diterapkan untuk mengamankan ketahanan energi nasional dan juga untuk mengekspor energi hijau.
"Inilah yang ingin kami lakukan dengan amonia hijau, hidrogen, CCUS, dan lain-lain. Oleh karena itu, saya pikir kita harus menjalankan dua strategi tersebut, karena kita harus lebih fokus untuk berinvestasi pada energi terbarukan yang telah kita masukkan ke dalam peta jalan nol karbon," katanya. Melalui strategi-strategi tersebut, Pertamina ingin memanfaatkan potensi energi Indonesia yang sangat besar dari panas bumi, yang saat ini telah beroperasi dengan kapasitas lebih dari 700 megawatt. Perusahaan berharap dapat meningkatkan produksi energi panas bumi hingga 200 megawatt dalam dua tahun ke depan.
Pertamina siap untuk mendiskusikan beberapa peluang dalam pengembangan energi hijau dengan mitra internasional, menurut Martini. "Kami sedang mengupayakan model operasi yang lebih ramah lingkungan, dengan bukti bahwa skor ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola) kami sangat meyakinkan saat ini dimana kami berada di peringkat kedua untuk sub-industri migas yang terintegrasi, jadi kami benar-benar berkomitmen bahwa operasi kami benar-benar mendukung ESG. Ini adalah faktor daya tarik kami sehingga kami bisa lebih mudah mengajak mitra strategis kami untuk berinvestasi di infrastruktur hijau kami," jelasnya.
Dalam AIPF yang diselenggarakan sebagai salah satu acara unggulan dalam rangkaian KTT ASEAN ke-43 yang diselenggarakan oleh Indonesia, Pertamina menjajaki sembilan area potensial untuk kerja sama pembangunan infrastruktur hijau. Di sektor energi dan migas, di antaranya adalah mempersiapkan kerja sama pembangunan infrastruktur terminal hijau terpadu kalibaru, Terminal terpadu tapanuli tengah, peluang kerja sama carbon capture and storage/carbon capture utilization & storage (CCU/CCUS), dan jaringan pipa gas Dumai-Siak untuk produksi green hydrogen dan solusi berbasis alam.
Langkah konkret perusahaan dalam mengembangkan infrastruktur hijau tidak hanya dilakukan di lingkungan Pertamina Group, namun juga bersama perusahaan-perusahaan BUMN yang tergabung dalam indonesia Battery Corporation (IBC) dalam mengembangkan pabrik baterai kendaraan listrik (EV).
Pertamina berkomitmen untuk mendukung target net zero emission (NZE) 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Disadur dari: en.antaranews.com