Minyak bumi memiliki peran vital dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dan pemerintah sangat memperhatikannya. Produksi minyak Indonesia menurun sejak 2016, sehingga Presiden Joko Widodo mendorong peningkatan produksi, seperti di Blok Rokan. Namun, kenaikan harga BBM masih jadi masalah bagi masyarakat, terutama setelah pengurangan subsidi pada September 2022. Fluktuasi harga BBM sensitif terhadap reaksi masyarakat, sehingga perlu edukasi tentang dinamika harga minyak. Revisi Undang-Undang Migas sangat ditunggu untuk mengatasi dampak produksi minyak. Pasal 28 ayat (2) UU Migas menimbulkan kontroversi karena bertentangan dengan keadilan sosial. Kebijakan perminyakan yang tepat penting bagi masyarakat Indonesia untuk menyelesaikan masalah produksi, distribusi, dan konsumsi energi.
Sejarah singkat.
- Era Sebelum Kemerdekaan
Jejak industri perminyakan Indonesia dimulai pada tahun 1871 dengan pengeboran sumur pertama oleh Belanda di Cirebon, Jawa Barat. Sumur produksi pertama kemudian ditemukan di Telaga Said, Sumatera Utara pada tahun 1883, yang menjadi awal dari eksploitasi minyak di Indonesia dengan berdirinya Royal Dutch Company pada tahun 1885. Pada dekade 1900-an, industri perminyakan terus berkembang meskipun Indonesia berada di bawah pendudukan Belanda dan Jepang. Produksi minyak sempat terganggu saat Perang Asia Timur Raya, namun kembali pulih setelah perang berakhir. Setelah kemerdekaan, lapangan minyak dan gas bumi dikelola oleh negara, dan penemuan sumber minyak baru terus berlanjut hingga tahun 1950-an.
- Industri Minyak Pasca Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia mendirikan Permina pada 1957 untuk mengelola aset minyak negara. Kemudian bergabung dengan Pertamin pada 1968 menjadi Pertamina. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 menetapkan Pertamina sebagai perusahaan minyak milik negara, mengharuskan kerja sama dengan semua perusahaan minyak di Indonesia. Awalnya, Pertamina berperan sebagai regulator dan operator, tetapi setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, menjadi operator murni. Regulasi di sektor hulu dijalankan oleh BPMIGAS, di sektor hilir oleh BPH MIGAS. Pertamina membentuk anak perusahaan untuk mengelola eksplorasi dan eksploitasi minyak. Pada 2005, didirikan PT Pertamina EP (PEP) sebagai anak perusahaan fokus hulu. PEP menandatangani Kontrak Kerja Sama dengan SKK Migas untuk mengelola wilayah kerja sebelumnya. Dengan pertumbuhan produksi, PEP optimis menjadi penyumbang laba utama Pertamina dan menjawab kebutuhan peningkatan produksi migas nasional.
Lifting Minyak
Lifting minyak merujuk pada minyak hasil produksi yang telah diolah dan siap untuk digunakan, berbeda dengan konsep produksi minyak yang mencakup total minyak yang diperoleh dari perut bumi. Meskipun lifting minyak Indonesia meningkat pada tahun 2016, namun pada tahun-tahun berikutnya terus mengalami penurunan. Pada tahun 2022, capaian lifting turun menjadi 612.300 barel per hari, menimbulkan ketidakpastian dalam menetapkan target lifting untuk tahun 2023. Meskipun target lifting untuk tahun 2023 ditetapkan sebesar 660.000 barel per hari, ini tetap lebih rendah dari asumsi tahun sebelumnya. Pemerintah Indonesia masih mempertahankan target lifting satu juta barel per hari pada tahun 2030, namun menyadari bahwa pencapaian tersebut memerlukan waktu bertahap dan upaya percepatan pemboran sumur baru.
Revisi Regulasi
Industri minyak Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan produksi minyak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperbaiki kesejahteraan. Salah satu langkah nyata yang diambil adalah revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi untuk meningkatkan produksi lifting minyak. Revisi ini diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang lebih menarik dan mengurangi risiko bagi para investor. Selain itu, fokus juga diberikan pada perbaikan kelembagaan dan perizinan untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepercayaan investor. Investasi pada eksplorasi sumur baru menjadi kunci untuk meningkatkan produksi, namun saat ini investasi lebih dominan pada upaya produksi daripada eksplorasi. Revisi kebijakan minyak juga menjadi perhatian DPR meskipun tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2023.
Sumber: kompaspedia.kompas.id/