Pendahuluan: Mengapa Desain Jaringan Rantai Pasok Semakin Krusial?
Di era globalisasi dan ketidakpastian permintaan pasar, perusahaan menghadapi tantangan besar untuk menjaga efisiensi biaya sekaligus mempertahankan kualitas layanan. Rantai pasok tidak lagi sekadar persoalan logistik—ia adalah sistem kompleks yang harus dirancang secara strategis. Artikel "Supply Chain Network Design: an MILP and Monte Carlo Simulation Approach" oleh Oyshik Bhowmik dan Shohel Parvez (2024) menggambarkan solusi terkini dengan memadukan pendekatan Mixed-Integer Linear Programming (MILP) dan simulasi Monte Carlo dalam merancang jaringan rantai pasok yang optimal, adaptif, dan tangguh terhadap perubahan.
Apa Itu MILP dan Simulasi Monte Carlo dalam Konteks SCM?
Mixed-Integer Linear Programming (MILP):
MILP adalah metode optimasi matematis yang digunakan untuk menentukan keputusan strategis seperti jumlah dan lokasi fasilitas, alokasi kapasitas, serta arus produk antar titik distribusi. Keunggulannya terletak pada kemampuannya untuk memodelkan kondisi dunia nyata dengan batasan yang kompleks.
Monte Carlo Simulation:
Simulasi Monte Carlo memungkinkan perusahaan mensimulasikan ketidakpastian permintaan melalui ribuan skenario acak. Ini membantu mengevaluasi robustitas keputusan terhadap fluktuasi permintaan, menjadikan hasil perencanaan lebih realistis.
Kedua metode ini jika digabungkan memberikan pendekatan dualistik: MILP untuk solusi optimal dalam kondisi deterministik, dan simulasi Monte Carlo untuk menguji ketahanan solusi di bawah ketidakpastian.
Studi Kasus: Optimalisasi Rantai Pasok Peritel Multinasional
Penelitian ini mengangkat studi kasus nyata dari perusahaan ritel perlengkapan olahraga berskala global. Jaringan rantai pasok perusahaan ini mencakup empat pabrik, tiga gudang utama (Continental Warehouses/CWH), dan 25 pusat distribusi regional (RWH) di Eropa.
Data meliputi:
- Biaya tetap dan kapasitas pabrik.
- Biaya produksi dan penanganan.
- Biaya transportasi dari pabrik ke CWH dan dari CWH ke RWH.
- Permintaan mingguan dari tiap RWH.
Tujuannya adalah meminimalkan total biaya (termasuk biaya tetap, produksi, penanganan, dan transportasi) sambil mempertahankan tingkat layanan (Level of Service/LOS).
Analisis Skenario: Basis vs Optimal
Dalam skenario basis (kondisi saat ini), perusahaan mengoperasikan tiga pabrik (Dhaka, Chattogram, dan Dehradun) dan dua CWH (Paris dan Madrid).
Sementara dalam skenario optimal (hasil model MILP), jaringan mengalami sedikit perubahan: pabrik Dehradun digantikan oleh Chennai, dan CWH Milan ditambahkan. Hasilnya:
- Penghematan biaya total sebesar 3%.
- Penurunan jarak rata-rata distribusi sebesar 22,9%.
- Peningkatan cakupan layanan dalam radius 1300 km sebesar 11%.
Perubahan kecil ini menciptakan dampak besar karena efisiensi penempatan fasilitas yang lebih dekat ke pusat permintaan tinggi.
Analisis Sensitivitas: Siapa yang Paling Mempengaruhi Biaya?
Dengan menaikkan permintaan sebesar 25% di setiap lokasi RWH, peneliti menemukan bahwa Bucharest (RWH D22) memiliki dampak paling signifikan terhadap total biaya, baik dalam skenario basis maupun optimal.
Ini menunjukkan pentingnya memperhatikan wilayah-wilayah yang:
- Memiliki permintaan tinggi.
- Berjarak jauh dari fasilitas utama.
Kesimpulan: Perubahan kecil di lokasi strategis dapat menggandakan efisiensi jaringan.
Uji Robustness: Apakah Desain Ini Tahan Banting?
Model diuji menggunakan 140 simulasi permintaan acak (Monte Carlo) dengan variasi permintaan hingga 50%. Hasilnya:
- Pabrik Dhaka dan Chattogram selalu dipilih (100% robust).
- Chennai dibuka pada 96,4% skenario.
- Dehradun hanya muncul pada 1,4% skenario.
- Ketiga CWH (Paris, Madrid, Milan) tetap terbuka di seluruh skenario.
Biaya total tetap dalam kisaran ±0,5% dari solusi optimal. Artinya, desain jaringan ini sangat tangguh terhadap fluktuasi permintaan.
Analisis Tambahan & Kritik
Kekuatan Artikel:
- Menggabungkan dua pendekatan kuat (MILP dan Monte Carlo).
- Menggunakan studi kasus realistis dengan data aktual.
- Menyediakan skenario, sensitivitas, dan uji robustness secara terperinci.
Kelemahan yang Perlu Disorot:
- Model terbatas pada satu jenis produk dan satu periode waktu.
- Tidak ada pertimbangan aspek keberlanjutan atau emisi karbon.
- Tidak dibahas kemungkinan integrasi data real-time dari IoT.
Opini:
Dengan menambahkan parameter lingkungan atau keberlanjutan (misalnya jejak karbon logistik), model ini akan jauh lebih relevan di era ESG. Begitu pula integrasi data aktual dari sensor atau sistem ERP dapat membuat model lebih adaptif.
Implikasi Industri dan Masa Depan
Pendekatan ini sangat bermanfaat untuk:
- Perusahaan ritel multinasional yang ingin ekspansi.
- Industri FMCG dengan fluktuasi permintaan tinggi.
- Logistik e-commerce yang membutuhkan efisiensi tinggi.
Ke depan, integrasi model MILP dengan AI dan machine learning dapat membuka peluang untuk perencanaan prediktif dan responsif secara real-time.
Kesimpulan Akhir: Kombinasi MILP dan Monte Carlo adalah Fondasi SCM Modern
Model yang diusulkan tidak hanya menekan biaya, tetapi juga menciptakan jaringan distribusi yang tahan terhadap gejolak permintaan pasar. Artikel ini menjadi rujukan penting bagi akademisi dan praktisi yang ingin menyempurnakan desain rantai pasok mereka.
Sumber:
Bhowmik, O., & Parvez, S. (2024). Supply chain network design: an MILP and Monte Carlo simulation approach. Brazilian Journal of Operations and Production Management, 21(1), e20241936. https://doi.org/10.14488/BJOPM.1936.2024